PENDAHULUAN
Prasarana lalu lintas untuk moda transportasi berbeda untuk setiap moda. Pada
transportasi jalan raya prasarananya adalah jalan yang dilalui oleh kendaraan mobil,
jalan tersebut dibuat dari susunan batuan yang diikat oleh tanah liat, aspal atau
semen. Moda transportasi kereta api prasarananya berupa jalan rel, stasiun,
emplasemen dsb, sedangkan untuk moda transportasi air adalah dermaga, gudang,
parkir dsb.
Jalan raya, yang selanjutnya disebut dengan jalan, sebagai bagian sistem
transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang
ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan
pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan
antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan
pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka
mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam
bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan,
serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana
distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan
dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia
2. SEJARAH JARINGAN JALAN DI INDONESIA
Jaringan jalan yang pertama dibangun di Indonesia adalah pada masa kerajaan
Mataram oleh Sultan Agung. Pada tahun 1811 Gubernur Jenderal Daendeles merintis
pembangunan jalan Anyer sampai Banyuwangi yang merupakan jaringan jalan
terpanjang yang pernah dibangun pada waktu itu.
Di luar Jawa pembangunan jaringan jalan pada masa itu masih sangat terbatas
dan dibangun untuk kepentingan pemerintah, antara lain: Jalan Banda Aceh-Bireun-
Medan-Balige-Taruntung-Bukit Tinggi-Muara Tebo-Jambi. Juga Jalan Bireuh-takengon;
Blangkejeren-Kotacane-Kabanjahe; Bukit Tinggi-Padang ; Bengkulu-Curup-Muara Enim,
dan Pelembang-Telukbetung. Jalan yang disebut terakhir ini dibuka tahun 1941.
Pada tahun 1940 mulai dibuka beberapa ruas jalan di Kalimantan seperti :
Pontianak-Singkawang-Sambas ; Banjarmasin-Martapura-Kandangan ; Kandangan-
Balikpapan-Samarinda, dan Kandangan-Muaratewe. Juga mulai dibangun beberapa ruas
jalan di Sulawesi.
Pada masa sekarang hampir di semua pulau di Indonesia sudah terjangkau oleh
jaringan jalan. Jalan mulai dibangun jalan raya utama yang dimaksudkan untuk
mengembangkan daerah seperti trans Sumatra, trans Kalimantan dan trans Sulawesi.
Sebelum tahun 1900 tidak ada/belum ada peraturan tentang lalu lintas atau jalan.
Yang ada hanya beberapa ketentuan setempat mengenai berjalan di sebelah kiri, dan
ini merupakan ketentuan yang berasal dari Zaman Pemerintahan Inggris (1811 1816).
Lembaran Negara untuk lalu lintas mulai dikeluarkan pada tahun 1899 dengan no. 301
dan 302 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 1900 berisi tentang ketentuan umum
untuk mengguanakan mobil di jalan umum, antara lain :
a. Melarang semua pengguna kendaraan bermotor di jalan umum, kecuali mendapat ijin
dari Kepala Daerah.
b. Kecepatan maximum mobil adalah 20 Km/jam.
c. Ketentuan mengenai Surat Ijin Mengemudi.
Pada periode antara tahun 1900 sampai dengan tahun 1965 terdapat beberapa
peraturan termuat di beberapa Lembaran Negara. Lembaran Negara tahun 1910
mengatur pengguanaan sepeda di jalan umum yaitu : larangan bagi sepeda yang
berjalan di jalan umum sehingga dapat membahayakan lalu lintas di jalan, serta
adanya ketentuan tentang perlengkapan sepeda Lembaran Negara No. 73 tahun 1917
tentang Motor Reglement (MR) menggantikan LN tahun 1899, berisi antara lain :
a. Pengemudi diwajibkan untuk menghindar ke kiri jika bepapasan atau disusul oleh
kendaraan lain, dan menghindar ke kanan jika menyusul kendaraan lain.
b. Kemungkinan pengemudi menghentikan kendaraannya, jika keamanan lalu lintas
menghendaki.
c. Ketentuan tentang : SIM, penerangan, rem, dsb.
