Anda di halaman 1dari 64

1

Penerapan Program Panic Button on Hand sebagai Upaya


Meningkatkan Pelayanan dalam Bidang Keamanan dan
Ketertiban (Studi pada Polisi Resort (Polres) Malang Kota)
Disusun dalam rangka mengikuti kegiatan Kelompok Peneliti Kecil (KPK)
Research Study Club

Oleh :
1. Wildhan Putra Mahirya (155030101111040)
2. Aprili Kristiani Simbolon (155030100111020)
3. Mila Anggraini Puspitasari (155030207111049)
4. Ahmad Nashirul Fuad (145030100111096)
5. Nur Fitriasari (145030100111017)
6. Wulan Ningsih (145030100111027)
7. Moch. Zainal Mustofa (135030100111006)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN KELOMPOK PENELITI KECIL (KPK)

1. Judul Penelitian : Penerapan Program Panic Button on Hand


sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan dalam
Bidang Keamanan dan Ketertiban (Studi pada
Polisi Resort (Polres) Malang Kota)
2. Tim peneliti :
1. Wildhan Putra Mahirya (155030101111040)
2. Aprili Kristiani Simbolon (155030100111020)
3. Mila Anggraini Puspitasari (155030207111049)
4. Ahmad Nashirul Fuad (145030100111096)
5. Nur Fitriasari (145030100111017)
6. Wulan Ningsih (145030100111027)
7. Moch. Zainal Mustofa (135030100111006)
3. Dosen Pendamping :
1) Nama lengkap dan gelar : Mochammad Chazienul Ulum S.Sos, M.PA
2) NIP : 19740614 200501 1 001
3) Alamat Rumah : Jalan Joyosuko Metro II/49, Malang
4) No.telp/HP : 085334916305

Malang, 17 September 2016


Ketua Umum RSC Ketua Tim Peneliti

Ria Esana Wildhan Putra M


NIM. 135030200111006 NIM. 155030101111040
Dosen Pembimbing

Mochammad Chazienul Ulum S.Sos., M.PA


NIP. 19740614 200501 1 001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik.................................................................................. 6
B. Electronic Government
1. Pengertian Electronic Government ...................................................... 8
2. Komponen Dasar Pendukung E-Government ...................................... 9
3. Tipologi Pelayanan E-Government ...................................................... 9
4. Manfaat penerapan konsep E-Government ......................................... 10
5. Digital Devide ..................................................................................... 10
6. Aspek Digital Devide .......................................................................... 11
C. Kebijakan Publik ..................................................................................... 12
1. Implementasi Kebijakan ...................................................................... 14
2. Implementasi Program ........................................................................ 18
D. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik ............................................................... 20
2. Kualitas Pelayanan Publik................................................................... 21
3. Indikator Kualitas Pelayanan Publik yang Ideal ................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 24
B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 24
C. Lokasi dan Situs Penelitian ..................................................................... 25
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 25
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 26
F. Instrumen Penelitian ................................................................................ 27
G. Metode Analisis....................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum ...................................................................................... 30
B. Penyajian Dara .......................................................................................... 33
C. Analisis...................................................................................................... 48
BAB V PENUTUP

iii
A. Kesimpulan ............................................................................................... 54
B. Saran .......................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56
LAMPIRAN ........................................................................................................ 58

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Angka Kriminalitas di Kota Malang Tahun 2014-2015 ....................... 2


Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Malang ............................................................ 30

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Kesesuaian Implementasi Program ...................................... 19


Gambar 2.2 Segitiga Pelayanan Publik ............................................................... 22
Gambar 3.1 Tahapan atau Alur Analisis Data .................................................... 29
Gambar 4.1 Cara menginstal Panic Button di Google Playstore ........................ 32
Gambar 4.2 Peralatan Komputer dan Printer ...................................................... 42
Gambar 4.3 Mobil Yang Disediakan Buat Penunjang ........................................ 42

vi
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Struktur Pengorganisasian Program Panic Button ............................. 44

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Mac Rae dan Wilde mengartikan kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang dipilih oleh pemerintah yang mempunyai
pengaruh terhadap sejumlah besar orang. Pengertian ini mengandung maksud
bahwa kebijakan itu terdiri dari berbagai kegiatan yang terangkai, yang
merupakan pilihan pemerintah dan kebijakan tersebut mempunyai pengaruh
dan dampak terhadap sejumlah besar orang, karena kebijakan merupakan
suatu rangkaian tindakan (Islamy,2009). Polres Malang Kota sebagai salah
satu instansi publik membuat kebijakan tentang penggunaaan aplikasi berbasis
teknologi yang dapat digunakan di handphone android sebagai bentuk
terobosan agar mempermudah pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat
kepada polisi. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak
signifikan dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan tindak
kriminalitas dan kemacetan yang terjadi di Kota Malang.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sebagai aparatur negara yang melindungi segenap
bangsa Indonesia, maka Polri memiliki tugas pokok yang disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13, yaitu memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pelaksanaan fungsi kepolisian untuk memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat agar berjalan efektif, efisien, dan tepat sasaran maka
diperlukan perencanaan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu
melalui Grand Strategy Polri tahun 20052025. Grand Strategy Polri tersebut
terdiri dari tiga tahap dengan periode waktu yang berbeda, yaitu: (1) periode
20052010 tahap Trust Building; (2) periode 20102015 tahap Partnership;
dan (3) periode 20162025 tahap Strive for Excellence. Tahapan dalam Grand
Strategy Polri ini dimaksudkan agar tujuan atau target dari pembangunan yang

1
2

dilakukan Polri lebih terarah. Pada tahun 2016 ini, Grand Strategy yang
dilaksanakan Polri masuk pada tahap strive for excellence. Pada tahap ini
sasaran pembangunan lebih fokus dalam membangun kemampuan pelayanan
publik yang unggul, mewujudkan good governance, best practice Polri dan
profesionalisme SDM. Implementasi teknologi, infrastruktur material,
fasilitas, dan jasa (matfasjas) guna membangun kapasitas polri (capacity
building) yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan
international.
Penelitian ini dilakukan di Kota Malang karena Polres Malang Kota
merupakan pelopor penggunaan aplikasi Panic Button. Aplikasi tersebut
merupakan salah satu bentuk pelayanan Polres Malang Kota dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Program Panic Button ini
merupakan terobosan dari program sebelumnya dari Polres Malang Kota yaitu
nomor pengaduan. Tujuan dari penggunaan aplikasi Panic Button salah
satunya untuk menekan angka kriminalitas. Angka kriminalitas di Kota
Malang sendiri mengalami penurunan. Menurut Kapolres Malang Kota (dalam
malangkota.go.id) tingkat kriminalitas pada penghujung tahun 2015
mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2014. Adapun datanya
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Angka Kriminalitas di Kota Malang Tahun 2014-2015
Jumlah Kasus Pertahun
No Jenis Kriminalitas
2014 2015
1. Pencurian Kendaraan Bermotor 1.712 866
2. Pencurian dengan Kekerasan 39 19
3. Pencurian dengan Pemberatan 498 323
4. Penyalahgunaan Narkoba 84 173
Sumber: malangkota.go.id
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa angka kriminalitas
mengalami penurunan, namun ternyata dalam penyelesaiannya belum
dilakukan secara maksimal. Salah satunya pada tindak pidana kriminalitas
pencurian kendaraan bermotor pada tahun 2014 terdapat sebanyak 1.712
laporan curanmor, namun hanya terdapat penyelesaian sebanyak 133 kasus.
Pada tahun 2015 dengan kasus yang sama menurun menjadi 866 laporan
dengan 173 penyelesaian kasus. Hal ini tentu membutuhkan bantuan yang
3

cepat tanggap karena permasalahan yang menyangkut ketertiban dan


keamanan harus segera ditangani.
Kekuatan dan kemampuan aparat Kepolisian belum dapat mengcover
seluruh wilayah hukum yang menjadi tanggungjawab disaat bersamaan, disisi
lain masyarakat yang membutuhkan bantuan Kepolisian harus datang
langsung ke Kantor Polisi sehingga pelayanannya tidak proporsional, terutama
saat dihadapkan pada masalah yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Kepolisian sudah melakukan pemanfaatan telepon 110 sebagai salah satu
bentuk pelayanan terhadap masyarakat yang membutuhkan bantuan. Hal
tersebut masih terdapat kekurangan di tingkat kewilayahan bahwa fasilitas
tersebut belum dapat menyentuh semua lapisan masyarakat yang
membutuhkan.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada diatas Polres Malang Kota
sebagai salah satu pelaksana pelayanan publik dalam bidang keamanan dan
ketertiban membuat sebuah inovasi dengan pembuatan aplikasi Panic Button.
Aplikasi tersebut dapat diunduh di play store secara gratis. Panic Button
merupakan bagian dari perangkat Pusat K3I (Komunikasi, Koordinasi,
Komando dan Pengendalian serta Informasi) Makota Command Center
(MCC) Polres Malang Kota yaitu suatu inovasi peningkatan infrastruktur
Kepolisian sebagai sarana penerimaan panggilan masyarakat yang
membutuhkan bantuan Polisi Polres Malang Kota.
Panic Button merupakan salah satu aplikasi yang diimplementasikan
untuk meningkatkan responsibilitas terhadap laporan masyarakat terkait tindak
kriminalitas yang terjadi.Menurut Kamus Webster (dalam Rahayu, 2006)
menjelaskan implementasi yaitu sarana untuk melaksanakan sesuatu yang
menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Implementasi Panic
Button pada kenyataannya masih tergolong rendah. Hal ini terbukti dalam 90
hari setelah launching sebanyak 3.432 orang mengunduh aplikasi dari jumlah
penduduk Kota Malang sebanyak 836.373 jiwa. Berdasarkan data yang
tercatat di Polres Malang Kota dalam jangka waktu 90 hari pengguna tombol
help Panic Button sebanyak 269 kali, sedangkan untuk layanan laporan
sebanyak 115 kali dan layanan kritik saran sebanyak 149 kali, namun jika
4

dibandingkan dengan 883.810 jiwa penduduk di Kota Malang, hal tersebut


tergolong sangat sedikit. Padahal untuk men-download aplikasi Panic Button
sangatlah mudah dan gratis, hanya dengan mengetik Polres Kota Malang, lalu
diunduh. Hal tersebut menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat di Kota
Malang terhadap Panic Button on hand masih rendah. Berdasarkan uraian di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan
Program Panic Button On Hand Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan
Publik di Bidang Keamanan dan Ketertiban (Studi pada Polisi Resort
(Polres) Malang Kota).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu
1. Bagaimana Implementasi Panic Button On Hand Sebagai Upaya untuk
Meningkatkan Pelayanan Publik di Bidang Keamanan dan Ketertiban?
2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi Panic
Button On Hand ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan Implementasi Panic Button On Hand Sebagai Upaya
untuk Meningkatkan Pelayanan Publik di Bidang Keamanan dan
Ketertiban.
2. Mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi Panic
Button On Hand

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis maupun
praktis bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan
yaitu:
5

1. Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bagi
peneliti dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya
dalam hal penerapan maupun mengembangkan aplikasi serupa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dan
rekomendasi kepada Polres Malang Kota untuk meningkatkan
pelayanannya melalui aplikasi Panic Button on hand. Selain itu juga
sebagai rekomendasi bagi Polres daerah lain untuk menerapkan
aplikasi serupa sebagai upaya meningkatkan pelayanan publik kepada
masyarakat di bidang keamanan.

b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi
masyarakat untuk mendukung program dari Polres Malang Kota
dengan menerapkan aplikasi Panic Button on Hand. Penerapan
aplikasi ini juga merupakan bentuk kerjasama antara Polres Malang
Kota dengan masyarakat untuk saling menjaga keamanan dan
ketertiban.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Administrasi Publik
Menurut Habert A. Simon (dalam Pasolong, 2013) administrasi adalah
kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian lain dari administrasi
menurut S. P. Siagian (dalam Pasolong, 2013) adalah sebagai keseluruhan
kerja sama antar dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas
rasionalitas tertentu mencapai tujuan yang telah di tentukan sebelumnya.
Pendapat ketiga dikemukakan oleh The Liang Gie (dalam Syamsudin,
2010)administrasi adalah rangkaian kegiatan terhadap pekerjaan yang di
lakukan oleh sekelompok orang di dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu.
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan bersama yang telah di tetapkan sebelumnya.
Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir,
perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-
nilai norma yang mereka miliki menurut Syafiie (dalam Pasolong, 2013).
Menurut Frederickson (dalam Pasolong, 2013) Publik adalah konsep publik
memiliki lima perspektif, yaitu:
1. Publik sebagai kelompok kepentingan yaitu publik dilihat sebagai
manifestasi dari interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan
masyarakat.
2. Publik sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat terdiri atas
individu-individu yang berusaha memenuhi kebutuhan dan
kepentingan sendiri.
3. Publik sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu
kepentingan publik yang diwakili melalui suara.
4. Publik sebagai konsumen, yaitu konsumen sebenarnya tidak terdiri
dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama lain,
namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan
tuntutan birokrasi. Karena itu posisinya juga dianggap sebagai
publik.

