KPK - BAB I-V + Dafpus
KPK - BAB I-V + Dafpus
Oleh :
1. Wildhan Putra Mahirya (155030101111040)
2. Aprili Kristiani Simbolon (155030100111020)
3. Mila Anggraini Puspitasari (155030207111049)
4. Ahmad Nashirul Fuad (145030100111096)
5. Nur Fitriasari (145030100111017)
6. Wulan Ningsih (145030100111027)
7. Moch. Zainal Mustofa (135030100111006)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN KELOMPOK PENELITI KECIL (KPK)
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik.................................................................................. 6
B. Electronic Government
1. Pengertian Electronic Government ...................................................... 8
2. Komponen Dasar Pendukung E-Government ...................................... 9
3. Tipologi Pelayanan E-Government ...................................................... 9
4. Manfaat penerapan konsep E-Government ......................................... 10
5. Digital Devide ..................................................................................... 10
6. Aspek Digital Devide .......................................................................... 11
C. Kebijakan Publik ..................................................................................... 12
1. Implementasi Kebijakan ...................................................................... 14
2. Implementasi Program ........................................................................ 18
D. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik ............................................................... 20
2. Kualitas Pelayanan Publik................................................................... 21
3. Indikator Kualitas Pelayanan Publik yang Ideal ................................. 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 24
B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 24
C. Lokasi dan Situs Penelitian ..................................................................... 25
D. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 25
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 26
F. Instrumen Penelitian ................................................................................ 27
G. Metode Analisis....................................................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum ...................................................................................... 30
B. Penyajian Dara .......................................................................................... 33
C. Analisis...................................................................................................... 48
BAB V PENUTUP
iii
A. Kesimpulan ............................................................................................... 54
B. Saran .......................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56
LAMPIRAN ........................................................................................................ 58
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1 Struktur Pengorganisasian Program Panic Button ............................. 44
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Mac Rae dan Wilde mengartikan kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang dipilih oleh pemerintah yang mempunyai
pengaruh terhadap sejumlah besar orang. Pengertian ini mengandung maksud
bahwa kebijakan itu terdiri dari berbagai kegiatan yang terangkai, yang
merupakan pilihan pemerintah dan kebijakan tersebut mempunyai pengaruh
dan dampak terhadap sejumlah besar orang, karena kebijakan merupakan
suatu rangkaian tindakan (Islamy,2009). Polres Malang Kota sebagai salah
satu instansi publik membuat kebijakan tentang penggunaaan aplikasi berbasis
teknologi yang dapat digunakan di handphone android sebagai bentuk
terobosan agar mempermudah pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat
kepada polisi. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak
signifikan dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan tindak
kriminalitas dan kemacetan yang terjadi di Kota Malang.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sebagai aparatur negara yang melindungi segenap
bangsa Indonesia, maka Polri memiliki tugas pokok yang disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13, yaitu memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pelaksanaan fungsi kepolisian untuk memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat agar berjalan efektif, efisien, dan tepat sasaran maka
diperlukan perencanaan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu
melalui Grand Strategy Polri tahun 20052025. Grand Strategy Polri tersebut
terdiri dari tiga tahap dengan periode waktu yang berbeda, yaitu: (1) periode
20052010 tahap Trust Building; (2) periode 20102015 tahap Partnership;
dan (3) periode 20162025 tahap Strive for Excellence. Tahapan dalam Grand
Strategy Polri ini dimaksudkan agar tujuan atau target dari pembangunan yang
1
2
dilakukan Polri lebih terarah. Pada tahun 2016 ini, Grand Strategy yang
dilaksanakan Polri masuk pada tahap strive for excellence. Pada tahap ini
sasaran pembangunan lebih fokus dalam membangun kemampuan pelayanan
publik yang unggul, mewujudkan good governance, best practice Polri dan
profesionalisme SDM. Implementasi teknologi, infrastruktur material,
fasilitas, dan jasa (matfasjas) guna membangun kapasitas polri (capacity
building) yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan
international.
Penelitian ini dilakukan di Kota Malang karena Polres Malang Kota
merupakan pelopor penggunaan aplikasi Panic Button. Aplikasi tersebut
merupakan salah satu bentuk pelayanan Polres Malang Kota dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Program Panic Button ini
merupakan terobosan dari program sebelumnya dari Polres Malang Kota yaitu
nomor pengaduan. Tujuan dari penggunaan aplikasi Panic Button salah
satunya untuk menekan angka kriminalitas. Angka kriminalitas di Kota
Malang sendiri mengalami penurunan. Menurut Kapolres Malang Kota (dalam
malangkota.go.id) tingkat kriminalitas pada penghujung tahun 2015
mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2014. Adapun datanya
sebagai berikut:
Tabel 1.1 Angka Kriminalitas di Kota Malang Tahun 2014-2015
Jumlah Kasus Pertahun
No Jenis Kriminalitas
2014 2015
1. Pencurian Kendaraan Bermotor 1.712 866
2. Pencurian dengan Kekerasan 39 19
3. Pencurian dengan Pemberatan 498 323
4. Penyalahgunaan Narkoba 84 173
Sumber: malangkota.go.id
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa angka kriminalitas
mengalami penurunan, namun ternyata dalam penyelesaiannya belum
dilakukan secara maksimal. Salah satunya pada tindak pidana kriminalitas
pencurian kendaraan bermotor pada tahun 2014 terdapat sebanyak 1.712
laporan curanmor, namun hanya terdapat penyelesaian sebanyak 133 kasus.