Lembaran Negara No. 465 tahun 1910 tentang Rijwiel Reglement (RR Kereta api).
Sejak tahun 1920 muali ada peningkatan lalu lintas di jalan umum. Dengan adanya bus
dan mobil pengangkut di jalan sehingga perlu segera meninjau kembali MR, maka pada
tanggal 9 Juli 1925 dibentuk komisi dengan tugas : (1) menyelidiki besarnya lalu lintas,
dan (2) memberikan usulan tentang tindakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah.
Selanjutnya pada tahun 1933 dikeluarkan Lembaga Negara no. 86 dan 451 tentang
peraturan pelaksanaannya, dan kemudian mencabut MR dan RR.
Dalam periode antara tahun 1965 sampai tahun 1980 dikeluarkan UU no. 3 tahun
1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya sebagai pengganti Lembaran Negara
no. 86 tahun 1933.
Pada peride sesudah tahun 1980 berlaku UU no. 13 tahun 1980 tentang Jalan yang di
dalamnya memuat peraturan tentang jalan tol, Peraturan Pemerintah no. 26 tahun
1985 tentang Jalan, serta UU no. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan Raya. Tahun 2004 ada pembaharuan UU jalan menjadi no 38 tahun 2004 dengan
adanya beberapa istilah baru menggantikan istilah yang sudah ada. Tahun 2006 UU no
38 tahun 2004 dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah no 34 tahun 2006.
BAB II
JALAN
1. BEBERAPA PENGERTIAN TENTANG JALAN
Jalan menurut Undang Undang No. 13 Tahun 1980 adalah suatu prasarana
penghubung darat dalam bentuk apapun, tidak terbatas pada bentuk jalan yang
konversional yaitu jalan pada permukaan tanah, akan tetapi juga jalan yang melintasi
sungai besar/danau/laut, di bawah permukaan tanah dan air (terowongan) dan di atas
permikaan tanah (jalan layang), meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperhitungkan bagi lalu lintas (kendaraan, orang
atau hewan). Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah jalan rel (jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel).
Banguan pelengkap jalan adalah banguan yang tidak dapat dipisahkan dari
jalan, antara lain : jembatan, lintas atas (overpass),lintas bawah (underpass), tempat
parkir, gorong-gorong, tembok penahan tanah, dan saluran air jalan. Sedangkan yang
termasuk perlengkapan jalan antara lain : rambu-rambu lalu lintas, tanda-tanda jalan
(marka), pagar pengaman lalu lintas, pagar Daerah Milik Jalan (DMJ), dan patok-patok
DMJ, patok hektometer, patok kilometer, lampu penerangan jalan, lampu pengatur
lalu lintas (traffic light)
Menurut fungsinya jalan dibedakan atas: Jalan Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal, serta Jalan Lingkungan. Jalan Arterimerupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi,
dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan Kolektormerupakan jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan
Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi. Sedangkan Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Penentuan kelas jalan menjadi Jalan Arteri, Jalan Kolektor ataupun Jalan Lokal
berdasar pada kebutuhan akan penggunaannya sesuai dengan survei asal tujuan. Jalan
berdasarkan fungsinya tidak akan dapat melayani lalu lintas secara mandiri tetapi
terdapat dalam suatu jaringan jalan (road network).
Gambar 1.a memperlihatkan hubungan antara kebutuhan perjalanan dan satu tempat
ke tempat lain secara langsung. Garis tebal dan tipis menunjukkan besar kecilnya
kebutuhan perjalanan yang menghubungkan antara dua tempat. Besar kecilnya
lingkaran menggambarkan tinggi rendahnya aktivitas yang ada di setiap lokasi dan
antar lokasi. Adalah tidak mungkin untuk menghubungkan setiap titik aktivitas yang
ada dengan satu jalan. Karena tingkat kebutuhan perjalanan yang tidak sama dan juga
karena alasan kepraktisan. Untuk itu antara lokasi aktivitas yang tidak besar bisa
dilewatkan pada jalan yang terdekat yang mempunyai hirarki yang lebih besar.
