Anda di halaman 1dari 7

Jurnal AI A:har Indonesia, VoU, No.3.

September 2004,07-13 rSSN 1412-8659

Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri


Oleh Acetobacter pasteuriallum Pada Kultur Kocok
NOER LAlLY, ATARIANSAH, DIANA NURANI, SRI ISTlNI, IDA SUSANTI,
L1ESBETINI HARTOTO')

Peneliti pac/a Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi


Batlan Pengkajian (Ian Penerapan Teknologi
Gd. 2, It 15 BPPT, JI. MH. Thamrin no 8 Jakarta Pusatl0340
*)Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor
noerlaily2003@JJiahoo.com

Abstract

Fermentation Kinetics of Bacterial Cellulose Production by Acetobacter pasterianum in the


Shaking Culture. Optimization of bacterium cellulose production by shake culture has been done using
Acetobacter pasteurianum. Optimization covers media cultivation and speed of agitation. Cultivation
media consist of coconut water. KH2P040, 1 % b / v, Afgs04.7H20 0, 25 % b / v, sucrose 3, 83 % b /
and v ( NH4)2S04 0, 73 % b / v. While speed of optimum agitation obtained at a speed of 0 rpm for the
cell propagation and cell 140 rpm for the production of cellulose bacterium. The yield of purred dried
cellulose bacterium obtained by cultivation media and optimum agitation speed is 5, 5 g / I.

Keywords: fermentation kinetics, Acetobacter pasteurianlls, shaking culture

I. PENDAHULUAN kerja dibutuhkan banyak (Toyosaki et al., 1995;


Son et al., 200 J). Oleh karena itu, diperlukan
Selulosa bakteri adalah selulosa yang metocie produksi massal yang efisien untuk
diproduksi oleh mikroba terutama bakteri dari memproduksi selulasa bakteri. Kultur tergoyang
galur Acetobacter. Selulosa bakteri memiliki dan kultur teraduk berpotensi dijadikan metode
karakteristik yang lebih menguntungkan produksi massal selulosa bakteri, karena waktu
dibanding seluJosa dari tanaman. Karakteristik fermentasinya relatif cepat dan tidak
tersebut antara lain kemurniannya tinggi, dapat membutuhkan tempat yang luas untuk
terurai, seratnya halus (berdiameter 0.1 ~m atau menumbuhkan kultur.
300 kaIi lebih kedl dibanding serat kayu), Pada kultur tergoyang dan kultur teraduk,
kekuatan tarik mekaniknya bag us, kapasitas umumnya selulosa bakteri yang dihasilkan lebih
pengikatan airnya yang tinggi dan derajat rendah dibandingkan kultur diam. Hal 1111
kristalinitasnya yang tinggi (Ross et al., 1991). berhubungan dengan mutasi sel, sehingga seJ
Oleh karena kelebihannya, seJulosa bakteri tidak dapat memproduksi selulosa bakteri
digunakan sebagai bahan baku industri (Johnson (Dudman, 1960). Namun, beberapa penelitian
et al., 1990; Yamanaka et al., 1989; Tahara et telah berhasil mengisolasi galur yang dapat
at., 2000). memproduksi seluiosa dalam jumlah besar pada
Sejauh ini, proses produksi selulosa kultur tergoyang dan kultur teraduk (Toyosaki et
bakteri yang umum digunakan adalah dengan aI., 1995; Son et al., 200 I).
kultur diam (static culture). Namun metode ini A. pasteurianum merupakan salah satu
dari sudut pan dang industri tidak efisien, karena galur yang mampu memproduksi selulosa bakteri.
waktu fermentasi lama, membutuhkan tempat Namun, sejauh ini belum ada penelitian yang
yang luas untuk menumbuhkan kultur dan tenaga menggunakan galur ini untuk memproduksi

j
.L. !
N. Laily, Atariansyah, D. Nurani, S. Istini, I. Susanti, L. I-iartoto, Kinctika Fcrmcntasi Produksi Sclulosa Baktcri Olch
Acetobacter pasteurianum Pada Kultur Kocak

