Anda di halaman 1dari 4

BAB 6

ETIKA AKUNTAN MANAJEMEN

7. Peran Akuntan Manajemen Sebagai Whisle Blower


Whisle blower adalah seseorang atau beberapa orang (yang masih bekerja atau sudah
berhenti di suatu organisasi) yang mengungkapkan praktik-praktik ilegal, tidak bermoral
atau tidak sah yang terjadi di organisasi tersebut kepada para pihak di dalam maupun di
luar organisasi, dengan harapan dapat memberikan pengaruh atas praktik-praktik tersebut
(Near & Miceli, 1985). Istilah whisle blower dapat di bahasa indonesiakan sebagai
Pengungkapan Fakta Kejahatan Organisasi.
Duska & Duska, 2006 menjelaskan bahwa seorang dapat menjadi pengungkap fakta
kejahatan organisasi bila perusahaan atau organisasi tempatnya bekerja :
a. menimbulkan kerugian aau bahaya yang sebenarnya tidak perlu terjadi;
b. melanggar hak asasi manusia ;
c. tidak sah;
d. bertentangan dengan tujuan yang telah ditentukan oleh lembaa atau profesi;

Untuk menjadi seorang pegnungkap fakta kejahatan organisasi diperlukan prasyarat


sebagai berikut :
a. Motivasi yang tepat. Seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi harus
melaksanakannya dengan motif moral yang tepat, dan bukan dari keinginan atau
nafsu untuk maju atau naik pangkat dan nafsu yang sejenis.
b. Bukti yang tepat. Seorang pengungkap fakta harus yakin bahwa tindakan kejahatan
yang diperintahkan atau yang terjadi, didasarkan pada bukti yang membujuk atau
memaksa seseorang untuk melakukan tindak kejahatan
c. Analisis yang tepat. Seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi bertindak hanya
setelah mendasar pada analisis yang hati-hati atas kejahatan atau kerugian yang
dilakukan atau dapat dilakukan.
d. Saluran yang tepat. Seorang pengungkap fakta harus kejahatan harus memanfaatkan
semua saluran internal sebelum menginformasikan kepada masyarakat.Tindakan
pengungkap fakta kejahatan harus sepadan dengan tanggung jawab seseorang untuk
menghindari kejahatan moral.

Swanton, M., 2012 memberikan saran tentang langkah-langkah untuk melindungi


organisasi atau perusahaan dari pengungkap fakta kejahatan organisasi. Langkah-langkah
tersebut adalah :

a. Berkomunikasi. Hasil-hasil penelitian saat ini menyatakan bahwa para karyawan


mempunyai pandangan atau pendapat yang cukup buruk terhadap organisasi atau
perusahaan bila mereka mendapat informasi perihal complain atau tuntutan dari
pengungkap fakta kejahatan organisasi. Oleh karena itu melakukan komunikasi
dengan para karyawan adalah penting, sehingga para karyawan tidak menduga-duga
adanya tindak kejahatan yang dilakukan perusahaan.
b. Menunjuk seorang atau lembaga Ombudsaman. Orang atau lembaga ombudsman
adalah orang atau lembaga dalam organisasi atau perusahaan yang tugasnya
menerima laporan dari karyawan tentang adanya fakta kejahatan yang dilakukan
dalam organisasi atau perusahaan. Sebaiknya lembaga ini berdiri sendiri dan terpisah
dari sumberdaya manusia.
c. Memberikan laporan kepada atasan/supervisor. Rencana yang baik untuk
menerima complain atau tuntutan dan berhubungan dengan pengungkap fakta
kejahatan di organisasi tidak akan terjadi, terkecuali bila para atasan dan manajer
telah dilatih untuk melakukan proteksi serta menanggapi complain atau tuntutan
tersebut
d. Memberikan hadiah. Suatu organisasi atau perusahaan perlu menggunakan sarana
hadiah baik berbentuk uang atau lainnya untuk memikat seseorang menjadi
pengungkap fakta kejahatan di organisasi. Pengungkapan fakta kejahatan tersebut
selanjutnya diinvestigasi oleh organisasi atau perusahaan. Apabila memang terjadi
kejahatan yang mengarah ke kerugian perusahaan, maka perlu diserahkan ke penegak
hukum.
e. Menindak lanjuti secara hati-hati. Bila seorang pengungkap fakta mengungkapkan
apa yang diangap jahat dalam perusahaan, kepada pejabat yang berwenang atau
penegak hukum, maka perusahaan tersebut perlu menindak lanjuti secara hati-hati.
Khususnya bila pengungkap fakta tersebut adalah personil yang tidak menyebutkan
nama ( anonim). Bila hal tersebut terjadi, maka organisasi atau perusahaan akan
berhadapan dengan 2 pihak yaitu lembaga yang berwenang atau penegak hukum
serta pengungkap fakta itu sendiri.

Jadi meskipun pengungkap fakta kejahatan dalam perusahaan itu merupakan tindakan
yang lebih diakibatkan karena ketidakpuasan, dibandingkan sebagai tindakan mulia,
namun pilihan untuk mengungkap fakta di dalam perusahaan itu merupakan tindakan
yang penting karena mengutamakan kepentingan masyarakat.

