Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Perkosaan adalah kejahatan yang sangat serius. Ini adalah kejahatan yang
menginjak-injak martabat kemanusiaan. Akibat dari perkosaan tidak hanya terjadi
pada korban saja. Secara sosial, perkosaan membuat masyara-kat semakin cemas.
Bahkan dapt menghilangkan peran sosial korbannya da-lam masyarakat.
Penderitaan korban tidak hanya dialami saat terjadi kasus. Secara psikologis,
korban menderita sepanjang hidupnya. Ia bisa menjadi depresi, kecemasan yang
berkepanjangan bahkan dapat mendorongnya un-tuk melakukan tindakan bunuh
diri.

Bahkan bagi korban yang dapat bertahan secara mental masih juga
mendapat stigma negatif dari masyarakat. Bagi yang kasusnya terekspos, mereka
mengalami perkosaan kedua oleh media, polisi dan penegak hukum (saat pro ses
penyidikan hingga pengadilan).

Ironisnya perkosaan termasuk kejahatan yang sangat sering terjadi. Kasus


perkosaan menempati peringkat nomor 2 setelah pembunuhan (Dar-win dalam
Sulistyaningsih dan Fatchurohman, 2002). Data Komnas Perem-puan da ri 1998-
2010 menunjukkan bahwa perkosaan adalah jenis kekerasan seksual yang paling
banyak terjadi. Mencapai ebih dari 50 persen dari selu-ruh kasus yang
didokumentasikan dan terpilah. Atau terdapat 4.845 kasus (Komnas Perempuan,
2011).

Kejahatan lain yang tak kalah kejinya adalah pencabulan pada anak-anak.
Kita sering mendengar kasus seorang guru ngaji yang mencabuli san-tri-santrinya.
Guru menghukum muridnya dengan mencabuli mereka. Ayah yang mencabuli anak
tiri -bahkan- anak kandungnya. Rohaniawan terkenal dilaporkan banyak
pengikutnya karena melakukan pencabulan. Dan di Ame-rika Serikat, Italia dan
Australia di kejutkan dengan kasus para pendeta yang mencabuli anak-anak murid
sekolah minggu dengan korban mencapai ratu-san.

Makalah ini hendak memberi sedikit gambaran bagaimana perkosaan dan


pencabulan anak-anak terjadi dalam sudut pandang behaviorime dan kognitif.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Perkosaan


Perkosaan merupakan bagian dari kejahatan seksual, yang berasal dari
bahasa latin yaitu rapere, yang artinya menangkap atau mengambil dengan
paksa. Kata-kata tersebut secara murni tidak memiliki konotasi seksual dan
masih dipergunakan secara luas dalam bahasa Inggris.
Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal di mana si korban dipaksa
untuk melakukan aktivitas seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin,
di luar kemauannya sendiri.
Istilah perkosaan dapat pula digunakan dalam arti kiasan, misalnya
untuk mengacu kepada pelanggaran yang lebih umum seperti perampokan,
penghancuran, penangkapan atas warga masyarakat yang terjadi pada saat
sebuah kota atau negara dilanda perang. Perkosaan sekarang dikenal sebagai
sebuah tindak kriminal perilaku penyerangan terhadap suatu anggota dari
suatu kelompok seksual oleh suatu anggota kelompok seksual lainnya. Dalam
pengertian lain, perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan
seksual. Di dalam kebanyakan hukum tertulis, kasus tindak kriminal
perkosaan jelas terjadi apabila terdapat persetubuhan (atau terjadi
penyerangan) tanpa adanya persetujuan yang nyata dari salah satu pihak yang
terlibat. Persetubuhan ini sering diartikan sebagai penetrasi penis ke dalam
anus atau vagina. Namun bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan, akan
tetapi segala bentuk serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin.
Oral seks, anal seks (sodomi), perusakan alat kelamin perempuan dengan
benda adalah juga perkosaan. Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah
pernikahan.
Dalam Pasal 285 KUHP disebutkan bahwa: barangsiapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pemerkosaaan tidak hanya