6
7

5. publik sebagai warga negara, yaitu warga dianggap sebagai publik


karena partisipasi masyarakatsebagai keikutsertaan warga negara
dalam seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan di pandang
sebagai suatu yang paling penting.
Dapat disimpulkan bahwa publik merupakan sekelompok orang yang tidak
memiliki hubungan satu sama lain tetapi memiliki kepentingan yang sama.
Menurut Chandler and Plano (dalam Pasolong, 2013) administrasi
publik merupakan seni dan ilmu (art and science) yang di tujukan untuk
mengatur public affairsdan melaksanakan berbagai tugas yang di tentukan.
Administrasi publik sebagai disiplin ilmu bertujuan untuk memecahkan
masalah publik melalui perbaikan perbaikan terutama di bidang organisasi,
sumberdaya manusia dan keuangan. Administrasi publik menurut Robert V
Presthus (dalam Pasolong, 2013) meliputi(1) implementasi kebijakan
pemerintah yang telah di tetapkan oleh badan-badan perwakilan politik, (2)
koordinasi usaha-usaha perseorangan dan kelompok untuk melaksanakan
kebijakan pemerinyah. Hal ini meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah. (3)
suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan
pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga
jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.
Kesimpulan administrasi publik berdasarkan pendapat diatas yaitu
implementasi dari aparatur pemerintah publik dalam berkoordinir dan
berkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah di tetapkan dlam
rngka pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam hal pelayanan publik dan
berupaya memberikan kepuasan pelayanan semaksimal mungkin, guna untuk
meningkatkan pelayanan mutu baik secara langsung maupun tidak langsung
yang telah menjadi tugas dan tanggung jawab aparatur publik.
Indikator administrasi publik atau ruang lingkup administrasi publik
menuurut Inu Kencana Syafiie (dalam Pasolong, 2013) yaitu:
1. Dalam bidang hubungan, pristiwa dan gejala pemerintah, meliputi:
(a) Administrasi pemerintahan pusat, (b) Administrasi pemerintah
daerah, (c) Administrasi pemerintah kecamatan, (d) Administrasi
pemerintahan kelurahan, (e) Administrasi pemerintahan desa, (f)
8

Administrasi pemerintahan kota madya, (g) Administrasi


pemerintahan kota administratif, (h) administrasi departemen, (i)
administrasi non-departemen.
2. Dalam bidang kekuasaan meliputi: (a) administrasi politik luar
negeri, (b) administrasi politik dalam negeri, (c) administrasi partai
politik, (d) administrasi kebijakan pemerintah.
3. Dalam bidang peraturan perundang-undangan meliputi: (a) landasan
idiil, (b) landasan konstitusional, (c) landasan operasional.
4. Dalam bidang kenegaraan, meliputi: (a) tugas dan kewajiban negara,
(b) hak dan kewenangan negara, (c) tipe dan bentuk negara, (d)
fungsi dan prinsip negara, (e) unsur-unsur negara, (f) tujuan negara,
(g) tujuan nasional
5. Dalam pemikiran hakiki meliputi: (a) etika administrasi publik, (b)
estetika administrasi publik, (c) logika administrasi publik, (d)
hakekat administrasi publik.
6. Dalam bidang ketatalaksanaan, meliputi: (a) administrasi pelayanan,
(b) administrasi perkntoran, (c) administrasi kepegawaian, (e)
adminstrasi kepolisian, (f) administrasi perpajakan (g) aministrasi
pengadilan, (h) administrasi perusahaan meliputi: administrasi
penjualan, administrasi periklanan, administrasi pemasaran,
administrasi perhotelan, administrasi perbankan, administrasi
pengangkutan.

B. Electronic Government
1. Pengertian Electronic Government
Menurut Indrajit (dalam Pratiwi, 2013) mengungkapkan bahwa E-
Government merupakan suatu mekanisme interaksi baru (modern) antara
pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan
(stakeholder); dimana melibatkan penggunaan teknolologi informasi (terutama
internet); dengan tujuan memperbaiki mutu kualitas pelayanan yang selama
berjalan. Menurut pendapat tersebut bisa diartikan bahwa e-
governmentmerupakan penggunaan teknologi informasi yang digunakan untuk
9

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan


pemerintah melalui e-governmenttersebut merupakan usaha untuk
mengembangkan penyelenggaran kepemerintahan yang berbasis elektronik
dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien.
Tujuan lainnya yaitu pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang
transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga
pemerintah. kedua tujuan tersebut sesuai dengan tujuan pengembangan e-
government berdasarkan Instruksi PresidenNomor 3 Tahun 2003.

2. Komponen Dasar Pendukung E-Government


Menurut Koswara (dalam Pratiwi, 2013) keberhasilan pembangunan e-
government tidak terlepas dari 5 komponen dasar yaitu :
a. Perangkat keras yang meliputi perangkat komputer, sistem jaringan dan
sistem telekomunikasi.
b. Perangkat lunak meliputi sistem operasi, bahasa pemograman dan
aplikasi komputer yang digunakan.
c. Data meliputi data tekstual, suara, gambar, video dan data spatial.
Kebutuhan pengolahan, penyimpanan dan penyebarluasan data untuk e-
goverment sangat bervariasi hal ini ditentukan dengan jenis data dan
jumlah data yang diolah.
d. Prosedur meliputi cara menginstal perangkat lunak yang dibangun
artinya harus ada dokumen pendukung untuk membantu para pengguna
dalam melaksanakan pekerjaannya.
e. Sumber daya manusia meliputi system analyst yang mempunyai
keahlian dalam menganalisa sistem.

3. Tipologi Pelayanan e-Government


Menurut Pratiwi pelayanan e-Government dibagi kedalam tiga
tipologi. Pembagian ini dilihat berdasarkan komunikasi yang dilakukan.
Tipologi pelayanan e-Government terdiri dari :
10

a. Publish: komunikasi satu arah, dimana pemerintah mempublikasikan


berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat secara
langsung dan bebas diakses oleh masyarakat melalui internet.
b. Interact: jenis merupakan komunikasi dua arah antara pemerintah dengan
mereka yang berkepentingan terdapat fasilitas searching dan diskusi.
c. Transact: jenis ini merupakan interaksi dua arah hanya saja terjadi
sebuah transaksi yang berhubungan dengan perpindahan uang dari satu
pihak ke pihak lainnya

4. Manfaat penerapan konsep e-Government.


Manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya konsep e-
Government menurut Indrajit (dalam Pratiwi, 2013) yaitu:
a. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya
(masyarakat, kalangan bisnis dan industri) terutama dalam hal kinerja
efektivitas dan efesiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
b. Meningkatkan transparansi, kontrol dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate
Governance
c. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan
interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk
keperluan aktivitas sehari-hari.
d. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-
sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan.
e. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat
dan tepat menjawab berbagi permasalahan yang dihadapi sejalan dengan
berbagi perubahan global dan trend yang ada.
f. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra
pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara
merata dan demokratis.

5. Pengertian Digital Divide


11

Manuel Castells (dalam Hadiyat 2014) berpendapat bahwa


kesenjangan digital (digital divide)adalah sebagai ketidaksamaan akses
terhadap internet karena akses terhadap internet merupakan syarat untuk
menghilangkan ketidaksamaan di masyarakat (inequality in society).
Selain itu menurut Van Dijk(dalam Hadiyat 2014) digital divide adalah
kesenjangan antara yang memiliki dan tidak memiliki akses terhadap
komputer dan internet.
Sedangkan menurut HayslettKeck (dalam Dendi 2014) digital
divide yaitu keadaan dimana terjadi gap antara mereka yang dapat
mengakses internetmelalui infrastruktur teknologi informasi dengan
mereka yang sama sekali tidak terjangkau oleh teknologi tersebut. Dapat
disimpukan dari beberapa pengertian diatas digital divide adalah suatu
keadaan dimana adanya kesenjangan antara seseorang yang dapat
mengakses internet dan mereka yang tidak dapat mengakses internet
karena tidak terjangkau oleh teknologi.

6. Aspek Digital Divide


Menurut Molnar (dalam Hadiyat 2014) mengemukakan ada tiga
tipe kesenjangan digital yaitu:
a. Access divideatau kesenjangan digital tahap awal.
Tipe ini merujuk pada kesenjangan antara masyarakat yang memiliki akses
dan yang tidak memiliki akses terhadap TIK.
b. Usage divideatau kesenjangan digital primer.
Tipe kedua ini merujuk pada perbedaan penggunaan TIK antara
masyarakat yang memiliki akses terhadap TIK.
c. Quality of use divide atau kesenjangan digital lapis kedua.
Tipe ketiga ini fokus padaperbedaan kualitas penggunaan TIK pada
masyarakat yang menggunakan TIK dalam keseharian.
Sedangkan menurut Orbicom (dalam Abu Shanab 2014) ada tiga
sisi utama dalam kesenjangan digital (digital divide) yaitu: 1) the
accessibility divide, 2) the knowledge and skill divide, and 3) the
perceptions of citizens divide. Baker and Panagopoulos (dalam Abu
12

Shanab 2014) mengklasifikasikan kesenjangan digital menjadi 3 yaitu: 1)


viewed the issue from users perspective (melihat masalah dari perspektif
pengguna), 2) the availability of suitable content (ketersediaan konten
yang sesuai), and 3) the perceived utility of technology and its content
(utilitas yang dirasakan dari teknologi dan konten).

