Anda di halaman 1dari 27

Bab I

Pendahuluan
latar belakang

salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batubara.Pembakaran
batubara merupakan metode pemanfaatan batubara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah
yang muncul sebgai akibat pembakaran langsung batubara adalah emisi gas sulfur dioksida.
Sulfur yang terdapat dalam batubara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan
sejumlah dampak negatif bagi lingkungan.
Sulfur merupakan bagian dari mineral sulfat dan sulfida di dalam batubara yang sifatnya
mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen untuk membentuk senyawa asam, maka
keberadaan sulfur diharapkan dapat seminimal mungkin. Karena hal tersebut dapat memicu
polusi udara dari hasil pembakaran batubara. Untuk menganalisa kandungan sulfur pada batubara
biasanya digunakan alat Furnace Total Sulfur dengan High Temperature Combustion Method
yang sesuai dengan standar ISO 351-1996. Pada alat ini prosesnya menggunakan sistem
pembakaran untuk memperoleh gas sulfur dengan suhu pembakaran 1250-1350 0C. Pembakaran
ini biasanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk memperoleh total seluruh kandungan
sulfur yang ada pada sampel batubara.
Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi waktu untuk menganalisa semua kandungan
sulfur tersebut pada alat ini. Hal inilah yang melatar belakangi diangkatnya tugas makalah
dengan judul analisa batubara
Batubara yang dijual di negara asing biasanya digunakan sebagai bahan bakar. Sehingga
tidak diinginkan pembakara batubaranya menghasilkan gas sulfur yang cukup tinggi. Pengujian
analisa inipun harus benar-benar akurat, agar pengukuran sulfur pada laboratorium si penjual
dengan laboratorium si pembeli tidak berbeda nilainya. Kandungan sulfur ini dihitung dalam
persen total sulfur pada sampel batubara.
Diharapkan laporan ini bisa bermanfaat sebagai referensi untuk pengujian sulfur yang
sesuai dengan standar ISO 351-1996.

Rumusan masalah

1. apa yang dimaksud dengan batubara ?

2. ada berapa metode analisa batubara ?

Tujuan penulisan

1. mengetahui apa itu batubara

2. mengetahui macam-macam metode analisa batubara


Bab II

Tinjauan Pustaka

Batubara

Batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaanya melimpah,
berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Geologi, Kementerian ESDM tahun 2009, total
sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total
cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat
melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat
dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya,
seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Cadangan batubara sebagian besar
berada di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap
terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar
berada di kawasan hutan konservasi.Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia
mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan
energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri
dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang
membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-
rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang
kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara (proses pembatubaraan). Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen

Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi,


karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen,
tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat
berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa.
Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi
iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat
berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi
kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang
mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat
tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal
dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan
peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga
sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini
sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan
metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan
kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan
penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan
unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari
mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah
umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat
dibandingkan solar. Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini sebenarnya
cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini
dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.

Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua
cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.

Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-
cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-
lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

1. Proses Pembentukan Batu Bara

Batubara terbentuk dari endapan organik yaitu sisa sisa tumbuhan tumbuhan yang
terjadi selama beberapa ratus juta tahun yang lalu yang mengalami pengubahan melalui proses
pembatubaraan. Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :

1. Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ lazimnya
terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan
roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.
2. Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan
di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori
drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus
(splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung
tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan)

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang


terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 -[10 meter. Material
tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O,
dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi
gambut.

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan


fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur,
tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati
1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan
oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan
batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

1. Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan batu bara

Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan
tekanan.

Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak
periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi
batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah
batubara dengan jenis maturitas organik rendah.

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan secara continue selama jutaan tahun, maka
batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung sampai batubara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite).
Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit.Maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan
konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara, dalam proses pembatubaraan.

Sementara itu semakin tinggi peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat,
sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Disebabkan tingkat pembatubaraan secara
umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau mutu batubara, batubara bermutu rendah yaitu
batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah seperti lignite dan sub-bituminus biasanya lebih
lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat
kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan
energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan
kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga
semakin besar.

