Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Golongan: U
Kelompok: D
Asisten: Bu Ida
Anggota:
1.
2.
3.
4.
5.
FAKULTAS FARMASI
2017
Tujuan:
Prinsip:
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke
dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat
sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap
ke dalam tubuh.
Teori Dasar
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat
aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan pelepasan
zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditentukan oleh
kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007).
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang menghasilkan
transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan menyeluruh ke pelarut dari permukaan
padat. Teori disolusi yang umum adalah:
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial (Amir, 2007).
Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk sediaan utuh/
pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan disolusi zat aktif dari
keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah zat aktif yang terdisolusi per
unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair, suhu dan kompisisi media yang
dibakukan. Kecepatan pelarutan memberikan informasi tentang profil proses pelarutan persatuan
waktu. Hukum yang mendasarinya telah ditemukan oleh Noyes dan Whitney sejak tahun 1897
dan diformulasikan secara matematik sebagai berikut :
dc / dt = kecepatan pelarutan ( perubahan konsentrasi per satuan waktu )
Cs = kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut )
Ct = konsentrasi bahan dalam larutan untuk waktu t
K = konstanta yang membandingkan koefisien difusi, voume larutan jenuh dan tebal
lapisan difusi (Shargel, 1988)
Dari persamaan di atas dinyatakan bahwa tetapnya luas permukaan dan konstannya suhu,
menyebabkan kecepatan pelarutan tergantung dari gradien konsentasi antara konsentrasi jenuh
dengan konsentrasi pada waktu (Shargel, 1988).
Pada peristiwa melarut sebuah zat padat disekelilingnya terbentuk lapisan tipis larutan
jenuhnya, darinya berlangsung suatu difusi suatu ke dalam bagian sisa dari larutan di
sekelilingnya. Untuk peristiwa melarut di bawah pengamatan kelambatan difusi ini dapat
menjadi persamaan dengan menggunakan hukum difusi. Dengan mensubtitusikan hukum difusi
pertama Ficks ke dalam persamaan Hernsi Brunner dan Bogoski, dapat memberikan
kemungkinan perbaikan kecepatan pelarutan secara konkret.
Kecepatan pelarutan berbanding lurus dengan luas permukaan bahan padat, koefisien
difusi, serta berbanding lurus dengan turunnya konsentrasi pada waktu t. Kecepatan pelarutan ini
juga berbanding terbalik dengan tebal lapisan difusi. Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat
sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan, dimana pelepasan zat aktif
ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Tjay, 2002).
Lapisan difusi adalah lapisan molekul-molekul air yang tidak bergerak oleh adanya
kekuatan adhesi dengan lapisan padatan. Lapisan ini juga dikenal sebagai lapisan yang tidak
teraduk atau lapisan stagnasi. Tebal lapisan ini bervariasi dan sulit untuk ditentukan, namun
umumnya 0,005 cm (50 mikron) atau kurang (Tjay, 2002).
Hal-hal dalam persamaan Noyes Whitney yang mempengaruhi kecepatan melarut:
Kenaikan dalam harga A menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga D menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Cs menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga Ct menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Kenaikan dalam harga d menyebabkan naiknya kecepatan melarut
Hal-hal lainnya yang juga dapat mempengaruhi kecepatan melarut adalah :
Naiknya temperatur menyebabkan naiknya Cs dan D
Ionisasi obat (menjadi spesies yang lebih polar) karena perubahan pH akan menaikkan nilai Cs
(Ansel, 1989).
UJI DISOLUSI OBAT
Uji hancur pada suatu tablet didasarkan pada kenyataan bahwa, tablet itu pecah menjadi
partikel-partikel kecil, sehingga daerah permukaan media pelarut menjadi lebih luas, dan akan
berhubungan dengan tersedianya obat dalam cairan tubuh. Namun, sebenarnya uji hancur hanya
menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan. Uji ini
tidak memberikan jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas bahan obat dalam larutan
dengan kecepatan yang seharusnya. Oleh sebab itu, uji disolusi dan ketentuan uji dikembangkan
bagi hampir seluruh produk tablet. Laju absorpsi dari obat-obat bersifat asam yang diabsorpsi
dengan mudah dalam saluran pencernaan sering ditetapkan dengan laju larut obat dalam tablet
(Voigt, 1995).