C. Kebijakan Publik
Menurut Wojowasito dkk, kata kebijakan berarti skill (keterampilan),
ability (kemampuan), capability (kecakapan), insight (kemampuan untuk
memahami sesuatu). Kebijakan berasal dari kata bijak. Menurut kamus Inggris
Indonesia/Indonesia Inggris karangan Prof. Drs. S. Woyowasito & W.J.S
Purwodarmoto, kata bijak berarti learned, prudent, experienced. Hal itu berarti
bahwa kebijakan itu menunjukkan adanya kemampuan atau kualitas yang dimilki
seseorang dalam keadaannya yang learned (terpelajar), prudent(baik) dan
experienced (berpengalaman).
Kebijakan, dilihat dari segi istilahnya menunjukkan pengertian yang
sifatnya untuk dilaksanakan. James E Anderson menyimpulkan sebuah konsep
kebijakan publik (Public Policy) bahwa Public Policy is a purpose course of
action, followed by an actor or a set of actors in dealing with a problem or matter
of concern. Kebijaksanaan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang
bertujuan, yang dilaksanakan oleh pelaku atau pelaku kebijaksanaan di dalam
mengatasi suatu masalah atau urusan-urusan kebijaksanaan di dalam mengatasi
suatu masalah atau urusan-urusan yang bersangkutan.
Menurut James E. Anderson dalam bukunya Public Policymaking, beberapa tipe
kebijaksanaan yang dikategorikan sebagai berikut:
1. Distribitive policy, yaitu kebijaksanaan yang berkaitan dengan
pemberian pelayanan dan kemudahan kepada penduduk, baik
perseorangan maupun kelompok masyarkat, badan-badan ataupun
golongan.
2. Regulatory policy, yaitu kebijaksanaan yang mengatur perilaku dan
kegiatan dalam masyarakat, baik perseorangan maupun golongan. Tipe
13

kibijaksanaan ini merupakan tipe kebijaksanaan yang masih berlaku di


Indonesia.
3. Self-regulatory policy, yaitu kebijaksanaan yang juga mengatur,
mangawasi dan membatasi perilaku dan kegiatan orang di dalam
masyarakat, yang didasarkan pada regulatory policy. Kegiatan-
kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang
yang bergerak dalam ketentuan-ketentuan atau norma-normayang telah
diatur dalam regulatory policy, itu sebagai sarana mencapai tujuan.
4. Redistributive policy, ialah kebijaksanaan yang merupakan pembagian
atau pemberian pelayanan ulang kepada penduduk. Contonya, adanya
kebijaksanaan devaluasi uang dan perubahan terif dan pajak.
Kebijakan-kabijakan pemerintah yang berlaku di Indonesia sesuai dengan azas
hidup bangsa Indonesia, adalah merupakan kebijaksanaan Pemerintah yang
berlandaskan Pancasila. Bentuk kebijakan ini, tidaklah hanya memperhatikan
keingingan dan kehendak dari rakyat, akan tetapi juga haruslah mengacu pada
kepentingan nasioanl seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Kebijaksanaan pemerintah adalah merupakan suatu keputusan yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk mneyelesaikan suatu masalah-masalah yang ada
di masyarakat. Setiap keputusan dibuat untuk mencapai target/tujuan tertentu.
Menurut Prof. Dr. A. Hoogerwerf tujuan dibuatnya kebijaksanaan yaitu:
1. Memelihari ketertiban umum (negara sebagai stabilitator)
2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal (negara
sebagai perangsang, stimulator)
3. Menyesuaikan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator)
4. Memperuntukan dan membagi berbagai materi (negara sebagai
pembagi, alokator).
Sedangkan di Indonesia tujuan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah yaitu:
1. Memajukan kesejahteraan,
2. Mencerdaskan kehidupan bangsa,
3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia,
Tujuan akhir dari bangsa Indonesia adalah menciptakan masyarakat yang adildan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
14

1. Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah proses penerapandari suatu keputusan.
Keputusan yang telah diambil oleh pemerintah yaitu berupa suatu kebijakan
untuk mencapai kepentingan rakyat. ....implementasi adalah soal
pengembangan sebuah program kontrol yang meminimalkan konflik dan
deviasi dari tujuan yang telah ditetapkan oleh hipotesis kebijakan (
Pressmen dan Wildavsky, 1973:xiii). Proses penerapan kebijakan
merupakan proses yang dapat panjang dan meluas guna tercapainya tujuan
kebijakan tersebut. Kebijakan pemerintah akan mempunyai arti jika sudah
diterapkan atau di implementasikan ke masyarakat. Fungsi implementasi
yaitu untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan
ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik duwujudkan sebagai hasil akhir
dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Implementasi suatu
kebijakan harus dilaksanakan dalam waktu yang tepat, serta dilaksanakan
sesuai dengan kebenaran yang ada. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
Michall C. Musheno sebut sebagai implemetastion lag yaitu waktu yang
berlangsung anatara policy adoption dan actual program
implementation.
Pelaksanaan dari suatu kebijakan haruslah berhasil. Selain itu, yang
harus berhasil dan tidak boleh tidak dalam penerapannya yaitu tujuan yang
ingin dicapai pemerintah yang menyangkut dengan kepentingan masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan atau
implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:
a. Persetujuan, dukungan dan kepercayaan rakyat.
Tiga hal ini, seperti telah dikemukakan di atas, yang dapat menimbulkan
partisipasi masyarakat, yang benar-benar diperlukan untuk pelaksanaan
kebijakan.
b. Isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu.
Berhubung dengan itu maka pelakasanaan harus mampu melakukan
interpretasi terhadap kebijakan yang tepat sehingga mempunyai persepsi
seperti yang dikehendaki oleh pembentuk kebijaksanaan.
15

c. Pelaksanaan haruslah mempunyai cukup informasi, terutama mengenai


kondisi dan kesadaran masyarakat yang dikenai kebijaksanaan tersebut.
d. Pembagian kerja yang efektif dalam pelaksanaan. Hal ini berarti perlu
pengorganisasian yang baik, dengan:
1) Differensiasi kegiatan secara horisontal beserta koordinasi dengan
baik.
2) Differensiasi kegiatan secara vertikal dengan pengawasannya yang
efektif.
e. Pembagian kekuasaan dan wewenang yang rasioanl dalam pembagian
pelaksanaan kebijakan.
f. Pemerian tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban yang menandai dalam
pelaksanaan kebijakan.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya kebijakan, atau
tidak menimbulkan hasil yaitu.
a. Teori yang menjadi dasar kebijaksanaan itu tidak tepat. Dalam hal
demikian, maka harus dilakukan reformulasi terhadap kebijakan
pemerintah tersebut.
b. Sarana yang dipilih untuk pelaksanaan tidak efektif.
c. Sarana yang mungkin tidak atau kurang dipergunakan sebagaimana
mestinya.
d. Isi dari kebijakan masih samar-samar.
e. Ketidakpastian faktor intern dan faktor ekstern.
f. Kebijakan yang ditetapkan mengandung banyak lubang.
g. Dalam pelaksanaan kurang memperhatikan masalah tehnis.
h. Kurang tersedianya sumber-sumber pembantu (waktu, uang dan sumber
daya manusia).
Implementasi adalah sebuah proses, dan setiap proses pasti terdapat
langkah-langkah yang harus diterapkan agar mencapai tujuan. Langkah-
langkah yang perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan dalam
pelaksanaan kebijakan , yaitu:
a. Interpretation.
16

Interpretasi dalam pelaksanaan kebijakan di sini adalah berusaha untuk


mengerti apa yang dimaksudkan oleh pembentuk kebijaksanaan dan
mengetahui betul apa dan bagaimana tujuan akhir itu harus diwujudkan,
harus direalisir.
b. Organization.
Organisasi dalam pelaksanaan kebijakan dimaksudkan sebagai
pembentukan badan-badan atau unit-unit beserta metode-metode yang
diperlukan untuk menyelenggarakan rangkaian kegiatan guna mencapai
tujuan yang terkandung di dalam kebijakan tersebut.
c. Application.
Application dalam pelaksanaan kebijakan adalah penerapan segala
keputusan dan peraturan-peraturan dengan melakukan kegiatan-kegiatan
untuk terrealisirnya tujuan kebijakan tersebut.
Menurut Edward III (dalam Kurniawan 2011) dalam implementasi
kebijakan ada empat variabel krusial yaitu:
a. Komunikasi
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi
diartikan sebagai proses penyampaian informator kepada komunikan.
Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo
(2010:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku
kebiajakan dapat menegetahui apa yang harus mereka persiapakan dan
lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan
sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:97), komunikasi
kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi transmisi
(trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). Berikut
penjelasan setiap dimensinya:
1) Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan
tidak hanya disampaikan kepada pelaksana (implementors) kebijakan
tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak
lain yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
17

2) Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang


ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang
berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa
yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan
publik tersebut sehingga masing-masing akan mengetahui apa yang
harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan
tersebut secara efektif dan efisien.
3) Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang
diambil tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana
kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan.
b. Sumber daya
Edward III dalam Widodo (2010:98) mengemukakan bahwa faktor
sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Menurut Edward III dalam Widodo (2010:98) bahwa sumber daya
tersebut meliputi sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber
daya peralatan, dan sumber daya kewenangan. Menurut Edward III
dalam Widodo (2010:98) bahwa sumberdaya tersebut meliputi
sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, dan sumberdaya peralatan
dan sumberdaya kewenangan. Berikut penjelasan keempat sumberdaya
tersebut:
1) Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Edward III dalam
Widodo (2010:98) menyatakan bahwa probably the most essential
resources in implementing policy is staff.
2) Sumberdaya Anggaran
Menurut Edward III, terbatasnya anggaran yang tersedia
menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada
masyarakat juga terbatas.
3) Sumberdaya Peralatan
Edward III dalam Widodo (2010:102) menyatakan bahwa sumberdaya
peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi
18

implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana


yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan
dalam implementasi kebijakan.
4) Sumberdaya Kewenangan
Oleh karena itu, Edward III dalam Widodo (2010:103), menyatakan
bahwa pelaku utama kebijakan harus diberi wewenang yang cukup
untuk membuat keputusan sendiri untuk melaksanakan.
c. Disposisi atau sikap para pelaksana
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2010:104)
dikatakan sebagai kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh
sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Edward
III dalam Widodo (2010:104-105) mengatakan bahwa:
jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan
efisien, para pelaksana (implementator) tidak hanya mengetahui
apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk
melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus
mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

d. Struktur birokrasi
Edward III dalam Widodo (2010:106) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena
ketidakefisiennya struktur birokrasi. Struktur birokrasi menurut Edward
III dalam Widodo (2010:106) mencangkup aspek-aspek seperti struktur
birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi
dan sebagainya. Menurut Edward III dalam Winarno (2005:150) terdapat
dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: Standard Operational
Procedure (SOP) dan fragmentasi.

2. Implementasi Program
Arif Rohman (2009: 101-102) dengan mengutip pernyataan dari
Charles O. Jones menyatakan bahwa program merupakan salah satu
komponen dalam suatu kebijakan, program merupakan upaya yang
berwenang untuk mencapai tujuan. Menurut Siti Erna Latifi Suryana (2009:
19

28) yang mengutip pernyataan dari Charles O. Jones menyatakan bahwa ada
tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program diantaranya:
a. Pengorganisasian
Struktur oganisasi yang jelas diperlukan dalam mengoperasikan program
sehingga tenaga pelaksana dapat terbentuk dari sumber daya manusia
yang kompeten dan berkualitas.
b. Interpretasi
Para pelaksana harus mampu menjalankan program sesuai dengan
petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.
c. Penerapan atau Aplikasi
Perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas agar program kerja
dapat berjalan sesuai dengan jadwal kegiatan sehingga tidak berbenturan
dengan program lainnya.
Salah satu model implementasi program yakni model yang
diungkapkan oleh David C. Korten. Model ini memakai pendekatan proses
pembelajaran dan lebih dikenal dengan model kesesuaian implementasi
program. Model kesesuaian Korten digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Kesesuaian Implementasi Program


Sumber: Haedar Akib dan Antonius Tarigan (2000: 12)
20

Korten menggambarkan model ini berintikan tiga elemen yang ada


dalam pelaksanaan program yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program,
dan kelompok sasaran program. Korten menyatakan bahwa suatu program
akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur
implementasi program.
a. Kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara
apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh
kelompok sasaran (pemanfaat).
b. Kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu
kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan
kemampuan organisasi pelaksana.
c. Kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana,
yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat
memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh
kelompok sasaran program. (Haedar Akib dan Antonius Tarigan 2000:
12).

D. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan menurut Monir (dalam Pasolong, 2013) adalah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Sedangkan menurut Pasolong (2013:128) pelayanan dapat didefinisikan
sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung
maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara tahun 1993 (dalam Pasolong 2013:128)
mengemukakan pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam
bentuk barang atau jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa,
pelayanan adalah segala aktivitas pelayanan dalam bentuk barang atau jasa
yang dilakukan seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik secara
langsung atau tidak langsung dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
21

Pelayanan publik menurut Sinambela (dalam Pasolong 2013:128)


adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan
dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun
hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Menurut Undang-
undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menjelaskan bahwa
pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggarapelayanan
publik. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa pelayanan
publik adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
pemenuhan kebutuhan warga negara baik dalam bentuk barang, jasa
dan/atau pelayanan administratif.