Sedangkan Gambar 1.b menggambarkan jaringan jalan yang dapat dibuat sesuai
dengan kebutuhan perjalanan. Tampak bahwa hirarki fungsi sebagai jalan arteri atau
jalan kolektor maupun jalan lokal tergambar dengan jelas.
Berdasarkan pembinaan jalan dan statusnya, jalan umum dikelompokkan ke dalam jalan
nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
Jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan arteri dan jalan
kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan
jalan strategis nasional, serta jalan tol.
Jalan provinsi sebagaimana merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer, yang tidak
termasuk pada jaringan jalan nasional dan jaringan jalan provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yangmenghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman
yang berada di dalam kota.
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan
hierarki. Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-
pusat kegiatan sebagai berikut:
a. menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah,
pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
b. menghubungkan antarpusat kegiatan nasional.
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai
fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga,
dan seterusnya sampai ke persil.
Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan
dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan.Fungsi jalan atas arteri,
kolektor, lokal, dan lingkungan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem
jaringan jalan sekunder. Fungsi jalan pada sistem jaringan primer dibedakan atas
arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan primer. Jalan dengan
fungsi primer dinyatakan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal
primer, dan jalan lingkungan primer. Fungsi jalan pada sistem jaringan sekunder
dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal sekunder, dan lingkungan
sekunder. Jalan dengan fungsi sekunder dinyatakan sebagai jalan arteri sekunder,
jalan kolektor sekunder, jalan lokal sekunder, dan jalan lingkungan sekunder.
Gambar 1. Hirarki
Jaringan Jalan
Jalan Tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban
membayar tol. Tol ialah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk pemakaian
jalan tol. Menurut aturan lama Pemilikan dan hak penyelenggaraan Jalan tol ada pada
Pemerintah dan oleh Pemerintah diserahkan kepada Badan Hukum Usaha Negara Jalan
Tol (PT. Jasa Marga). Sedangkan menurut UU No 38/2004 tentang
Jalan penyelenggaraan jalan tol dilakukan oleh Badan Pengatur Jalan Tol yang
selanjutnya disebut BPJT, yakni suatu badan yang dibentuk oleh Menteri, berada di
bawah, dan bertanggung jawab kepada Menteri.Sedangkan pelaksanan jalan tol adalah
Badan usaha di bidang jalan tol yang selanjutnya disebut Badan Usaha adalah badan
hukum yang bergerak di bidang pengusahaan jalan tol. Badan Hukum tersebut dapat
berupa PT. Jasa Marga atau Perusahaan swasta yang bergerak di bidang
penyelenggaraan jalan tol.
Jalan tol merupakan alternatif lintas jalan umum yang ada. Dengan demikian
sebelum dibuat Jalan tol harus ada lintas jalan umum lain yang mempunyai asal dan
tujuan yang sama sehingga pemakai jalan bebas menentukan pilihan untuk
menggunakan atau tidak menggunakan Jalan tol.
Untuk menarik minat agar masyarakat memakai jalan tol biaya operasi
kendaraan jika melalui Jalan tol ditambah dengan biaya tol harus lebih rendah
daripada biaya operasi kendaraan melalui lintas alternatif jalan umum yang ada.
Disamping itu Jalan tol harus menpunyai spesifikasi yang lebih tinggi daripada lintas
umum yang ada seperti : tidak mempunyai persilangan yang sebidang dengan jalan
lain, tidak mempunyai jalan masuk secara langsung kecuali yang terkendali. Jalan tol
juga harus memberi keandalan yang lebih tinggi (keamanan dan kenyamanan) kepada
para pemakainya.