Pada tahun 2015 dengan kasus yang sama menurun menjadi 866 laporan
dengan 173 penyelesaian kasus. Hal ini tentu membutuhkan bantuan yang
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu
1. Bagaimana Implementasi Panic Button On Hand Sebagai Upaya untuk
Meningkatkan Pelayanan Publik di Bidang Keamanan dan Ketertiban?
2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi Panic
Button On Hand ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan Implementasi Panic Button On Hand Sebagai Upaya
untuk Meningkatkan Pelayanan Publik di Bidang Keamanan dan
Ketertiban.
2. Mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam implementasi Panic
Button On Hand
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis maupun
praktis bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Adapun manfaat yang diharapkan
yaitu:
5
1. Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bagi
peneliti dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya
dalam hal penerapan maupun mengembangkan aplikasi serupa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dan
rekomendasi kepada Polres Malang Kota untuk meningkatkan
pelayanannya melalui aplikasi Panic Button on hand. Selain itu juga
sebagai rekomendasi bagi Polres daerah lain untuk menerapkan
aplikasi serupa sebagai upaya meningkatkan pelayanan publik kepada
masyarakat di bidang keamanan.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi
masyarakat untuk mendukung program dari Polres Malang Kota
dengan menerapkan aplikasi Panic Button on Hand. Penerapan
aplikasi ini juga merupakan bentuk kerjasama antara Polres Malang
Kota dengan masyarakat untuk saling menjaga keamanan dan
ketertiban.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Administrasi Publik
Menurut Habert A. Simon (dalam Pasolong, 2013) administrasi adalah
kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Pengertian lain dari administrasi
menurut S. P. Siagian (dalam Pasolong, 2013) adalah sebagai keseluruhan
kerja sama antar dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas
rasionalitas tertentu mencapai tujuan yang telah di tentukan sebelumnya.
Pendapat ketiga dikemukakan oleh The Liang Gie (dalam Syamsudin,
2010)administrasi adalah rangkaian kegiatan terhadap pekerjaan yang di
lakukan oleh sekelompok orang di dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu.
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa administrasi adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan bersama yang telah di tetapkan sebelumnya.
Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir,
perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-
nilai norma yang mereka miliki menurut Syafiie (dalam Pasolong, 2013).
Menurut Frederickson (dalam Pasolong, 2013) Publik adalah konsep publik
memiliki lima perspektif, yaitu:
1. Publik sebagai kelompok kepentingan yaitu publik dilihat sebagai
manifestasi dari interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan
masyarakat.
2. Publik sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat terdiri atas
individu-individu yang berusaha memenuhi kebutuhan dan
kepentingan sendiri.
3. Publik sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu
kepentingan publik yang diwakili melalui suara.
4. Publik sebagai konsumen, yaitu konsumen sebenarnya tidak terdiri
dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama lain,
namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan
tuntutan birokrasi. Karena itu posisinya juga dianggap sebagai
publik.
6
7
B. Electronic Government
1. Pengertian Electronic Government
Menurut Indrajit (dalam Pratiwi, 2013) mengungkapkan bahwa E-
Government merupakan suatu mekanisme interaksi baru (modern) antara
pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan
(stakeholder); dimana melibatkan penggunaan teknolologi informasi (terutama
internet); dengan tujuan memperbaiki mutu kualitas pelayanan yang selama
berjalan. Menurut pendapat tersebut bisa diartikan bahwa e-
governmentmerupakan penggunaan teknologi informasi yang digunakan untuk
9
C. Kebijakan Publik
Menurut Wojowasito dkk, kata kebijakan berarti skill (keterampilan),
ability (kemampuan), capability (kecakapan), insight (kemampuan untuk
memahami sesuatu). Kebijakan berasal dari kata bijak. Menurut kamus Inggris
Indonesia/Indonesia Inggris karangan Prof. Drs. S. Woyowasito & W.J.S
Purwodarmoto, kata bijak berarti learned, prudent, experienced. Hal itu berarti
bahwa kebijakan itu menunjukkan adanya kemampuan atau kualitas yang dimilki
seseorang dalam keadaannya yang learned (terpelajar), prudent(baik) dan
experienced (berpengalaman).
Kebijakan, dilihat dari segi istilahnya menunjukkan pengertian yang
sifatnya untuk dilaksanakan. James E Anderson menyimpulkan sebuah konsep
kebijakan publik (Public Policy) bahwa Public Policy is a purpose course of
action, followed by an actor or a set of actors in dealing with a problem or matter
of concern. Kebijaksanaan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang
bertujuan, yang dilaksanakan oleh pelaku atau pelaku kebijaksanaan di dalam
mengatasi suatu masalah atau urusan-urusan kebijaksanaan di dalam mengatasi
suatu masalah atau urusan-urusan yang bersangkutan.
Menurut James E. Anderson dalam bukunya Public Policymaking, beberapa tipe
kebijaksanaan yang dikategorikan sebagai berikut:
1. Distribitive policy, yaitu kebijaksanaan yang berkaitan dengan
pemberian pelayanan dan kemudahan kepada penduduk, baik
perseorangan maupun kelompok masyarkat, badan-badan ataupun
golongan.
2. Regulatory policy, yaitu kebijaksanaan yang mengatur perilaku dan
kegiatan dalam masyarakat, baik perseorangan maupun golongan. Tipe
13
1. Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah proses penerapandari suatu keputusan.
Keputusan yang telah diambil oleh pemerintah yaitu berupa suatu kebijakan
untuk mencapai kepentingan rakyat. ....implementasi adalah soal
pengembangan sebuah program kontrol yang meminimalkan konflik dan
deviasi dari tujuan yang telah ditetapkan oleh hipotesis kebijakan (
Pressmen dan Wildavsky, 1973:xiii). Proses penerapan kebijakan
merupakan proses yang dapat panjang dan meluas guna tercapainya tujuan
kebijakan tersebut. Kebijakan pemerintah akan mempunyai arti jika sudah
diterapkan atau di implementasikan ke masyarakat. Fungsi implementasi
yaitu untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan
ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik duwujudkan sebagai hasil akhir
dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Implementasi suatu
kebijakan harus dilaksanakan dalam waktu yang tepat, serta dilaksanakan
sesuai dengan kebenaran yang ada. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
Michall C. Musheno sebut sebagai implemetastion lag yaitu waktu yang
berlangsung anatara policy adoption dan actual program
implementation.
Pelaksanaan dari suatu kebijakan haruslah berhasil. Selain itu, yang
harus berhasil dan tidak boleh tidak dalam penerapannya yaitu tujuan yang
ingin dicapai pemerintah yang menyangkut dengan kepentingan masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan atau
implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:
a. Persetujuan, dukungan dan kepercayaan rakyat.
Tiga hal ini, seperti telah dikemukakan di atas, yang dapat menimbulkan
partisipasi masyarakat, yang benar-benar diperlukan untuk pelaksanaan
kebijakan.
b. Isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara jelas terlebih dahulu.
Berhubung dengan itu maka pelakasanaan harus mampu melakukan
interpretasi terhadap kebijakan yang tepat sehingga mempunyai persepsi
seperti yang dikehendaki oleh pembentuk kebijaksanaan.
15
d. Struktur birokrasi
Edward III dalam Widodo (2010:106) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena
ketidakefisiennya struktur birokrasi. Struktur birokrasi menurut Edward
III dalam Widodo (2010:106) mencangkup aspek-aspek seperti struktur
birokrasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi
dan sebagainya. Menurut Edward III dalam Winarno (2005:150) terdapat
dua karakteristik utama dari birokrasi yakni: Standard Operational
Procedure (SOP) dan fragmentasi.
2. Implementasi Program
Arif Rohman (2009: 101-102) dengan mengutip pernyataan dari
Charles O. Jones menyatakan bahwa program merupakan salah satu
komponen dalam suatu kebijakan, program merupakan upaya yang
berwenang untuk mencapai tujuan. Menurut Siti Erna Latifi Suryana (2009:
19
28) yang mengutip pernyataan dari Charles O. Jones menyatakan bahwa ada
tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program diantaranya:
a. Pengorganisasian
Struktur oganisasi yang jelas diperlukan dalam mengoperasikan program
sehingga tenaga pelaksana dapat terbentuk dari sumber daya manusia
yang kompeten dan berkualitas.
b. Interpretasi
Para pelaksana harus mampu menjalankan program sesuai dengan
petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.
c. Penerapan atau Aplikasi
Perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas agar program kerja
dapat berjalan sesuai dengan jadwal kegiatan sehingga tidak berbenturan
dengan program lainnya.
Salah satu model implementasi program yakni model yang
diungkapkan oleh David C. Korten. Model ini memakai pendekatan proses
pembelajaran dan lebih dikenal dengan model kesesuaian implementasi
program. Model kesesuaian Korten digambarkan sebagai berikut :
D. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan menurut Monir (dalam Pasolong, 2013) adalah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.
Sedangkan menurut Pasolong (2013:128) pelayanan dapat didefinisikan
sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung
maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara tahun 1993 (dalam Pasolong 2013:128)
mengemukakan pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam
bentuk barang atau jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa,
pelayanan adalah segala aktivitas pelayanan dalam bentuk barang atau jasa
yang dilakukan seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik secara
langsung atau tidak langsung dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
21
menyediakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat. Sifat dan jenis
pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda
dan hal ini harus diketahui oleh petugas pelayanan.
Strategi
Pelayanan
Customers
Sistem SDM
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan
jenis penelitian deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan implementasi
Panic Button on Hand secara sistematis, faktual, dan akurat. Karena menurut
Ulber (2009 : 27) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menyajikan
satu gambar yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting social, atau
hubungan. Sedangkan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena
obyek pada penelitian ini mempunyai kondisi yang alamiah. Menurut Sugiyono
(2014 : 9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan pada obyek yang alamiah, kondisi dimana obyek berkembang apa
adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak
mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan masalah dan
daerah yang akan diteliti. Karena menurut Sugiyono (2014 : 207) fokus adalah
batasan masalah dalam penelitian kualitatif, yang berisi pokok masalah yang
masih bersifat umum. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Implementasi Program Panic Button on Hand Polres Malang Kota
a. Komunikasi
1) Dimensi transmisi
2) Dimensi kejelasan
3) Dimensi konsistensi
b. Sumber daya Manusia
1) Sumber daya manusia
2) Sumber daya anggaran
3) Sumber daya peralatan
c. Disposisi atau Sikap aparat
24
25
d. Struktur Birokrasi
2. Faktor Penghambat dan Pendukung Program Panic Button on Hand Polres
Malang Kota
a. Internal
b. Eksternal
5) Bapak Dwi
6) Bapak Rojiin
7) Ibu Dwi
2. Data Sekunder
Data ini diperoleh secara tidak langsung dan merupakan data
pendukung bagi penelitian yang dilakukan. Data sekunder meliputi
dokumen, foto, arsip, buku, jurnal dan laporan resmi yang berkaitan
dengan penelitian ini. Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah
a. Jurnal yang relevan dengan penelitian ini
b. Dokumen keamanan dan ketertiban
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ketiga yang peneliti gunakan adalah
dokumentasi, dengan cara mengutip atau menyalin dokumen yang
relevan untuk digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Hal ini
bertujuan untuk mendukung data-data observasi dan wawancara, guna
meyakinkan bahwa data yang diperoleh valid.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam
mengumpulkan data-data penelitian. Karena teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi,
sehingga instrument penelitian yang digunakan sebagai berikut:
1. Peneliti sendiri, karena peneliti yang melakukan wawancara terhadap
informan,
2. Pedoman-pedoman wawancara (interview guide) digunakan untuk
membatasi dan mengarahkan peneliti dalam mencari data-data yang
diperlukan sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan, dan
3. Perekam suara dan kamera untuk dokumentasi sebagai alat penunjang
untuk pungumpulan data.
28
G. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Creswell.
MenurutCreswell (2012) langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis
Langkah ini melibatkan transkrip wawancara, men-scanning materi,
mengetik data lapangan, dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis
yang berbeda tergantung pada sumber informasi
2. Membaca keseluruhan data
Langkah ini membangun general sense atas informasi yangdiperoleh dan
merefleksikan maknanya secara keseluruhan.
3. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data.
Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi segmen-
segmen tulisan sebelum memaknainya.
4. Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang,
kategori-kategori, dan tema-tema yang akan di analisis
Pada langkah ini peneliti membuat kode-kode untuk mendeskripsikan
semua informasi, lalu menganalisisnya. Lalu menerapkan proses coding
untuk membuat sejumlah kecil tema atau kategori.
5. Menunjukkan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan
kembali dalam laporan kualitatif
Pada langkah ini menerapkan pendekatan naratif. Pendekatan naratif bisa
meliputi pembahasan tentang kronologi peristiwa, tema-tema tertentu atau
tentang keterhubungan antartema.
6. Menginterpretasi atau memaknai data
Interpretasi bisa berupa makna yang berasal dari perbandingan antara hasil
penelitian dengan informasi yang berasal dari literature atau teori.
Berikut gambar tahapan atau alur analisis data menurut Creswell:
29
Menginterpretasi tema-
tema/dekripsi-deskripsi
Menghubungkan tema-
tema/deskripsi-deskripsi (seperti,
grounded theory, studi kasus)
Tema-tema Deskripsi
A. Gambaran Umum
Kota Malang merupakan kota besar kedua di Jawa Timur setelah kota
Surabaya. Kota Malang memiliki wilayah seluas 110,06 km2, terdiri dari 5
Kecamatan dan 57 Kelurahan.Kota. Malang terletak pada koordinat 7.06 - 8.02
Lintang Selatan dan 112.06 - 112.07 Bujur Timur dengan ketinggian antara 440
667 meter dari permukaan laut. Karena letaknya yang cukup tinggi, kondisi
iklim Kota Malang tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 23,2oC sampai
24,4oC. Sedangkan suhu maksimum mencapai 29,2oC dan suhu minimum
19,8oC. Rata-rata kelembaban udara berkisar 78% - 86%, dengan kelembaban
maksimum 99% dan minimum mencapai 45% serta curah hujan tertinggi 526
milimeter. Kondisi iklim demikian membuat Kota Malang relatif sejuk
dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Secara administratif wilayah Kota Malang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Malang, berikut batasan administratif Kota Malang yaitu :
1. Sebelah Utara: Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso;
2. Sebelah Timur: Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang;
3. Sebelah Selatan: Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji;
4. Sebelah Barat: Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau. (Laporan Kinerja
Tahunan, 2014)
Dilihat dari jumlah penduduknya, Kota Malang mempunyai jumlah
penduduk sebesar 836.373 jiwa yang terdiri dari 418.100 laki-laki dan 418.273
perempuan, yang terbagi kedalam 5 kecamatan yaitu Blimbing, Klojen, Kedung
Kandang, Sukun, dan Lowokwaru. Berikut rincian jumlah penduduk Kota Malang
setiap kecamatan:
30
31
1. Fitur Laporan
Merupakan salah satu fitur yang terdapat dalam aplikasi Panic Button on
hand yang bertujuan menerima laporan masyarakat sehingga masyarakat
dengan mudah melaporkan segala permasalahan cukup dengan mengirim
lewat aplikasi Panic Button tanpa harus datang ke Kantor Polisi terdekat.
2. Fitur Malang Kota News
Merupakan salah satu fitur aplikasi Panic Button on hand yang bertujuan
mempublikasikan kegiatan yang dilakukan oleh Polres Malang Kota.
Dengan adanya fitur ini maka masyarakat dapat dengan mudah
mengetahui segala kegiatan yang dilakukan oleh Polres Malang Kota.
3. Fitur Kritik dan Saran
Merupakan salah satu fitur aplikasi Panic Button on hand yang memiliki
tujuan agar masyarakat dapat memberikan kritik dan saran kepada
pelayanan polri khususnya di Polres Malang Kota.
4. Fitur Pelayanan Polri
Merupakan salah satu fitur aplikasi Panic Button on hand yang bertujuan
mempublikasikan kepada masyarakat segala bentuk pelayanan polri mulai
dari SKCK, izin senpi (senjata api), izin handak (bahan peledak), STNK,
BPKB, dan SIM sehingga masyarakat mengetahui biaya PNBP dan
prosedur kepengurusan SKCK, izin senpi, izin handak, STNK, BPKB, dan
SIM.
5. Tombol Help
Merupakan layanan unggulan aplikasi punic button on hand karena
masyarakat cukup menekan tombol help sebanyak 3 kali polisi akan hadir
mendatangi TKP hanya kurangg dari 10 menit sesuai lokasi tempat
masyarakat yang membutuhkan kehadiran polisi tersebut berada.
B. Penyajian Data
1. Implementasi Program Panic Button on Hand Polres Malang Kota
a. Komunikasi
Komunikasi merupakan faktor yang sangat dibutuhkan untuk
menjalin hubungan yang baik serta mengetahui informasi yang ada.
34
Informasi tersebut baik berupa ide, gagasan, maupun isu-isu yang sedang
hangat. Informasi harus disampaikan dengan jelas agar tidak terjadi kesalah
pahaman. Kesalahpahaman merupakan salah satu faktor yang ditimbulkan
jika komunikasi tidak berjalan dengan baik. Kebijakan harus dilaksanakan
sebaik mungkin. Suatu kebijakan akan terlaksana dengan baik jika
komunikasi antara atasan dengan bawahan atau pelaksana kebijakan terjalin
dengan baik. Informasi yang disampaikan juga harus tepat dan jelas agar
tidak terjadi keslah pahaman antara pemberi informasi dengan yang diberi
informasi. Menurut Edward III komunikasi dibagi menjadi beberapa
dimensi sebagai berikut:
1) Dimensi Transmisi
Komunikasi sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi yang
tepat bagi pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Setiap kebijakan
pasti akan memerlukan komunikasi yang baik kepada masyarakat agar
masyarakat dapat memahami dan melaksanakan dengan baik dari
kebijakan tersebut. Komunikasi yang ada di dalam pelaksanaan kebijakan
Panic Button Polres Malang ini tidak hanya oleh atasan ke bawahan saja
tetapi kepada masyarakat serta pihak yang juga bersangkutan.
Pihak Polres Malang Kota sudah melakukan komunikasi ke
masyarakat, komunikasi yang dilakukan oleh Polres Malang Kota
dilakukan dengan cara sosialisasi kepada masyarakat dan pihak-pihak
yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana yang disampaikan Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota yaitu sebagai berikut: pakai
masyarakat ada, terus lewat dulu kan launchingnya kan di hotel savana
ya (Tanggal 16 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota). Sosialisasi
yang dilakukan oleh Polres Malang Kota kepada masyarakat salah
satunya dilakukan pada saat launching dari Program Panic Button on
Hand ini sendiri di hotel savana dengan mengundang perwakilan dari
masyarakat Kota Malang. Selain sosialisasi yang dilakukan melalui tatap
muka langsung, Polres Malang Kota juga melalukan sosialisasi melalui
media elektronik, hal ini sebagaimana yang disampaikan Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
35
2) Dimensi Kejelasan
Agar sebuah program bisa berjalan secara baik dan berhasil, harus
ada komunikasi yang berjalan dengan baik di internal pelaksana program
dan aktor aktor yang terkait. Program harus dijelaskan kepada pelaksana
secara jelas baik maksut, tujuan, sasaran dan substansinya, sehingga
pelaksana program tidak mengalami kebingungan. Pihak atasan Porles
Malang Kota sebelum melakukan komunikasi ke masyarakat atau target
sasaran, melakukan komunikasi kepada pihak internal kepolisian dan
aktor-aktor yang terlibat didalamnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
loh ya ada sosialisasi di internal, di aula kan seperti tadi ini kan
masih ada kegiatan Anev disampaikan oleh itu, polisi harus punya
seperti saya masak gak punya gak mungkin toh? Saya punya. Kita
memberikan sosialisasi pada masyarakat harus download ini,
37
3) Dimensi Konsistensi
Program Panic Button ini selain memerlukan komunikasi yang
baik antara pihak yang terkait seperti Universitas Brawijaya dan
masyarakat, komunikasi juga harus dijalin dengan baik antara atasan
dengan bawahan atau bagian pelaksanaagar tidak terjadi kesalahpahaman
dan dapat membantu masyarakat yang membutuhkan. Agar tidak
terjadinya kesalahpahaman pelaksana Program Panic Button on Hand
antara atasan dan pelaksana, ataupun sesame pelakasana, harus ada
konsistensi dalam pelaksanaan komunikasi terkait Program Panic Button
on Hand ini. Agar terjadinya konsistensi perintah atar pelaksana pihak
Kepolisian Kota Malang .melakukan komunikasi di lapangan
menggunkan Handy Talky (HT). Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak
Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
Iya, sehingga nanti dari sini melaporkan ke HT langsung, posko
lapangan yang ada di mana-mana itu kan di kedung kandang,
lowokwaru, kan ada di lapangan semuanya kan ada kendaraan
sendiri-sendiri semuanya kan bawa HT terus akan ke tempat
kejadian itu. Tapi gak bisa dipraktekan ini. Dua orang ini (Tanggal
21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)
b. Sumber Daya
1) Sumber Daya Manusia
38
dari sumber daya manusia atau anggota polisi yang berjaga dalam
menghadapi masalah atau kejadian darurat yang terjadi di masyarakat.
c. Disposisi
Program Panic Button on Hand merupakan bentuk komitmen
Polres Malang Kota sebagai pengayom masyarakat. Ketika masyarakat
membutuhkan bantuan polisi maka polisi diharapkan dapat segera merespon
dan hadir sebagai solusi untuk masyarakatdengan aplikasi Panic Button
diharapakan masyarakatdapat lebih mudah untuk meminta pertolongan
Polres Malang Kota. Polres Malang Kota sudah berkomitmen sejak dahulu
untuk melayanai masyarakat. Hal ini sesuai pernyataan dari Bapak Safari
selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut:
komitmen nya itu dari dulu polri ada untuk masyarakat, polri ada
untuk masyarakat jadi gini. Dimana masyarakat membutuhkan
bantuan polisi segera datang kesitu. Langsung mendatangi masyarakat
ya karena kan itu tadi polri ada untuk masyarakat. Masyarakat
membutuhkan ya harus ada polri (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di
Polres Malang Kota)
Sikap tanggap dan cepat dari anggota polisi malang terlihat pada saat
dilaksanakannya simulasi oleh Kapolres Malang Kota, namun simulasi yang
dilakukan tidak direncanakan dari awal, namun anggota polisi yang berjaga,
43
d. Struktur Birokrasi
Sebuah implementasi kebijakan dan program juga dipengaruhi oleh
struktur birokasi yang ada di instansi tersebut. Adanya struktur birokrasi
yang tidak efektif dan efisien akan menghambat dalam pelaksanaan
kebijakan dan program di instansi. Di Polres Malang Kota sudah
mempunyai struktur birokrasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang baik dalam menjalankan Program Panic Button on Hand. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Bapak Arif selaku Staff Lantas Polres Malang
Kota sebagai berikut:
Jadi SOP itu kan standart operasional prosedur jadi dari personilnya
harus gimana SOP itu kan mas, trus siapa yang membawahi, sarana
dan prasarana nya gimana trus faktor faktor pendukungnya gimana
trus cara bertindak cara tindak lanjut tentang kejadian laporan itu
gimana kan tukan sop mas jadi untuk kita pengendali tetep dari pak
kapolres. Pengendali dari pak kapolres kita mas trus kita untuk
personil personil piket operator, itu satu kali 24 jam 2 shift pagi dan
malam empat personil jadi empat, empat berapa trus pergelarannya itu
di lima polsek klojen, lowok waru, sukun , kedung kandang ,
blimbing. Bukan hanya polsek back up dari personel pelres mas baik
dari jajaran lalu lintas, baik dari jajaran kasabara, patroli, polisi tugas
kan jajaran intel dan tahu kalau mereka pakai preman gitu itu sop nya,
setiap hari mereka membuat laporan mas samsat samkibmas
keamanan ketertiban masyarakat, jadi seandainya ada panggilan Panic
Button didaerah itu, (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres
Malang Kota)
Kasat Lantas Polres Malang Kota sebagai berikut: ...Kan dilihat dari tindak
pidana nya apa misal nya pengeroyokan di lowokwaru kan kalau polsek
lowokwaru aja kan gk bisa mengatasi misal dari blimbing dari sukun ini
akan membantu mengatasi... (Tanggal 21 Juni 2016 bertemat di Polres
Malang Kota). Apabila tindak pidana yang dilakukan tidak dapat
diselesaikan oleh salah satu polsek terdekat, maka dapat meminta bantuan
dari Polsek yang lain.
2) Eksternal
Faktor pendukung dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand
lainnya berasal dari eksternal Polres Malang Kota. Penggunaan aplikasi
Panic Button hanya dapat diakses melalui handphone berbasis android.
Sehingga jumlah penggunaan handphone berbasis android oleh masyarakat
menjadi salah satu pendukung dalam pelaksanaan program tersebut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres
Malang Kota sebagai berikut:
.. saya kira umpama penduduknya 400.000 saya kira ya yang sudah
punya android saya kira sudah hampir 75% sudah punya gak mungkin
enggak kan, termasuk dari penduduknya 400.000 mahasiswanya
umpama 250.000, 650.000 ya yang ada dikota malang termasuk
mahasiswanya, saya kira hampir 75% mesti sudah punya android kan,
kan jarang yang gak punya itu jarang , lah sekarang yang kerja seperti
tukang ojek, punya tukang ojek, ya kan sekarang dimalang kan juga
sudah masuk go-jek itu kan, itu otomatis pasti punya itu (Tanggal
13 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota)
47
b. Faktor Penghambat
1) Internal
Panic Button merupakan program yang berbasis teknologi dengan
menggunakan handphone android. Program berbasis teknologi rentan
mengalami kerusakan baik pada alat maupun sistem yang dimiliki. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres
Malang Kota sebagai berikut: hambatan nya ya kalau ada kerusakan gitu
kan (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres Malang Kota). Hambatan
terkadang terjadi pada koneksi internet, meskipun untuk penyelesaiannya
masih memungkinkan untuk dilakukan secara cepat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota
sebagai berikut:
tingkatnya itu internet itu kan tetep jalan jadi gini ya mbk
seumpama sampean ngirim sms ke saya kalau lancar gak sampai 1
48
menit tapi kalau ada kendala kan lambat , tapi ini udah paling cepat
jadi kerjasama sama telkom itu internetnya udah paling cepat mbk.
Faiber yang sudah paling bagus paketannya sudah paling bagus ya
mungkin kalau ada kendala ya cuman 20 menit mbk (Tanggal 21
Juni 2016 bertempat di Polres Kota Malang)
Selain sistem dari programnya yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan
Program Panic Button on Hand ini, koneksi internet juga menjadi kendala,
karena aplikasi ini membutuhkan koneksi internet.
2) Eksternal
Faktor penghambat juga dimungkinkan terjadi dari lingkungan
eksternal yaitu cuaca yang tidak mendukung. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Safari selaku Kasat Lantas Polres Malang Kota
sebagai berikut:
keluhannya kan lambat itu nya. kalau mobil kan kalau banjir gak
berani banter ya tetep alon ya kan personil kita di sini tetap siaga
pokoknya kapolres itukan orangnya siaga Panic Button ke tkp yang
menangani masyarakat, jadi anggota semangat petugas semangat lah
kan untuk masyarakat (Tanggal 21 Juni 2016 bertempat di Polres
Malang Kota)
b. Sumberdaya
1) Sumberdaya Manusia
Edward III menjelaskan dalam teorinya bahwa sumberdaya
manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan kebijakan. Hal tersebut juga dilakukan oleh Polres Malang
Kota agar pelaksanaan Program Panic Button on Hand berjalan dengan
baik, yaitu dengan adanya pelatihan teknis seperti mengoperasikan
komputer kepada sumberdaya manusia atau anggota Kepolisian Malang.
Selain itu anggota Kepolisian Malang juga diberikan pelatihan berupa
simulasi kejadian yang darurat. Hal tersebut dilakukan agar anggota
kepolisian terlatih dalam menghadapi berbagai situasi.
2) Sumberdaya Anggaran
Menurut Edward III terbatasnya anggaran yang tersedia
menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada
masyarakat juga terbatas. Tidak sama halnya yang terjadinya pada
pelaksanaan Program Panic Button on Hand ini. Polres Malang Kota
tidak menyediakan anggaran untuk melaksanakan Panic Button ini,
dikarenakan semua peralatan yang dibutuhkan untuk pengoperasiaan
Panic Button ini sudah tersedia semua. Alasan tidak disediakannya
anggaran ini juga dikarenakan dari pihak mitra Polres Malang Kota yaitu
51
c. Disposisi
Edward III menyebutkan dalam teorinya bahwa disposisi merupakan
kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk
melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang
menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Disposisi yang ada di Polres
Malang Kota terlihat dari adanya komitmen sejak awal untuk melayani
masyarakat. Komitmen melayani masyarakat tersebut bisa dilihat dari sikap
anggota polisi yang cepat dan tanggap dalam membantu masyarakat yang
membutuhkan, karena mengingat juga bahwa salah satu tujuan adanya
inovasi Program Panic Button on Hand adalah untuk menghadirkan polisi
ditengah masyarakat agar selalu cepat dan tanggap dalam membantu.
d. Struktur Birokrasi
Teori Edward III menyebutkan bahwa dalam mengimplementasikan
suatu program terdapat struktur birokrasi yang mencangkup aspek-aspek
52
b. Faktor Penghambat
1) Internal
Terdapat beberapa faktor penghambat dari lingkungan internal dalam
pelaksanaan Program Panic Button on Hand yaitu: apabila terjadi
kerusakan pada peralatan dan sistem Panic Button, sehingga akan
menghambat proses penanganan laporan dari masyarakat. Selain itu
koneksi internet juga menjadi penghambat dalam pelaksanaan Panic
Button, mengingat bahwa program ini berbasis teknologi berupa aplikasi
yang harus tersambung pada koneksi internet. Hambatan-hambatan yang
terjadi tidak lantas membuat program ini berhenti, karena telah dilakukan
perbaikan dengan berkoordinasi bersama mitra dari eksternal Polres
Malang Kota.
2) Ekternal
Selain dari internal, ada beberapa faktor penghambat dari eksternal dalam
melaksanakan Program Panic Button on Hand yaitu: disebabkan cuaca
hujan, dengan adanya hujan akan mengakibatkan banjir yang membuat
beberapa anggota polisi kesulitan dalam bergerak menuju lokasi dengan
cepat. Adanya hambatan terkait faktor cuaca memang tidak dapat
diprediksikan secara tepat, namun tidak lantas pihak kepolisian
meninggalkan kewajibannya dalam membantu masyarakat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Polres Malang Kota merupakan salah satu institusi pemerintah
yang bergerak di bawah naungan Polri (Polisi Republik Indonesia) sebagai
pelayan dan pengayom serta menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat Kota
Malang. Salah satu upaya Polres Malang Kota untuk memaksimalkan
pelayanan kepada masyarakat dengan mengeluarkan suatu inovasi yang
berbasis teknologi, yaitu Panic Button on Hand. Program Panic Button on
Hand diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat kota Malang,
karena memiliki 4M, yaitu Murah, Mudah, Modern dan Manfaat.
Pada pelaksanaan Program Panic Button on Hand, Polres Malang Kota
telah melaksanakan beberapa aspek yang berpengaruh pada keberhasilan
program ini diantaranya komunikasi, sumber daya, disposisi, dan birokrasi.
Aspek komunikasi yang dijalin oleh Polres Malang Kota antara lain kepada
pihak pelaksana, Telkom, akademisi Universitas Brawijaya, dan masyarakat.
Komunikasi antara Polres Malang Kota dengan pihak pelaksana dan mitra telah
terjalin dengan baik, namun berbeda halnya dengan komunikasi kepada
masyarakat karena sebagian masyarakat Kota Malang masih belum mengetahui
Program Panic Button on Hand.
Selain itu sumber daya yang dimiliki Polres Malang Kota khususnya
dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand ini sudah baik, seperti
SDM Polres Malang Kota yang diberi pelatian dalam bidang komputer, serta
peralatan pendukung. Pelaksanaan Program Panic Button on Hand berjalan
dengan baik karena sejak awal Polres Malang Kota sudah berkomitmen untuk
melayani masyarakat. Hal tersebut terlihat dari sikap anggota polisi yang cepat
dan tanggap dalam membantu masyarakat yang membutuhkan. Komitmen
antara Polres Malang Kota dengan Telkom dan akademisi Universitas
Brawijaya sebagai mitra juga berjalan dengan baik, sehingga tidak ada
anggaran yang dikeluar dalam pelaksanaan Program Panic Button on Hand.
54
55
B. Saran
Program Panic Button on Hand Polres Malang Kota sudah mulai
diterapkan pada akhir tahun 2015, namun sampai sekarang masih banyak
masyarakat Kota Malang yang belum mengetahui atau mendapatkan sosialisasi
dari Polres Malang Kota terkait program ini. Oleh sebab itu, sebaiknya Polres
Malang Kota melakukan sosialisasi yang lebih menyeluruh mengenai Program
Panic Button on Hand agar masyarakat Kota Malang dapat mengetahui dan
memanfaatkan program tersebut secara maksimal. Berikut bentuk-bentuk
sosialisasi menurut peneliti yang dapat diterapkan:
1. Melalui media sosial
2. Melalui iklan-iklan yang muncul di intenet (adware)
3. Menggunakan SMS bot serta bekerjasama dengan provider
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Header dan Tarigan, Antonius. 2000. Artikulasi Konsep Implementasi
Kebijakan: Perspektif, Model dan Kriteria Pengukurannya. Jurnal
Kebijakan Publik Program Sarjana dan Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar: Makasar.
Angguna, Yordan Putra. 2015. Upaya Pengembangan E-Government Dalam
Pelayanan Publik Pada Dinas Koperasi Dan Ukm Kota Malang.
DalamJurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No.1, hal. 80-88, 2015.
Creswell, John. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dendi. 2014. Pengaruh Kesenjangan Digital (Digital Divide) terhadap Internet
Literacy Guru SMA Negeri Di Kota Bandar Lampung. Skripsi Sarjana
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung: Lampung.
Dwiyanto, Agus (ed). 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Islamy, I. 2009. Kebijakan Publik. Jakarta : Universitas Terbuka.
Kurniawan. 2011. Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru dalam Rangka
Meningkatkan Profesionalitas Guru di Kota Yogyakarta. Dalam jurnal
Studi Pemerintahan Vol.2 No.2 Agustus 2011.
Lestiani, Endah. 2006. Implementasi Program Partnerships For E-Prosperity For
The Poor (PE-PP) sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di
Perdesaan. Skripsi Sarjana Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya: Malang.
Hidayat, Yayat. 2014. Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di
Kabupaten Wakatobi). Dalam jurnal Pekommas, Vol. 17, No. 2, hal. 81-
90 Agustus 2014.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan
Dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government
Makmur, Muhammad. 2009. Ekologi Administrasi Publik. Malang : Universitas
Brawijaya.
Pasolong, Harbani.2013. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Pemerintah Kota Malang. 2015. Kriminalitas di Kota Malang Menurun, Kapolres
Belum Puas [online]. Diakses melalui
http://malangkota.go.id/2015/12/31/kriminalitas-di-kota-malang-
menurun-kapolres-belum-puas/ pada tanggal 23 Mei 2016.
Pratiwi, Yuliatina. 2013. Implementasi E-Service pada Organisasi Publik di
Bidang Pelayanan Pendidikan Studi tentang Program Penerimaan
Siswa Baru (PSB) Real Time Online Dinas Pendidikan Kota Malang).
Dalam Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.1, hal. 2016-214,
2013.
Rohman, Arif. 2009. Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: LaksBang
Mediatama Yogyakarta.
Setyodarmodjo. Soekarno. 2000. Public Policy. Surabaya : Airlangga University
Press.
Shanab, Abu. 2014. E-Government Adoption: The Challenge Of Digital Divide
Based On Jordanians Perceptions. Dalam jurnal Theoretical and
Empirical Researches in Urban Management, Vol. 9, Issue 4, 2014.
56
57