2. Kualitas Pelayanan Publik


Dalam pandangan Albrecht dan Zemke (dalam Dwiyatno, 2005),
kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek,
yaitu sistem pelayan, SDM pemberi layanan, strategi dan pelanggan
(costumers), seperti yang terlihat pada gambar 2.1. sistem pelayanan publik
yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula.
Suatu sistem yang baik memiliki dan menerapkan prosedur pelayanan
yang jelas dan pastiserta mekanisme kontrol didalam dirinya (built in
control) sehingga segala bentuk penyimpangan yang terjadi secara mudah
dapat diketahui.
Dalam kaitannya dengan sumberdaya manusia (SDM), dibutuhkan
petugas pelayanan yang mampu memahami dan mengoperasikan sistem
pelayanan yang baik. Sebagai contoh, sistem pelayanan pajak yang sudah
menggunakan komputer tentu memerlukan petugas yang memiliki
kompetensi menjalankan komputer. Disamping itu, petugas pelayanan juga
harus mampu memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Organisasi
harus mampu merespon kebutuhan dan keinginan pengguna dengan
22

menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat. Sifat dan jenis
pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda
dan hal ini harus diketahui oleh petugas pelayanan.

Strategi

Pelayanan

Customers

Sistem SDM

Gambar 2.2 Segitiga Pelayanan Publik


Sumber : Albrecht and Zemke (dalam Dwiyatno, 2005)
Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi dipengaruhi
oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Tingkat kompetensi aparat
b. Kualitas peralatan
c. Budaya birokrasi

3. Indikator Kualitas Pelayanan Publik yang Ideal


Kualitas pelayanan publik dapat diukur dengan sejumlah indikator.
Menurut Lenvine (dalam Dwiyatno, 2005), maka produk pelayanan publik
di dalam negara demokrasi setidaknya harus memenuhi tiga indikator, yaitu:
a. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan
terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna
layanan.
b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu
dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan
administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan.
23

c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan


seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan
kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam
masyarakat.
Menurut Zeithaml, Parasaruman & Berry (dalam Dwiyatno, 2005)
menggunakan ukuran dibawah ini untuk mengukur kualitas pelayanan
publik :
a. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas
komunikasi yang dimiliki oleh penyedia layanan.
b. Reliability atau realibilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan
pelyanan yang dijanjikan secara akurat.
c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong
pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.
d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan, kesopanan, dan
kemampuan para petugas penyedia layanan dalam memberikan
kepercayaan kepada pengguna layanan.
e. Empathy adalah kemampuan memberikan perhatian kepada pengguna
layanan secara individual.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan
jenis penelitian deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan implementasi
Panic Button on Hand secara sistematis, faktual, dan akurat. Karena menurut
Ulber (2009 : 27) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menyajikan
satu gambar yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting social, atau
hubungan. Sedangkan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena
obyek pada penelitian ini mempunyai kondisi yang alamiah. Menurut Sugiyono
(2014 : 9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan pada obyek yang alamiah, kondisi dimana obyek berkembang apa
adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak
mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.

B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan masalah dan
daerah yang akan diteliti. Karena menurut Sugiyono (2014 : 207) fokus adalah
batasan masalah dalam penelitian kualitatif, yang berisi pokok masalah yang
masih bersifat umum. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Implementasi Program Panic Button on Hand Polres Malang Kota
a. Komunikasi
1) Dimensi transmisi
2) Dimensi kejelasan
3) Dimensi konsistensi
b. Sumber daya Manusia
1) Sumber daya manusia
2) Sumber daya anggaran
3) Sumber daya peralatan
c. Disposisi atau Sikap aparat

24
25

d. Struktur Birokrasi
2. Faktor Penghambat dan Pendukung Program Panic Button on Hand Polres
Malang Kota
a. Internal
b. Eksternal

C. Lokasi dan Situs Penelitian


Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti menggambarkan yang
sebenarnya dari obyek yang diteliti. Adapun lokasi pada penelitin ini bertempat
di Kota Malang. Sedangkan situs penelitian adalah tempat dimana peneliti
menggambarkan pusat penelitian dari obyek yang diteliti. Adapun situs pada
penelitian ini bertempat di Polisi Resort Malang Kota. Alasan peneliti memilih
Kota Malang karena Kota Malang merupakan satu-satunya kota/kabupaten di
Jawa Timur dan salah satu dari kedua kota/kabupaten di Indonesia yang
menerapkan program Panic Button on Hand.

D. Jenis dan Sumber Data


Jenis data penelitian ini ada 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data
sekunder. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah dari informan
dan dokumentasi. Jenis data dalam sumber data yang digunakan dalam
penelitian iniadalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data ini diperoleh dari informasi yang didapat secara langsung dari
sumber data yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini adalah
a. Bapak Syafari selaku Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Malang
Kota
b. Bapak Arif selaku Staf Satuan Lalu Lintas Polres Malang Kota
c. Masyarakat (Pengguna)
1) Bapak Herman
2) Novela
3) Bisma
4) Noval
26

5) Bapak Dwi
6) Bapak Rojiin
7) Ibu Dwi
2. Data Sekunder
Data ini diperoleh secara tidak langsung dan merupakan data
pendukung bagi penelitian yang dilakukan. Data sekunder meliputi
dokumen, foto, arsip, buku, jurnal dan laporan resmi yang berkaitan
dengan penelitian ini. Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah
a. Jurnal yang relevan dengan penelitian ini
b. Dokumen keamanan dan ketertiban

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini ada 3 yaitu observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek
yang diteliti dan pengamatan ini dilakukan dengan waktu yang
berbeda-beda. Hal ini bertujuan agar peneliti mengetahui fakta atau
kenyataan dari implementasi Panic Button on Hand Polres Malang
Kota. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik observasi terus terang.
2. Wawancara
Teknik yang dilakukan dalam mengumpulkan data selanjutnya
dengan wawancara, peneliti melakukan tanya jawab secara langsung
terhadap informan yang sudah ditetapkan. Hal ini bertujuan dengan
melakukan wawancara, peneliti bisa mendapatkan data/informasi yang
valid/benar. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik wawancara terstruktur.
Adapun informan yang diminta keterangan oleh peneliti dengan
cara wawancara sebanyak 9 orang sebagaimana diuraikan oleh peneliti
dalam sumber data primer. Wawancara dalam penelitian ini
27

dilaksanakan selama beberapa hari, yaitu pada tanggal 13 Juni 2016


pukul 11.00 bertempat di Polres Malang Kota. Pada tanggal 21 Juni
2016 pukul 11.00 bertempat di Polres Malang Kota. Pada tanggal 15
September 2016 pukul 14.00 bertempat di pos satpam gerbang
Panjaitan Universitas Brawijaya, pukul 14.30 bertempat di Unit
Kegiatan Mahasiswa Universitas Brawijaya, pukul 14.50 bertempat di
Student Centre Universitas Brawijaya, 15.10 bertempat di rumah
Bapak Dwi selaku masyarakat Kelurahan Penanggungan, 15.30
bertempat di rumah Bapak Rojiin selaku masyarakat Kelurahan
Penanggungan.

3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ketiga yang peneliti gunakan adalah
dokumentasi, dengan cara mengutip atau menyalin dokumen yang
relevan untuk digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Hal ini
bertujuan untuk mendukung data-data observasi dan wawancara, guna
meyakinkan bahwa data yang diperoleh valid.

F. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam
mengumpulkan data-data penelitian. Karena teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi,
sehingga instrument penelitian yang digunakan sebagai berikut:
1. Peneliti sendiri, karena peneliti yang melakukan wawancara terhadap
informan,
2. Pedoman-pedoman wawancara (interview guide) digunakan untuk
membatasi dan mengarahkan peneliti dalam mencari data-data yang
diperlukan sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan, dan
3. Perekam suara dan kamera untuk dokumentasi sebagai alat penunjang
untuk pungumpulan data.
28

G. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Creswell.
MenurutCreswell (2012) langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis
Langkah ini melibatkan transkrip wawancara, men-scanning materi,
mengetik data lapangan, dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis
yang berbeda tergantung pada sumber informasi
2. Membaca keseluruhan data
Langkah ini membangun general sense atas informasi yangdiperoleh dan
merefleksikan maknanya secara keseluruhan.
3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data.
Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-
segmen tulisan sebelum memaknainya.
4. Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori-kategori, dan tema-tema yang akan di analisis
Pada langkah ini peneliti membuat kode-kode untuk mendeskripsikan
semua informasi, lalu menganalisisnya. Lalu menerapkan proses coding
untuk membuat sejumlah kecil tema atau kategori.
5. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan
kembali dalam laporan kualitatif
Pada langkah ini menerapkan pendekatan naratif. Pendekatan naratif bisa
meliputi pembahasan tentang kronologi peristiwa, tema-tema tertentu atau
tentang keterhubungan antartema.
6. Menginterpretasi atau memaknai data
Interpretasi bisa berupa makna yang berasal dari perbandingan antara hasil
penelitian dengan informasi yang berasal dari literature atau teori.
Berikut gambar tahapan atau alur analisis data menurut Creswell:
29

Menginterpretasi tema-
tema/dekripsi-deskripsi

Menghubungkan tema-
tema/deskripsi-deskripsi (seperti,
grounded theory, studi kasus)

Tema-tema Deskripsi

Menvalidasi Men-coding data


Keakuratan Informasi (tangan atau computer)

Membaca Keseluruhan Data

Mengolah dan mempersipkan data


untuk dianalisis

Data mentah (transkripsi, data


lapangan, gambar, dan sebagainya)

Gambar 3.1 Tahapan atau alur analisis data


Sumber: Creswell, 2012
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
Kota Malang merupakan kota besar kedua di Jawa Timur setelah kota
Surabaya. Kota Malang memiliki wilayah seluas 110,06 km2, terdiri dari 5
Kecamatan dan 57 Kelurahan.Kota. Malang terletak pada koordinat 7.06 - 8.02
Lintang Selatan dan 112.06 - 112.07 Bujur Timur dengan ketinggian antara 440
667 meter dari permukaan laut. Karena letaknya yang cukup tinggi, kondisi
iklim Kota Malang tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 23,2oC sampai
24,4oC. Sedangkan suhu maksimum mencapai 29,2oC dan suhu minimum
19,8oC. Rata-rata kelembaban udara berkisar 78% - 86%, dengan kelembaban
maksimum 99% dan minimum mencapai 45% serta curah hujan tertinggi 526
milimeter. Kondisi iklim demikian membuat Kota Malang relatif sejuk
dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Secara administratif wilayah Kota Malang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Malang, berikut batasan administratif Kota Malang yaitu :
1. Sebelah Utara: Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso;
2. Sebelah Timur: Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang;
3. Sebelah Selatan: Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji;
4. Sebelah Barat: Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau. (Laporan Kinerja
Tahunan, 2014)
Dilihat dari jumlah penduduknya, Kota Malang mempunyai jumlah
penduduk sebesar 836.373 jiwa yang terdiri dari 418.100 laki-laki dan 418.273
perempuan, yang terbagi kedalam 5 kecamatan yaitu Blimbing, Klojen, Kedung
Kandang, Sukun, dan Lowokwaru. Berikut rincian jumlah penduduk Kota Malang
setiap kecamatan:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Malang


No Kecamatan Jumlah Laki-laki perempuan
Penduduk
1. Blimbing 185.187 92.745 92.442
2. Klojen 107.212 52.605 54.607