Agar diperoleh kadar obat yang tinggi di dalam darah, maka kecepatan obat dan tablet
melarut menjadi sangat menentukan. Karena itu, laju larut dapat berhubungan langsung dengan
efikasi (kemanjuran) dan perbedaan bioavaibilitas dari berbagai formula. Karena itu,
dilakukannya evaluasi mengenai apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak
bila berada di saluran cerna, menjadi minat utama dari para ahli farmasi (Voigt, 1995).
Diperkirakan bahwa pelepasan paling langsung obat dari formula tablet diperoleh dengan
mengukur bioavaibilitas in vivo. Ada berbagai alasan mengapa penggunaan in vivo menjadi
sangat terbatas, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan
mengitepretasi; tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia.;
ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran; besarnya biaya yang
diperlukan; pemakaian manusia sebagai obyek bagi penelitian yang nonesensial; dan
keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia yang sehat dan tidak
sehat yang digunakan dalam uji. Dengan demikian, uji disolusi secara in vitro dipakai dan
dikembangkan secara luas, dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavabilitas obat,
terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai metoda
pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavaibilitas. Seperti pada setiap uji in vitro,
sangat penting untuk menghubungkan uji disolusi dengan tes bioavaibilitas in vitro. Ada dua
sasaran dalam mengembangkan uji disolusi in vitro yaitu untuk menunjukkan :
1. Penglepasan obat dari tablet kalau dapat mendekati 100%
2. Laju penglepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju penglepasan dari
batch yang telah dibuktikan bioavaibilitas dan efektif secara klinis (Shargel, 1988).
Tes kecepatan melarut telah didesain untuk mengukur berapa kecepatan zat aktif dari satu
tablet atau kapsul melarut ke dalam larutan. Hal ini perlu diketahui sebagai indikator kualitas dan
dapat memberikan informasi sangat berharga tentang konsistensi dari batch satu ke batch
lainnya. Tes disolusi ini didesain untuk membandingkan kecepatan melarutnya suatu obat, yang
ada di dalam suatu sediaan pada kondisi dan ketentuan yang sama dan dapat diulangi (Shargel,
1988).
Kecepatan disolusi sediaan sangat berpengaruh terhadap respon klinis dari kelayakan
sistem penghantaran obat. Disolusi menjadi sifat sangat penting pada zat aktif yang dikandung
oleh sediaan obat tertentu, dimana berpengaruh terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan
zat aktif dalam tubuh. Jika disolusi makin cepat, maka absorbsi makin cepat. Zat aktif dari
sediaan padat (tablet, kapsul, serbuk, seppositoria), sediaan system terdispersi (suspensi dan
emulsi), atau sediaan-sediaan semisolid (salep,krim,pasta) mengalami disolusi dalam
media/cairan biologis kemudian diikuti absorbsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik (Voigt,
1995).
Kecepatan disolusi dalam berbagai keadaan dapat menjadi tahap pembatasan kecepatan
zat aktif ke dalam cairan tubuh. Apabila zat padat ada dalam saluran cerna, mama terdapat dua
kemungkinan tahap pembatasan kecepatan zat aktif tersebut, yaitu :
Zat aktif mula-mula harus larut
Zat aktif harus dapat melewati membrane saluran cerna (Voigt, 1995).
Analisis kecepatan disolusi zat aktif dari sediaannya merupakan analisis yang penting
dalam pengujian mutu untuk sediaan-sediaan obat. Analisis disolusi telah masuk persyaratan
wajib USP untuk persyaratan tablet dan kapsul, sejak tahun 1960. Berbagai studi telah berhasil
dalam korelasi disolusi invivo dengan disolusi invitro. Namun, disolusi bukan merupakan suatu
peramal koefisien terapi, tetapi disolusi lebih merupakan parameter mutu yang dapat
memberikan informasi berharga tentang ketersediaan hayati dari suatu produk (Voigt, 1995).