8. Penerapan Etika Akuntan Manajemen


McCoy, 2012menyatakan bahwa niat dari para akuntan manajemen di USA untuk
mengikuti kode etik akuntan manajemen dipengaruhi baik oleh aspek kewajiban, serta
dari dukungan pasar tenaga kerja. Bila aspek kewajiban, serta dukungan pasar tenaga
kerja. Bila aspek kewajiban doperkenalkan, maka kode etik lebih disukai untuk diikuti.
Namun bila pasar tenaga kerja tidak baik kondisinya atau tidak menguntungkan bagi
akuntan manajmen, maka akuntan manajmen akan lebih mengikuti kode etiknya
dibandingkan pada saat pasar tenaga kerja dengan kondisi baik.
. Ninplay, S., and Ussahawanitchakit,P., 2011 melakukan penelitian di Thailand
dengan respondet para akuntan manajemen dari perusahaan ekspor. Penelitian ini ingin
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh kepada terhadap kualitas pembuatan laporan
keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Thailand kualitas pembuatan laporan
keuangan oleh akuntan manajemen dipengaruhi oleh : 1. Fokus pada praktik akuntansi 2.
Kesadaran untuk menerapkan peraturan, 3. Orientasi etika professional, sedangkan
peningkatan keahlian dari akuntan manajemen tidak berpengaruh kepada terhadap
pembuatan laporan keuangan
Venezia, G., et al,2010 melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antara akuntan di sector public dan akuntan di sector swasta.
Dalam pemahaman etika. Penelitian ini dilakukan di Negara Taiwan dan Philipina . hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa di Taiwan dan Philipina terdapat perbedaan
pemahaman etika antara akuntan pemerintah dan akuntan manajemen. Akuntan
pemerintah berpendapat bahwa mereka memandang dirinya beretika bila menunjukkan
pemahaman terhadap kode etiknya, bersikap peduli, memiliki kepentingan diri dan
tanggung jawab sosial, serta berskap instrumentalisme. Sebaliknya akuntan manajmen
berpendapat bahwa mereka memandang dirinya beretika bila bertindak efisien, serta
memiliki moralitas kepribadian.
Dari urauan diatas tergambar bahwa di berbagai Negara ketaatan pada prinsip dasar
seorang akuntan manajemen dipengaruhi berbagai faktor. Tetapi yang terpenting adalah,
bahwa seorang akuntan manajmen perlu taat untuk melaksanakan kode etik akuntan
manajmen. Disamping itu, organisasi perlu profesinya perlu mengawasi pelaksanaan
kode etik

9. Simpulan

Seorang akuntan manajemen dalam melaksanakan tugasnya sering kali menghadapi


dilemma etika, khususnya bila dia mengetahui berbagai kejahatan yang dilakukan dalam
organisasi tempatnya bekerja. oleh karena itu akan dijelakan lebih dalam pada bab ini
bagaimana seorang akuntan manajmen bila menjadi seorang pengungkap kejahatan
organisasi ( whistle blower).
KASUS :

The Effectiveness of Whistle Blower in Improving Corporate Governance

Latar Belakang : Tata Kelola merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan
efisiensi dan pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kepercayaan investor
dan melibatkan serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi,
pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam melaksanakan tata kelola
perusahaan, ada prinsip-prinsip good corporate governance antara lain adalah keterbukaan
dan transparansi, tetapi ada banyak fakta bahwa beberapa manajemen tidak menerapkan
keterbukaan dan transparansi dalam manajemen bisnis, terutama jika mereka melakukan
kejahatan, penipuan dan penyimpangan tindakan merugikan dan disadvantaging pemangku
kepentingan perusahaan. Tindakan kejahatan, penipuan, dan penyimpangan dalam
perusahaan dapat dicegah dan terdeteksi oleh sistem pengendalian intern yang baik. dalam
banyak kasus tindakan juga dapat dideteksi oleh informasi dari orang lain. Laporan ACFE,
2012 penipuan mungkin untuk dapat dideteksi. Empat puluh persen dari penipuan terdeteksi
oleh tim atau informasi dari orang lain. ACFE, 2011 menjelaskan bahwa temuan yang
konsisten sejak tahun 2002. Hal ini berarti bahwa peran wistle blower dalam meningkatkan
corporate governance penting dan signifikan.

Tujuan : Untuk mengetahui apakah faktor-faktor internal seperti perilaku


beretika dan kompetensi karyawan dan faktor-faktor eksternal seperti keberadaan dan peran
organisasi profesi dan efektivitas LPSK akan mempengaruhi efektifitas whistle blower dalam
meningkatkan tata kelola perusahaan.

Populasi dan Sampel : Populasi pada penelitian ini adalah akuntan yang menjadi auditor
internal di Provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan jumlah 315 audit internal. Sampel pada
penelitian ini berjumlah 54 auditor internal.

Hasil : Efektivitas lembaga perlindungan kesusilaan yang mempengaruhi


efektivitas penelitian dalam meningkatkan tata kelola perusahaan, sedangkan variabel lainnya
tidak berpengaruh.

Kesimpulan : Tata Kelola Perusahaan adalah struktur, proses, budaya dan sistem
untuk menciptakan kesuksesan operasional bagi suatu organisasi. Karena itu, peran whistle
blower penting untuk mencegah dan mendeteksi kejahatan kerah putih di perusahaan.

Saran : Saran dalam penelitian ini adalah untuk melakukan pelucutan senjata,
karena whistle blower terbatas, maka diperlukan pengembangan model penelitian dengan luas
dan sample yang besar.

Anda mungkin juga menyukai