30
31

3. Kedung Kandang 191.851 96.343 95.508


4. Sukun 191.229 95.988 95.241
5. Lowokwaru 160.894 80.419 80.475
Jumlah 836.373 418.100 418.273
Sumber: Malang.co.id
Polres Malang kota merupakan salah satu institusi pemerintah yang
bergerak di bawah naungan Polri (Polisi Republik Indonesia) yang bertugas
sebagai pelayan dan pengayom serta menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat
kota Malang. Polres malang adalah badan kewilayahan Jawa Timur yang ada di
Kota Malang. Polres Malang Kota saat ini membawahi lima Kepolisian Sektor
Kota (Polsekta) diantaranya yaitu Polsekta Sukun, Polsekta Kedungkandang,
Polsekta Lowokwaru, Polsekta Klojen, dan Polsekta Blimbing. Polres Malang
Kota memiliki visi yakni terwujudnya insan Polri yang profesional, bermoral,
bersih dan terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan penegakan hukum dalam
rangka mendukung upaya pemerintah Kota Malang untuk menjadi kota yang lebih
maju dan aman. polres Malang Kota berlokasi di depan Rumah Sakit Umum
Saiful Anwar Kota Malang, tepatnya di jalan Jaksa Agung Suprapto No. 19
Malang, saat ini dipimpin oleh AKBP Agus Yulianto.
Polres Malang Kota membuat suatu terobosan kreatif yaitu aplikasi Panic
Button on hand.Aplikasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan
masyarakat, baik masyarakat tingkat atas maupun tingkat bawah. Aplikasi ini
sangat mudah di akses,hanya dengan sebuah handphone android masyarakat dapat
mendapatkan pelayanan POLRI yang cepat dan berkualitas. Aplikasi Panic Button
on hand dapat dinduh melalui google playstore.Tahap mengunduh dan
menggunakan aplikasi ini sangat mudah. Berikut gambar cara mengunduh aplikasi
Panic Button on hand:
32

Gambar 4.1. Cara menginstal Panic Button di Google Playstore


Sumber: Hasil Dokumentasi Peneliti
Yang dilakukan pertama adalah dengan cara mengetik Polisi Kota
Malang pada menu pencarian di google playstore, pilih aplikasi bernama Polisi
Kota Malang lalu unduh aplikasinya dan tunggu beberapa menit. Setelah
terunduh, isi data pribadi seperti nama lengkap dan nomor kartu tanda penduduk.
Setelah itu di toolbar akan muncul ikon help. Jika kita memerlukan bantuan polisi
setiap saat, kita langsung bisa menekan ikon tombol help itu sebanyak tiga kali.
Saat itu juga, server yang ada di Polres Malang Kota akan mendeteksi dengan
ditandai berbunyinya sirine. Petugas kepolisian akan mendeteksi lokasi pengadu,
melakukan koordinasi melalui HT, dan dalam 10-15 menit akan tiba di lokasi si
penekan Panic Button untuk memberikan bantuan.
Aplikasi Panic Button on handmemiliki fitur-fitur yang dapat
memudahkan masyarakat dalam melakukan pengaduan kepada Polres Malang
Kota. Berikut fitur-fitur yang terdapat dalam aplikasi Panic Button on hand:
33

1. Fitur Laporan
Merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam aplikasi Panic Button on
hand yang bertujuan menerima laporan masyarakat sehingga masyarakat
dengan mudah melaporkan segala permasalahan cukup dengan mengirim
lewat aplikasi Panic Button tanpa harus datang ke Kantor Polisi terdekat.
2. Fitur Malang Kota News
Merupakan salah satu fitur aplikasi Panic Button on hand yang bertujuan
mempublikasikan kegiatan yang dilakukan oleh Polres Malang Kota.
Dengan adanya fitur ini maka masyarakat dapat dengan mudah
mengetahui segala kegiatan yang dilakukan oleh Polres Malang Kota.
3. Fitur Kritik dan Saran
Merupakan salah satu fitur aplikasi Panic Button on hand yang memiliki
tujuan agar masyarakat dapat memberikan kritik dan saran kepada
pelayanan polri khususnya di Polres Malang Kota.
4. Fitur Pelayanan Polri
Merupakan salah satu fitur aplikasi Panic Button on hand yang bertujuan
mempublikasikan kepada masyarakat segala bentuk pelayanan polri mulai
dari SKCK, izin senpi (senjata api), izin handak (bahan peledak), STNK,
BPKB, dan SIM sehingga masyarakat mengetahui biaya PNBP dan
prosedur kepengurusan SKCK, izin senpi, izin handak, STNK, BPKB, dan
SIM.
5. Tombol Help
Merupakan layanan unggulan aplikasi punic button on hand karena
masyarakat cukup menekan tombol help sebanyak 3 kali polisi akan hadir
mendatangi TKP hanya kurangg dari 10 menit sesuai lokasi tempat
masyarakat yang membutuhkan kehadiran polisi tersebut berada.

B. Penyajian Data
1. Implementasi Program Panic Button on Hand Polres Malang Kota
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan faktor yang sangat dibutuhkan untuk
menjalin hubungan yang baik serta mengetahui informasi yang ada.
34

Informasi tersebut baik berupa ide, gagasan, maupun isu-isu yang sedang
hangat. Informasi harus disampaikan dengan jelas agar tidak terjadi kesalah
pahaman. Kesalahpahaman merupakan salah satu faktor yang ditimbulkan
jika komunikasi tidak berjalan dengan baik. Kebijakan harus dilaksanakan
sebaik mungkin. Suatu kebijakan akan terlaksana dengan baik jika
komunikasi antara atasan dengan bawahan atau pelaksana kebijakan terjalin
dengan baik. Informasi yang disampaikan juga harus tepat dan jelas agar
tidak terjadi keslah pahaman antara pemberi informasi dengan yang diberi
informasi. Menurut Edward III komunikasi dibagi menjadi beberapa
dimensi sebagai berikut:
1) Dimensi Transmisi
Komunikasi sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi yang
tepat bagi pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Setiap kebijakan
pasti akan memerlukan komunikasi yang baik kepada masyarakat agar
masyarakat dapat memahami dan melaksanakan dengan baik dari
kebijakan tersebut. Komunikasi yang ada di dalam pelaksanaan kebijakan
Panic Button Polres Malang ini tidak hanya oleh atasan ke bawahan saja
tetapi kepada masyarakat serta pihak yang juga bersangkutan.
Pihak Polres Malang Kota sudah melakukan komunikasi ke
masyarakat, komunikasi yang dilakukan oleh Polres Malang Kota
dilakukan dengan cara sosialisasi kepada masyarakat dan pihak-pihak
yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota yaitu sebagai berikut: pakai
masyarakat ada, terus lewat dulu kan launchingnya kan di hotel savana
ya (Tanggal 16 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota). Sosialisasi
yang dilakukan oleh Polres Malang Kota kepada masyarakat salah
satunya dilakukan pada saat launching dari Program Panic Button on
Hand ini sendiri di hotel savana dengan mengundang perwakilan dari
masyarakat Kota Malang. Selain sosialisasi yang dilakukan melalui tatap
muka langsung, Polres Malang Kota juga melalukan sosialisasi melalui
media elektronik, hal ini sebagaimana yang disampaikan Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
35

Hotel Savanna terus penilaiannya dari Menpan dan RB terkait


birokrasi terus lewat media cetak media elektronik ya banyak kalo
sosialisasinya ya banyak. Dari sini ini kan sosialisasi juga, tapi
orangnya ndak ada disini, minta dukungannya dari sini tapi diluar
juga masih ada jadi menyebarkan brosurnya itu ada foto-fotonya.
Orang penelitian masih belum ada, jadi kita kan kalau setiap kali
kegiatan kan umpama memberikan brosur ini brosur Panic Button
kita berikan ke masyarakat terus ada dokumennya terus radio-radio
disosialisasi tidak ada terbatas hanya dengan brosur tapi
masyarakat, ya lewat radio iya terus bergabung sama pak
walikota (Tanggal 16 Juni 2016 bertempat di Polres Malang
Kota)

Sosialisasi yang dilakukan Polres Malang Kota melalui media elektronik,


salah satunya dengan bekerja sama dengan radio di Malang, Panic Button
ini disosialisasikan melalui siaran radio-radio di Malang.
Tidak sebatas tatap muka langsung dan melalui media elektronik,
Polres Malang Kota juga melakukan sosialisasi melalui media cetak. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas
Polres Malang Kota sebagai berikut:
loh sosialisasinya udah lama lewat media cetak, media elektronik,
terus lewat eeee brosur-brosur itu. Kita buat brosur kalau gak salah
12.000, 12.000 brosur untuk masyarakat. Maka biar paling tidak ya
punya itu bisa ngakses itu bisa download sehingga sewaktu-waktu
butuhkan, udah bisa buat laporan. 12.000 saya nyetak 12.000 waktu
itu, 12.000 lembar brosur disebarkan ke masyarakat (Tanggal 13
Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)

Polres Malang Kota juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat


melalui media cetak seperti brosur. Brosur yang dicetak untuk
mensosialisasikan Program Panic Button on Hand kepada masyarakat ini
berjumlah kurang lebih 12.000 (dua belas ribu). Selain brosur disebarkan
langsung ke masyarakat berbentuk cetakan, brosur juga disebarkan
melalui online, sehingga brosur Program Panic Button on Hand bisa di
diunduh oleh seluruh masyarakat setiap saat.
Pernyataan berbeda disampaikan oleh beberapa masyarakat yang
tinggal dimalang, sebagaimana yang disampaikan oleh Novella, Bisma,
dan Noval selaku masyarakat sebagai berikut: Belum tau (Tanggal 15
September 2016 bertempat di UB). Ketiga masyarakat tersebut tidak
36

mengetahui sama sekali terkait Program Panic Button on Hand ini.


Pernyataan diatas didukung oleh penyataan Bapak Dwi sebagai berikut:
Ngak tau (Tanggal 15 September 2016 bertempat di Kelurahan
Penanggungan). Bapak Dwi juga tidak mengetahui mengenai program
Panic Button dari Polres Malang Kota, karena tidak pernah ada
sosialisasi dari Polres Malang Kota. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bapak Dwi selaku masyarakat malang, yaitu sebagai berikut: Ngak ada
(Tanggal 15 September 2016 bertempat di Kelurahan Penanggungan).
Pernyataan Bapak Dwi menjelaskan bahwa tidak pernah
mendapatkan sosialisasi mengenai Program Panic Button on Hand di
atas, didukung oleh pernyataan Bapak Rojiin selaku masyarakat, sebagai
berikut: tapi ya ada pemberitauhan dari polres bukan tentang Panic
Button tapi tentang kriminalitas-kriminalitas gitu, ya polres dating kesini
(Tanggal 15 September 2016 bertempat di Kelurahan Penanggungan).
Sosialisasi atau pemberitahuan yang dilakukan oleh Polres Malang Kota
kepada masyarakat tidak berkaitan dengan Program Panic Button on
Hand, tetapi Polres Malang Kota melakukan pemberitahuan mengenai
kriminalitas.

2) Dimensi Kejelasan
Agar sebuah program bisa berjalan secara baik dan berhasil, harus
ada komunikasi yang berjalan dengan baik di internal pelaksana program
dan aktor aktor yang terkait. Program harus dijelaskan kepada pelaksana
secara jelas baik maksut, tujuan, sasaran dan substansinya, sehingga
pelaksana program tidak mengalami kebingungan. Pihak atasan Porles
Malang Kota sebelum melakukan komunikasi ke masyarakat atau target
sasaran, melakukan komunikasi kepada pihak internal kepolisian dan
aktor-aktor yang terlibat didalamnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
loh ya ada sosialisasi di internal, di aula kan seperti tadi ini kan
masih ada kegiatan Anev disampaikan oleh itu, polisi harus punya
seperti saya masak gak punya gak mungkin toh? Saya punya. Kita
memberikan sosialisasi pada masyarakat harus download ini,
37

ternyata polisinya sendiri gak punya kan ya percuma (Tanggal 13


Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)

Pihak atasan Polres Malang Kota juga melakukan sosialisasi kepada


internal kepolisian di Malang, selain sosialisasi juga disampaikan di sela-
sela kegiatan internal polisi seperti kegiatan Anev.