Analisa batubara

Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya


adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan
jumlahair, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang. Kualitas batubara ini diperlukan untuk
menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari
besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.

Analisa batubara merupakan proses yang sangat penting dalam sebuah industri , dimana
proses ini bertujuan untuk mencocokkan dokumen kontrak batu bara yang berasal dari mitra
apakah telah sesuai ataukah tidak. Secara elementer komposisi batubara terdiri dari beberapa
unsur yaitu hidrogen (H), carbon (C), dan sulfur (S).Analisa batubara dilakukan untuk
menentukan :

Kandungan moisture.
Kandungan ash.
Nilai kalor.
Kandungan sulfur.

1. Analisis proksimat batubara (coal proximate analysis)

Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar Moisture (air dalam
batubara) kadar moisture ini mengcakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu),
volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air
yang terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-
combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida
(CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainnya,Volatile matters adalah kandungan batubara yang
terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen (misalnya CxHy, H2, SOx, dan
sebagainya),Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile
matters dipisahkan dari batubara. Kadar fixed carbon ini berbeda dengan kadar karbon (C) hasil
analisis ultimat karena sebagian karbon berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatile.

Analisa proximate batubara meliputi :

1. analisa inherent moisture, yaitu analisa kandungan moisture yang terkandung dalam batubara
dan tidak dapat menguap atau hilang dengan pengeringan udara atau air drying pada ambient
temperature walaupun batubara tersebut telah dimiling ke ukuran 200 mikron. Inherent
moisture ini hamper menyatu dengan struktur molekul batubara karena berada pada kapiler
yang sangat kecil dalam partikel batubara. Nilai inherent moisture ini tidak fluktuatif dengan
berubah-rubahnya humiditas ruangan. Dan moisture ini baru bisa dihilangkan dari batubara
pada pemanasan lebih dari 100 derajat celcius. Dimana sampel batubara dipanaskan pada
suhu 105oC dibawah aliran gas nitrogen atau dapat pula dengan air compressed (udara tekan).
Dengan pemanasan ini air yang ada dalam batubara akan menguap seluruhnya. Karena kita
tahu bahwa titik didih air berada pada 100oC. massa yang hilang akibat pemanasan ini
dihitung sebagai persen massa terhadap masa awal yang digunakan, sehingga diperoleh nilai
% moisture in the analysis sampel.Kemudian dengan rumus seperti dibawah ini akan
diketahui persentase berat air bawaan pada batubara tersebut.

Keterangan :
IM : Inherent Moisture (Air Bawaan)
m1 : berat wadah
m2 : berat wadah + sample
m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)

2. analisa ash content, yaitu analisa mineral matter atau zat anorganik tidak terbakar saat
proses pembakaran pada suhu 815 oC yang membentuk senyawa metal oksida. Massa
oksida yang tertinggal dihitung sebagai persen massa terhadap massa awal yang
digunakan, sehingga diperoleh niali % Ash.

Keterangan :

Ash : Ash Content (Kadar Abu)


m1 : berat wadah
m2 : berat wadah + sample
m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)
m4 : berat wadah bersih (setelah dari oven)

3. analisa volatile matter, yaitu kandungan batubara yang terbebaskan pada temperature tinggi
tanpa keberadaan oksigen (misalnya CxHy,H2,Sox dan sebagainya). Biasanya dilakukan pada
suhu lebih dari 900oC selama 7 menit dan tanpa kontak udara (ventilasi oven/furnace ditutup).
Setelah selesai, gunakan rumus dibawah ini untuk menghitung persentase zat terbang batubara
tersebut.

