BAB II
LINGKUNGAN HIDUP
Kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis
merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih, baru
kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum
pidana. Dasar kesalahan yang harus dicari dalam psikis orang yang melakukan
perbuatan itu sendiri dengan menyelidiki bagaimana hubungan batinnya itu
dengan apa yang telah diperbuat.1
adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau batin tertentu, dan harus ada
hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan perbuatan yang
dilakukan sehingga menimbulkan suatu celaan, yang pada nantinya akan menentukan
1
Bambang Poernomo, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, h.145.
23
yaitu kesalahan dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) dan kesalahan dalam
Tentang apa arti dari kesengajaan, tidak ada keterangan sama sekali dalam
KUHP Indonesia, lain halnya dengan Swiss di mana dalam Pasal 18 KUHP Swiss
2
Moeljatno, op.cit, h.164.
3
Moeljatno, op.cit, h.171.
24
pidana pasif) dan tahu juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan
Kesadaran seseorang terhadap suatu akibat yang menurut akal orang pada
yang tidak dituju itu dilakukan juga maka disini terdapat kesengajaan
sebagai kepastian.5
perbuatan yang diketahuinya bahwa ada akibat lain yang mungkin dapat
Salah satu bentuk dari kesalahan adalah culpa, menurut Wirjono Prodjodikoro
4
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
(selanjutnya disingkat Adami Chazawi I), h.96.
5
Ibid, h.97.
6
Ibid, h.96.
25
mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana
bahwa kesengajaan berlainan jenis dari kealpaan. Akan tetapi, dasarnya sama, yaitu
adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, adanya kemampuan
bertanggungjawab, dan tidak adanya alasan pemaaf, akan tetapi bentuk dari
7
Wirjono Prodjodikoro, 1981, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, PT. Eresco Jakarta,
Bandung (selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro I), h.61.
8
Moeljatno, op.cit, h.198.
26
larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu yang objektif sehingga
yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun
hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk itu pemidanaan
masih perlu adanya syarat, yaitu bahwa orang yang melakukan perbuatan itu
Disini berlaku apa yang disebut asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen
9
Moeljatno, op.cit, h.199.
10
Moeljatno, op.cit, h.201.
27
zurechtnungsfahigkeit)
yang harus terpenuhi untuk memastikan bahwa pelaku tindak pidana dapat
yaitu bahwa pelaku dalam keadaan sehat jiwanya atau tidak pada saat melakukan
mempunyai pengertian bahwa faktor akal (intellectual factor) yaitu dapat membeda-
bedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Yang kedua adalah
faktor perasaan atau kehendak (volitional factor), yaitu dapat menyesuaikan tingkah
lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.12
Pasal 44 ayat 1 KUHP. Selain itu berdasarkan Undang-Undang ada beberapa hal yang
11
Moeljatno, op.cit, h.165.
12
Moeljatno, op.cit, h.74.
28
kedua dari kesalahan dimana keduanya merupakan hubungan batin antara pelaku
dapat di ketahui dari MvT (Memorie van Toelichting), yang memberikan arti
(dolus/opzet) yaitu :
membayangkannya.13
3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf
dan pembenar.
yakni :
Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap
merupakan perbuatan pidana, tetapi ia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.15
atau criminal responsibility. Alasan pemaaf ini menghapuskan kesalahan orang yang
13
Tri Andrisman, 2009, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Universitas
Lampung, h.102-103.
14
Teguh Prastyo, 2011, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, h.106-107.
15
Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana II, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
(selanjutnya disingkat Adami Chazawi II), h.18.
30
pidana itu sendiri. Istilah pidana tidak terlepas dari masalah pemidanaan. Secara
adanya asas legalitas. Asas ini tercantum dalam Pasal 1 KUHP yang berbunyi
nullum delictum nulla poena sine praevia poenali yang artinya tiada ada suatu
perbuatan tindak pidana, tiada pula dipidana, tanpa adanya Undang-Undang hukum
pidana terlebih dahulu. Ketentuan Pasal 1 KUHP menunjukkan hubungan yang erat
antara suatu tindak pidana, pidana dan Undang-Undang (hukum pidana) terlebih
dahulu.
Pengertian hukuman lebih luas dari pengertian pidana, jadi pidana termasuk
salah satu jenis hukuman. Demikian dapat dikatakan pula bahwa pidana adalah
perasaan tidak enak yakni penderitaan dan perasaan sengsara yang dijatuhkan oleh
hakim dengan vonis kepada orang yang melanggar Undang-Undang hukum pidana.
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana
Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda,
namun berdasarkan asas konkordasi istilah tersebut juga berlaku pada WvS Hindia
Belanda (KUHP). Tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud
dengan strafbaar feit itu. Oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk
31
memberikan arti dan istilah itu, namun hingga saat ini belum ada keseragaman
ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar
Arti tindak pidana tersebut pada dasarnya adalah sama sedangkan perbedaan
16
Ibid, h.67.