3) Dimensi Konsistensi
Program Panic Button ini selain memerlukan komunikasi yang
baik antara pihak yang terkait seperti Universitas Brawijaya dan
masyarakat, komunikasi juga harus dijalin dengan baik antara atasan
dengan bawahan atau bagian pelaksanaagar tidak terjadi kesalahpahaman
dan dapat membantu masyarakat yang membutuhkan. Agar tidak
terjadinya kesalahpahaman pelaksana Program Panic Button on Hand
antara atasan dan pelaksana, ataupun sesame pelakasana, harus ada
konsistensi dalam pelaksanaan komunikasi terkait Program Panic Button
on Hand ini. Agar terjadinya konsistensi perintah atar pelaksana pihak
Kepolisian Kota Malang .melakukan komunikasi di lapangan
menggunkan Handy Talky (HT). Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
Iya, sehingga nanti dari sini melaporkan ke HT langsung, posko
lapangan yang ada di mana-mana itu kan di kedung kandang,
lowokwaru, kan ada di lapangan semuanya kan ada kendaraan
sendiri-sendiri semuanya kan bawa HT terus akan ke tempat
kejadian itu. Tapi gak bisa dipraktekan ini. Dua orang ini (Tanggal
21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)

Kepolisian Kota Malang agar tidak terjadinya simpang siur di perintah


dan ada konsistensi melakukan komunikasi menggunkan Handy Talky
(HT), dengan menggunakan HT proses komunikasi bisa dilakukan secara
langsung, cepat, dan informasi yang disampaikan sesuai dengan
penyampai informasi, karena proses komunikasi menggunakan HT ini,
semua polisi bisa mendengarkan langsung informasi yang diberikan.

b. Sumber Daya
1) Sumber Daya Manusia
38

Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang


berpengaruh terhadap keberhasilan suatu implementasi kebijakan atau
program, dengan adanya sumber daya manusia yang berkompeten akan
memperluas peluang keberhasilan suatu kebijakan atau program. Agar
Program Panic Button on Hand terlaksana dengan baik dan berhasil
Polres Malang Kota melakukan pelatihan bagi sumber daya manusia nya
atau anggota kepolisian malang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
yang jelas yang pertama itu ya dari polri yang bisa
mengoperasikan komputer, ya disini tetep ada pelatihan dalam arti
jangan sampai ruangan itu kosong, ya terus kalau kosong walaupun
ada beberapa laporan itu gak bisa terdeteksi karena kan nggak tau.
Kalau gak kosongkan bisa tau oh, ini ada laporan. Jadi kita harus
standby selama 24 jam itu ada shift-shift tertentu" (Tanggal 21 Juni
2016 bertempat di Polres Malang Kota)

Polres Kota Malang melakukan pelatihan kepada sumber daya manusia,


pelatihan yang diberikan seperti melakukan bimbingan teknis untuk
mengoperasikan komputernya dan sistemnya. Selain itu Polres Malang
Kota juga melakukan pelatihan langsung di lapangan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Bapak Arif selaku Staff Lantas Polres Malang
Kota sebagai berikut:
karena yang di dieng ada kan itu masuk situ yang dari sukun yang
dari batu berangkat ke utara yang dari kelojen masuk, disini
pelatihan dalam arti polisi gak tau kalau ada kejadiandi dadak
secara mendadak polres itu memanggil bener gak sih ada kejadian
seperti ini kecepatannya gimana, ya gak sampai 10 menit udah
sampai di tempat kejadian. Kecuali kalau sudah di sandiwarakan oh
nanti gini, nggak- nggak di sandiwarakan. Panggilan kapolres
darurat mendadak ya langsung, kan mobil closer itu 2 kan yang
satunya belum masuk yang satunya datang belum yang sepeda
motor jadi umpama polsek lowok waru itu mobilnya ada 2 satu di
selatan satu di utara itu mesti. Karena gak boleh kalau udah di
selatan semua gak boleh.jadi yang utara keselatan (Tanggal 21
Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)

Pelatihan sumber daya manusia Polres Malang Kota dilakukan dengan


cara simulasi ada kejadian darurat secara mendadak dan langsung di
lapangan. Hal ini dilakukan guna mengukur ketanggapan dan kecepatan
39

dari sumber daya manusia atau anggota polisi yang berjaga dalam
menghadapi masalah atau kejadian darurat yang terjadi di masyarakat.

2) Sumber Daya Anggaran


Sebuah pelayanan yang baik atau kualitas pelayanan juga sangat
dipengaruhi oleh anggaran yang tersedia. Polres Malang Kota dalam
menjalankan Program Panic Button on Hand ini tidak mengeluarkan
anggaran sama sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut: murah modern
dan gak bayar karena peralatannya sudah ada disini (Tanggal 21 Juni
2016 bertempat di Polres Malang Kota). Biaya yang disediakan oleh
Polres Malang Kota dalam menjalankan Program Panic Button on Hand
ini tidak ada, hal ini dikarenakan peralatan yang dibutuhkan sudah
tersedia. Untuk hal-hal lainnya seperti aplikasi dan sistem nya, Polres
Malang Kota bekerja sama dengan pihak Universitas Brawijaya Malang.
hal ini sebagaimana yang sampaikan oleh Bapak Safari selaku Kasat
Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut: itukan dana nya murahkan
itu, itukan sudah ada, itukan gak bayar. Masyarakat gak bayar itukan
gratis, dari UB juga gak bayar. Panic Button itu gak bayar di malang
semalang. Kan anu nya UB juga gak bayar. (Tanggal 21 Juni 2016
bertempat di Polres Malang Kota). Polres Malang Kota bekerja sama
dengan Universitas Brawijaya untuk membuatkan sistem dan
aplikasinya, dari pihak Universitas Brawijaya nya selaku pembuat sistem
dan aplikasi tidak mau dibayar, sehingga Polres Malang tidak
menyediakan anggaran dalam pembuatan sistem dan aplikasinya,
sehingga dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand ini Polres
Malang Kota tidak menyediakan sumber daya anggaran.

3) Sumber Daya Peralatan


Sebuah program dalam menjalankanya harus ada peralatan yang
mendukung, dengan adanya peralatan yang mendukung akan
memudahkan pelaksana dalam menjalankan programnya. Polres Malang
40

Kota dalam menjalankan Program Panic Button on Hand sudah


menyediakan peralatan yang dibutuhkan. Hal ini sebagaimana pernyataan
dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai
berikut: murah modern dan gak bayar karena peralatannya sudah ada
disini (Tanggal 21 Juni 2016 bertempt di Polres Malang Kota).
Peralatan yang dibutuhkan guna menjalankan program ini sudah tersedia
semua, pernyataan Bapak Safari tersebut diperkuat oleh pernyataan dari
Bapak Arif selaku Staff Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
HT, itu prasarana nya itupun rata-rata semua punya, terus petugas
yang ada dilapangan yang disebar dimana-mana. Yang dinoyo
maupun lowok waru, kan wilayahnya lowokwaru, yang di sukun ya
di sukun dengan membawa HT inikan tau, lah kan dengan HT
begitu ada laporan yang masuk dari Panic Button itu kita
memudahkan dengan HT , panggilan nya yang terdekat mana
misalkan di wilayah lowokwaru jadi yang wilayahnya lowokwaru
pasti kan ada petugasnya yang dilapangan kan ada motor mobil.
misalkan landungsari, kejadian di unmuh, unmuh 3 di pos landung
sari ada di memegang hp otomatis dia lebih cepet dari pada yang
disini, jadi setelah itu yang disana berangkat, yang mendengar pun
ikut berangkat (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang
Kota)

Salah satu peralatan yang tersedia untuk pelaksanaan Program Panic


Button adalah Handy Talky (HT), HT disediakan untuk seluruh anggota
kepolisian Malang. Penyediaan HT ini guna mendukung pelaksanaan
Program Panic Button on Hand. Selain HT, terdapat motor dan mobil
polisi yang tersedia dan selalu standby untuk mendukung pelaksanaan
Program Panic Button on Hand. Pernyataan Bapak Safari dan Bapak Arif
diatas juga didukung dari hasil observasi yang peneliti lakukan, yang
didokumentasikan sebagai berikut:
41

Gambar 4.2 Peralatan Komputer dan Printer


Sumber: Hasil Dokumentasi Peneliti

Gambar 4.3 Mobil Yang Disediakan Buat Penunjang


Sumber: Hasil Dokumentasi Peneliti
Selain HT (Handy Talky), motor dan mobil polisi, masih banyak
peralatan lain yang disediakan oleh Polres Malang Kota untuk
menunjang pelaksanaan Program Panic Button on Hand, seperti
komputer.
42

c. Disposisi
Program Panic Button on Hand merupakan bentuk komitmen
Polres Malang Kota sebagai pengayom masyarakat. Ketika masyarakat
membutuhkan bantuan polisi maka polisi diharapkan dapat segera merespon
dan hadir sebagai solusi untuk masyarakatdengan aplikasi Panic Button
diharapakan masyarakatdapat lebih mudah untuk meminta pertolongan
Polres Malang Kota. Polres Malang Kota sudah berkomitmen sejak dahulu
untuk melayanai masyarakat. Hal ini sesuai pernyataan dari Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
komitmen nya itu dari dulu polri ada untuk masyarakat, polri ada
untuk masyarakat jadi gini. Dimana masyarakat membutuhkan
bantuan polisi segera datang kesitu. Langsung mendatangi masyarakat
ya karena kan itu tadi polri ada untuk masyarakat. Masyarakat
membutuhkan ya harus ada polri (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di
Polres Malang Kota)

Komitmen Polres Malang Kota dalam melayani masyarakat salah


satunya diwujudkan dalam hal sikap dari anggota polisinya yang cepat
tanggap, dalam pelaksanaan Panic Button ini sikap anggota polisi dalam
menjalankan tugas sangat tanggap dan baik. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai
berikut:
disini pelatihan dalam arti polisi gak tau kalau ada kejadiandi dadak
secara mendadak polres itu memanggil bener gak sih ada kejadian
seperti ini kecepatannya gimana, ya gak sampai 10 menit udah sampai
di tempat kejadian. Kecuali kalau sudah di sandiwarakan oh nanti gini,
nggak- nggak di sandiwarakan. Panggilan kapolres darurat mendadak
ya langsung, kan mobil closer itu 2 kan yang satunya belum masuk
yang satunya datang belum yang sepeda motor jadi umpama polsek
lowok waru itu mobilnya ada 2 satu di selatan satu di utara itu mesti.
Karena gak boleh kalau udah di selatan semua gak boleh.jadi yang
utara keselatan. (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang
Kota)

Sikap tanggap dan cepat dari anggota polisi malang terlihat pada saat
dilaksanakannya simulasi oleh Kapolres Malang Kota, namun simulasi yang
dilakukan tidak direncanakan dari awal, namun anggota polisi yang berjaga,
43

menjalankan tanggung jawabnya dengan tanggap dan cepat. Bahkan tidak


sampai 10 menit anggota polisi tidak sudah sampai di tempat kejadian.

d. Struktur Birokrasi
Sebuah implementasi kebijakan dan program juga dipengaruhi oleh
struktur birokasi yang ada di instansi tersebut. Adanya struktur birokrasi
yang tidak efektif dan efisien akan menghambat dalam pelaksanaan
kebijakan dan program di instansi. Di Polres Malang Kota sudah
mempunyai struktur birokrasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang baik dalam menjalankan Program Panic Button on Hand. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Bapak Arif selaku Staff Lantas Polres Malang
Kota sebagai berikut:
Jadi SOP itu kan standart operasional prosedur jadi dari personilnya
harus gimana SOP itu kan mas, trus siapa yang membawahi, sarana
dan prasarana nya gimana trus faktor faktor pendukungnya gimana
trus cara bertindak cara tindak lanjut tentang kejadian laporan itu
gimana kan tukan sop mas jadi untuk kita pengendali tetep dari pak
kapolres. Pengendali dari pak kapolres kita mas trus kita untuk
personil personil piket operator, itu satu kali 24 jam 2 shift pagi dan
malam empat personil jadi empat, empat berapa trus pergelarannya itu
di lima polsek klojen, lowok waru, sukun , kedung kandang ,
blimbing. Bukan hanya polsek back up dari personel pelres mas baik
dari jajaran lalu lintas, baik dari jajaran kasabara, patroli, polisi tugas
kan jajaran intel dan tahu kalau mereka pakai preman gitu itu sop nya,
setiap hari mereka membuat laporan mas samsat samkibmas
keamanan ketertiban masyarakat, jadi seandainya ada panggilan Panic
Button didaerah itu, (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres
Malang Kota)