Beberapa istilah lain intuk jalan raya yang sering digunakan adalah seperti
: Arterial Highway atau Jalan By-pass ialah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas
yang menerus. Expressway adalah jalan arteri dengan pembatasan secara penuh atau
sebagian terhadap jalan masuk (full or partial control of access),
sedangkan Freeway atau jalan bebas hambatan, adalah jalan untuk lalu lintas menerus
dengan pembatas jalan masuk secara penuh (full control of access) dipilih untuk lalu
lintas utama yang dimaksud untuk memberikan keamanan dan afisiensi gerakan lalu
lintas volume tinggi kecepatan relatif tinggi.
Beberapa unsur yang terkait dengan keadaan suatu jalan di antaranya adalah :
(a) Kendaraan, terkait dengan pabrik kendaraan (ukuran, ban, rem, berat, power
dsb.), (b) Keadaan fisik jalan, terkait dengan Teknik Jalan (geometri, tebal dan jenis
perkerasan, drainasi, bangunan perlengkapan, pertemuan jalan, tempat parkir, dsb),
(c) Manusia terkait dengan kondisi fisik manusia (tinggi, penglihatan, kecepatan reaksi,
fisiologi, psikologi, jarak pandang, dsb.). (d) Lalu lintas terkait dengan Teknik lalu
lintas, pengaturan dan manajemen lalu lintas, pemeriksaan kendaraan, dsb),
(e) Lingkungan,terkait dengan kondisi lingkungan di sekitar jalan (terang, gelap,
panas, dingin, basah, kering, dsb.).
Jenis pekerjaan yang berkaitan dengan jalan dapat berupa : (a)Pembangunan jalan
baru, (b) Peningkatan jalan (road betterment) dalam hal peningkatan kecepatan,
perbaikan geometri, perbaikan perkerasan, (c) Rebalitasi dan pemeliharaan jalan yang
sudah ada.
Design criteria apply only to the first three of these actions: new construction, major
reconstruction, and 3R projects. In addition, because 3R projects generally do not
involve more than minor changes to roadway alinement and geometry, except to
improve safety, FHWA and the State DOTS acknowledge that the AASHTO Green Book
criteria do not always have to be adhered to for these projects. Because 3R projects
have minimal impact, application of the Green Book design criteria may affect
character of a roadway.
As stated in the Green Book, existing roads that do not meet the guidelines for
geometric design are not necessarily unsafe and do not necessarily have to be
upgraded to meet the design criteria:
The fact that new design values are presented herein does not imply that existing
streets and highways are unsafe, nor does it mandate the initiation of
improvement projects ...For projects of this type (resurfacing, restoration, or
rehabilitation [3R]), where major revisions to horizontal and vertical curvature
are not necessary or practical, existing design values may be retained. (p.xliii)
2. KLASIFIKASI JALAN
a. Berdasarkan Beban Gandar Kendaraan.
Klasifikasi jalan berdasarkan beban ganda maksimum (maximum axle load) yang
diijinkan lewat adalah seperti yang termuat dalam Peraturan Pemerintah tentang Lalu
Lintas Nasional (PPLLN) no. 5 tahun 1964. Tabel 1 menunjukkan hubungan antara Kelas
Jalan dengan Beban Gandar Meksimum yang diijinkan lewat. Kelas jembatan
disesuaikan dengan kelas jalan, dan dalam pelaksanaannya kelas jembatan ditetapkan
setingkat lebih tinggi dari pada kelas jalannya.
Klasifikasi jalan berdasarkan kriteria ini seperti yang tertuang dalam Peraturan
Perencanaan Geometri Jalan Raya (PPGJR) no. 13 tahun 1970.