Keterangan :

VM : Volatile Matters (Zat terbang)

m1 : berat wadah

m2 : berat wadah + sample

m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)

Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar, seperti
hidrogen, karbon monoksida, dan metan, serta sebagian kecil uap yang dapat mengembun seperti
tar, hasil pemecahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat, sulfur dari pirit, dan air dari
lempung.
Moisture berpengaruh pada hasil penentuan VM sehingga sampel yang
dikeringkan dengan oven akan memberikan hasil yang berbeda dengan sampel yang dikering-
udarakan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil penentuan VM ini adalah suhu, waktu,
kecepatan pemanasan, penyebaran butir, dan ukuran partikel.
VM yang ditentukan dapat digunakan untuk menentukan rank suatu batubara,
klasifikasi, dan proporsinya dalam blending. Volatile matter juga penting dalam pemilihan
peralatan pembakaran dan kondisi efisiensi pembakaran
4. analisa fixed carbon, yaitu kadar karbon tetap tertinggal bersama abu bila batubara
telah dibakar dan setelah zat terbang habis, fixed carbon merupakan kadar karbon yang
pada temperature penetapan volatile matter tidak mengaup. Sedangkan carbon yang
menguap pada temperature tersebut termasuk kedalam volatile matter. Penentuan fixed
crbon ditetapkan dari analisa tak langsung. Yatu dihitung dari nilai kalkulasi total (by
difference) , dan dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan :

FC : Fixed Carbon, %

IM : Inherent Moisture, %

AC : Ash Content, %

VM : Volatile Matters, %

Fixed Carbon tidak dapat dihitung dengan pengujian secara langsung di laboratorium,
melainkan dengan pengurangan kandungan pengotornya, yaitu kadar air, kadar abu, dan
zat terbang.

2.Nilai kalor batubara (coal calorific value)

Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran contoh batubara di
laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar, yaitu pada volume tetap dan dalam
ruangan yang berisi gas oksigen dengan tekanan 25 atm.

Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak
pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan menghilang
bersama-sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses
ini adalah nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga dengan specific energy dan
satuannya adalah kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb. Nilai kalor batubara diukur menggunakan alat
yang disebut bomb kalorimeter.
3.Analisis ultimat batubara (coal ultimate analysis)

Analisis ultimat adalah analisa laboratorium untuk menentukan kandungan abu,


karbon, hidrogen, oksigen dan belerang dalam batubara dengan metoda tertentu. Kandungan
itu dinyatakan dalam persen pada basis dan sampel dikeringkan pada suhu 105C dalam
keadan bebas kelembaban dan abu Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon
(C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam karbon.
Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas, dengan memasukkan sampel karbon ke
dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar computer. Analisis ultimat untuk
menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) menggunakan alat LECO CHN 2000
dengan teknik infra merah (IR) dan analisis sulfur memakai LECO SC 632 dengan teknik infra
merah. Metode yang digunakan berdasarkan ASTM (American Society for Testing
and Materials)

Metode Analisis Ultimat


1. Carbon dan hydrogen.

Karbon dan hidrogen dalam batubara merupakan senyawa kompleks hidrokarbon yang dalam
proses pembakaran akan membentuk CO2 dan H2O. Selain dari karbon, mineral karbonat juga
akan membebaskan CO2 selama proses pembakaran batubara berlangsung, sedangkan H2O
diperoleh dari air yang terikat pada tanah liat. Analisa ini sangat penting untuk menentukan
proses pembakaran, terutama untuk penyediaan jumlah udara yang dibutuhkan.
Untuk penentuan karbon dan hidrogen dalam batubara yang mempunyai rank
rendah digunakan cara Liebig, karena batubara yang banyak mengandung volatile matter tinggi
dapat meledak bila dipanaskan sampai suhu tinggi. Namun, penetapan kadar karbon dan
hidrogen sesuai metode ASTM D 5373-02 adalah dengan menggunakan Teknik Infra Red (IR).
Pada metode ASTM D 5373-02, contoh batubara dibakar pada temperatur tinggi
dalam aliran oksigen sehingga seluruh hidrogen diubah menjadi uap air dan karbon menjadi
karbondioksida. Uap air dan karbondioksida ditangkap oleh detektor infra red. Melalui detektor
inilah kandungan karbon dan hidrogen dapat dibaca.