Polres Malang Kota sudah mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP)


Program Panic Button on Hand yang jelas dan baik, dalam standar
operasional prosedur (SOP) tersebut diatur mengenai prosedur bagaimana
personil menjalankan tugasnya, sarana prasarana yang bisa dipakai, struktur
organisasinya. Selainstandar operasional prosedur (SOP) yang sudah baik,
struktur organisasi sudah mempunyai struktur yang jelas, mulai dari
pengendali Program Panic Button on Hand yaitu Kapolres Malang Kota
langsung. Pembagian personil yang menjaga atau piket, yang dibagi dalam 2
44

shift. Struktur birokrasi dalam Program Panic Button on Hand di Polres


Malang Kota bisa dilihat dalam bagan berikut:

Bagan 4.1 Struktur Pengorganisasian Program Panic Button

Sumber: Proposal Inovasi Panic Button

Guna memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat


maka dalam memberikan tindak lanjut yang lebih cepat atas pelaporan
masyarakat melalui aplikasi Panic Button, pembagian tugas juga dilakukan
oleh Polres Malang Kota. Polres Malang Kota mengirimkan anggota polisi
yang berada paling dekat dengan pelapor. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
Selama polisi yang terdekat itu yangmendahului jadi bukan oh daerah ini
tanggung jawab saya gitu nggk. Siapa saja yang mendengar panggilan dari
HT yang itu yang datang dahulu dibantu dengan yang lain(Tanggal 21
Juni 2016 bertempt di Polres Malang Kota). Selain berdasarkan dari wilayah
pelaporan, tetapi Polres Malang Kota juga melihat kira-kira tindakan pidana
apa yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku
45

Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut: ...Kan dilihat dari tindak
pidana nya apa misal nya pengeroyokan di lowokwaru kan kalau polsek
lowokwaru aja kan gk bisa mengatasi misal dari blimbing dari sukun ini
akan membantu mengatasi... (Tanggal 21 Juni 2016 bertemat di Polres
Malang Kota). Apabila tindak pidana yang dilakukan tidak dapat
diselesaikan oleh salah satu polsek terdekat, maka dapat meminta bantuan
dari Polsek yang lain.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Panic Button on Hand


Polres Malang Kota
a. Faktor pendukung
1) Internal
Keberhasilan pada implementasi kebijakan salah satunya terjadi
karena adanya faktor pendukung. Faktor pendukung dalam pelaksanaan
program Panic Button diantaranya timbul dari internal Polres Malang Kota.
Seluruh Polri telah menanamkan suatu komitmen dalam pelayanannya, yaitu
selalu ada untuk masyarakat. Hal ini menjadi suatu dukungan yang
menguatkan tekad Polri dalam pelaksanaan program Panic Button. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres
Malang Kota sebagai berikut:
komitmen nya itu dari dulu polri ada untuk masyarakat, polri
ada untuk masyarakat jadi gini. Dimana masyarakat membutuhkan
bantuan polisi segera datang kesitu. Langsung mendatangi
masyarakat ya karena kan itu tadi polri ada untuk masyarakat.
Masyarakat membutuhkan ya harus ada polri. (Tnggal 21 Juni
2016 bertempat di Polres Malang Kota)

Komitmen yang terjalin dengan baik akan memudahkan pihak Polres


Malang Kota dalam melaksanakan program tersebut. Selain itu, faktor yang
mendukung dalam pelaksanaan program Panic Button adalah ketersediaan
sarana dan prasarana seperti Handy Talky (HT), mobil patroli, motor polisi,
dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Arif selaku Staf
Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
46

HT, itu prasarana nya itupun rata-rata semua punya, terus


petugas yang ada dilapangan yang disebar dimana-mana. Yang
dinoyo maupun lowok waru, kan wilayahnya lowokwaru, yang di
sukun ya di sukun dengan membawa HT inikan tau, lah kan dengan
HT begitu ada laporan yang masuk dari Panic Button itu kita
memudahkan dengan HT , panggilan nya yang terdekat mana
misalkan di wilayah lowokwaru jadi yang wilayahnya lowokwaru
pasti kan ada petugasnya yang dilapangan kan ada motor mobil.
misalkan landungsari, kejadian di unmuh, unmuh 3 di pos landung
sari ada di memegang hp otomatis dia lebih cepet dari pada yang
disini, jadi setelah itu yang disana berangkat, yang mendengar pun
ikut berangkat. (Tanggal 21 Juni 2016 bertempa di Polres Malang
Kota)

Sarana dan prasarana membantu Polres Malang Kota dalam menyelesaikan


tindak kriminalitas yang dilaporkan masyarakat melalui Program Panic
Button on Hand. Sehingga upaya Polisi untuk selalu ada dan membantu
masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal.

2) Eksternal
Faktor pendukung dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand
lainnya berasal dari eksternal Polres Malang Kota. Penggunaan aplikasi
Panic Button hanya dapat diakses melalui handphone berbasis android.
Sehingga jumlah penggunaan handphone berbasis android oleh masyarakat
menjadi salah satu pendukung dalam pelaksanaan program tersebut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres
Malang Kota sebagai berikut:
.. saya kira umpama penduduknya 400.000 saya kira ya yang sudah
punya android saya kira sudah hampir 75% sudah punya gak mungkin
enggak kan, termasuk dari penduduknya 400.000 mahasiswanya
umpama 250.000, 650.000 ya yang ada dikota malang termasuk
mahasiswanya, saya kira hampir 75% mesti sudah punya android kan,
kan jarang yang gak punya itu jarang , lah sekarang yang kerja seperti
tukang ojek, punya tukang ojek, ya kan sekarang dimalang kan juga
sudah masuk go-jek itu kan, itu otomatis pasti punya itu (Tanggal
13 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)
47

Selain dukungan masyarakat, komitmen dari mitra eksternal Polres Malang


Kota sangat dibutuhkan dalam mengakses teknologi terkait aplikasi Panic
Button. Telkom dan UB menjadi mitra Polres Malang Kota terkait program
Panic Button. Komitmen dan bantuan yang diberikan oleh mitra bertujuan
untuk membantu Polres Malang Kota dalam memberikan pelayanan secara
optimal kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak
Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut: dari
telkom itu pun juga sudah komitmen karna memang tujuannya untuk
masyarakat mas bukan untuk komersil. (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat
di Polres Malang Kota). Selain itu bantuan yang diberikan oleh UB dalam
penyediaan aplikasi Panic Button tidak dipungut biaya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang
Kota sebagai berikut: itukan dana nya murahkan itu, itukan sudah ada,
itukan gak bayar. Masyarakat gak bayar itukan gratis, dari UBjuga gak
bayar (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota). Mitra
Polres Malang Kota yaitu Telkom dan Universitas Brawijaya sudah
berkomitmen untuk membatu Polres Malang dalam melaksanakan Panic
Button.

b. Faktor Penghambat
1) Internal
Panic Button merupakan program yang berbasis teknologi dengan
menggunakan handphone android. Program berbasis teknologi rentan
mengalami kerusakan baik pada alat maupun sistem yang dimiliki. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres
Malang Kota sebagai berikut: hambatan nya ya kalau ada kerusakan gitu
kan (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota). Hambatan
terkadang terjadi pada koneksi internet, meskipun untuk penyelesaiannya
masih memungkinkan untuk dilakukan secara cepat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota
sebagai berikut:
tingkatnya itu internet itu kan tetep jalan jadi gini ya mbk
seumpama sampean ngirim sms ke saya kalau lancar gak sampai 1
48

menit tapi kalau ada kendala kan lambat , tapi ini udah paling cepat
jadi kerjasama sama telkom itu internetnya udah paling cepat mbk.
Faiber yang sudah paling bagus paketannya sudah paling bagus ya
mungkin kalau ada kendala ya cuman 20 menit mbk (Tanggal 21
Juni 2016 bertempat di Polres Kota Malang)
Selain sistem dari programnya yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan
Program Panic Button on Hand ini, koneksi internet juga menjadi kendala,
karena aplikasi ini membutuhkan koneksi internet.

2) Eksternal
Faktor penghambat juga dimungkinkan terjadi dari lingkungan
eksternal yaitu cuaca yang tidak mendukung. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota
sebagai berikut:
keluhannya kan lambat itu nya. kalau mobil kan kalau banjir gak
berani banter ya tetep alon ya kan personil kita di sini tetap siaga
pokoknya kapolres itukan orangnya siaga Panic Button ke tkp yang
menangani masyarakat, jadi anggota semangat petugas semangat lah
kan untuk masyarakat (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres
Malang Kota)

Perubahan cuaca diikuti dengan kondisi atau lokasi daerah rawan


banjir akan menghambat upaya Polisi dalam menangani laporan kejadian
dari masyarakat. Kondisi dan cuaca yang tidak mendukung akan
menyebabkan pelayanan polisi berjalan lamban, sedangkan masyarakat
menuntut pelayanan yang cepat.

C. Analisis dan Intepretasi Data


1. Analisis Implementasi Program Panic Button on Hand Polres Malang
Kota
Ada 4 faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan
implementasi kebijakan menurut Edward III antara lain:
a. Komunikasi
1) Dimensi Transmisi
Teori Edward III menyebutkan bahwa dimensi transmisi
menghendaki agar kebijakan publik tidak hanya disampaikan kepada
49

pelaksana (implementors) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada


kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian,
upaya Polres Malang Kota dalam pelaksanaan Program Panic Button on
Hand telah sesuai dengan teori dimensi transmisi Edward III yaitu
dengan melakukan komunikasi kepada sasaran kebijakan atau
masyarakat. Komunikasi yang dilakukan oleh Polres Malang Kota
dengan cara sosialisasi pada saat launching awal Program Panic Button
on Hand di Hotel Savanna.
Selain itu sosialisasi juga dilakukan oleh Polres Malang Kota
melalui siaran radio, penyebaran brosur secara langsung dan penyebaran
brosur secara online. Namun sosialisasi yang dilakukan Polres Malang
Kota ke masyarakat belum secara menyeluruh atau massif. Berdasarkan
penelitian lapangan diketahui bahwa masih ada beberapa masyarakat
yang tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari pihak manapun, sehingga
belum mengetahui terkait aplikasi Panic Button ini.
2) Dimensi Kejelasan
Teori Edward III menyebutkan bahwa dimensi kejelasan (clarity)
menghendaki agar kebijakan ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup
dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara
mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta
substansi dari kebijakan publik tersebut sehingga masing-masing akan
mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk
mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. Berdasarkan
hasil penelitian, upaya Polres Malang Kota dalam pelaksanaan Program
Panic Button on Hand telah sesuai dengan teori dimensi kejelasan
Edward III karena sebelum melakukan komunikasi kepada masyarakat,
Polres Malang Kota melakukan komunikasi kepada internal kepolisian
Malang melalui sosialisasi. Selain itu di sela-sela kegiatan yang
dilakukan Polres Malang Kota seperti Anev juga dijalin komunikasi
dengan internal kepolisian Malang mengenai Panic Button.
3) Dimensi Konsistensi
50

Teori Edward III menyebutkan bahwa dimensi konsistensi


merupakan komunikasi yang dilakukan secara konsisten oleh atasan ke
bawahan dan aktor-aktor yang terlibat. Sehingga tidak membingungkan
pelaksana kebijakan, target grup dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan hasil penelitian, upaya Polres Malang Kota dalam
pelaksanaan Program Panic Button on Hand telah sesuai dengan teori
dimensi konsistensi Edward III karena Polres Malang Kota untuk
menjaga konsistensi kebijakan atau perintah menggunakan HT (Handy
Talky). Penggunaan HT tersebut dimaksudkan agar informasi yang
disampaikan terkait pengaduan masyarakat tidak terputus dan bisa
sampai dengan cepat.