Pengembangan dan penggunaan uji disolusi invitro untuk mengevaluasi dan
menggambarkan disolusi dan absorbsi invitro bertujuan :
a) Untuk mengetahui kepentingan bahwa sifat-sifat fisikokimia yang ada dalam model disolusi
dapat berarti atau berpengaruh dalam proses invivo apabila dikembangkan suatu model yang
berhasil meniru situasi in vivo.
b) Untuk menyaring zat aktif penting dikaitkan dengan formulasinya dengan sifat disolusi dan
absorbsinya sesuai.
c) Sistem uji disolusi invitro dapat digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu untuk produk
akhir.
d) Menjamin kesetaraan hayati (bioekivalen) dari batch yang berbeda dari bentuk sediaan solid
apabila korelasi antara sifat disolusi dan ketersdiaan hayati telah ditetapkan.
e) Metode yang baik sekali dan handal untuk memantau proses formulasi dan manufaktur.
f) Penetapan kecepatan disolusi intrinsik berguna untuk mengetahui sifat disolusi zat aktif yang
baru.
g) Agar sistem disolusi invitro bernilai maka system harus meniru secara dekat sistem invivo
sampai tingkat invitro-invivo yang konsisten tercapai. Oleh karena itu keuntungan dalam biaya,
tenaga kerja, kemudahan dapat diberikan dengan penggunaan sistem (Ansel, 1989).
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul bilamana tablet
telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul telah pecah. Pada tablet yang
tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan oleh proses disolusi dan difusi. Namun
demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi, profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda
tergantung dari apakah desintegrasi atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan (Ansel,
1989).
Alat:
- Spektrofotometer
- Centrifuge
- Vortex
- Alat Uji Disolusi
- Timbangan Analitik
- Alat Gelas
- Membran Filter Holder (d = 13mm)
- Spuit dan Selang
- Vial
Bahan:
- Tablet Asam Mefenamat (Tablet Mefinal) - Etanol 96%
- Buffer PO4 (pH 7,4)
Tinjauan Pustaka
Asam Mefenamat
Rumus Struktur:
Pemerian: Serbuk hablur, putih atau hamper putih, melebur pada suhu 230C disertai peruraian
Kelarutan: Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut
dalam etanol, dan methanol, praktis tidak larut dalam air.
A1%1cm Pelarut
283, 348 346, 249 Etanol 96%
Farmakologi: Mengurangi inflamasi, nyeri, demam dengan cara menghambat aktivitas cox dan
sintesis prostaglandin (Md 36th , p.80)
y = a + bx
y = -0.0618 +
0.0484x
R = 0.9989
Konsentrasi:
0,06
C1 : 696 = 4,176
10
0,18
C2 : 696 = 12,528
10
0,3
C3 : 696 = 20,88
10
0,42
C4 : 696 = 29,232
10
0,54
C5 : 696 = 37,584
10
0,66
C6 : 696 = 45,936
10
0,78
C5 : 696 = 54,288
10
Pengukuran Absorbansi Asam Mefenamat (Mefinal):
t Pe nge nce ran Abs C sampe l (x caping) C se sungguhnya
2 5x (0,5ml sampe l ad 2ml dapar) 0,564 15.27 76,35
8 6x (1ml sampe l ad 5 ml dapar) 0,706 18.26 109,56
10 6x (1ml sampe l ad 5 ml dapar) 0,004 3 20,808
12 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,442 12.7 63,5
14 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,492 13.75 68,75
16 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,421 12.26 61,3
18 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,545 14.87 74,35
20 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,355 10.86 54,3
30 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,426 12.36 61,8
40 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,533 14.62 73,1
50 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 0,927 22.92 114,6
60 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 1,015 24.78 123,9
75 5x (1ml sampe l ad 4ml dapar) 1,100 26.57 132,85
t Abs Csampel FP C sesungguhnya AUC thd C Wt AUC thdp Wt %Wt Wt~-Wt ln Wt~-Wt %Wt thd dosis
2 0.564 12.91 5 64.55 76.35 58.095 68.715 53.83653044 61.47 4.118549251 11.619
8 0.706 15.84 6 95.04 171.39 85.536 154.251 79.26605505 34.029 3.527213102 17.1072
10 0.004 1 6 8.154 179.544 7.3386 161.5896 6.800667223 112.2264 4.72051826 1.46772
12 0.442 10.4 5 52 231.544 46.8 208.3896 43.36947456 72.765 4.28723507 9.36
14 0.492 11.43 5 57.15 288.694 51.435 259.8246 47.6647206 68.13 4.221417645 10.287
16 0.421 9.966 5 49.83 338.524 44.847 304.6716 41.55963303 74.718 4.313721027 8.9694
18 0.545 12.52 5 62.6 401.124 56.34 361.0116 52.21017515 63.225 4.146699793 11.268
20 0.355 8.604 5 43.02 444.144 38.718 399.7296 35.87989992 80.847 4.39255848 7.7436
30 0.426 10.07 5 50.35 494.494 45.315 445.0446 41.99332777 74.25 4.307437778 9.063
40 0.533 12.27 5 61.35 555.844 55.215 500.2596 51.1676397 64.35 4.164336934 11.043
50 0.927 20.41 5 102.05 657.894 91.845 592.1046 85.11259383 27.72 3.322154174 18.369
60 1 22.22 5 111.1 768.994 99.99 692.0946 92.66055046 19.575 2.974253242 19.998
75 1 23.98 5 119.9 888.894 107.91 800.0046 100 0,000 0,000 21.582
5497.434 4947.6906
C sesungguhnya:
2 : Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 12,91 x 5 = 64,55 ppm
8 : Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 15,84 x 6 = 95,04 ppm
10 : Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 1.359 x 6 = 8,154 ppm
12: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 10,43 x 5 = 52 ppm
14: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 11,43 x 5 = 57,15 ppm
16: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 9,966 x 5 = 49,83 ppm
18: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 12,52 x 5 = 62,6 ppm
20: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 8,604 x 5 = 43,02 ppm
30: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 10,07 x 5 = 50,35 ppm
40: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 12,27 x 5 = 61,35 ppm
50: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 20,41 x 5 = 102,05 ppm
60: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 22,22 x 5 = 111,1 ppm
75: Csampel (x caping) x faktor pengenceran = 23,98 x 5 = 119,9 ppm
Wt (mg):
2 : () = , = ,
8 : () = , = ,
10 : () = , = ,
12: () = , = ,
14: () = , = ,
16: () = , = ,
18: () = , = ,
20: () = , = ,
30: () = , = ,
40: () = , = ,
50: () = , = ,
60: () = , = ,
75: () = , = 119,565
(Wt - Wtn):
2 : Wt - Wtn = 119,565 68,715 = 50,85
8 : Wt - Wtn = 119,565 98,604 = 20,961
10 : Wt - Wtn = 119,565 18,727 = 100,838
12: Wt - Wtn = 119,565 57,15 = 62,415
14: Wt - Wtn = 119,565 61,875 = 57,69
16: Wt - Wtn = 119,565 55,15 = 64,395
18: Wt - Wtn = 119,565 66,915 = 52,65
20: Wt - Wtn = 119,565 48,87 = 70,695
30: Wt - Wtn = 119,565 55,62 = 63,945
40: Wt - Wtn = 119,565 65,79 = 53,775
50: Wt - Wtn = 119,565 103,14 = 16,425
60: Wt - Wtn = 119,565 111,51 = 8,055
75: Wt - Wtn = 119,565 119,565 = 0
%Wt:
,
2 : % = , = . %
,
8 : % = , = . %
,
10 : % = , = . %
,
12: % = , = . %
,
14: % = , = . %
,
16: % = , = . %
,
18: % = , = . %
,
20: % = , = . %
,
30: % = , = .