Beberapa kriteria yang terkait antara lain :
1) Lalu lintas Harian Rata-rata (smp/h)
2) Kecepatan Rencana V (km/j)
3) Jari-jari tikungan minimum (m)
4) Lebar dan jumlah lajur
5) Landai maksimum
6) Lebar penguasaan tanah (right of way ROW)
7) Lebar median
Menurut PPGJR no. 13 tahun 1970, fungsi jalan dikelompokkan menjadi Jalan raya
utama, Jalan sekunder, dan Jalan penghubung. Jalan Raya Utama adalah jalan yang
melayani lalu lintas yang tinggi antara kota-kota yang penting atau antara pusat-pusat
produksi dan pusat-pusat eksport. Jalan-jalan dalam golongan ini harus direncanakan
untuk dapat melayani lalu lintas yang cepat dan berat. Jalan raya utama mempunyai
kelas I dengan lalu lintas harian rata-rata (LHR dalam smp) lebih dari 20.000.
Jalan sekunder ialah jalan raya yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi
antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil, serta melayani daerah
sekitarnya. Jalan sekunder mempunyai kelas IIA (LHR 6.000 20.000 smp), IIB (LHR
1.500 8.000 smp), dan IIC (LHR lebih kecil dari 2.000 smp).
Jalan penghubung adalah jalang untuk keperluan aktivitas daerah yang juga
dipakai sebagsi jalan penghubung antara jalan-jalan dan golongan yang sama atau
berlainan, jalan ini mempunyai kelas III.
Undang-undang no. 13 tahun 1980 membagi fungsi jalan menjadi : Jalan arteri,
Jalan kolektor, dan Jalan lokal. Sedangkan menurut gerakan arus, jalan dapat dibagi
menjadi 2 yaitu : (a) Jalan yang mengutamakan fungsi gerakan (movement), dan (b)
Jalan yang mengutamakan fungsi akses (access).
Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari
10 ton
Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton;
Jalan kelas IIIA, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang
tidakmelebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
BAB III
KENDARAAN DAN LALU LINTAS
1. Kendaraan
Kendaraan sebagai sarana lalu intas pada moda transportasi darat merupakan
komponen terbesar yang menggunakan jalan. Kendaraan (vehicle) dapat berupa
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak. Mempunyai variasi dan ukuran kecil sampai
kendaraan besar, serta berkecepatan rendah sampai cepat.
2. Kendaraan Rencana
Pada umumnya alat untuk membelokkan kendaraan adalah berupa setir, maka
konsep kendaraan rencana sangat diperlukan, jejak roda setiap kendaraan pada saat
membelok akan selalu lebih besar dari lebar kendaraannya sendiri. Roda belakang
akan mempunyai jejak yang berbeda dengan roda depan, ini disebut dengan off
tracking. Lebar maksimum jejak roda tersebut terjadi pada jari-jari minimum saat
membelok dengan kecepatan 10 Km/jam.
THIS TURNING TEMPLATE SHOWS THE TURNING PATHS OF THE AASHTO DESIGN VEHICLES. THE PATHS SHOWN
ARE FOR THE LEFT FRONT OVERHANG AND THE UOTSIDE REAR WHEEL. THE LEFT FRONT WHEEL FOLLOWS THE
CIRCULAR CURVE,HOWEVER, ITS PATH IS NOT SHOWN.
Gambar 2a Jejak Roda Kendaraan Standar
THIS TURNING TEMPLATE SHOWS THE TURNING PATHS OF THE AASHTO DESIGN VEHICLES, THE PATHS SHOWN
ARE FOR THE LEFT FRONT OVERHANG THE OUTSIDE REAR WHEEL THE LEFT FRONT WHEEL FOLLOWN THE
CIRCULAR CURVE, HOWEVER, ITS PATH IS NOT SHOWN.
Minimum turning path for BUS design vehicle
THIS TURNING TEMPLATE SHOWS THE TURNING PATHS OF THE AASHTO DESIGN VEHICLES, THE PATHS SHOWN
ARE FOR THE LEFT FRONT OVERHANG THE OUTSIDE REAR WHEEL THE LEFT FRONT WHEEL FOLLOWN THE
CIRCULAR CURVE, HOWEVER, ITS PATH IS NOT SHOWN.