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 2


menghilangkan keperawanan seorang perempuan, namun telah memberi
dampak besar bagi korban antaranya; (1) pengucilan dalam keluarga, (2)
pengucilan dalam masyarakat, (3) hilangnya rasa percaya diri korban
dikarenakan kesucian sebagai salah satu indentitas diri perempuan telah
hilang, dan (4) hilangnya hak dalam mengeyam pendidikan. Dampak
psikologis bagi korban sangat besar, korban depresi dan juga bisa berakhir
bunuh diri akibat beban mental yang dialami.
Pengertian pasal 285 KUHP, dimana perkosaan didefinisikan bila
dilakukan hanya di luar perkawinan. Selain itu kata-kata bersetubuh
memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan terjadi pada saat sudah terjadi
penetrasi. Pada saat belum terjadi penetrasi maka peristiwa tersebut tidak
dapat dikatakan perkosaan akan tetapi masuk dalam kategori pencabulan.

2.2. Jenis Perkosaan


Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan menyetubuhi seorang wanita di luar perkawinan.
Termasuk dalam kategori kekerasan disini adalah dengan sengaja membuat
orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP). Hukuman maksimalnya
adalah 12 tahun penjara. Sangatlah penting untuk diketahui bahwa hampir
seluruh jenis penelitian dan kasus perkosaan yang dilaporkan selama ini
adalah terbatas pada bentuk perkosaan antara laki-laki dan perempuan
walaupun diketahui kejadian perkosaan sesama jenis juga terjadi dan telah
tertuang dalam pasal 292 KUHP, yaitu terdapat ancaman hukuman bagi
seseorang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan orang
lain yang sama kelaminnya yang belum cukup umur.
Berdasarkan motif perkosaan dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Sadistic Rape. Perkosaan sadistis, dimana pelaku perkosaan menik-mati


kesenangan erotik tidak pada hubungan seksnya, melainkan me-lalui
serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.

b. Anger Rape. Perkosaan karena kemarahan. Perkosaan yang terjadi dengan


motif utamanya bukanlah pemenuhan kebutuhan seksual. Perkosaan

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 3


menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan ra-sa geram dan
marah yang tertahan. Korban dianggap sebagai obyek pemecahan atas
frustasi-frustasi, kelemahan, kesulitan dan kekece-waan hidupnya. Dan hal
ini dinyatakan sebagai motif paling sering pada perkosaan. (Barbaree &
Marshall; Barbaree, Seto, Serin, Amos & Preston; Berlin; Groth; Groth,
Burgess & Holmstrom; Hazelwood & Burgess; Holmstrom & Burgess;
Holt, Meloy & Strack; Kanin; Palmer; Sanday dalam McCabe dan
Wauchope, 2005)

c. Domination Rape atau Power Rape. Yaitu suatu perkosaan yang ter jadi
ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superio-ritas
terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti
korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan sek sual.

d. Seductive Rape. Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi


yangmerangsang yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mula-nya
korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai
sejauh persenggamaan. Pelaku pada umumnya mem-punyai keyakinan
membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tidak mempunyai perasaan
bersalah yang menyangkut seks.

e. Victim Precipitated Rape. Yaitu perkosaan yang terjadi dengan me-


nempatkan korban sebagai pencetusnya.

f. Exploitation Rape. Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap


kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki
dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi perempuan
yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya istri yang
diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa
olehmajikannya, sedangkan pembantunya ti-dak mempersoalkan atau
mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib.Namun demikian
dilihat dari perspektsif kriminologi, kekerasan ini menunjuk kepada
tingkalaku yang berbeda-beda baik mengenai motof maupun mengenai
tindakannya, seperti perkosaan dan pembunuhan, kedua macam kejahatan
ini diikuti dengan kekera-san.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 4


Berdasarkan pelaku atau tempatnya dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Prison Rape. Perkosaan yang dilakukan dipenjara. Baik oleh sesama


narapidana maupun oleh sipir penjara (seperti yang terjadi di penja-ra
Malaysia, Aceh, Guantanamao, Abu Ghuraib-Iraq, penjara-penjara Israel
sebagai contoh khusus). Dalam banyak kasus di Amerika Seri-kat,
perkosaan jenis ini (napi terhadap napi) bertujuan untuk meren-dahkan yang
bersangkutan. Juga bertujuan untuk menegakkan heirar-ki kelompok dalam
penjara. Sedang di Indonesia secara khusus, kasus ini terjadi karena kasus
perkosaan dianggap sebagai kasus yang pa-ling keji (bahkan diantara para
penjahat). Sehingga pelaku pemerkosa-an akan dihukum oleh para napi
lainnya dengan menjadikannya kor-ban perkosaan secara beramai-ramai.

b. War Rape. Perkosaan yang terjadi dalam konteks perang atau wila-yah
konflik. Kasus yang terjadi di Rwanda, Bosnia, Palestina adalah contoh-
contoh kontemporer. Perkosaan dilakukan untuk melemah-kan mental
musuh. Memberikan penghinaan pada mereka. Dan seba-gai sebuat taktik
perang. Di Rwanda dan Bosnia bahkan termasuk da-lam kejahatan perang
pemusnahan etnik. Di Indonesia terjadi saat kasus DOM di Aceh, Timor-
Timur, dan pada saat penjajahan Jepang dengan jugun ianfu-nya. Dalam
kasus konflik antar etnis terjadi saat peristiwa Mei 1998 (walau lebih
bermotif anger rape), Poso, Maluku, dan di dunia internasional kita
mendengar berita dari Myanmar.

c. Kampus Rape. Perkosaan yang terjadi antar pelajar di sekolah me-nengah


hingga mahasiswa. Biasanya terjadi antar teman dalam satu kelompok.

d. Gang Rape. Perkosaan yang dilakukan oleh sekelompok anggota gang atau
gerombolan. Biasanya dijadikan sebagai ajang ujian kejantanan bagi
anggota gang yang baru yang kemudian digilir oleh anggota gang tersebut.
Kasus yang sempat terjadi pada putri salah satu pejabat di Tuban merupakan
salah satu contohnya. Contoh lain adalah kasus perkosaan dalam angkot
yang sempat menghebohkan kota Depok dan kediri. Dan kasus semacam ini
semakin marak. Bahkan beberapa pela-kunya masih berstatus pelajar.

e. Date Rape. Perkosaan yang terjadi antara kekasih (saat pacaran). Pa-da
kasus ini bermotif seductif rape. Dan saat si perempuan menolak maka
terjadilah perkosaan. Kasus ini pun makin marak akhir-akhir ini. Biasanya
pelaku memaksa si laki-laki untuk menenggak minuman ke-ras terlebih
dahulu untuk mengurangi.menghilangkan penolakan dari si perempuan.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 5


f. In Marital Rape. Perkosaan yang dilakukan oleh suami (bisa juga oleh
istri) kepada pasangan sahnya dalam perkawinan. Hal ini terjadi kare-na
seks dianggap sebagai kewajiban dalam pernikahan. Maka saat pa-sangan
tidak mau maka pelaku memaksanya.

I. PENCABULAN ANAK (CHILD MOLESTATION)

Pengertian

Child Moestation berasal dari dua kata bahasa Inggris Child yang be-rarti
anak-anak, dan Molestation yang berarti menganiaya, menyiksa. Secara bahasa
Child Moestationi berarti penganiayaan anak.

Websters New World College Dictionary sebagaimana dikutip oleh


Lanning (2010) mendefinisikan Child Molestation dengan to annoy, inter-fere
with, or meddle with so as to trouble or harm, or with intent to trouble or harm; to
make improper advances to, especially of a sexual nature; or to assault or attack
(especially a child) sexually. Mengganggu, atau menggang-gu untuk melukai atau
dengan niat melukai, membuat perkembangan seksu-al yang salah, atau menyerang
secara seksual pada anak-anak.

Sementara Lanning (2010) sendiri mendefinisikan child molester (pe-laku


pencabulan anak) sebagai orang yang lebih tua yang melakukan perilaku seksual
apa saja kepada seseorang yang secara hukum disebut sebagai anak-anak.

Menurut Caeti (2009) Child molestation adalah semua perilaku atau


aktivitas seksual yang ditujukan pada anak-anak, termasuk didalamnya: me-raba-
raba, oral sex, intercourse, exhibitionisme, mengambil/menyimpan gambar porno
anak-anak, menunjukkan/memperlihatkan materi porno se-cara vulgar kepada
anak-anak atau melakukan hubungan sexual di hadapan anak-anak.

Pada pasal 293 KUHP disebutkan tentang pencabulan:

(1) Barang siapa dengan hadiah atau perjanjian akan member uang atau barang,
dengan salah memakai kekuasaan yang timbul dari pergaulan atau dengan
memperdayakan, dengan sengaja mengajak orang di bawah umur yang tidak
bercacat kelakuanya, yang diketahuinya atau patut dapat disang kanya dibawah
umur, mengerjakan perbuatan cabul dengan dia atau mem biarkan perbuatan
cabul itu dengan dia, di hukum dengan hukuman pen-jara selama-lamanya lima
tahun.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 6


Pada umumnya di Indonesia kata pencabulan digunakan untuk ke-kerasan
seksual dengan korban anak di bawah umur (anak-anak yang belum dewasa). Jika
berdasar pasal pada UU Perkawinan 1974, maka korbannya ber umur kurang dari
16 tahun. Hal ini sesuai dengan keterangan di atas. Kare-nanya dalam makalah ini,
child molestation kami maknai dengan pencabul-an anak.

Kasus pencabulan anak sangat banyak terjadi. Di Amerika Serikat pa-da


tahun 2000 saja dilaporkan terjadi 89.000 kasus (Caeti, 2009). Di Indone-sia,
laporan secara nasional tidak dapat dijangkau oleh pemakalah namun berdasar
berita-berita di daerah di laporkan tiap tahun jumlah kasus yang terjadi selalu
meningkat.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Kejaksaan Agung pada 2006 dan telah
diteruskan ke Komite Anak Dunia, 82% dari total 600 kasus yang tertangani atau
482 kasus berkaitan dengan tindak pencabulan dan perkosa-an terhadap anak
(mediaindonesia.com seperti dikutip gugustugastraffick-ing.org).
Hukumonline.com mengutip Kepala Subdit III Direktorat Tindak Pi-dana Umum
Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol. Napoleon Bonaparte, bah-wa data yang
terekap di Maber Polri menyebutkan pada 2011 terjadi 128 ka-sus pencabulan yang
dilakukan anak (belum termasuk yang dilakukan oleh orang dewasa). Anakbangsa-
ku.blogspot.com melaporkan berdasar rilisan KPAID Langkat pada tahun 2011
terjadi kasus pencabulan sebanyak 16 kasus, 9 di antaranya kasus pencabulan yang
dilakukan orangtua terhadap anak-anak. Kompas.com melaporkan bahwa di Bone,
Sulawesi Selatan, kasus ke-kerasan terhadap anak yang di tangani Lembaga
Pemerhati Perempuan dan Anak (LPPA) meningkat dari 85 kasus pada tahun 2011
men-jadi 127 kasus pada 2012 dan 27 diantaranya adalah kasus pencabulan anak.
Begitu juga di Sumatra Utara, sebagaimana dilaporkan KPAID Sumut bahwa 30%
atau 46 kasus perkosaan dan pencabulan pada anak terjadi selama tahun 2011
(waspada.co.id)

Namun jumlah tersebut diasumsikan hanya sedikit dari kasus yang


sebenarnya. Hal ini terjadi karena menurut Caeti (2009):

Pelakunya adalah orang yang dikenal, anggota keluarga atau sudah di


anggap seperti anggota keluarga.
Korban belum memiki kapasitas kognitif untuk mengenali apa yang terjadi
pada mereka. Atau jika sudah, mereka takut/malu untuk me-ngutarakan
pada orang lain.
Kasus tersebut diketahui oleh keluarga, namun karena pelakunya ada lah
anggota keluarga atau kenalan, mereka tidak dilaporkan.
Korban diancam untuk tidak melaporkannya.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 7


Jenis Pencabulan Anak

Acquaintence Molestation. Pencabulan yang dilakukan oleh orang yang


dikenal oleh korban. Jenis ini debedakan lagi dengan Intrafami-lial
molestation, pelaku adalah anggota keluarga dan ektra-familial molestation,
pelaku adalah orang dikenal di luar keluarga. Realitanya, kasus
Acquaintence molestation paling banyak terjadi. Pelaku biasa-nya Ayah
baik kandung atau tiri, paman, kakek, sepupu, tetangga, gu-ru sekolah, guru
ngaji, pendeta/rohaniawan, pengasuh anak, penjual mainan/makanan di
depan sekolah hingga dukun.