,
40: % = , = . %
,
50: % = , = . %
,
60: % = , = . %
,
75: % = , = %
k = -b = 0,0428
t = 0.693/0.0428 = 16.19 menit
%ED terhadap C:
(jumlah AUC thd C)/(tlast*C terbesar)*100%
61.13354462
%Wt 80
60
Series2
40
Linear (Series2)
20
0
0 5 10 15 20
t (menit)
Grafik t vs Wt
120
100
80
Wt
60
Series2
40
Linear (Series2)
20
0
0 5 10 15 20
t (menit)
Grafik t vs Csesungguhnya
140
120
100
Csesungguhnya
80
60 Series2
40 Linear (Series2)
20
0
0 5 10 15 20
t (menit)
Grafik t vs %Wt thd dosis
25
20
10 Series2
Linear (Series2)
5
0
0 5 10 15 20
t (menit)
Grafik t vs Ln Wt - Wt
6
5
Ln Wt - Wt
3
Series2
2
Linear (Series2)
1
0
0 5 10 15 20
t (menit)
6.2
Ln Wt thd dosis
6.15
6.1
Series2
6.05
Linear (Series2)
6
5.95
0 5 10 15 20
t (menit)
PEMBAHASAN
Disolusi obat adalah suatu proses hancurnya obat (tablet) dan terlepasnya zat-zat aktif
dari tablet ketika dimasukkan ke dalam saluran pencernaan dan terjadi kontak dengan cairan
tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet asam mefenamat.
Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan suatu
tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat diketahui seberapa cepat ke efektifan
obat yang diberikan tersebut.
Setelah diketahui hasilnya, dibuat kurva baku yang berisi perbandingan antara
konsentrasi dengan absorbansi. Kemudian dibuat persamaan garis nya dengan menggunakan
metode regresi linier, dan didapat persamaan nya adalah sebagai berikut : y = a + bx = -0.0618 +
0.0484x. Dengan nilai r adalah 0,9989. Nilai r yang didapat sangat baik, karena nilai nya
mendekati 1. Persamaan garis yang didapat tersebut nantinya akan digunakan untuk menghitung
kadar sampel asam mefenamat pada uji disolusi.
Selanjutnya dilakukan uji disolusi. Mula-mula 1000 ml media disolusi dipanaskan hingga
mencapai suhu 40oC dan sebelum digunakan suhu dapar harus dipertahankan pada suhu 37oC
sesuai suhu tubuh. Selanjutnya 900 ml dari dapar tersebut dimasukkan ke dalam wadah gelas
yang terdapat di dalam alat disolusi. Alat disolusi yang digunakan diisi dengan dapar sebanyak
bagian saja. Hal ini dilakukan untuk menganalogkannya dengan jumlah cairan tubuh.
Selanjutnya sampel tablet dimasukkan ke dalam bejana disolusi (paddle). Sampel tablet yang
diuji adalah sebanyak 1 tablet. Sampel yang digunakan di sini yaitu tablet asam mefenamat.
Setelah itu, tablet dicelupkan ke dalam pelarut. Alat disolusi lalu dinyalakan dan kecepatan
diatur pada 100 rpm dan suhu 37oC. Suhu 37oC digunakan agar sama dengan suhu tubuh
manusia.
Pada saat tablet dimasukkan ke dalam alat disolusi, stopwatch mulai dijalankan.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 15 kali, yaitu pada menit ke-2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16,
18, 20, 30, 40, 50, 60, 75. Setelah 2 menit sampel diambil sebanyak 3 ml menggunakan syringe
yang berselang,di saring dengan membran filter dan dimasukkan kedalam botol vial, kemudian
kedalam alat disolusi yang berisi tablet asam mefenamat yang telah diambil sampel larutannya
sebanyak 3 ml, ditambahkan dapar sebanyak 3 ml juga. Tujuannya untuk mengembalikan jumlah
pelarut seperti semula karena pelarut dianalogikan sebagai cairan tubuh. Diulangi prosedur
tersebut pada menit ke 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 30, 40, 50, 60, 75 . Pengambilan pelarut
diambil sekitar 2 cm dari dasar bejana. Hal ini dilakukan karena pada bagian tersebut dianggap
merupakan bagian yang diabsorpsi oleh darah.
Uji disolusi dapat digunakan untuk menentukan persentasi ketersediaan obat dalam
sirkulasi sistemik pada waktu tertentu, hal ini berhubungan dengan bio-availabilitas yang dapat
menjadi parameter efikasi (kemanjuran) dan mutu suatu produk obat. Disolusi obat adalah suatu
proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan
suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari
kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Ada tiga kegunaan uji disolusi yaitu menjamin keseragaman satu batch, menjamin bahwa
obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan, dan Uji disolusi diperlukan dalam rangka
pengembangan suatu obat baru. Obat yang telah memenuhi persyaratan keseragaman bobot,
kekerasan, kerenyahan, waktu hancur dan penetapan kadar zat berkhasiat belum dapat menjamin
bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap
produksi tablet.