Jenis dan ukuran kendaraan yang digunakan sebagai kendaraan standar untuk
setiap negara berbeda-beda. Amerika Serikat dalam AASHTO 1984 mengenal 7 jenis
kendaraan standar yaitu : Passenger vehicle, Single unit, Bus, Articulated Bus, WB-12,
WB-18. Sedangkan dalam AASHTO 1994 kendaraan standar bertamabah menjadi 15
jenis menambahkan WB-19,WB-20, WB-29, Recreation vehicle yang terdiri atas Motor
Home, Car and Camper Trailer, Car and Boat Trailer, serta Motor Home and
Boat Trailer.
Inggris mengenal 3 jenis kendaraan standar yaitu : Car, Rigid vehicle, dan
Articulated bus. Kanada mengenal 5 jenis kendaraan standar yaitu : Passenger vehicle,
Single unit, Bus, WE-12, WB15. Sedangkan Australia mengguanakan 3 jenis kendaraan
standar yaitu :Passenger vehicle, Bus/Single unit. Articulated Truck.
4. Kecepatan Rencana
Besarnya kecepatan rencana yang dipakai akan tergantung dari kondisi medan
(terrain) dan sifat penggunaan daerah. Kondisi medan yang berupa daerah dataran
akan mempunyai kecepatan rencana yang berbeda bila dibandingkan dengan kondisi
medan perbukitan dan gunung. Kecepatan truk di daerah datar bisa menyamai
kecepatan sedan tetapi tidak di daerah perbukitan, kecepatan truk akan berkurang
apalagi di daerah gunung. Kadang malah diperlukan adanya jalur khusus untuk truk
yang disebut dengan jalur pendakian.
Jalan yang dipergunakan untuk jalan arteri mempunyai kecepatan rencana yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan jalan kolektor maupun jalan lokal. Demikian pula
untuk jalan bebas hambatan. Jalan raya untuk daerah luar kota akan mempunyai
kecepartan rencana yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jalan di dalam kota.
Kemiringan melintang
Gambar 4. Kemiringan Medan
AASHTO garis lengkung tersebut tetap dari tahun ke tahun VJP diambil pada timit
garis lengkung yang terjadi pada volume jam ke 30 dengan voleme lalu
lintas = 15 % LHR VJP = 15 % LHR. Gambar 5 menunjukkan hubungan
antara jumlah jam satu tahun dengan volume perjam yang dinyatakan dalam % LHR.
% LHR
15 %
30 JAM KE
G D M A
G = trip generation
D = trip distribution
M = modal spilt
A = traffic assignment
c. Kapasiatas Jalan
d. Kecepatan kendaraan
Kecepatan adalah besaran waktu yang menunjukkan jarak yang ditempuh oleh
kendaraan dengan waktu tempuhnya, satuannya dinyatakan dalam Km/jam.
Kecepatan menggambarkan nilai gerakkendaraan. Perencanaan suatu jalan haruslah
berdasarkan pada kecepatan yang dipilih.
Inggris
Rural double 120 km/jam
single 80-100 km/jam
urban Primer 50 km/jam
local, akses 50 km/jam
Bina Marga
Pendalaman (Km/jam)
Kelas I IIA IIB IIC III
Datar 120 100 80 60 60
Bukit 100 80 60 40 40
Gunung 80 60 40 30 30
Perkotaan
Dari 20 km/jam sampai dengan 100 km/jam.