selulosa bakteri menggunakan kultur tergoyang (ORION model nOA), autoclave, Laminar air
dan kultur teraduk. Berdasarkan hasil penelitian flow beserta perlengkapannya (bunsen, jarum Ose
Toyosaki et al., (1995) selulosa bakteri yang dan lampu UV), inkubator, shaker (T-Verter N2-
diproduksi secara tergoyang menggunakan galur series), penangas air, oven pengering,
A. pasteurianum ATCC 10245 pada media CSL- spektrofotometer (Hitachi U-200 I), Multispeed
Fru lebih rendah dibandingkan A. xylinum subsp. Refrigerated Centrifuge (ALC model PK '2' R),
sucrofermentan BPR 200 I. Perbedaan perolehan magnetic stirrer, desikator, cool chamber dan
selulosa bakteri antar galur dapat disebabkan oleh refrigerator.
beberapa faktor, antara lain komposisi media
kultivasi dan kecepatan agitasi atau pengadukan. 2.3. Tempat penelitian
Menurut Toyosaki et al., (1995) selulosa Penelitian dilakukan di Laboratorium
bakteri yang diperoleh menggunakan kultur Teknologi Bioindustri, P3Teknoiogi Bioindustri,
tergoyang erat hubungannya dengan jenis media BPPT Kawasan Puspiptek Serpong.
kultivasi yang digunakan. Media CSL-Fru
merupakan jenis media kultivasi yang telah 2.4. Metode Penelitian
terbukti mampu menghasilkan selulosa bakteri
dalam jumlah besar pada kultur tergoyang dan Produksi selulosa bakteri pada kultllr kocok.
kultur teraduk. Namun media tersebut relatif Media kultivasi yang digunakan adalah media
mahal, karena banyak menggunakan bah an kultivasi optimum hasil penelitian terdahulu yaitu
sintetik, seperti campuran vitamin, campuran terdiri dari air kelapa sebagai pelarut, KH 1 P04 0, I
garam dan CSL (Corn Steep Liquor). Oleh karena % b/v, MgS04 .7H 20 0,25 % b/v, sukrosa 3,83 %
itu, diperlukan modifikasi media CSL-Fru b/v dan (NH 4 )zS04 0,73 % b/v. Sedangkan
menggunakan bahan-bahan yang murah dan kecepatan agitasi optimum diperoleh pad a
mudah didapat. kecepatan 0 rpm (diam) untuk propagasi seJ dan
Penelitian ini bertujuan untuk kecepatan 140 rpm. Analisa yang dilakukan
mendapatkan parameter kinetika kultivasi meliputi rendemen selulosa bakteri murni kering,
menggunakan media kultivasi dan kecepatan OD (densitas optik) media kultivasi, bobot
agitasi optimum. biomassa kering dan kadar gula sisa. Pengambilan
sampel dilakukan selama 10 hari. Hari pertama
sampel diambil setiap 4 jam sekali. Hari ke-2
II. BAHAN DAN METODE sampai hari ke-4, sampel diambil setiap 6 jam
sekali. Hari ke-5, setiap 8 jam sekali. Kemudian
2.1. Mikroba had ke-6 sampai hari ke- J 0 setiap 12 jam sekali.
Mikroba yang digunakan adalah A.
pasterianus koleksi Labolatorium Teknologi AnaUsis rendemen selulosa bakteri mumi kering.
Bioindustri (LTB), Pusat Penelitan Pengkajian Selulosa yang terbentuk di dalam media kultivasi
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), dikumpulkan dan dicuci dengan air destilata.
Serpong, Setelah dicuci, selulosa direndam dalam larutan
NaOH 0, I N pada suhu 60C selama 2 jam.
2.2. Bahan dan alat Kemudian selulosa dicuci kembali dengan air
Air kelapa, (NH4)2S04 (MERCK), destilata untuk menghilangkan sisa-sisa alkali dan
MgS0 4.7H 20 (MERCK), KH 2P04 (J. T Baker), sel-sel bakteri. SeJulosa murni tersebut
K 2 HP0 4 (J. T Baker), ekstrak khamir (OXOID), dikeringkan didalam oven pada suhu 70 - 80C
agar bacteriological (OXOID), sukrosa sampai kering dan selulosa memiliki bobot
(MERCK), glukosa (MERCK). Bahan-bahan konstan.
untuk analisis antara lain NaOH 0, I N, aquades,
NaHP0 4 10 %, H2S04 pekat, fenol 5 %, PbO 5 % Analisis OD (densitasi optik) media kultivasi.
dan Pb-asetat 7,5 %. Densitasi optik media kultivasi diukur
Alat yang digunakan terdiri dari labu mcnggunakan spektrofotometer pada panjang
erlenmeeyer 300 ml, pipet mikro ukuran 5000 Jll, gelombang 660 nm (Masaoka et aI., 1993).
termometer, timbangan analitik, ph-meter

