Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang memiliki kapasitas untuk melakukan penalaran


berfikir, merasa dan berbuat atau bertingkah laku. Kapasitas itu dimungkinkan karena
manusia dibekali Tuhan dengan potensi akal, hati dan tubuh-jasmani. Namun untuk
mampu mengembangkan kapasitas tersebut secara baik, fungsional, dan sempurna,
manusia memerlukan pendidikan. Namun, bagaimana dengan akhlak?

Islam merupakan agama yang berakhlak. Ini dapat dilihat bahwa akhlak
merupakan salah satu perhatian terpenting dalam agama. Untuk menjadi berakhlak
harus melalui tahap pembentukan akhlak. Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan satu
sama lainnya berhubungan. Namun, ilmu tersebut ada yang sifatnya berdekatan,
pertengahan dan agak jauh. Ilmu yang dapat dikategorikan berdekatan dengan akhlak
antara lain ilmu tauhid, ilmu tasawuf, ilmu jiwa, dan ilmu lainnya.

Namun sebelum itu, masih ada masalah yang perlu diamati dengan seksama, yaitu
bagaimana agar bisa memiliki akhlak yang baik. Itulah yang melatar belakangi
ditulisnya makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akhlak dalam islam ?
2. Bagaimana pembentukan dan pembinaan akhlak dalam islam ?
3. Bagaimana hubungan antara akhlak dengan ilmu-ilmu lainnya ?

C. Tujuan Makalah
1. Mendeskripsikan akhlak dalam islam
2. Mendeskripsikan pembentukan dan pembinaan akhlak dalam islam
3. Mendeskripsikan hubungan antara akhlak dengan ilmu-ilmu lainnya

~1~
BAB II

PEMBAHASAN

1. Akhlak dalam Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti
atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab (yang biasa berartikan
tabiat, perangai kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam
Al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang
tercantum dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai sebagai
konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul, yang artinya: Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung (QS Al-
Qalam [68]: 4).

Kata akhlak banyak ditemukan didalam hadist-hadist Nabi SAW, dan salah satunya
yang paling populer adalah Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. Bertitik tolak dari pengertian bahasa di atas, yakni akhlak sebagai kelakuan, kita
selanjutnya dapat berkata bahwa akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam, dan
bahwa firman Allah SWT berikut ini dapat menjadi salah satu argumen keanekaragaman
tersebut, yang berarti Sesungguhnya usaha kamu (hai manusia) pasti amat beragam.
(QS Al-Lail [92]: 4).

Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan
yang berkaitan dengan baik dan buruk, serta dari objeknya, yakni kepada siapa kelakuan
itu ditujukan.

1. Pembentukan dan Pembinaan Islam


2. Pembentukan Akhlak

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan


pendidikan,karena banyak sekali pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah al-Abrasyi misalnya
mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan
pendidikan islam. Menurut sebagian ahli, akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak
adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Selanjutnya pendapat lain

~2~
mengatakan, akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan
keras dan sungguh-sungguh. Ibnu Miskawaih, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan lain-lain
termasuk kelompok yang mengatakan akhlak adalah hasil usaha (Muktasabahah).

Pada kenyataanya dilapangan, usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga


pendidikan dengan berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan
bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa
terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, hormat kepada orang tua, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya.

Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-


sungguh dalam rangka membentuk pribadi, dengan menggunakan sarana pendidikan dan
pembinaan yang terprogram baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan
konsisten. Pembentuksn akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah
hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada pada
diri manusia, termasuk didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati,
hati nurani dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

2. Metode Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam islam. Hal ini dapat
dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Selanjutnya dalam rukun islam yang ketiga, yaitu
zakat juga mengandung didikan akhlak yaitu agar orang yang melakukannya dengan
membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan
hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad Al-
Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan
mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mudah.

Untuk ini Al-Ghazali menganjurkan agar akhlak dianjurkan, yaitu dengan cara
melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Akhlak yang baik tidak
dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk
menerima keutamaan itu tidak cukup hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan
jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang

~3~
dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika
disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.

Dengan metode lain, seseorang dapat menanamkan pengaruh yang baik ke dalam jiwa
seseorang. Cara yang dimaksud ialah: Pertama, nasehat hendaknya lahir dari hati yang
ikhlas. Nasehat yang disampaikan secara ikhlas akan mengena dalam tanggapan
pendengarnya. Kedua, nasehat hendaknya berulang-ulang agar nasehat itu meninggalkan
kesan sehingga orang yang dinasehati tergerak untuk mengikuti nasehat itu.6 Allah Swt.
pun menjelaskan dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 125, Artinya: Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik..

Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatikan faktor
kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa
kejiwaan manusia berbeda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak
misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu
ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan.

3. Hubungan Akhlak dengan Ilmu lainnya


1. Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu Tauhid

Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid dapat dilihat dari analis berikut ini
diantaranyaSelain metode-metode tersebut, terdapat pula metode ibrah. Ibrah
menurut An-Nahlawi yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, ibrah adalah suatu kondisi
psikis yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang
dihadapi dengan menggunakan nalar yang menyebabkan hati mengakuinya.

Tujuan metode ini adalah mengantarkan manusia kepada kepuasan pikir tentang
perkara keagamaan yang bisa menggerakkan, mendidik, atau menumbuhkan perasaan
keagamaan:

Dilihat dari segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan


baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya,

dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi


ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak mulia.

~4~
Dilihat dari fungsinya, ilmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang
bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan
dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid
itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun
iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu akan
memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.

Jadi jelas bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang
mulia. Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya
dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.

2. Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf

Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol,


karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat,
puasa, haji, zikir, dann lain sebagianya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka
mendekatkatkan diri kepada Allah, ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf
itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak.

3. Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu jiwa (ilmu-nafs)

Ilmu jiwa suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti:
pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil
faidah dari padanya. Ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam
perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati (dhamir), Kemauan
(iradah), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan, dan
kecenderungan-kecenderungan manusia.

Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk berkata dan
berbuat. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum
mengadakan kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi, tanpa dibantu
oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlak.

~5~
4. Hubungan ilmu Akhlak dengan logika (ilmu manthiq)

Ilmu manthiq (logic) adalah pengetahuan yang menggariskan kaidah-kaidah


dan undang-undang berpikir, sehingga terpelihara manusia dalam berfikir. Jelasnya
ilmu manthiq itu untuk membersikan jiwa dan memperhalusnya supaya dapat berfikir
secara baik, mendidik pikiran dan menjaganya agar terhindar dari kekeliruan dalam
membuat suatu hukum yang didasarkan kepada pikiran.

Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat penimbang mengotrol dan


memeriksa sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali ikatannya dengan
ilmu akhlak dari dua segi:

1. Ilmu manthik dan ilmu akhlak, masing-masing bertugas sebagai penimbang


sesuatu. Kalau ilmu akhlak merumuskan aturan-aturan di mana manusia harus
berprilaku sesuai dengan aturan itu, maka ilmu manthiq merumuskan aturan-
aturan dimana manusia harus berpikir sesuai dengan aturan yang telah
dirumuskan itu.
2. Ilmu manthiq dan ilmu akhlak keduanya membahas dan meneliti manusia dari
segi yang bersifat kejiwaan, dengan catatan, ilmu akhlak menyorot manusia
dari segi tingkah lakunya sedang ilmu manthiq menyorot dari segi hasil
pikirannya.

Oleh karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk mengerti filsafat, dalam
pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq tidak akan bisa memahami
filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat akhlak, maka orang tidak akan
mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti manthiq. Dari uraian diatas dapat
disimpulakan bahwa terarah dan baik atau tidak sesuai prilaku sangat tergantung dan
dipengaruhi kepada baik tidaknya dalam berfikir.

5. Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu estetika (ilmu jamal)

Ilmu Aestetika, adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia


dari aspek kelazatan-kelazatan yang ditimbulkan oleh sesuatu pemandangan yang
indah dalam diri manusia. Kebanyakan ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara

~6~
paman dengan keponakannya di mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau
keturunan. Hanya saja kalau ilmu akhlak yang menjadi sasarannya dari segi segi
perilaku (suluk) maka ilmu astetika sasarannya dari segi kelezatan yang obyeknya
tetap sama yaitu diri manusia.

Allah menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam dengan siang dan


sesuatu yang diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi. Hal ini merupakan
sebab yang paling kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia mudah ber-
iman kepada Allah.

Dalam surat Yunus ayat 6, Allah SWT berfirman: Artinya: Sesungguhnya


pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit
dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang
yang bertakwa.

Dari keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa sangat


erat hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu akhlak.

6. Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu sosiologi (ilmu ijtima)

Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata Socius yang berarti kawan dan
logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu pengetahuan
tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan yang berobyek
hidup bermasyarakat. Memang banyak pengertian (tarif) tentang sosiologi tentang,
antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch.A.Ell wood,
tekanannya kepadamasyarakat, bukan kepada hidup bermasyarakat. Kita lebih
tepat memakai pengertian yang memuat hidup bermasyarakat, karena masyarakat
tidak mempunyai arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan
daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti
sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat,
tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak
tertentu.

Memang manusia adalah makhluk bermasyarakat, saling membutuhkan diantara


sesamanya. Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah SWT surat Al-Hujurat

~7~
ayat 13 yang artinya Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

7. Hubungan antara akhlak dengan aqidah dan Iman

Sesungguhnya antara akhlak dengan akidah dan iman terdapat hubungan yang
sangat kuat sekali, karena akhlak yang baik itu sebagai bukti dari keimanan dan akhlak
yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak seseorang
muslim berarti semakin kuat imannya.

Akhlak yang baik dalam muamalah dengan Allah mencakup 3 perkara :

1. Membenarkan berita-berita dari Allah


2. Melaksanakan hukum-hukum-Nya
3. Sabar dan ridha kepada takdir-Nya
4. Hubungan Antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum

Pokok pembicaraan kedua hukum ini adalah perbuatan manusia, dan tujuan
keduanya juga sama, yaitu mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaan mereka. Akan
tetapi, cakupan ilmu akhlak lebih luas. Ilmu akhlak memerintahkan untuk melakukan apa
yang bermanfaat dan meninggalkan apa yang mengandung mudharat, sedangkan ilmu
hukum tidak. Ilmu hukum tidak memerintahkan apa yang baik untuk dilaksanakan, tidak
juga melarang apa yang buruk untuk dilakukan.

8. Hubungan Antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Agama

Ilmu agama adalah ilmu yang mengatur tata cara keimanan, peribadatan kepada
Allah SWT dan kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia kepada Allah,
manusia kepada manusia, dan manusia kepada lingkungannya. Tujuan dari ilmu agama
adalah untuk menjadikan manusia bahagia di dunia dan akhirat, sedangkan cara untuk
bisa menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat salah satunya adalah akhlak yang
baik.

~8~
9. Hubungan Antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Ekonomi

Istilah ekonomi dalam bahasa Inggris disebut economic, sedangkan ekonomi


sendiri berasal dari bahasa Yunani, Oikos dan Nomos yang berarti peraturan rumah
tangga. menurut Alfred Marshall, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari manusia
dalam kehidupan sehari-hari bertindak dalam proses produksi, konsumsi dan jasa.
Yang berhubungan dengan ilmu akhlak adalah sistem ekonomi Islam. ekonomi Islam
adalah prinsip ekonomi yang berdasarkan syariat islam yang bertujuan menciptakan
kehidupan individu yang sehat dan kuat, sebagai individu atau anggota masyarakat.
Dengan akhlak, maka tidak akan terjadi kecurangan dalam proses ekonomi. Semua
perilaku ekonomi yang dilakukan akan berlangsung lancar karena semua yang dilakukan
didasarkan atas nilai-nilai moral dan budi pekerti yang mulia.

~9~
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa cara yang digunakan dalam pembentukan akhlak. Pembinaan


akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated,
yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara
simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak. Cara lain yang dapat ditempuh
untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan
berlangsung secara kontinyu. Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak,
khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama
kelamaan tidak lagi terasa dipaksa. Selanjutnya yang tak kalah ampuhnya adalah
melalui keteladanan. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Cara yang demikian itu telah
dilakukan oleh Rasulullah.

~ 10 ~
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2000. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan


Bintang, 1974), cet. II, hlm. 15.

Mansur Ali Rajab, Taammulat fi Falsafah al-Akhlaq, (Mesir: Maktabah al-Anjali al-
Mishriyah, 1961), hlm. 91.

Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (terj.) Moh. Rifai, dari judul asli
Khuluq al-Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), cet. IV

Ahmad, Amin. 1995. Etika ( ilmu akhlak ). Jakarta: Bulan Bintang.

Thaib, Ismail. 1984. Risalah Akhlak. Yogyakarta: Cv. Bina Usaha

Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al Quran.Jakarta: Amzah.

Thaib, Ismail. 1984. Risalah Akhlak. Yogyakarta: CV. Bina Usaha.

Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan


Bintang, 1974), cet. II, hlm. 15.

Mansur Ali Rajab, Taammulat fi Falsafah al-Akhlaq, (Mesir: Maktabah al-Anjali al-
Mishriyah, 1961), hlm. 91.

1 Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim. (terj.) Moh. RifaI dari judul asli
Khuluq Al-Muslim, (Semarang: Wicaksana 1993), cet. IV, h.13

Imam Al-Ghazali, Kitab Al-Arbain fi Ushul Al-din, (Kairo: Maktabah Al-Hindi.t.t.)


h.190-191. Lihat pula Asmaran, As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Pers,
1992), cet-1, h.45

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, terj. Jamaludin Miri, Jilid II,
(Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h.178

~ 11 ~
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), h.146

Ibnu Sina, Ilmu Akhlak, (Mesir: Dar Al-Maarif.t.t.) h.202-203

~ 12 ~

Anda mungkin juga menyukai