BAB IV
PENAMPANG MELINTANG JALAN
Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang
pengaman. Ruang Milik Jalan (RUMIJA) meliputiRuang Manfaat Jalan dan sejalur tanah
tertentu di luar Ruang Manfaat Jalan. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) merupakan
sejalur tanah tertentu di luar Ruang Milik Jalan yang ada di bawah pengawasan
pembina jalan Daerah Penguasaan jalan dari rooi ke rooi. Gambar 6 memperlihatkan
zona-zona pada RUMAJA, RUMIJA dan RUWASJA MENURUT Bina Marga1990. Gambar
tersebut juga menunjukkan tinggi dan dalamnya DAMAJA. Daerah tersebut 5 m atau
lebih, lebih tinggi dari permukaan jalan, dan > 1,5 m di bawah permukaan jalan.
Gambar 6 Daerah Manfaat Jalan (Bina Marga)
2. Badan Jalan
Badan jalan terdiri atas Jalur lalu lintas (Carriageway/travel way) dan bahu
jalan. Jalur lalu lintas (Carriageway/travel way) adalah bagian penampang melintang
jalan yang digunakan untuk lewat kendaraan. Bagian ini terdiri dari atas beberapa
lajur (lane), tergantung volume lalulintas yang akan ditampung. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan berkenaan dengan badan jalan adalah :
a. Permukaan jalan. Permukaan jalan harus diusahakan selalu rata, tidak licin dan tidak
kasar serta tahan dalam segala cuaca.
b. Kemiringan melintang. Untuk memberikan kemungkinan drainasi permukaan jalan. Air
yang jatuh di atas permukaan jalan dapat segera dialirkan ke saluran samping, untuk
itu perkerasan dibuat miring ke sebelah luar. Titik yang tertinggi berada di tengah,
dan kemudian menurun ke kedua tepian perkerasan. Bentuk penampang yang demikian
disebut penampang normal atau bentuk CROWN. Besar kemiringan tergantung bahan
lapis permukaan jalan, dan kemiringan diusahakan sekecil mungkin tetapi tujuannya
dapat terpenuhi, umumnya berkisar antara 1,5 3 % untuk lapis permukaan yang
menggunakan bahan peningkat aspal atau semen, sedangkan untuk jalan dengan lapis
permukaan yang belum menggunakan bahan pengikat kemiringan jalan bisa mencapai
5 6%.
c. Lajur lalu lintas. Lajur lalu lintas adalah bagian dari jalur lalu lintas yang secara
keseluruhan merupakan bagian dari lebar manfaat yang digunakan untuk dilewati lalu
lintas.
Penelitian lain menunjukkan bahwa naiknya lebar lajur sampai dengan 3,5 meter
jumlah kecelakaan menurun tajam, sedangkan labar di atas 3,5 meter jumlah
kecelakaan hampir tetap.
b. Kenyamanan ditentukan oleh rasa lega yang dialami oleh pengemudi. Rasa ini terutama
dapat diukur/dialami pada waktu keadaan kritis misal, berpapasan dengan kendaraan
lain, memasuki jembatan sempit, under pass. Rasa lega akan tetap ada apabila pada
daerah kritis tersedia kebebasan yang cukup.
c. Batas ukuran maksimum kendaraan. Kendaraan yang berukuran besar adalah truk yang
sejenis dengan lebar normal 2,25 meter dengan batas maksimum 2,5 meter untuk
lebar kendaraan ini perlu mempertimbangkan lebar kendaraan standart.
Dalam menetukan lebar lajur, besar-besaran tersebut di atas masih ditambah dengan
jarak antara bila kendaraan berpapasan.