I
I
Jurnal AI A:har Indonesia, YoU, No.3, September 2004,07-13 ISSN 1412-8659

Analisi Bobot biomassa kering. Setelah inkubasi III. HASIL DAN PEMBAHASAN
selesai, labu erlenmeyer digoyang cukup kuat
untuk melepaskan sel yang terjerat pada jaringan Penentuan parameter kinetika dilakukan
atau serat selulosa. Kemudian selulosa yang menggunakan media optimum hasil penelitian
berada dalam media kultivasi dipisahkan dari sebelumnya. Komposisi media kultivasi terdiri
cairan media kultivasi dengan saringan. Cairan dari air kelapa, KH 2 P0 4 0, I % b/v, MgS0 4.7HzO
media kultivasi akhir yang diperoleh disentrifus 0,25 % b/v, sukrosa 3,83 % b/v dan (NH 4)zS04
pada kecepatan 4000 rpm dan suhu 4C. Setelah 0,73 % b/v. Media kultivasi tersebut digunakan
sentrifus, endapan yang terbentuk dipisahkan dari untuk propagasi sel dan produksi selulosa bakteri.
cairan media kultivasi dan dibersihkan dad media Sedangkan kondisi proses (kecepatan agitasi)
yang masih melekat dengan air destilata. yang digunakan adalah kecepatan agitasi optimum
Kemudian endapan tersebut dikeringkan yaitu kecepatan agitasi propagasi 0 rpm atau diam
menggunakan oven pengering pada suhu 50C dan kecepatan agitasi produksi 140 rpm.
selama 24 jam atau sampai bobotnya tetap. Pertumbuhan sel dicirikan dengan waktu
yang dibutuhkan untuk menggandakan massa atau
Analisis kadar gula sisa. Kadar gula sisa diukur jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel
sebagai kadar gula total menggunakan metode dinyatakan melalui massa sel, karena lebih
fenol. Pelaksanaan pengujian mengikuti prosedur mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam
penentuan gula total metode fenol Apriyantono et penelitian 101 dianalisa melalui kerapatan
aI., (1989). optiklkekeruhan cairan media kultivasi dan bobot
biomassa kering. Pengamatan terhadap
Analisa Statistik. Data (Rendemen selulosa pertumbuhan sel pada tahap ini terdiri dad
bakteri mumi kering) dianalisa menggunakan kerapatan optik dan bobot biomassa. Hasil
analisa ragam (Anova). Kemudian perbedaan rata- pengamatan kerapatan optik cairan media
rata rendemen antar perlakuan diuji menggunakan kultivasi (Optical Density) dan bobot biomassa
uji wilayah berganda Duncan. kering dapat dilihat pada Gambar 1.

.
2.~ 3.00
2.00
1.80
..----
.............
. ......
Bo
2.50 bo
t
1.60 2.00 Bi
o
o
1.40
1.20
1.00
0.80
-... --




o
1.50 m
as
sa
1.00 (g)
0.60
0.40
0.20
.......... 0.50

0.00 0.00
o .1
o
-00 --- Biomassa

Gambar 1. Kurva Kerapatan Optik (00) Cairan Media Kulivasi dan


Bobot biomassa kering

Kurva kerapatan optik (00) pada terjadi sampai jam ke-30. Hal ini terlihat dari
Gambar I menunjukkan bahwa fase adaptasi kekeruhan cairan kultivasi yang stabi!. Pada fase

9
N. Laily, Atariansyah, D. Nurani, S. Istini, I. Susanti, L. Bartolo, Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Baktcri
Oleh Acetobacter pasleurianum Pada Kultur Kocok

awal terjadi sintesis enzim oleh sel yan~ berkurangnya bobot biomassa kering. Fase
diperlukan untuk metabolisme metaboltt kematian disebabkan karen a ketahanan hidup sel
(Suryani dan Mangunwidjaja, 2000). S~telah menu run akibat akumulasi berbagai produk
fase adaptasi, pertumbuhan sel memasukt fase metabolit dan inhibitor, sehingga terjadi lisis sel
eksponensial yang terjadi n:u.1ai ja.m ke-3~ dan massa sel berkurang.
sampai jam ke-l04. Hal Inl terhhat dan Penentuan laju pertumbuhan spesifik (11)
peningkatan kekeruhan cairan kultivasi yang berkaitan dengan fase eksponensial. Pad a fase
tinggi. Setelah jam ke-l04 kekeruhan cairan ini, laju pertumbuhan spesifik adalah tetap
berkurang dan akhirnya stabil sampai jam ke- dengan keadaan pertumbuhan yang mantap.
144. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan Berdasarkan persamaan linier kurva penentuan 11
sel telah memasuki fase stasioner. Kekeruhan dapat diketahui bahwa nilai 11 adalah 0,0251
cairan kultivasi akan berkurang semakin cepat /jam. Waktu ganda sel untuk memperbanyak diri
mulai jam ke-156 sampai jam ke-240. dua kali dari jumlah atau bobot sel semula, yaitu
Pola pertumbuahan sel yang sarna sebesar 27,62 jam. Sedangkan laju pertumbuhan
ditunjukkan pula oleh kurva bobot biomassa spesifik maksimum (Ilmaks) besarnya sarna
kering. Kurva bobot biomassa diatas dengan niIai 11, karena nilai 11 pada fase
menunjukkan bahwa fase adaptasi terjadi sampai eksponensial adalah konstan.
jam ke-4S. Kemudian pertumbuhan sel Pembentukan selulosa bakteri pada kultur
memasuki fase eksponensial mulai jam ke-54 tergoyang dinyatakan dengan rendemen selulosa
sampai jam ke-104 dengan bobot biomassa bakteri murni kering. Hasil pengamatan
tertinggi (Xmaks) sebesar 2,57 gil. Kemudian rendemen selulosa bakteri murni kering dapat
setelah jam ke-104 pertumbuhan sel memasuki dilihat pada Gambar 2.
fase kematian yang terlihat dengan
-~--~~.~~-----~~~~~----~- ............ -~

6,00 .-~~~-~~--~~-~~~~---~---,


-
5,00
:::::
~ 4,00
c:

<I>
E 3,00
~
c!

fB
.....
Jam ke-
Gambar 2. Kurva Rendemen Selulosa Bakteri Murni Kering

Kurva di atas menunjukkan bahwa dengan laju yang tinggi. Kemudian setelah jam
selulosa bakteri terbentuk setelah jam ke-S. Hai ke-112, rendemen yang dihasilkan tidak
ini disebabkan karena sel-sel sedang aktif mengalami peningkatan lagi dan cenderung
memproduksi enzim-enzim yang diperlukan stabil. Kurva rendemen selulosa bakteri murni
untuk metabolismenya. Kemudian mulai jam ke- kering memiliki kecenderungan pola yang sarna
12 sampai jam ke-54, mulai terbentuk selulosa dengan kurva bobot biomassa kering, seperti
bakteri dengan laju produksi rendah. Mulai jam yang tersaji pada Gambar 3.
ke-60 sampai jam ke-112, rendemen meningkat

10

d
Jurnal AI A:har Indonesia, Vol.3, No.3, September 2004 , 07-13 ISSN 1412-8659

8.00 3.00

7.00
2.50
6.00
. '1,
~c:
200 Ci

5.00
til
II)


Q)
E 4.00 1.50 II)
til


Q)
'C E
c: 3.00 0
1.00 CO
&
2.00
~ ......... 0.50


1.00

0.00
0
0 co co N co co
0.00
N v ~ (D N Jam ke-
""" ~ N

-+- Rendernen selulosa bakteri __ Biornassa

Gambar 3. Hubungan Antara Rendemen Selulosa Bakteri Murni


Kering Dengan Bobot Biomassa Kering,

Perbedaan kedua kurva diatas terjadi produksi selulosa bakteri berasosiasi dengan
seteiah fase eksponensial. Rendemen seluloa pertumbuhan sel pad a kultur tergoyang, karena
bakteri rnurni kering rnenunjukkan fase memiliki kecenderungan pola yang sarna. Selain
selanjutnya adalah fase stasioner, sedangkan itu, waktu inkubasi atau kultivasi optimum juga
bobot biomassa kering terjadi fase kematian, Hal dapat diketahui, yaitu selama 112 jam.
ini terjadi karena sel-sel mengalami lisis, Bersamaan dengan produksi selulosa
sehingga massa sel berkurang dan selulosa bakteri, substrat akan mengalami penurunan
bakteri tidak dapat diproduksi lagi. Oleh karena secara cepat. Substrat yang diamati adalah kadar
itu, rendemen selulosa bakteri murni kering gula total yang dikonsumsi oleh sel. Penurunan
yang diperoleh adalah konstan. Kedua kurva kadar gula total dapat dilihat pada Gambar 4.
tersebut juga menunjukkan bahwa pertumbuhan

90,00
80,00

-
:::::
70,00

-
~
Ol 60,00

::::J
50,00


Ol

~
40,00

0
t-
30,00
20,00
10,00

0,00
0

Jam ke-

Gambar 4. Kurva Penurunan Kadar Gula Total dalam Media Kultivasi

11
I

1
N. Laily, Atariansyah, D. Nurani, S. lstini, I. Susanti, L. Hartoto, Kinetika Fcrmentasi Produksi Selulosa Baktcri
Oleh Acelobacler pasleurianum Pada Kultur Koeok