17
Ibid, h.67-68.
32
Terhadap unsur-unsur tindak pidana, ada ahli yang berpendapat bahwa antara
unsur subjektif (pelaku / pembuat pidana) dengan unsur objektif (perbuatan) tidak
perlu dilakukan pemisahan dan ada pula yang merasa perlu untuk dipisahkan.
sedangkan yang merasa perlu untuk dipisahkan disebut aliran dualisme. Berikut
1. Aliran Monisme
Paham monisme ini tidak membedakan antara unsur tindak pidana dengan
syarat untuk dapatnya dipidana. Syarat dipidananya itu juga masuk dalam dan
pandangan monisme ini, dalam pendekatan terhadap tindak pidana, antara lain :
18
Ibid, h.76.
19
Ibid, h. 75.
33
melakukan perbuatan tersebut. Para ahli hukum yang paham dengan aliran dualisme
ini misalnya Pompe, Vos, Tresna Roeslan Saleh, A. Zainal Abidin, Fetcher
dan tidak pada perbuatannya, yang sebenarnya dari sudut pengertian abstrak yang
dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat untuk dapat dipidananya terhadap pelaku
yang terbukti telah melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat dalam
hukum pidana, dan sekali-kali bukan syarat ataupun unsur dari pengertian tindak
Unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari
Unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana adalah dengan melihat bagaimana
bunyi rumusan yang dibuat. Beberapa contoh dari batasan tindak pidana menurut
beberapa pendapat ahli menguntip dari Adam Chazawi adalah sebagai berikut :
a. Perbuatan;
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);
c. Ancaman Pidana (bagi yang melanggar larangan).
masuk dalam kelompok kejahatan, dan Buku III memuat tentang pelanggaran.
Rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, dapat diketahui adanya
Dua dari sebelas unsur diatas diantaranya unsur kesalahan dan melawan
hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif.
22
Adami Chazawi II, op.cit, h.79-80.
35
keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan
mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan
menurut pengertian ini sangat luas, namun untuk praktisnya dibatasi ruang
lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia sebagai faktor
untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3)
UUDNRI tahun 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, air dan kekayaan alam
Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam
ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis
ruang tersebut tidak terbatas jumlahnya, namun secara praktis ruang itu selalu
diberi batas menurut kebutuhan yang dapat ditentukan, misalnya jurang,
sungai, atau laut, faktor politik atau faktor lainnya. Jadi lingkungan hidup
harus diartikan luas, yaitu tidak hanya lingkungan fisik dan biologi, tetapi juga
lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya.23
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
23
Leden Merpaung, 1997, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Masalah Prevensinya,
Sinar Grafika, Jakarta, h.5.
36
perbedaan yang mendasar, karena dalam Pasal 1 butir 1 UUPPLH disebutkan bahwa :
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Lingkungan sosial yang serasi itu bukan hanya di butuhkan oleh orang seorang,
a. Pengelompokan sosial
suku bangsa dan lain-lain. Akan tetapi karena mobilitas manusia yang
tinggi, banyak orang yang berasal dari satu kelompok keturunan tersebar
24
Supriadi, 2010, Hukum Lingkungan Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, h.4.
37
b. Penataan sosial
mengetahui apa yang harus diberikan dan apa yang dapat diharapkan dari
sikap dan tindakan anggota lain serta cara menanggapinya secara efektif,
seimbang.
c. Media sosial
d. Pranata sosial
secara berbeda oleh masyarakat karena mengacu pada adat dan tradisi
masing-masing kelompok.
f. Kebutuhan sosial
dengan sengaja maupun tidak disengaja yang dapat menimbulkan kerusakan maupun
hidup yang dimaksud adalah pencemaran dan perusakan lingkungan yang diatur
Hidup (UUPPLH).
Ruang lingkup tindak pidana yang diatur dalam UUPPLH diatur dalam Bab
XV meliputi :
udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku mutu
manusia (ayat 3). Delik culpanya diatur dalam Pasal 99 ayat (1) UUPPLH
25
Ibid, h.17-20.
40
apabila mengakibatkan orang luka dan / atau bahaya kesehatan manusia (ayat
3).
2) Melanggar baku mutu air, limbah, baku mutu emis, atau baku mutu gangguan.
miliar (PAsal 100 ayat 1 UUPPLH). Menurut ayat (2) pidana dalam ayat (1)
atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g
103 UUPPLH).
41
UUPPLH).
10) Melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
dengan pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar (Pasal 110
UUPPLH).
13) Pejabat memberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
37 ayat (1) UUPPLH. Dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan denda Rp
manusia. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda
negeri sipil. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda
merupakan kejahatan. Ada dua macam delik yang diperkenalkan dalam Undang-
(generic crimes) dan delik formil (specific crimes). Delik materiil (generic crimes)
berbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum administrasi. Oleh karena itu, delik