Stranger Molestation. Pelaku adalah orang asing yang tidak dikenal


oleh korban. Jumlahnya hanya berkisar 1-5 % dari total kasus yang di
laporkan. Namun, walaupun hanya sedikit, pencabulan jenis jauh le-bih
berbahaya dari tipe yang pertama. Karena biasanya tidak hanya pencabulan
saja, namun diawali dengan penculikan dan akhirnya kor ban di bunuh. Dan
pelakunya sering menjadi residivis. Kasus yang cu kup fenomenal adalah
kasus penculikan anak di Bali pada 2-3 tahun lalu dengan korban mencapai
belasan anak.

2.3. Undang-Undang Tentang Kejahatan Seksual


Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan
oleh undang-undang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada bab
XIV KUHP, yaitu bab tentang kejahatan terhadap kesusilaan; yang meliputi
baik persetubuhan di dalam perkawinan maupun persetubuhan di luar
perkawinan.

KUHP pasal 285


Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan
perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 8


KUHP pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

KUHP pasal 287


(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,
padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum
lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum
mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya
wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah suatu hal
tersebut pasal 291 dan pasal 294.

KUHP pasal 288


(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan,
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu
dikawin, diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara
paling lama delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 9


2.4. Pemeriksaan dan Pembuktian dalam Kasus Perkosaan
Dalam sistem peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak
dapat menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan
sekurangnya dua alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu
memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP). Sedang yang dimaksud dengan
alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP). Berdasarkan hal tersebut di
atas, maka pada suatu kasus perkosaan dan kejahatan seksual lainnya perlu
diperjelas keterkaitan antara:
1) Bukti-bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara,
2) Pada tubuh atau pakaian korban,
3) Pada tubuh atau pakaian pelaku dan
4) Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini (yaitu penis)

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 10


BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Perkosaan adalah suatu tindakan kriminal di mana si korban dipaksa
untuk melakukan aktivitas seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin,
di luar kemauannya sendiri. Perkosaan sekarang dikenal sebagai sebuah
tindak kriminal perilaku penyerangan terhadap suatu anggota dari suatu
kelompok seksual oleh suatu anggota kelompok seksual lainnya. Dalam
pengertian lain, perkosaan adalah segala bentuk pemaksaan hubungan
seksual. Dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia, Suatu kasus yang
dapat menunjukkan bahwa pihak penyidik membutuhkan keterangan ahli
dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan
kasus perkosaan. Kasus kejahatan kesusilaan membutuhkan bantuan
keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini
yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam
memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban. Kekerasan seksual masih
merupakan hal yang tabu dan memalukan di lingkungan masyarakat. Karena
tindak perkosaan dapat memberi dampak psikologis yang besar bagi
korbannya, kasus perkosaan seringkali gagal terungkap dan terdapat banyak
kesulitan dalam pembuktiannya, terutama di Indonesia. Pembuktian secara
kedokteran pada setiap kasus kejahatan kesusilaan, seperti perkosaan,
sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada tidaknya tanda-tanda
persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur, serta pembuktian
apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk
dikawini atau tidak. Proses pemeriksaan tersebut harus dilakukan dengan
teliti dan sewaspada mungkin, pemeriksa juga harus yakin akan semua bukti
yang ditemukannya.

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 11


DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1994. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Bagian


Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
3. Idries A. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara, Jakarta.
4. Khumaini K. 2009. Lemahnya Sanksi Bagi Pelaku Perkosaan & Pelecehan
Seksual. [online], The Aceh Institute. Dari http: //id.acehinstitute.org [18
Januari 2017].
5. Kompas. 2003. Hukum Tak Berpihak pada Korban Perkosaan. [online] Dari:
URL:http://www.kompas.com/ [18 Januari 2017].
6. Syamsudin K. 2004. Persetubuhan Melawan Hukum. Departemen Obstetri dan
Ginekologi Universitas Sriwijaya, Palembang.
7. Wikipedia. Perkosaan. [online] Dari: URL: http ://www. wi k i p e d i a .o rg /
[18 Januari 2017].
8. Wikipedia. Rape. [online] Dari: URL: http ://www. wi k i p e d i a .o rg / [18
Januari 2017].

Tugas Forensik (Pemerkosaan & Pencabulan) Page 12

Anda mungkin juga menyukai