Kurva penurunan kadar gula total diatas digunakan dikonversi menjadi massa sel dan
menunjukkan penurunan yang cepat mulai dari metabolit-metabolit. Setiap konversi tersebut I
jam ke-30 sampai jam ke-I 04. Penurunan kadar dapat dikuantitasikan oleh suatu koefisien hasi
gula total tersebut terjadi sejalan dengan fase yang dinyatakan sebagai massa sel atau produk
eksponensial massa sel dan produksi selulosa yang terbentuk per unit massa nutrien yang
(rendemen selulosa bakteri murni kering). dikonsumsi, yakni Yx/s untuk sel dan Yp/s
Setelah itu, penurunan kadar gula total terjadi untuk produk. Selain itu, koefisien hasil/efisiensi
dengan laju yang rendah. juga dapat pula dinyatakan sebagai produk yang
Pertumbuhan dan pembentukan produk terbentuk per unit biomassa, yaitu Yp/s. Hasil
oleh mikroba merupakan proses-proses perhitungan parameter-parameter kinetika secara
biokonversi, yaitu nutrien kimiawi yang lengkap tersaji pada Tabel I.

Tabel 1 Nilai-Nilai Parameter Kinetika Kultivasi


~arameter Nilai
J.imaks 0.0251 Ijam
X 2.57 Q sel/l
Td . 27,62 jam .~_
_'YQfs 0,25 9 selulosa bateri/g substrat
Yxis 0,099 ~ biomassa/g substrat
YJllx 2,48 9 selulosa bakteriig biomassa
a 2,48

IV. KESIMPULAN Dudman, W.F. 1959. Cellulose production by


Acetobacter acetigenum in defined medium. J
Pembentukan selulosa bakteri Ben. Microbiol. 2 : 329-337
berasosiasi dengan pertumbuhan sel A.
pasteurianum pada kultur tergoyang. Laju Jihnson, D.C. dan A.R. Winslow. 1990.
pertumbuhan spesifik (~) sebesar 0,0251 Ijam Bacterial cellulose has potential application as a
dengan bobot biomassa kering tertinggi (X maks ) new paper coating. Pulp and Paper, May: 105-
2,57 g. Waktu ganda sel (td) terjadi selama 107
27,62 jam. Pola pertumbuhan biomassa terdiri
dad fase adaptasil (mulai jam ke-O sampai jam Masaoka, S., T. Ohe, dan N. Sakaota. 1993.
ke-48), fase eksponensial ( jam ke-54 sampai Production of cellulose from glucose by
jam ke-I 04) dan fase kematian Gam ke-114 Acetobacter xylinum. J of Fermentation and
sampai jam ke-240). Parameter kinetika yang Bioengineering. 75 : 18 - 22.
lain yaitu Y p/s sebesar 0,25 g selulosa bakteri/g
substrat, Y xis sebesar 0,099 g biomassalg substrat Ross, P., M. Raphael, B. Moshe. 1991.
dan Yplx sebesar 2,48 g selulosa bakteri/g Cellulose of Biosynthetic and Function in
biomassa. Nilai a atau laju pembentukan bacteria. Microbiological Review. 55: 35-38.
produk yang berasosiasi dengan pertumbuhan
sel adalah 2,48. Son, H.J., M.S. Heo, Y.G. Kim dan S.J. Lee.
2001. Optimation of Fermentation condition for
DAFT AR PUST AKA the production of bacterial cellulose by a newly
isolated Acetobacter sp. A9 in shaking culture.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Biotechnol. Appl. Biochem. 33: 1-5.
Sedarnawati Dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk
Laboratorium Analisa Pangan. Pusat Antar Suryani, A Dan D. Mangunwijaya. 2000. Dasar
Universitas, IPB, Bogor. Rekayasa Proses. Diktat Kulian Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.

12

1
JI/rnal Al A::.har Indonesia, Vol.3, No.3, September 2004,07-13 [SSN 1412-8659

Tahara, N., K. Watanabe, N. Hioki, Y. Toyosaki, H., Naritomi, A. Seto, M. Matsuika,


Morinaga, T. Hajauda, H. Miyashita, S. Hiroshi, T. Tsuchida dan F. Yoshinaga. 1995. Screening
A. Shibarta dan H. Ougiya. 2000. Bacterial of bacterial cellulose producing Acetobacter
Cellulose Concentrate and Methode for strains suitable for agitation culture. Biosci.
Treatment of the Concentrate. US Patent No. Biotech. Biochem. 59 : 1498 1502.
6069136

13

Anda mungkin juga menyukai