Lebar lajur jalan beberapa negara
1. Amerika Serikat, lebar lajur : 10, 11, 13 ft
2. Inggris : 9 12 ft (urban) 7.3, 10, 11 m (rural)
3. Kanada : 3 3.25 m (tanah), 3.75 m
4. Indonesia :
a. Jalan di arah pedalaman : 3.5 meter
b. Jalan di daerah perkotaan :
Kelas perencanaan Lebar Lajur ( m )
Tipe I Kelas 1 3.5
Kelas 2 3.5
Tipe II Kelas 1 3.5
Kelas 2 3.25
Kelas 3 3.25 3.0
4. Bahu jalan
Kebutuhan akan adanya bahu jalan tergantung pada : fungsi dan tipe jalan, volume
lalu lintas, kecepatan kendaraan dan medan (terrain). Berdasarkan tipe perkerasannya
bahu dapat dibedakan atas : (a) Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang hanya
dapat dibuat dari meterial perkerasan jalan tanpa bahan pengikat, digunakan untuk
daerah-daerah yang tidak penting, dimana kendaraan yang menggunakan bahu ini
tidak begitu banyak. Biasa digunakan adalah material agregat sedikit bercampur
lempung. (b) Bahu yang diperkeras dibuat dengan menggunakan bahan pengikat
sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak
diperkeras. Jenis ini digunakan pada jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti
dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti sepanjang jalan tol, jalan
arteri dalam kota, dan di tikungan-tikungan yang tajam.
Lebar bahu jalan biasanya bervariasi antara 0,5 2,5 m tergantung tingkat
keperluannya.
5. Saluran samping
Landai dasar saluran biasanya dibuat mengikuti kelandaian jalan, tetapi jika
kelandaian jalan cukup besar dan dasar saluran hanya dibuat dari tanah asli maka
landai dasar saluran tidak dibuat mengikuti landai jalan tetapi bertingkat. Hal ini
dilakukan untuk menghindari gerusan air kedasar saluran.
Jalan raya yang mempuyai 4 lajur atau lebih harus mempunyai median. Bagian
ini mungkin ada tetapi juga mungkin tidak ada karena tujuannya untuk memisahkan
lajur dengan arah lalu lintas demi keamanan dengan demikian melaju dengan
kecepatan yang tinggi. Fungsi yang lain adalah membatasi belokan (U-turn) agar lalu
lintas lebih lancar, juga untuk membentuk lajur belok kanan pada persimpangan dan
untuk mengurangi sorotan lampu. Median juga dapat berfungsi untuk menyediakan
jalur hijau dan pembuatan taman kota. Jalan dengan median juga disebut daerah
cariage way / divided carriage way.
jalur jalur
tepian tepian
0,25m 0,25m
7. Ruang Bebas
Ruang bebas diperlukan untuk memberikan rasa lega bagi pengemudi dalam
menjalankan kendaraannya. Dengan demikian kapasitas dan tingkat pelayanan jalan
akan meningkat.
a. Arah horisontal
Kebebasan kiri : dengan bahu : 1,5 - 3,50 m. Dengan trotoir : trotoir minimal 1
meter ditambah 0,25 - 3,5 m. Dengan lajur pembantu : 1 - 2 meter ditambah lebar
lajur pembantu.
Kebebasan kanan (untuk satu arah) : Dengan pilar atau tembok jembatan : minimal 1
meter. Kerb penghalang : 0,5 - 1,0 meter ditambah lebar kerb 0,5 meter. Dengan
lajur pembantu ditambah 1 - 1,5 m.
b. Arah vertikal
Kebebasan kiri : Dengan bahu : minimal 4 meter di atas bahu dan minimal 4,5 meter
di atas perkerasan. Dengan trotoir : minimal 4,5 meter. Dengan lajur pembantu :
minimal 4,5 meter.
Kebebasan kanan (untuk satu arah) dengan pilar atau tembok jembatan : minimal 4,5
meter. Dengan kerb penghalang : 4,5 meter. Dengan lajur pembantu : minimal 4,5
meter.
8. Trotoar
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang
digunakan khusus untuk pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki maka
trotoar harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kerb.
Trotoar tidak dibutuhkan pada jalan raya di daerah luar kota bila lalu lintas dan
tingkat kepadatan penduduk rendah. Dalam situasi demikian sebagian lebar bahu jalan
dapat menggantikan trotoar. Jika volume lalu lintas atau jumlah pejalan kaki lebih
tinggi, maka harus dipakai bahu jalan yang lebih lebar.