b. Sumberdaya
1) Sumberdaya Manusia
Edward III menjelaskan dalam teorinya bahwa sumberdaya
manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan kebijakan. Hal tersebut juga dilakukan oleh Polres Malang
Kota agar pelaksanaan Program Panic Button on Hand berjalan dengan
baik, yaitu dengan adanya pelatihan teknis seperti mengoperasikan
komputer kepada sumberdaya manusia atau anggota Kepolisian Malang.
Selain itu anggota Kepolisian Malang juga diberikan pelatihan berupa
simulasi kejadian yang darurat. Hal tersebut dilakukan agar anggota
kepolisian terlatih dalam menghadapi berbagai situasi.
2) Sumberdaya Anggaran
Menurut Edward III terbatasnya anggaran yang tersedia
menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada
masyarakat juga terbatas. Tidak sama halnya yang terjadinya pada
pelaksanaan Program Panic Button on Hand ini. Polres Malang Kota
tidak menyediakan anggaran untuk melaksanakan Panic Button ini,
dikarenakan semua peralatan yang dibutuhkan untuk pengoperasiaan
Panic Button ini sudah tersedia semua. Alasan tidak disediakannya
anggaran ini juga dikarenakan dari pihak mitra Polres Malang Kota yaitu
51

Universitas Brawijaya membuatkan sistem dan aplikasi secara gratis atau


tidak bersedia untuk dibayar, sehingga meskipun anggaran tidak tersedia,
kualitas pelayanan Kepolisian Malang melalui Program Panic Button on
Hand bisa terlaksana dengan baik dan prima.
3) Sumberdaya Peralatan
Teori Edward III menyebutkan bahwa sumberdaya peralatan
merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi
suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya
akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi
kebijakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa Polres Malang
Kota sudah menyediakan semua peralatan yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan Program Panic Button on Hand. Peralatan yang tersedia di
Panic Button mulai dari ruangan untuk operatornya, komputer dan
monitor untuk operator, mobil dan motor untuk transportasi anggota
polisi menuju Tempat Kejadian Perkara (TKP), serta Handy Talky (HT)
yang digunakan untuk komunikasi antar anggota polisi.

c. Disposisi
Edward III menyebutkan dalam teorinya bahwa disposisi merupakan
kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk
melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang
menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Disposisi yang ada di Polres
Malang Kota terlihat dari adanya komitmen sejak awal untuk melayani
masyarakat. Komitmen melayani masyarakat tersebut bisa dilihat dari sikap
anggota polisi yang cepat dan tanggap dalam membantu masyarakat yang
membutuhkan, karena mengingat juga bahwa salah satu tujuan adanya
inovasi Program Panic Button on Hand adalah untuk menghadirkan polisi
ditengah masyarakat agar selalu cepat dan tanggap dalam membantu.

d. Struktur Birokrasi
Teori Edward III menyebutkan bahwa dalam mengimplementasikan
suatu program terdapat struktur birokrasi yang mencangkup aspek-aspek
52

seperti struktur birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-


unit organnisasi dan sebagainya. Pelaksanaan Program Panic Button di
Polres Malang Kota di dukung dengan adanya Standar Operasional Prosedur
(SOP), yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Program Panic
Button on Hand. Polres Malang Kota juga sudah membentuk struktur
pengorganisasian dalam menjalankan Panic Button, yang di dalam struktur
tersebut Kapolres Malang Kota sebagai penanggung jawab. Selain itu juga
ada pembagian tugas dan wewenang di lapangan pada saat ada kejadian
darurat.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Program Panic Button on Hand


Polres Malang Kota
Selain 4 faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan
implementasi kebijakan menurut Edward III, terdapat beberapa faktor
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Panic Button, yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
1) Internal
Ada beberapa faktor pendukung dari internal dalam pelaksanaan Program
Panic Button on Hand yaitu: adanya komitmen dari seluruh anggota
polisi Polres Malang Kota serta tersedianya sarana dan prasarana untuk
menunjang pelaksanaan Panic Button. Hal-hal tersebut menjadi dasar dan
penunjang yang diperlukan dalam proses pelaksanaan Program Panic
Button on Hand.
2) Eksternal
Selain dari lingkungan internal, terdapat beberapa faktor pendukung dari
lingkungan eksternal Polres Malang Kota dalam melaksanakan Program
Panic Button on Hand yaitu: masyarakat Malang yang mayoritas sebagai
pengguna handphone android, adanya komitmen dari pihak Telkom dan
Universitas Brawijaya untuk membantu Polres Malang Kota terkait
penyediaan aplikasi dan jaringan.
53

b. Faktor Penghambat
1) Internal
Terdapat beberapa faktor penghambat dari lingkungan internal dalam
pelaksanaan Program Panic Button on Hand yaitu: apabila terjadi
kerusakan pada peralatan dan sistem Panic Button, sehingga akan
menghambat proses penanganan laporan dari masyarakat. Selain itu
koneksi internet juga menjadi penghambat dalam pelaksanaan Panic
Button, mengingat bahwa program ini berbasis teknologi berupa aplikasi
yang harus tersambung pada koneksi internet. Hambatan-hambatan yang
terjadi tidak lantas membuat program ini berhenti, karena telah dilakukan
perbaikan dengan berkoordinasi bersama mitra dari eksternal Polres
Malang Kota.
2) Ekternal
Selain dari internal, ada beberapa faktor penghambat dari eksternal dalam
melaksanakan Program Panic Button on Hand yaitu: disebabkan cuaca
hujan, dengan adanya hujan akan mengakibatkan banjir yang membuat
beberapa anggota polisi kesulitan dalam bergerak menuju lokasi dengan
cepat. Adanya hambatan terkait faktor cuaca memang tidak dapat
diprediksikan secara tepat, namun tidak lantas pihak kepolisian
meninggalkan kewajibannya dalam membantu masyarakat.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Polres Malang Kota merupakan salah satu institusi pemerintah
yang bergerak di bawah naungan Polri (Polisi Republik Indonesia) sebagai
pelayan dan pengayom serta menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat Kota
Malang. Salah satu upaya Polres Malang Kota untuk memaksimalkan
pelayanan kepada masyarakat dengan mengeluarkan suatu inovasi yang
berbasis teknologi, yaitu Panic Button on Hand. Program Panic Button on
Hand diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat kota Malang,
karena memiliki 4M, yaitu Murah, Mudah, Modern dan Manfaat.
Pada pelaksanaan Program Panic Button on Hand, Polres Malang Kota
telah melaksanakan beberapa aspek yang berpengaruh pada keberhasilan
program ini diantaranya komunikasi, sumber daya, disposisi, dan birokrasi.
Aspek komunikasi yang dijalin oleh Polres Malang Kota antara lain kepada
pihak pelaksana, Telkom, akademisi Universitas Brawijaya, dan masyarakat.
Komunikasi antara Polres Malang Kota dengan pihak pelaksana dan mitra telah
terjalin dengan baik, namun berbeda halnya dengan komunikasi kepada
masyarakat karena sebagian masyarakat Kota Malang masih belum mengetahui
Program Panic Button on Hand.
Selain itu sumber daya yang dimiliki Polres Malang Kota khususnya
dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand ini sudah baik, seperti
SDM Polres Malang Kota yang diberi pelatian dalam bidang komputer, serta
peralatan pendukung. Pelaksanaan Program Panic Button on Hand berjalan
dengan baik karena sejak awal Polres Malang Kota sudah berkomitmen untuk
melayani masyarakat. Hal tersebut terlihat dari sikap anggota polisi yang cepat
dan tanggap dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. Komitmen
antara Polres Malang Kota dengan Telkom dan akademisi Universitas
Brawijaya sebagai mitra juga berjalan dengan baik, sehingga tidak ada
anggaran yang dikeluar dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand.

54
55

Polres Malang Kota juga membentuk struktur pengorganisasian dalam


menjalankan Program Panic Button on Hand, yang di dalam struktur tersebut
Kapolres Malang Kota bertindak sebagai penanggung jawab. Selain itu juga
ada pembagian tugas dan wewenang di lapangan pada saat ada kejadian
darurat. Secara keseluruhan Program Panic Button on Hand telah berjalan
dengan baik, meskipun terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat.

B. Saran
Program Panic Button on Hand Polres Malang Kota sudah mulai
diterapkan pada akhir tahun 2015, namun sampai sekarang masih banyak
masyarakat Kota Malang yang belum mengetahui atau mendapatkan sosialisasi
dari Polres Malang Kota terkait program ini. Oleh sebab itu, sebaiknya Polres
Malang Kota melakukan sosialisasi yang lebih menyeluruh mengenai Program
Panic Button on Hand agar masyarakat Kota Malang dapat mengetahui dan
memanfaatkan program tersebut secara maksimal. Berikut bentuk-bentuk
sosialisasi menurut peneliti yang dapat diterapkan:
1. Melalui media sosial
2. Melalui iklan-iklan yang muncul di intenet (adware)
3. Menggunakan SMS bot serta bekerjasama dengan provider
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Header dan Tarigan, Antonius. 2000. Artikulasi Konsep Implementasi
Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal
Kebijakan Publik Program Sarjana dan Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar: Makasar.
Angguna, Yordan Putra. 2015. Upaya Pengembangan E-Government Dalam
Pelayanan Publik Pada Dinas Koperasi Dan Ukm Kota Malang.
DalamJurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No.1, hal. 80-88, 2015.
Creswell, John. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dendi. 2014. Pengaruh Kesenjangan Digital (Digital Divide) terhadap Internet
Literacy Guru SMA Negeri Di Kota Bandar Lampung. Skripsi Sarjana
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung: Lampung.
Dwiyanto, Agus (ed). 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Islamy, I. 2009. Kebijakan Publik. Jakarta : Universitas Terbuka.
Kurniawan. 2011. Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Guru di Kota Yogyakarta. Dalam jurnal
Studi Pemerintahan Vol.2 No.2 Agustus 2011.
Lestiani, Endah. 2006. Implementasi Program Partnerships For E-Prosperity For
The Poor (PE-PP) sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di
Perdesaan. Skripsi Sarjana Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya: Malang.
Hidayat, Yayat. 2014. Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di
Kabupaten Wakatobi). Dalam jurnal Pekommas, Vol. 17, No. 2, hal. 81-
90 Agustus 2014.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan
Dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government
Makmur, Muhammad. 2009. Ekologi Administrasi Publik. Malang : Universitas
Brawijaya.
Pasolong, Harbani.2013. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Pemerintah Kota Malang. 2015. Kriminalitas di Kota Malang Menurun, Kapolres
Belum Puas [online]. Diakses melalui
http://malangkota.go.id/2015/12/31/kriminalitas-di-kota-malang-
menurun-kapolres-belum-puas/ pada tanggal 23 Mei 2016.
Pratiwi, Yuliatina. 2013. Implementasi E-Service pada Organisasi Publik di
Bidang Pelayanan Pendidikan Studi tentang Program Penerimaan
Siswa Baru (PSB) Real Time Online Dinas Pendidikan Kota Malang).
Dalam Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.1, hal. 2016-214,
2013.
Rohman, Arif. 2009. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang
Mediatama Yogyakarta.
Setyodarmodjo. Soekarno. 2000. Public Policy. Surabaya : Airlangga University
Press.
Shanab, Abu. 2014. E-Government Adoption: The Challenge Of Digital Divide
Based On Jordanians Perceptions. Dalam jurnal Theoretical and
Empirical Researches in Urban Management, Vol. 9, Issue 4, 2014.

56
57

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Refika Aditama.


Siti Erna Latifi Suryana. 2009. Implementasi Kebijakan tentang Pengujian
Kendaraan Bermotor di Kabupaten Aceh Tamiang. Tesis Megister Studi
Pembangunan (MSP), Program Studi Pembangunan, Universitas
Sumatera Utara: Sumatera Utara.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Syamsudin, Sjamsiar.2010. Dasar Dasar dan Teori Administrasi Publik. Malang :
Agritek Yayasan Pembangunan Nasional.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
[pdf online]. Diakses melalui
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/fl19856/node/17437
pada tanggal 23 Mei 2016.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik [pdf online].
Diakses melalui
http://dki.kemenag.go.id/file/file/Undangundang/jcls1363200676.pdf
pada tanggal 23 Mei 2016.
Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang :
UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai