FITOFARMAKA
KELOMPOK: 1
KELAS: C
Novelia (201410410311007)
Aprilia Kartika Putri (201410410311011)
Anis Khoirun Sauma (201410410311013)
Sukmawansyah (201410410311016)
Imanda Gita R. (201410410311120)
Nur Cholidah (201410410311124)
Qardina Annisa H. (201410410311127)
Fardhiyanti (201410410311156)
Aida Rakhiba (201410410311158)
Langlang Kurniawan (201410410311220)
Abelia M Alhamid (201410410311259)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Herra Studiawan, M.Si, Apt
Siti Rofida, S,Si., M.Farm.,Apt
Ucapan puja-puji dan syukur hanya semata milik Allah SWT. Hanya Kepadanya lah kami
memuji dan bersyukur, meminta ampunan dan pertolongan. Kepadanya juga lah kita meminta
perlindungan dari kejelekan diri dari syetan yang senantiasa membisikkan kebatilan kepada hati
kita.
Dengan rohmat serta pertolongan-Nya, puji syukur, akhirnya laporan praktikum fitofarmaka ini
bisa terselesaikan dengan lancar. Kami menyadari sepenuh hati bahwa tetap terdapat
kekurangan yang ada pada makalah ini.
Kami menantikan kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca untuk materi evaluasi
kami mengenai penulisan makalah selanjutnya. Kami berharap hal itu semua dapat dijadikan
cambuk buat kami supaya lebih mengutamakan kualitas makalah ini di masa yang selanjutnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
TUGAS 1 .................................................................................................................................... 3
TUGAS 2 .................................................................................................................................. 22
TUGAS 3 .................................................................................................................................. 44
Penetapan Kadar Senyawa Marker pada Ekstrak Rimpang Kaempferia galangaa L. .............. 44
TUGAS 4 .................................................................................................................................. 59
TUGAS 5 .................................................................................................................................. 73
KELOMPOK: 1
KELAS: C
Novelia (201410410311007)
Aprilia Kartika Putri (201410410311011)
Anis Khoirun Sauma (201410410311013)
Sukmawansyah (201410410311016)
Imanda Gita R. (201410410311120)
Nur Cholidah (201410410311124)
Qardina Annisa H. (201410410311127)
Fardhiyanti (201410410311156)
Aida Rakhiba (201410410311158)
Langlang Kurniawan (201410410311220)
Abelia M Alhamid (201410410311259)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Herra Studiawan, M.Si, Apt
Siti Rofida, S,Si., M.Farm.,Apt
b. Deskripsi Tanaman
Kempferia merupakan genus herbal yang memiliki anggota lebih dari 50
spesies asli dari Asia Timur tropis yang masuk dalam famili Zingiberaceae.
Kaempferia merupakan rizoma herbal yang berukuran kecil yang biasanya
berbentuk akar tuberous aromatik yang tebal dan rizoma yang pendek (Tang
et al., 2014).
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu dari lima jenis
tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia.kencur
merupakan tanaman obat yang bernilai ekonomis cukup tinggisehingga
banyak dibudidayakan. Bagian rimpangnya digunakan sebagai bahan baku
industri obat tradisioanl, bumbu dapur, bahan makanan, maupun penyengar
minuman lainnya (Rostiana et al., 2003).
c. Kandungan Kimia
Menurut Hargono (1995), bahwa kandungan senyawa Kaempferia galanga
L. yaitu :
1. Daun : alkaloid, borneol, dan eucaliptol.
2. Rimpang : tanin, saponin, kalsium oksalat, borneol, kamfen, sineol, etil
alkohol, minyak atsiri (2,4%- 3,9%) terdiri etil p- metoksisinamate, asam
p- metoksinamat, asam transinamat, p- metoksi stirena, p- asam kumarat,
n- pentadekana.
Kandungan senyawa yang terdapat secara melimpah yaitu asam
popanoat, pentadekana, etil p- metoksisinamat. Kandungan lainnya yaitu
1,8- sineol, undekanon, isopropil sinama, disikloheksilpropandinitril,
dipenten dioksida, 9- hidroksi, 2- nonanon, 2,7- oktadien- 1- il asetat, etil
sikloheksil asetat, cis 11- tetradesenil asetat, 2- heptadekanon, 4-
metilnisopulegon, champidin, trans- trans- okta- 2,4- dietil asetat, 10-
undesil-1- ol, ,7- dimetoksikumarin, delta-3carene, alfa pinen, champhene,
borneol, cymene, alpha gurjunene, germacrenes, cadinenes,
caryophyllenes, luteolin, dan apigenin (Umar et al., 2011).
Kebanyakan rizoma ginger banyak yang bisa dimakan yang telah lama
digunakan sebagai bahan untuk pengobatan tradisional selama berabad-
abad tetapi ridak sepenuhnya telah dilakukan indentifikasi terhadap aktivitas
bioaktifnya (Tang et al.,2014).
e. Ekstraksi
Menurut Tiwari et al.,(2011), keberagaman dari metode ekstraksi
biasanya berdasarkan pada:
a) Lamanya periode ekstraksi
b) Pelarut yang digunakan
c) pH dari pelarut
d) Suhu
e) Ukuran partikel dari jaringan tumbuhan
f) Perbandingan pelarut terhadap sampel
Ekstraksi dalam hal farmaseutik merupakan pemisahan bagian yang
aktif secara medisinal dari jaringan tumbuhan dan hewan menggunakan
pelarut tertentu melalui prosedur standart. Selama ekstraksi, pelarut
berdifusi ke dalam material padat tumbuhan dan melarutkan senyawa-
senyawa dengan kepolaran yang sama (Tiwari et al.,2011).
Parameter dasar yang mempengaruhi kualitas dari sebuah ekstrak
adalah:
a) Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai material awal
b) Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
c) Prosedur ekstraksi
Keberagaman dalam metode ekstraksi yang berbeda yaitu akan
mempengaruhi kuantitas dan komposisi metabolit sekunder pada sebuah
ekstrak yang tergantung pada:
a) Tipe ekstraksi
b) Waktu ekstraksi
c) Suhu
d) Sifat pelarut
e) Konsentrasi pelarut
f) Polaritas
Homogenasi jaringan tumbuhan dalam pelarut telah secara luas
digunakan oleh para peneliti. Kering atau basah, bagian tumbuhan digiling
menggunakan blender untuk mendapatkan ukuran partikel yang halus,
diekstrak dalam pelarut tertentu dan dikocok dengan kuat selama 5-10 menit
atau dibiarkan selama 24 jam setelah selesai kemudian ekstrak tersebut
disaring. Filtrat kemudian diuapkan pelarutnya dan dilarutkan kembali
dalam pelarut untuk menentukan konsentrasi. Beberapa penelitian
melakukan sentrifugasi untuk menjernihkan ekstrak (Tiwari et al.,2011).
Matode ekstraksi yang telah berhasil yaitu dengan menggunakan
kenaikan kepolaran pelarut, dari mulai pelarut non polar (heksan) sampai
pelarut yang lebih polar (metanol) untuk menjamin bahwa rentang
kepolaran yang luas menyebabkan banyak senyawa yang dikandung dapat
diektraksi (Tiwari et al.,2011).
a) Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi berdasarkan ada tidaknya proses pemanasan dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara
panas (Hamdani, 2009).
Ekstraksi cara dingin
Pada metode ini tidak dilakukan pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang diinginkan tidak
menjadi rusak. Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin, yaitu :
Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan
pelarut diam atau dengan adanya pengadukan beberapa kali pada
suhu ruangan. Metode ini dapat dilakukan dengan cara merendam
bahan dengan sekali- kali dilakukan pengadukan. Pada umumnya
perendaman dilakukan selama 24 jam, kemudian pelarut diganti
dengan pelarut baru. Maserasi juga dapat dilakukan dengan
pengadukan secara berkesinambungan (maserasi kinetik).
Kelebihan dari metode ini yaitu efektif untuk sneyawa yang tidak
tahan panas (terdegradasi karena panas), pelaratan yang
digunakan relatif sederhana, murah, dan mudah didapat. Namun
metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu waktu
ekstraksi yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang
banyak dan adanya kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak
dapat diekstrak karena kelarutannya yang rendah pada suhu ruang
(Sarker et al., 2006).
Maserasi Ultrasonik
Sonikasi merupakan salah satu teknik ekstraksi yang
menggunakan energi tambahan berupa vibrasi ultrasonik
untuk meningkatkan interaksi antara zat yang akan diambil
dengan pelarutnya. Penggunaan gelombang ultrasonik dapat
meningkatkan rendemen dan kualitas produk yang dihasilkan
(Supardan et al., 2011).
Penggunaan ultrasonik pada dasarnya menggunakan prinsip
dasar yaitu dengan mengamati sifat akustik gelombang
ultrasonik yang dirambatkan melalui medium yang dilewati.
Pada saat gelombang merambat, medium yang dilewatinya
akan mengalami getaran. Getaran akan memberikan
pengadukan yang intensif terhadap proses ekstraksi.
Pengadukan akan meningkatkan osmosis antara bahan dengan
pelarut sehingga akan meningkatkan proses ekstraksi.
Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah
sebagai berikut:
o Gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan
ultrason secara lokal dari kavitasi mikro pada sekeliling
bahan yang akan diekstraksi sehingga akan terjadi
pemanasan pada bahan tersebut dan melepaskan senyawa
ekstrak.
o Terdapat ekstrak ganda yang dihasilkan yaitu pengacauan
dinding sel sehingga membebaskan kandungan senyawa
yang ada didalamnya dan pemanasan lokal pada cairan dan
meningkatkan difusi ekstrak.
o Energi kinetik dilewati keseluruhan bagian cairan diikuti
dengan munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau
permukaan sehingga meningkatkan transfer massa anatara
permukaan padat- cair.
o Efek mekanik yang ditimbulkan adalah meningkatkan
penetrasi dari cairan menuju dinding membran sel yang
mendukung pelepasan komponen sel dalam meningkatkan
transfer massa (Kerl, 2007).
Liu et al., (2010), menyatakan bahwa kavitasi ultrasonik
menghasilkan daya patah yang akan memecah dinding sel
secara mekanis dan meningkatkan transfer material. Kavitasi
adalah gejala menguapnya zat cair yang sedang mengalir
sehingga membentuk gelembung- gelembung uap yang
disebabkan karena berkurangnya tekanan cairan tersebut
sampai dibawah titik jenuh uapnya.
Perkolasi
Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan bahan yang
disusun dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai
prosesnya sempurna dan umumnya dilakukan pada suhu ruang.
Prosedur metode ini yaitu bahan direndam dengan pelarut,
kemudian pelarut baru dialirkan secara terus menerus sampai
warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya
sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut. Kelebihan dari
metode yaitu tidak diperlukan proses tambahan untuk
memisahkan padatan dengan ekstrak, sdangkan kelemahan
metode ini adalah jumlah pelarut yang dibutuhkan cukup banyak
dan proses juga memerlukan waktu yang cukup lama, serta tidak
meratanya kontak antara padatan dan pelarut (Sarker et al., 2006).
Ekstrasksi cara panas
Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung. Adanya panas secara otomatis akan mempercepat
proses ekstraksi dibandingkan dengan cara dingin. Beberapa jenis
metode ekstraksi cara panas, yaitu:
Ekstraksi refluks
Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan
pada titik didih pelarut tersebut selama waktu dan sejumlah
pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondesor). Pada
umumnya dilakukan tiga sampai lima kali pengulangan proses
pada rafinat pertama. Kelebihan metode refluks adalah padatan
yang memiliki tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan
langsung dapat diekstrak dengan metode ini. Kelemahan metode
ini adalah membutuhkan jumlah pelarut yang banyak (Irawan,
2010).
Ekstraksi soxhletasi
Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut
yang selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik
(kondensor). Pada metode ini, padatan disimpan dalam alat
soxhlet dan dipanaskan, sedangkan yang dipanaskan hanyalah
pelarutnya. Pelarut terdinginkan dalam kondensor, kemudian
mengekstraksi padatan. Kelebihan metode soxhlet adalah proses
ekstraksi berlangsung kontinu, memerlukan waktu dnegan
metode maserasi atau perkolasi. Kelemahan dari metode ini
adalah dapat menyebabkan rusaknya solute atau komponen
lainnya yang tidak tahan panas karena pemanasan ekstrak yang
dilakukan secara terus menerus (Sarket et al., 2006; Tiwari et al.,
2011).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi yaitu
(KirkOthmer, 1998; Perry, R., et al, 1984):
Perlakuan pendahuluan
Perlakuan pendahuluan dapat berpengaruh terhadapat
rendeman dan mutu ekstrak yang dihasilkan. Perlakuan
pendahuluan meliputi pengecilan ukuran dan pengeringan
bahan. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar
luas kontak antara padatan dengan pelarut, tahanan menjadi
semakin berkurang, dan lintasan kapiler dalam padatan
menjadi semakin pendek (laju difusi berbanding lurus dengan
luas permukaan padatan dan berbanding terbalik dengan
ketebalan padatan), sehingga proses ekstraksi menjadi lebih
cepat dan optimal. Teknik pengecilan ukuran dapat dilakukan
dengan cara pemotongan, penggilingan, maupun
penghancuran.
Pengeringan bahan bertujuan untuk menguapkan sebagian air
dalam bahan, sehingga kadar air bahan menurun. Selain itu,
kerusakan dinding sel bahan selama pengeringan akan
mempermudah pengeluaran solute dalam bahan. Pengeringan
juga dapat mempermudah proses pengecilan ukuran dan
meningkatkan mutu ekstrak dengan menghindari adanya air
dalam ekstrak (Somaatmadja, 1985). Pada umumnya
pengeringan dilakukan pada suhu kamar atau oven dengan
temperatur kuran dari 30 0C. Keuntungan pengeringan dengan
menggunakan oven yaitu tidak tergantung cuaca, kapasitas
pengeringan dapat disesuaikan, tidak memerlukan tempat
yang luas, dan kondisi pengeringan dapat dikontrol. Faktor-
faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu udara pengering
dan sifat bahan. Faktor yang berhubungan dengan udara
pengering yaitu suhu, kecepatan volumetrik aliran udara
pengering, dan kelembapan udara sedangkan faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan yaitu ukuran, kadar air awal,
dan tekanan parisal bahan.
Perlakuan pendahuluan
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan
meningkat dengan meningkatnya temperatur. Namun
temperatur yang terlalu tinggi dapat merusak bahan yang
diekstrak, sehingga perlu menentukan temperatur optimum.
Faktor pengadukan
Pengadukan dapat mempercepat pelarutan dan meningkatkan laju
difusi solute. Pergerakan pelarut di sekitar bahan akibat
pengadukan dapat mempercepat kontak bahan dengan pelarut dan
memindahkan komponen dari permukaan bahan ke dalam larutan
dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan komponen
tersebut ke dalam media pelarut (Larian, 1959). Pengadukan
dapat dilakukan dengan cara mekanis, pengaliran udara atau
dengan kombinasi keduanya.
f. Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam
proses ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi
mempengaruhi jenis komponen aktif bahan yang terekstrak karena masing-
masing pelarut mempunyai selektifitas yang berbeda untuk melarutkan
komponen aktif dalam bahan. Menurut Perry (1984), berbagai syarat pelarut
yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu sebagai berikut:
a) Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut
harus dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin
dan sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor.
b) Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan
komponen yang akan diekstrak.
c) Reaktivitas. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
d) Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.
e) Tidak korosif.
f) Tidak beracun.
g) Tidak mudah terbakar.
h) Stabil secara kimia dan termal.
i) Tidak berbahaya bagi lingkungan.
j) Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah untuk dialirkan.
k) Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.
l) Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.
m) Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.
Berbagai jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi
seperti contoh tabel dibawah ini :
Tabel 1.2 Nilai konstanta dielektrik pelarut organik pada 20C (Adnan, 1997)
Heptan 1,924
n-heksana 1,890
Sikloheksana 2,023
Benzen 2,284
Kloroform 4,806
Piridin 12,30
Aseton 20,70
Etanol 24,30
Metanol 33,62
Asetonitril 38,00
Air 80,37
IV. Bahan dan Alat
a) Bahan
Serbuk rimpang kencur
Etanol 96%
Cab- o-sil
b) Alat
Labu Erlenmeyer
Beaker glass
Batang pengaduk
Corong Buchner
Rotavapor
Kertas saring
Loyang
Sudip
Alumunium foil
Wadah selai
Analytical balance
Toples
Pipet Panjang
Bejana marerasi
V. Prosedur Kerja
55,78
= x 100% = 11,16%
500
VI. PEMBAHASAN
Ekstraksi adalah pemisahan dari kandungan senyawa yang dibutuhkan di
dalam bahan tanaman dengan menggunakan pelarut. Dalam kasus tanaman obat,
prosedur ekstraksi terbagi menjadi dua kategori (Paroda, 1993). Pertama adalah
dimana hasil ekstraksi cukup untuk mencapai batas yang ditetapkan dalam
ekuilibrium konsentrasi antara komponen obat dan solusinya. Misalnya, tincture,
rebusan, teh, dll. Kedua, apabila perlu untuk mengekstrak obat tersebut sampai
habis, misal, sampai semua bahan pelarut yang diekstrak dikeluarkan oleh
pelarut. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari
simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung.
Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan air.
Penyarian simplisia dapat dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau
penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air
dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi (Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5).
Pada praktikum kali ini, kami menggunakan metode maserasi. Metode
maserasi sendiri terbagi menjadi 3, yaitu maserasi konvensional yang dilakukan
secara sederhana dengan perendaman ekstrak dalam 24 jam, maserasi kinetika
yaitu dengan pengadukan, dan maserasi ultrasonik. Kelompok kami
mendapatkan kesempatan untuk melakukan metode maserasi mekanik. Metode
ini baik untuk bahan uji (ekstrak Kaempferia galanga) yang tidak tahan
pemanasan.
Ekstrak kencur yang ditimbang untuk diekstraksi adalah sebanyak 500
gram, setelah itu ekstrak dimasukkan ke dalam bejana maserasi ditambahkan
etanol 96% sebanyak 2000 ml untuk dilakukan ektraksi, kemudian ekstrak
diaduk selama 2 jam dengan kecepatan pengadukan 415 rpm, hingga tercampur
dengan baik. Pengadukan dilakukan untuk menjamin keseimbangan konsentrasi
bahan ekstraksi lebih cepat di dalam cairan penyari. Di mana dasar dari proses
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang
terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel
yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara
bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk ke dalam cairan
telah tercapai, maka proses difusi akan segera berakhir. Selama maserasi atau
proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang, agar keseimbangan
konsentrasi bahan terjadi lebih cepat. Sedangkan dalam keadaan diam selama
maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voigh, 1994).
Kemudian, dilakukan penyaringan dengan corong beker dengan maksud
untuk memisahkan antara filtrat dan residunya. Setelah itu, residu ditambah
kembali dengan etanol 96% sebanyak 1500 ml dan dilakukan pengadukan
kembali seperti sebelumnya serta disaring kemudian. Dilakukan sebanyak 3 kali,
dan filtrat dari ketiganya disimpan dalam satu wadah. Dilakukan rotavapor pada
ekstrak yang berfungsi membuat hasil menjadi lebih pekat. Pemekatan tersebut
dilakukan dengan prinsip volume destilasi sehingga tekanan pelarut akan
menguap di bawah titik didihnya. Prinsip ini membuat pelarut perlu pemanasan
yang tinggi agar esktrak menjadi pekat karena etanol dipisahkan dari ekstrak
kencur tersebut.
Ekstrak cair yang akan diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
dipanaskan di atas waterbath sesuai suhu pelarut yang digunakan, labu alas bulat
tersebut di pasang dengan kuat pada ujung rotavapor yang menghubungkan
kondensor. Aliran pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian rotavapor
dinyalakan dengan kecepatan tertentu. Ekstrak pekat yang diperoleh dituangkan
pada nampan kemudian ditaburi dengan Cab-o-sil sebanyak 24,5 gram (5% dari
jumlah ekstrak), setelah iu didiamkan pada suhu kamar sampai benar-benar
kering. Lalu ekstrak digerus hingga halus dan ditimbang beratnya. Karena
ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Acuan Sediaan Herbal, Vol.
5). Kemudian disimpan pada toples. Berat ekstrak yang didapat adalah 55,78
gram atau 11,16%.
Dari hasil presentasi keempat kelompok, seharusnya metode maserasi
ultrasonik mempunyai presentasi hasil paling besar, karena ekstraksi ini
mendapat bantuan getaran ultrasonik yang akan memberikan efek yaitu dapat
meningkatkan permeabilitas dinding sel, sehingga banyak zat yang bisa ditarik
oleh pelarut. Kemudian yang kedua adalah metode maseasi kinetika, yang mana
dengan adanya kinetika (pengadukan) akan membuat keseimbangan konsentrasi
bahan terjadi lebih cepat. Sedangkan maserasi konvensional hanya
mnegandalkan perendaman saja yang berarti dalam keadaan diam selama proses
maserasi yang menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif, sehingga tidak
dapat terjadi keseimbangan konsentrasi yang lambat.
LAMPIRAN
Filtrat hasil penyaringan Proses pemekatan ekstrak Hasil pemekatan ekstrak cair
(Ekstrak cair) cair dengan Rotavapor dengan Rotavapor (490 ml)
Penimbangan Cabosil 5% Ekstrak pekat dituang
dari 490 ml ekstrak pekatl kedalam bejana lalu ditaburi
(24.5 gram) Cabosil secara merata
Biarkan ekstrak mendingin pada suhu Ekstrak telah padat dan kering
kamar ad ekstrak memadat dan kering
Ekstrak yang telah padat dan Ekstrak yang telah digerus halus lalu di
kering lalu digerus ad halus timbang, diperoleh bobot akhir ekstrak
kering (80,28 gram)
LAPORAN PRAKTIKUM II
Penentuan Parameter Mutu Ekstrak Kaempferia galanga L.
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka
KELOMPOK: 1
KELAS: C
Novelia (201410410311007)
Aprilia Kartika Putri (201410410311011)
Anis Khoirun Sauma (201410410311013)
Sukmawansyah (201410410311016)
Imanda Gita R. (201410410311120)
Nur Cholidah (201410410311124)
Qardina Annisa H. (201410410311127)
Fardhiyanti (201410410311156)
Aida Rakhiba (201410410311158)
Langlang Kurniawan (201410410311220)
Abelia M Alhamid (201410410311259)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Herra Studiawan, M.Si, Apt
Siti Rofida, S,Si., M.Farm.,Apt
I. JUDUL
Penentuan Parameter Mutu Ekstrak Kaempferia galanga L.
II. Tujuan
Untuk mengetahui dan menerapkan mutu spesifik dan non spesifik ekstrak
sesuai standar yang telah ditetapkan.
III. TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Traecheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Commenlinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galangal L. (Fahmi, 2015)
Deskripsi tanaman
Kaempferia merupakan genus herbal yang memiliki anggota lebih dari 50
spesies asli dari Asia Timur Tropis yang masuk dalam family Zingiberaceae.
Kaenpferia merupakan rhizome herbal yang berukuran kecil yang biasanya
berbentuk akar tuberous aromatic yang tebaldan rizoma yang pendek (Tang et al,
2014).
Kencur (Kaempferia galangal L.) merupakan salah satu dari lima jenis
tumbuhan yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia. Kencur
merupakan tanaman obat yang bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak
dibudidayakan. Bagian rimpangnya digunakan sebagai bahan baku industri obat
tradisonal, bumbu dapur, bahan makanan, maupun minuman (Rostiana dkk.,
2003).
Kandungan Kimia
Kandungan senyawa yang terdapat secara melimpah yaitu asam propanoate,
pentadekana, etil-p-metoksisinamat. Kandungan lainnya yaitu 1,8-sineol,
undekanon, isopropyl sinamat, disikloheksilpropandinitril, dipenten dioksida, 9-
hidroksi, 2-nonanon, 2,7-oktadien-1-il asetat, etil sikloheksil asetat, cis-11-
tetradesenil asetat, alfa pinen, champhene, borneol, luteolin, dan apigenin (Umar
et all., 2011)
Standarisasi EKSTRAK
Standardisasi ekstrak adalah penentuan parameter kualitatif dan kuantitatif
baik terhadap senyawa aktif maupun senyawa khas lainnya dan sifat kimianya.
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal/simplisia, karenanya sebelum diproses
menjadi ekstrak, simplisia/bahan awal yang akan diekstraksi harus pula
distandarisasi. Dua faktor yang mempengaruhi mutu simplisia adalah faktor biologi
dan kimia.
Faktor biologi meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Identitas jenis (spesies), jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat
dikonfirmasikan sampai informasi genetika sebagai faktor internal untuk
validasi jenis.
2. Lokasi tumbuhan asal. Lokasi merupakan faktor eksternal, yaitu lingkungan
dimana tumbuhan bereaksi bisa berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan
materi (air, senyawa organik dan anorganik)
3. Periode pemanenan hasil tumbuhan. Pemanenan yang dilakukan tidak pada
waktunya bisa mempengaruhi kendungan senyawa.
4. Penyimpanan bahan tumbuhan. Ruang atau wadah yang digunakan untuk
menyimpan bisa mempengaruhi mutu senyawa tanaman.
5. Umur tanaman dan bagian yang digunakan. Hal ini sangat menentukan
keberadaan senyawa kimia seperti klorofil yang terdapat di daun.
Faktor kimia meliputi beberapa hal, yaitu:
Faktor internal seperti jenis, komposisi, kualitatif dan kuantitatif serta kadar
total rerata senyawa aktif dalam bahan. Faktor eksternal seperti metode ekstraksi,
perbandinga ukuran alat ekstraksi, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat dan kandungan pestisida.
Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran
yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma untuk kefarmasian, mutu
dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi). Termasuk
jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian pada umumnya.
Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan
parameter standar spesifik.
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang
terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi
obat herbal meliputi dua aspek:
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang
dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa
aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis
yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas misal kadar logam
berat, aflatoksin, kadar air dan lain- lain
Standardisasi Obat Herbal
Standardisasi obat herbal merupakan rangkaian proses melibatkan berbagai
metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik
dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap
suatu ekstrak alam atau tumbuhan obat herbal (Saifudin et al ., 2011).
Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter,
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur- unsur terkait
pradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia,
biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas- batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Dengan kata lain, pengertian standardisasi juga berarti
proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor biologi dari
bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter standar
non spesifik (Depkes RI, 2000).
a. Parameter-parameter Standar Ekstrak
Parameter- parameter standar ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan
parameter non spesifik.
1. Parameter Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia
kualitatif dan aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung
jawab langsung terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik
ekstrak meliputi:
a. Identitas
Parameter identitas esktrak meliputi: deskripsi tata nama, nama
ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika
botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb) dan
nama Indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis:
Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca indera
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal yang
sederhana se- objektif mungkin.
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol/ air) untuk ditentukan
jumlah larutan yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam
pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, metanol. Tujuannya untuk
memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
Nilai : - Nilai minimal atau rentang yang ditetapkan terlebih dahulu
(BPOM, 2000).
- Sari larut air, tidak kurang dari 14,2 % (FHI, 2008)
- Sari larut etanol, tidak kurang dari 4,2 % (FHI, 2008)
d. Uji kandungan kimia ekstrak
Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram (KLT, KCKT) (Depkes RI, 2000).
Nilai : - Kesamaan pola dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu
(BPOM, 2000).
Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau senyawa kimia
utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka secara kromatografi
instrumental dapat dilakukan penetapan kadar kandungan kimia tersebut.
Instrumen yang dapat digunakan adalah densitometri, kromatografi gas,
KCKT atau instrumen yang sesuai. Tujuannya memberikan data kadar
kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas atau senyawa yang
diduga bertanggung jawab pada efek farmakologi (Depkes RI, 2000).
Nilai : - Minimal atau rentang kadar yang telah ditetapkan (BPOM, 2000).
Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri,
gravimetri atau lainnya dapat ditetapkan kadar golongan kandungan
kimia. Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan
batas linieritas. Tujuannya adalah memberikan informasi kadar golongan
kandungan kimia sebagai parameter mutu ekstrak dalam kaitannya
dengan efek farmakologis.
Nilai : - Minimal atau rentang yang telah ditetapkan (BPOM, 2000).
- Kadar simplisia minyak atsiri : tidak kurang dari 2,40 % v/b
- Kadar simplisia etil p-metoksisinamat : tidak kurang dari 1,80 % v/b
- Kadar ektrak minyak atsiri : tidak kurang dari 7,93 % v/b
- Kadar ekstrak etil p-metoksisinamat : tidak kurang dari 4,30 % v/b
(FHI, 2008).
Parameter Spesifik
1. Identitas
a. Deskripsi tata nama:
Nama ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
Bagian yang digunakan (rimpang, daun, dsb)
Nama Indonesia tumbuhan
b. Senyawa Identitas, senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik
dengan metode tertentu.
2. Organoleptik
Penggunaan pancaindra mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa:
Bentuk : padat, serbuk- kering, kental, cair.
Warna : kuning, coklat, dll.
Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
3. Senyawa terlarut dalam air
Disaring
Catatan :
Air- kloroform LP adalah air suling 99,75 ml dicampur dengan 2,5 ml kloroform.
4. Senyawa terlarut dalam etanol
Disaring
Parameter Non-spesifik
1. Susut Pengeringan
Cawan penguap di
Didinginkan selama 10 Ditimbang
panaskan pada suhu menit dalam desikator cawan kosong
105C
Dimasukkan ke dalam
cawan dan timbang Ditimbang
ekstrak kencur 1 g
Masukkan
dalam kurs
yang telah
konstan
3. Kadar MC
Cara Kerja:
Tekan On pada alat
Wadah dibersihkan
Penutup ditutup sampai menunjukkan angka 0,00
Ekstrak dimasukkan
Tutup kembali
Catat angka yang tertera
VI. Hasil
Penimbangan (parameter spesifik)
1. Identitas
Nama ekstrak : Extractum galanga rhizoma
Bagian yang digunakan : Rimpang
Nama latin tumbuhan : Kaempferia galanga
Nama Indonesia : kencur
2. Organoleptis
Bentuk : serbuk kering
Warna : kuning kecoklatan
Bau : khas aromatik
Rasa : agak pedas, hangat
1. Spesifik air
2. Spesifik etanol
1. Susut pengeringan
2. Kadar abu
Penimbangan I 37,0738 g
Penimbangan II 35,6842 g
Penimbangan IV 35,6795 g
Penimbangan V 35,6795 g
Penimbangan VI 35,6795 g
VII. Perhitungan
1. Penentuan kadar air
Suhu 105
Time 10 menit
% kadar 11,26%
( + ) ( ) 100
100%
20
0,036 100
100% = 3,6%
5 20
3. Kadar senyawa larut etanol
( + ) ( ) 100
100%
20
0,3481 100
100% = 34,81%
5 20
4. Susut pengeringan
100%
1,0001 0,7700
100% = 23,01%
1,0001
5. Kadar abu
0,5935
100% = 100% = 29,68%
2,0000
VIII. Pembahasan
KELOMPOK: 1
KELAS: C
Novelia (201410410311007)
Aprilia Kartika Putri (201410410311011)
Anis Khoirun Sauma (201410410311013)
Sukmawansyah (201410410311016)
Imanda Gita R. (201410410311120)
Nur Cholidah (201410410311124)
Qardina Annisa H. (201410410311127)
Fardhiyanti (201410410311156)
Aida Rakhiba (201410410311158)
Langlang Kurniawan (201410410311220)
Abelia M Alhamid (201410410311259)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Herra Studiawan, M.Si, Apt
Siti Rofida, S,Si., M.Farm.,Apt
BK 1 (200
ppm)
Dipipet 4.0 ml dimasukkan ke labu +etanol 96% ad 10 ml
- Pembuatan baku kerja
a. BK 1
BK 2 (300
ppm)
Dipipet 5ml (BK 3) masukkan kelabu + etanol 96% ad 10 ml homogenkan
b. BK 2
BK 2 (300 ppm)
c. BK 3
BK 3 (400 ppm)
+
Larutan sampel larutan epms ditotolkan pada plat KLT eluasi.
Masukkan ke chamber
Penentuan Akurasi
Untuk menentukan persen recovery di totolkan sampel pada masing-
masing dan larutan standart EPMS masing-masing 2micoliter pada plat KLT.
Plat ini kemudian dielusi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT
densitometer pada panjang gelombang maksimum.
% Recovery = = 100%
+
Perhitungan Konsentrasi
BI2 N1 x V1 = N2 x V2
4 ml x 5050 ppm
N2 =
10ml
N2 = 2020 ppm
B. Konsentrasi Baku Kerja
BK1 : V1 x N1 BK3 = V2 x N2
5,0 ml x 404,0 ppm = 10 ml x N2
N2 = 202 ppm
BK2 : V1 x N1 BK5 = V2 x N2
5,0 ml x 606,0 ppm = 10 ml x N2
N2 = 303 ppm
BK3 : V1 x N1 BK6 = V2 x N2
5,0 ml x 808,0 ppm = 10 ml x N2
N2 = 404 ppm
BK4 : V1 x N1 BI1 = V2 x N2
1,0 ml x 5050 ppm = 10 ml x N2
N2 = 505 ppm
BK5 : V1 x N1 BI2 = V2 x N2
3,0 ml x 2020 ppm = 10 ml x N2
N2 = 606 ppm
BK6 : V1 x N1 BI2 = V2 x N2
4,0 ml x 2020 ppm = 10 ml x N2
N2 = 808 ppm
508
508 ppm = 1 = 0,508
1000
Perhitungan Kadar EPMS dalam Sampel
24,5 g
= x 100% = 30,25 %
80,21
Luas Area
Persamaan Regresi Kadar Baku Kerja (x) dan Luas Area (y)
a = 4148,6
b = 8321,1
r = 0,9539
Regresi Sampel
1. S1 = y = bx + a
ya 26703,9 4148,6
x= = = 2,71 mg
b 8321,1
2. S2 = y = bx + a
ya 29532,0 4148,6
x= = = 3,05 mg
b 8321,1
3. S3 = y = bx + a
ya 28588,6 4148,6
x= = = 2,94 mg
b 8321,1
3 ml 5000 ml
1. S1 = 2,71 mg x x = 8130 mg = 8,13 mg
1 ml 5 ml
3 ml 5000 ml
2. S2 = 3,05 mg x x = 9150 mg = 9,15 mg
1 ml 5 ml
3 ml 5000 ml
3. S3 = 2,94 mg x x = 8820 mg = 8,82 mg
1 ml 5 ml
8,13 mg
1. S1 = 14,14 mg x 100 % = 57,50 %
9,15 mg
2. S2 = 14,09 mg x 100 % = 64,94 %
8,82 mg
3. S3 = 14,06 mg x 100 % = 62,73 %
Regresi Recovery
1. S1 = y = bx + a
ya 28665,2 4148,6
x= = = 2,95 mg
b 8321,1
2. S2 = y = bx + a
ya 28717,4 4148,6
x= b
= 8321,1
= 2,95 mg
3. S3 = y = bx + a
ya 27795,4 4148,6
x= = = 2,84 mg
b 8321,1
3 ml 5000 ml
1. R1 = 2,95 mg x x = 8850 mg = 8,85 mg
1 ml 5 ml
3 ml 5000 ml
2. R2 = 2,95 mg x x = 8850 mg = 8,85 mg
1 ml 5 ml
3 ml 5000 ml
3. R3 = 2,84 mg x x = 8520 mg = 8,52 mg
1 ml 5 ml
Perhitungan % Recovery
Ct
1. R1 = Cp + Cst x 100 %
8,85 mg
= (8,6778 mg + 0,508 mg ) x 100 % = 96,34 %
Ct
2. R2 = Cp + Cst x 100 %
8,85 mg
= (8,6778 mg + 0,508 mg ) x 100 % = 96,34 %
Ct
3. R3 = Cp + Cst x 100 %
=%
SD = 2,07269
SD 2,07269
KV = = 95,14 % x 100 % = 2,18 %
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini bertujuan untuk melakukan penentuan kadar senyawa
marker dan rimpang Kaempferia galanga L. Tanaman kencur dapat
digunakan sebagai sampel karena tanaman kencur diketahui mengandung
senyawa marker atau senyawa penanda. Senyawa marker menjadi bagian
penting dalam penentuan standar mutu bahan baku dan dibutuhkan sebagai
pembanding dalam konfirmasi keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam
produk obat bahan alam.
Pada tanaman kencur diketahui bahwa senyawa marker yang dikandung
adalah EPMS (etil -metoksisinamat), dan senyawa marker ini yang
digunakan dalam praktikum kali ini. Senyawa EPMS ini termasuk golongan
ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non-
polar. Selain itu senyawa EPMS juga mengandung gugus karbonil yang
mengikat gugus etil dan ikatan ini bersifat polar. Senyawa marker ini dapat
digunakan untuk identifikasi dengan autentik sumber bahan alam, mencapai
kualitas yang konsisten mengkuantibasi senyawa farmakologik aktif pada
produk akhir serta memastikan efikasi produk.
Penentuan kadar senyawa marker dalam praktikum kali ini menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT yang dimaksud untuk uji kuantitatif
salah satunya dengan menggunakan densitometer. Densitometri merupakan
metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi
elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Pada
praktikum kali ini terdapat 3 kali scanning pada panjang gelombang yang
berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil pengamatan yaitu sebagai
berikut :
a. Scanning 254 nm
Scanning dilakukan untuk melihat apakah proses eluasi berhasil
memisahkan senyawa EPMS dari ekstrak. Hasilnya menunjukkan tanda
substance 1 yang berarti terdapat 1 senyawa yang terbaca pada noda dan
senyawa tersebut adalah senyawa EPMS. Proses eluasi senyawa
menggunakan eluen n-heksan : etil asetat : asam formiat (90:10:2 tetes).
b. Scanning 200-400 nm
Scanning dilakukan untuk menentukan maksimum dalam
penentuan luas area terbaca yang akan digunakan untuk penentuan kadar
senyawa EPMS. Pada analisis diketahui Rf tertinggi didapat pada panjang
gelombang 308 nm, panjang gelombang maksimum dalam penentuan
kadar EPMS adalah 308 nm.
c. Scanning maks 308 nm
Scanning dilakukan pada maksimum (308 nm) dan dilihat kurva baku
menggunakan luas area yang didapatkan.
Untuk menguji validitas dari metode densitometri dilakukan
pengujian antara lain uji akurasi dengan parameter % perolehan kembali (%
recovery), uji presisi dengan parameter simpangan baku (SD) dan koefisien
variasi (KV).
Pada proses praktikum, dilakukan pembuatan larutan baku induk
dan baku kerja untuk memperoleh kurva baku. Setelah pembuatan baku
kerja selesai, dilakukan preparasi sampel dan recovery yang ditambahkan
dengan standar EPMS. Kemudian dilkaukan penotolan dengan plat KLT
yang eluennya menggunakan eluen n-heksana : etil asetat : asam formiat
(90:10:2 tetes) yang akan menampakkan bercak untuk menetapkan kadar
EPMS ekstrak kencur dengan densitometri. Setalah dilakukan uji scanning
didapatkan data kurva baku dan terdapat data BK6 yang di reject. Persamaan
kurva baku yang diperoleh adalah r=0,9539, dengan persamaan y=8321,1 x
+ 4148,6.
Dari persamaan regresi data tersebut didaptkan hasil kadar sampel
diperoleh S1= 57,50 %; S2= 64,94 %; dan S3= 62,73% dengan rata-rata dari
% kadar ekstrak dalam sampel adalah 61,72%. Untuk penentuan presisi
diperoleh dari data kadar EPMS dalam sampel. Suatu data dikatakan presisi
jika nilai koefisien variasi (KV) < 2% (Harmita, 2004). Kriteria penerimaan
untuk korelasi (r) adalah > 0,9950 (Badan POM, 2003). Untuk kriteria
penerimaan untuk % standart deviasi relatif (KV) adalah < 2% dan untuk
bias adalah -2,0% sampai +2,0% (Badan POM, 2003). Menurut Farmakope
Indonesia < 5%. Dan hasil dari data praktikum kelompok kami memperoleh
hasil SD=2,07% dan KV=2,18%, hasil tersebut, menunjukkan presisi yang
diperoleh memenuhi syarat KV yang tertera pada litelatur dan kriteria
korelasi (r) tidak memenuhi syarat karena < dari 0,9950.
Untuk mengetahui tingkat akurasi dari praktikum yang dilakukan
dapat dilihat melalui penetapan % recovery. Dari hasil pembacaan densito
scanner diperoleh R1= 96,34%; R2= 96,34%; dan R3= 92,72% dengan nilai
rata-rata adalah 95,14%. Persen recovery yang baik menurut Farmakope
Indonesia adalah 95-105%, sedangkan BPOM sebesar 98-102%. Pada hasil
perhitungan recovery menunjukkan hasil recovery yang memenuhi
persyaratan FI dan BPOM. Hal ini mengindikasi pekerjaan praktikan yang
kurang teliti dan kurang kuantitatif karena % recovery jauh dari 100%.
Kesalahan dalam praktikum yang terjadi karena teknik praktikan
dalam melakukan praktikum secara kuantitatif, baik dalam penimbangan
maupun pengenceran, dan penotolan dari pipa kapiler, ataupun pengukuran
larutan sehingga didapat hasil praktikum.
LAPORAN PRAKTIKUM IV
KELOMPOK: 1
KELAS: C
Novelia (201410410311007)
Aprilia Kartika Putri (201410410311011)
Anis Khoirun Sauma (201410410311013)
Sukmawansyah (201410410311016)
Imanda Gita R. (201410410311120)
Nur Cholidah (201410410311124)
Qardina Annisa H. (201410410311127)
Fardhiyanti (201410410311156)
Aida Rakhiba (201410410311158)
Langlang Kurniawan (201410410311220)
Abelia M Alhamid (201410410311259)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Herra Studiawan, M.Si, Apt
Siti Rofida, S,Si., M.Farm.,Apt
I. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan pembuatan kapsul ekstrak kencur dengan
jumlah senyawa marker yang ditentukan dalam kapsul.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman (Kaempferia galanga)
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga
Pemerian
Bau khas aromatik; rasa pedas, hangat, agak pahit akhirnya menimbulkan
rasa tebal.
Makroskopik
Temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah/ pegunungan yang
tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Jumlah helaian daun kencur
tidak lebih dari 2-3 lembar (janrang 5) dengan susunan tumbuh diatas
permukaan tanah. Bunga majemuk tersusun setengah duduk dengan kuntum
bunga berjumlah antara 4 sampai 12 buah. Bibir bunga berwarna lembayung
dengan warna putih lebih dominan. Bentuk rimpang: kepingan; pipih,
bentuk hampir bundar sampai jorong/ tidak beraturan; tebal keping 1-4 mm;
panjang 1-5 cm, lebar 0,5-3 cm; bagian terpi berombak dan berkeriput,
warna coklat sampai coklat kemerahan, bagian tengah berwarna putih
sampai putih kecoklatan. Korteks: sempit, lebar lebih kurang 2mm; warna
putih; berkas pembuluh tersebar tampak sebagai bintik-bintik berwarna
kelabu/ keunguan. Silinder pusat: lebar, banyak tersebar berkas pembuluh
seperti pada korteks. Berkas patahan: rata, berdebu, berwarna putih (Materia
Medika halaman 55).
Kandungan Senyawa Kencur
Secara empiris kencur digunakan sebagai penambah nafsu makan,
ekspertoran, oba batuk, disentri, tonikum, infeksi bakteri, masuk angin, sakit
perut. Rimpang kencur mengandung minyak atsiri dengan etil p-
metoksisinamat (31,77%), metilsinamat (23,23%), karvon (11,13%),
eukaliptol (9,59%) dan pentadecone (6,41%). Selain itu kandungan lainnya
terdapat sineol, borneol, 3-carene, camphene, kampferal, sinamaldehid, etil
sinamat, asam p-metoksisinamat. Kandungan utama kencur adalah etil p-
metoksisinamat yang didalam tubuh mengalami hidrolisis menjadi senyawa
aktif biologis, asam p-metoksisinamat (APMS). Senyawa ini bekerja
dengan soklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Selain itu, EPMS termasuk kelompok fenolik alam
dari golongan fenil propanoid yang bermanfaat sebagai tabir surya.
B. Senyawa Marker
Berdasarkan Natural Health Product Directorate (NHPD), senyawa
marker merupakana constituent that occurs naturally in the material and
that is selected for special attention (e.g. for identification and
standardization purposes) by a researcher or manufacturer. Marker
mempunyai 2 tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis dan
analisis. Misal: germacron adalah senyawa marker yang terdapat dalam
purwoceng namun zat aktif yang terkandung dalam tanaman tersebut adalah
stigmasterol. Stigmasterol juga ditemukan pada tanaman cabe jawa. Oleh
karena itu sering ditemukan adanya pemalsuan purwoceng yang dicampur
dengan cabe jawa, karena harga purwoceng jauh lebih mahal.
Marker dapat digunakan untuk identifikasi dengan benar dan autentik
sumber bahan alam, mencapai kualitas yang konsisten, mengkuantifikasi
senyawa farmakologik aktif pada produk akhir, atau memastikan efikasi
produk. Marker sangat penting dalam evaluasi jaminan kualitas
produk. Senyawa marker tidak harus memiliki aktivitas farmakologi.
D. Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk kesediaan padat, dimana satu
bahan macam obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukan
kedalam cangkang atau wadah kecil umumnya dibuat dari gelatin yang
sesuai. Tergantung pada formulasinya, kapsul dari gelatin bisa merupakan
kapsul lunak dan bisa merupakan kapsul keras. Kebanyakan kapsul-kapsul
yang sudah diedarkan dipasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan
oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan.
Proses pengolahan kapsul dimulai dari penimbangan bahan baku yang
diluluskan oleh bagian Quality assurance. Ada dua metode pengolahan
kapsul, yaitu pencampuran langsung serbuk menggunakan mixer atau
melalui proses granulasi basah. Pada metode granulasi basah, dilakukan
proses granulasi seperti pada pembuatan tablet, kemudian granul yang
dihasilkan dicampur dengan bahan lainnya. Setelah itu dilakukan proses
pengisian dengan menggunakan Filling Capsule Machine. Setelah proses
pengisian, tahap selanjutnya adalah polishing kapsul yang berguna untuk
menghilangkan serbuk yang lengket pada permukaan cangkang kapsul
sehingga kapsul tampak lebih bersih dan mengkilap.
E. Penetapan Kadar dalam Kapsul
Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat
berkhasiat yang terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai
dengan yang tertera pada etiket. Metode penetapan kadar yang digunakan
sesuai dengan zat aktif yang terkandung dalam sediaan kapsul.
Caranya ditimbang 10-20 kapsul, isinya di gerus dan bahan aktif yang
larut diekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai menurut prosedur yang
sudah ditetapkan. Secara umum rentang kadar bahan aktif yang ditentukan
berada diantara 90-110% dari pernyataan pada label (Agoes, 2008).
F. Keseragaman Bobot
Tetapkan kadar 10 kapsul, satu per satu sebagaimana dicantumkan
dalam monografi masing-masing bahan. Persyaratan untuk keseragaman
dosis terletak antara 85 sampai 115% dari yang disyaratakan dalam
monografi atau yang ditentukan dalam label. Bila suatu atau lebih unit dosis
berada diluar batas tersebut, maka unit tambahan harus ditetapkan kadarnya
dan selanjutnya diperoleh persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam USP.
KAPSUL KERAS Timbang satu per satu secara seksama 10 buah
kapsul. Isi dari tiap kapsul dikeluarkan dengan cara yang sesuai, isi dari
kapsul disatukan. Timbang secara seksama kapsul kosong satu per satu dan
hitung untuk tiap kapsul berat bersih dari isinya dengan cara mengurangkan
berat cangkang kapsul dari masing-masing berat kotor. Dari hasil penentuan
kadar didapat sebagaimana diperintahkan dalam monografi masing-masing,
hitung kandungan zat aktif merata.
KAPSUL LUNAK Timbang dengan seksama 10 kapsul yang
dimaksud satu per satu untuk mendapatkan berta kotornya. Kemudian
kapsul dibuka dengan cara menggunakan alat pemotong yang kering seperti
gunting atau pisau terbuka yang tajam dan mengeluarkan isinya dengan
pencucian menggunakan pelarut yang tepat. Biarkan pelarut menguap dari
cangkang pada temperatur kamar setelah jangka waktu sekitar 30 menit,
lakukan tindakan pencegahan untuk menjaga jangan sampai kehilangan uap
air. Timbang masing-masing cangkang dan hitung isi netto. Dari hasil
penentuan kadar yang diperoleh sebagaimana diperintahkan dalam masing-
masig monografi, hitung kandungan zat aktif dalam tiap kapsul, dengan
anggapan distribusi zat aktif merata.
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan penimbangan 20 kapsul
sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Kemudian timbang
seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut. Lalu dihitung bobot isi
kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan bobot isi tiap kapsul
terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul,tidak boleh melebihi dari yang
ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang
ditetapkan pada kolom B.
120 mg 10 % 20 %
G. Bahan Tambahan
1. Cab O sil
Sinonim : Aerosil; Cab-O-Sil; Cab-O-Sil M-5P; colloidal silica;
fumed silica; fumed silicon dioxide; hochdisperses silicum dioxid; SAS;
silica colloidalis anhydrica; silica sol; silicic anhydride; silicon dioxide
colloidal; silicon dioxide fumed; synthetic amorphous silica.
Pemerian : Cab-O-Sil adalah sebuah fumed silica submicroscopic
dengan ukuran partikel 15 nm. Cab-O-Sil berwarna putih kebiru-biruan,
terang, tidak berbau, tidak berasa, serbuk amorf tidak berpasir.
Rumus Kimia : SiO2 (BM = 60.08)
Fungsi : Adsorbent; anticaking agent; emulsion stabilizer; glidant;
suspending agent; tablet disintegrant; thermal stabilizer; viscosity-
increasing agent.
Cab-O-Sil digunakan secara luas dalam farmasi, kosmetik dan produk
makanan. Cab-O-Sil memiliki ukuran partikel kecil dan luas area
permukaan spesifiknya besar sehingga memberikan karakter aliran yang
diinginkan yang dieskplorasi untuk memperbaiki aliran serbuk kering
pada proses pembuatan tablet. Penggunaan Cab-O-Sil sebagai :
Aerosol = 0,5 2,0 %
Emulsion = 1,0 5,0 %
Glidant = 0,1 1,0 %
Suspending dan thickening agent = 2,0 10,0 %
pH : 3,5-4,0 (4 % w/v aqueous dispersion)
Distribusi partikel : 7-16 nm
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan
larutan asam, kecuali hydrofluoric acid. Larut dalam larutan alkali
hidroksida panas. Membentuk dispersi koloidal dalam air.
Cab-O-Sil higroskopis tetapi mengadsorbsi sejumlah besar air tanpa
mencair. Ketika digunakan dalam sistem aqueous pada pH 0-7.5, Cab-
O-Sil dapat meningkatkan viskositas dari sistem. Tapi pada pH lebih
dari 7.5 peningkatan viskositas Cab-O-Sil akan berkurang dan pada pH
lebih dari 10.7 kemampuan Cab-O-Sil menghilang karena Cab-O-Sil
terlarut membentuk silikat.
2. Avicel
Sinonim : Avicel PH; Cellets; Celex; cellulose gel; hellulosum
microcristallinum; Celphere; Ceolus KG; crystalline cellulose; E460;
Emcocel; Ethispheres; Fibrocel; MCC Sanaq; Pharmacel; Tabulose;
Vivapur.
Rumus Kimia : (C6H10O5)
Fungsi : Adsorbent; suspending agent; capsule diluent; tablet
disintegrant.
Avicel digunakan secara luas dalam farmasi, umumnya sebagai
binder/diluent pada tablet oral dan formula kapsul dimana ini digunakan
baik dalam granulasi basah dan proses kempa langsung. Pada
penambahannya sebagai binder/diluent, avicel juga memiliki fungsi
sebagai lubrikan dan disintegran yang berguna dalam tabletasi.
pH : 5,0-7,5
Densitas : 1,512-1,668 g/cm3
Titik lebur : 260-270oC
Distribusi partikel : 20-200 m
Kelarutan : mudah larut dalam 5% w/v larutan NaOH, praktis tidak
larut dalam air, asam terlarut, dan sebagian besar pelarut organik.
Kompatibilitas : avicel inkompatibel dengan agen oksidator kuat.
IV. PENIMBANGAN
Rancangan Formulasi :
- Kadar rata-rata EPMS = 61,72%
100 x 15 mg = 24,30 mg
61,72
- Ekstrak ditimbang per kapsul
% kadar Ca-bosil 30,52%
24,30 mg + (30,52% x 24,30 mg)= 31,72 mg
- Bahan pengisi = 200mg 31,72 mg = 168,28 mg
- Avicel : cab-o-sil ( 3 : 1)
Avicel = 3 x 168,28 mg = 126,21 mg
4
Untuk 20 kapsul = 126,21 mg x 20 kapsul = 2524,2 mg
Cab-o-sil = 1 x 168,28 mg = 42,07 mg
4
Untuk 20 kapsul = 42,07 mg x 20 kapsul = 841,4 mg
VI. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
% rata-rata EPMS ekstrak kencur pada serbuk = 61,72%
Rata-rata bobot isi kapsul = 0,1949 g/ kapsul
% kesalahan setelah dimasukkan kapsul = 2,55% >0% karena
kemungkinan pada saat proses pengisian bahan ke cangkang kapsul
banyak bahan yang terjatuh sehingga ada bobot yang hilang.
Persentase penyimpangan pada kapsul yang dibuat menunjukkann adanya
3 kapsul yang persen penyimpangannya melebihi batas kolom B. Hal ini
mungkin dikarenakan akibat kurangnya tingkat ketelitian praktikum saat
melakukan pembagian secara visual.
VII. LAMPIRAN
VIII.
3. Masukkan cab-o-sil ke
dalam mortir dan gerus hingga
halus, tambahkan avicel, gerus
ad homogen dan tambahkan
ekstrak kencur, gerus ad
homogen
KELOMPOK: 1
KELAS: C
Novelia (201410410311007)
Aprilia Kartika Putri (201410410311011)
Anis Khoirun Sauma (201410410311013)
Sukmawansyah (201410410311016)
Imanda Gita R. (201410410311120)
Nur Cholidah (201410410311124)
Qardina Annisa H. (201410410311127)
Fardhiyanti (201410410311156)
Aida Rakhiba (201410410311158)
Langlang Kurniawan (201410410311220)
Abelia M Alhamid (201410410311259)
DOSEN PEMBIMBING:
Dra. Herra Studiawan, M.Si, Apt
Siti Rofida, S,Si., M.Farm.,Apt
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam
sediaan kapsul yang berisi ekstrak kering Kaempferia galanga L.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis empon-empon atau
tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan dengan tata nama atau
klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L.
Ekstrak kering rimpang kencur adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang
kencur. Tumbuhan Kaempferia galanga L. mengandung minyak atsiri tidak
kurang dari 37,9% dan etil -metoksisinamat tidak kurang dari 4,3%.
Kandungan kimia ekstral yaitu minyak atsiri dengan komponen utama etil -
metoksisinamat dan etil sinamat. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena
kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor
seperti telah dikemukakan sebelumnya. Standarisasi simplisia diperlukan
untuk mendapatkan efek yang dapat diulang. Kandungan kimia yang
berkhasiat atau kandungan kimia yang hanya sebagai petanda (marker), atau
yang memiliki sidik jari (fingerprint) pada kromatogram. Untuk mendapatkan
simplisia dengan mutu standar diperlukan pembudidayaan dalam kondisi
standar.
Jenis-jenis senyawa marker :
1. Zat aktif : senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui.
2. Marker aktif : zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum
tentu mempunyai efikasi klinik
3. Marker analisis : zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif tapi
belum tentu mempunyai aktivitas biologi dan efikasi klinik
4. Marker negative : senyawa aktif dengan zat aktif yang toxic.
Khusus untuk etil -metoksisinamat, kadar etil -metoksisinamat dalam
kencur cukup tinggi (tergantung spesiesnya) bisa sampai 10%, karena itu bisa
diisolasi dari bagian umbinya menggunakan pelarut petroleum eter/etanol.
Struktur etil -metoksisinamat (C12H14O2) adalah :
3. Masukkan ke labu
ukur 10 ml + etanol 96%
ad tanda, ultrasonik 15
menit (Sampel 1, 2, 3)
4. Masukkan ke labu
ukur 10 ml + standar
EPMS + etanol 96% ad
tanda, ultrasonik 15
menit (Recovery 1, 2, 3)
7. Dilakukan analisis
KLT densitometer
untuk penentuan
linieritas, presisi dan
akurasinya.
6. Dilakukan analisis
5. Saring pada vial
pada sinar UV 254
dan 365 untuk
V. HASIL
penentuan panjang
A. Penimbangan baku induk = 0,05025 g dalam 10gelombang
ml
B. Penimbangan standar EPMS = 0,01248 g dalammaksimum
40 ml
C. Penimbangan isi kapsul 60mg 5% (0,0570-0,0630 g)
Nomor Kapsul Bobot + isi Bobot Kosong Bobot isi
kapsul
S1 5 (193 mg) 20,1620 mg 20,1012 mg 0,0608 mg
S2 8 (208 mg) 20,1575 mg 20,0958 mg 0,0617 mg
S3 9 (206 mg) 20,1590 mg 20,0964 mg 0,0626 mg
R1 12 (200 mg) 20,1586 mg 20,0956 mg 0,0630 mg
R2 15 (198 mg) 20,1567 mg 20,0958 mg 0,0609 mg
R3 16 (207 mg) 20,1569 mg 20,0952 mg 0,0617 mg
Perhitungan konsentrasi
Bk4 _ V1 x N1 Bk3 = V2 x N2
1,0 ml x 5028 Ppm = 10 ml x N2
N2 = 50,28 Ppm
Bk5 _ V1 x N1 Bk3 = V2 x N2
5,0 ml x 2010, 4 Ppm = 10 ml x N2
N2 = 603,12 Ppm
Bk6 _ V1 x N1 Bk3 = V2 x N2
4,0 ml x 2010,4 Ppm = 10 ml x N2
N2 = 80416 Ppm
Persamaan regresi kadar Baku kerja (x) dan Luas area (y)
18516,5 14264,29
S1 _ x = = 327,9331 Ppm
12,9667
19979,1 14264,29
S2 _ x = = 440,7297 Ppm
12,9667
20204,9 14264,29
S3 _ x = = 458,1436 Ppm
12,9667
21374,2 14264,29
R1 _ x = = 548,3207 Ppm
12,9667
24316,2 14264,29
R2 _ x = = 775, 2096 Ppm
12,9667
24703,0 14264,29
R3 _ x = = 805, 0398 Ppm
12,9667
SD = 2,6350
KV = x 100%
2,6350
= x 100% = 19,59 %
13,45
15 13,45
% kesalahan sampel x 100 % = 10,33 %
15
Perhitungan recovery
Perhitungan % recovery
17,40
R1 _ x 100 % = 15 + 0,2496 x 100 % s= 114,10 %
+
25,20
R2 _ x 100 % = 15 + 0,2496 x 100 % s= 165,25 %
+
27,01
R3 _ x 100 % = 15 + 0,2496 x 100 % s= 177,12 %
+
SD = 33,4882 = 33,49 %
KV = x 100%
33,49 %
= 152,16 % x 100% = 22,01 %
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini bertujuan untuk melakukan penentuan kadar senyawa
marker EPMS dalam sediaan kapsul Kaempferia galanga L. Pada tanaman
kencur diketahui bahwa senyawa marker yang dikandung adalah EPMS (etil -
metoksisinamat), dan senyawa marker ini yang digunakan dalam praktikum
kali ini. Senyawa EPMS ini termasuk golongan ester yang mengandung cincin
benzen dan gugus metoksi yang bersifat non-polar. Selain itu senyawa EPMS
juga mengandung gugus karbonil yang mengikat gugus etil dan ikatan ini
bersifat polar. Senyawa marker ini dapat digunakan untuk identifikasi dengan
autentik sumber bahan alam, mencapai kualitas yang konsisten mengkuantibasi
senyawa farmakologik aktif pada produk akhir serta memastikan efikasi
produk.
Penentuan kadar senyawa marker dalam praktikum kali ini menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT yang dimaksud untuk uji kuantitatif
salah satunya dengan menggunakan densitometer. Densitometri merupakan
metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi
elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Pada
praktikum kali ini dilakukan 2 kali scanning yaitu 200-400 nm dan 310 nm
Untuk menguji validitas dari metode densitometri dilakukan pengujian antara
lain uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery), uji
presisi dengan parameter simpangan baku (SD) dan koefisien variasi (KV).
Pada proses praktikum, dilakukan pembuatan larutan baku induk dan baku
kerja untuk memperoleh kurva baku. Setelah pembuatan baku kerja selesai,
dilakukan preparasi sampel dan recovery yang ditambahkan dengan standar
EPMS. Kemudian dilkaukan penotolan dengan plat KLT yang eluennya
menggunakan eluen n-heksana : etil asetat : asam formiat yang akan
menampakkan bercak untuk menetapkan kadar EPMS pada kapsul ekstrak
kencur dengan densitometri. Setalah dilakukan uji scanning didapatkan data
kurva baku. Persamaan kurva baku yang diperoleh adalah r=0,9539, dengan
persamaan y=2,9667 x + 14264,29.
Nilai akurasi suatu senyawa dalam matriks dengan konsentrasi >0,1% diterima
jika berada pada rentang 95-105% dari kadar yang sebenarnya (Hamita, 2009).
Menurut BPOM pada rentang 98-102% dan dari Farmakope yaitu 95-105%.
Dan hasil persen recovery kelompok 1 yaitu 152,16%. Jadi persen recovery
yang didapatkan tidak memenuhi persyaratan yang ada. Hal ini mungkin
disebabkan karena kesalahan praktikan pada saat praktikum berlangsung.
Sedangkan, presisi adalah ukuran yang menunjukkan didapat kedekatan antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dan rata-rata
jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku (SD) /
simpangan baku relative ( KV). Suatu data dikatakan presisi jika nilai koefisien
variasi (KV) <2% (Hamita, 2004) dan menurut (BPOM, 2000) yaitu <2% dan
menurut Farmakope Herbal <5%. Dan hasil KV yang didapat kelompok 1 yaitu
KV sampel 19,59% dan KV recovery 22,01% yang berarti tidak memenuhi
persyaratan.
Menurut (BPOM, 2003) hasilkorelasi (r) yaitu 0,9950, tapi r yang diperoleh
kelompok 1 yaitu 0,9529 sehingga tidak memenuhi persyaratan. Nilai SD yang
memenuhi persyaratan Farmakope Herbal yaitu 2,6350 karena <5% dan SD
recovery 33,49% sehingga tidak memeuhi persyaratan. Dan persentase
kesalahan pada sampel yaitu 10,33% dan rata-rata kadar EPMS perkapsul
13,45mg, mendekati kadar EPMS yang dikehendaki yaitu 15mg/kapsul.
Kesalahan dalam praktikum yang terjadi karena teknik praktikan dalam
melakukan praktikum secara kuantitatif, baik dalam penimbangan maupun
pengenceran, dan penotolan dari pipa kapiler, ataupun pengukuran larutan
sehingga didapat hasil praktikum yang tidak memenuhi persyaratan.
VII.KESIMPULAN
Persamaan regresi y=2,9667 x + 14264,29.
KV sampel 19,59% dan KV recovery 22,01%
Persentase kesalahan 10,33%
Rata-rata kadar EPMS perkapsul 13,45mg
LAMPIRAN
A. Pembuatan Eluen
N-heksan + etil asetat +
1. 2. Masukkan ke chamber,
asam formiat (90:10:1) homogenkan
B. Pembuatan Larutan Baku Induk
1. Timbang standar 2. Tambahkan etanol 10 ml, diultrasonik 5 3. Dipipet 4,0 ml LI1, dimasukkan
EPMS 12,5 mg menit. Tambahkan etanol 96% ad 50 ml labu ukur 10 ml, tambahkan etano
C. Pembuatan Larutan Baku Kerja
(LI1) 96% ad tanda (LI2)
Dipipet: Masukkan labu ukur 10,0 ml.
BK6= 4,0 ml BI2, BK5 = 3,0 ml BI2, Tambahkan etanol 96% ad tanda
BK4 = 1,0 ml BI1, BK3 = 5,0 ml BK6,
BK2 = 5,0 ml BK5, BK1 = 5,0 ml BK3
Mida Fahmi. 2015. Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa Metabolit
Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galangal L.). Jurusan Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rostiana, Otih dkk. 2005. Budidaya Tanaman Kencur. Bogor : Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatika.
Tang et al. 2014. Phytochemicals from Kaempferia angustifolia Rosc and Their
Cytotoxic and Antimicrobial Activities. Hindawi Publishing Corporation :
BioMed Research International volume 2014, Article ID 417674, 6.