Dari hasil percobaan tersebut terlihat bahwa absorbansi yang dihasilkan kurang tepat
karena seiring peningkatan waktu seharusnya absorbansinya meningkat tetapi dari data terlihat
bahwa absorbansinya naik dan kemudian di menit selanjutnya turun kembali. Hal ini dapat
disebabkan karena pada saat uji disolusi dilakukan terdapat pengotor atau kontaminan pada dapar
yang digunakan sebagai medium disolusi. Hal ini menyebabkan kontaminan tersebut terserap
juga absorbansinya pada alat sehingga hasil absorbansi menjadi kurang akurat.
Persyaratan uji disolusi dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang
diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Pengujian dilakukan sampai tiga tahap. Pada tahap 1 (S1),
6 tablet diuji. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan dilanjutkan ke tahap
berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet tambahan diuji lagi. Bila tetap tidak
memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi ke tahap 3 (S3 ). Pada tahap ini 12 tablet
tambahan diuji lagi. Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat sesuai dengan tabel
dibawah ini.
Tabel. 2.1. Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Jumlah Sediaan
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
Q 15%
Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut dalam persen dari jumlah yang tertera pada
etiket. Angka 5% dan 15% dalam tabel adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian
mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam waktu 45
menit dengan menggunakan alat 1 pada 100 rpm atau alat 2 pada 50 rpm.
Pengujian dilakukan terhadap satu tablet. Hasil yang didapatkan melalui perhitungan
adalah :
t %Wt
2 53.83653044
8 79.26605505
10 6.800667223
12 43.36947456
14 47.6647206
16 41.55963303
18 52.21017515
20 35.87989992
30 41.99332777
40 51.1676397
50 85.11259383
60 92.66055046
75 100
Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai % kelarutan dari obat ada yang naik
kemudian turun kembali. Seharusnya % kelarutan dari obat meningkat seiring bertambahnya
waktu dan mencapai 75% di menit 45 sesuai persyaratan uji disolusi. Hal ini dapat terjadi
disebabkan karena faktor pengikat dan disintegran. Dimana bahan pengikat dan disintegran
mempengaruhi kuat tidaknya ikatan partikel-partikel dalam tablet tersebut sehingga
mempengaruhi pula kemudahan cairan untuk masuk berpenetrasi ke dalam lapisan difusi tablet
menembus ikatan-ikatan dalam tablet tersebut. Dalam hal ini pemilihan bahan pengikat dan
disintegran dan bobot dari penggunaan bahan pengikat dan disintegran sangat berpengaruh
terhadap laju disolusi. Selain itu penyebab lain yang mungkin adalah formulasi dari sediaan
tablet yang kurang baik. Faktor formulasi yang mempengaruhi laju disolusi diantaranya
kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien (bahan tambahan) dan kekerasan. Faktor
lain yang menyebabkan hasil percobaan tidak akurat adalah kecepatan pengadukan saat uji.
Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga
memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut. Semakin lama kecepatan
pengadukan maka laju disolusi akan semakin tinggi. Selain itu Faktor-faktor kesalahan yang
mungkin mempengaruhi hasil yang diperoleh antara lain :
o Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel menggunakan pipet volume.
o Terdapat kontaminasi pada larutan sampel.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh %disolusi tablet asam mefenamat setelah 45
menit yaitu antara 55 %. Hal ini menunjukkan bahwa %disolusi asam mefenamat tidak
memenuhi syarat pada Farmakope Indonesia yang menyebutkan bahwa dalam waktu 45 menit
harus larut lebih dari 75 % sehingga bisa dikatakan %disolusi tablet asam mefenamat pada
percobaan tidak bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Gaya Baru. Jakarta.
Ansel, C Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah Farida
Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan Farmakokinetika Terapan.
Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Airlangga University
Press. Surabaya.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
efek Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia. Jakarta:
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.