2. Nitrogen.
Nitrogen dalam batubara hanya terdapat sebagai senyawa organik. Tidak dikenal adanya mineral
pembawa nitrogen dalam batubara, hanya ada beberapa senyawa nitrogen dalam air kapiler,
terutama dalam batubara muda. Pada pembakaran batubara, nitrogen akan berubah menjadi
nitrogen oksida yang bersama gas buangan akan bercampur dengan udara. Senyawa ini
merupakan pencemar udara sehingga batubara dengan kadar nitrogen rendah lebih disukai.
Prinsip penentuan nitrogen dalam batubara semuanya dengan cara mengubah nitrogen
menjadi amonium sulfat melalui destruksi terhadap zat organik pembawa nitrogen dalam
batubara. Dalam metode ini, digunakan asam sulfat dan katalisator. Banyaknya amonium sulfat
yang terbentuk ditentukan dengan cara titrimetri.
Selain itu, seperti juga pada penentuan kadar karbon dan hidrogen, dalam metode ASTM
D 5373-02 kadar nitrogen dapat diketahui dengan menggunakan Thermal Conductivity (TC)
pada alat yang sama dengan penentuan kadar karbon dan hidrogen di atas. TC inilah yang akan
menangkap kadar nitrogen dalam nitrogen oksida.
Data nitrogen digunakan untuk membandingkan batubara dalam penelitian. Jika oksigen
diperoleh dari perhitungan, maka nitrogen diperoleh dari sampel yang ditentukan. Dalam
pembakaran pada suhu tinggi, nitrogen akan diubah menjadi NOx yang merupakan salah satu
senyawa pencemar udara.

3. Oksigen.

Oksigen merupakan komponen dari banyak campuran organic dan anorganik pada
batubara, sebagaimana kandungan moisture. Ketika batubara teroksidasi, oksigen dapat hadir
sebagai oksida, hidroksida dan mineral sulfat, seperti material orgaink yang teroksidasi. Perlu
diingat bahwa oksigen merupakan indicator penting rank coal.

4. Sulphur
Di dalam batubara, sulfur bisa berupa bagian dari material carbonaceous atau bisa berupa
bagian mineral seperti sulfat dan sulfida.
Gas sulfur dioksida yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang serius.
Kebanyakan negara memiliki peraturan mengenai emisi gas tersebut ke atmosfir. Satu persen
adalah limit kandungan sulfur dalam batubara yang banyak dipakai oleh negara-negara pengguna
batubara. Kandungan yang tinggi dalam coking coal tidak diinginkan karena akan berakumulasi
di dalam cairan logam panas sehingga memerlukan proses desulfurisasi.
Sulphur. sebagaimana nitrogen, kandungan sulfur dari batubara menyebabkan masalah
dennan polusi dan kegunaan. Sulfur menyebabkan korosi dan pengotoran pada pipa boiler dan
mneyebabkan polusi udara ketika dikeluarkan sebagai asap cerobong. Sulfur dapat hadir di
batubara dalam 3 bentuk:
1. pirit (FeS2 ), dijumpai berupa bentuk makrodeposit, seperti lensa, urat dan rekahan.
2. sulfir organik , secara kimia terikat dalam endapan batubara dengan jumlah antara 20-80%
3. sulfur sulfat, umumnya dijumpai berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan jumlah relative
kecil.

1. Sulfur Piritik

Pirit (dan Markasit) merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai pada batubara.
Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama (FeS2) tetapi berbeda pada sistem
kristalnya. Pirit berbentuk isometrik sedangkan Markasit berbentuk orthorombik).

Pirit (FeS2) merupakan mineral yang memberikan kontribusi besar terhadap kandungan sulfur
dalam batubara, atau lebih dikenal dengan sulfur piritik . Berdasarkan genesanya, pirit pada batubara
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pirit Syngenetik, yaitu pirit yang terbentuk selama proses penggambutan (peatification). Pirit jenis
ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran sangat halus dan tersebar dalam material pembentuk
batubara.

2. Pirit Epigenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan. Pirit jenis ini biasanya
terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada batubara serta biasanya bersifat masif. Umumnya
pirit jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara.

Pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur primer oleh organisme dan air tanah yang
mengandung ion besi. Bentuk pirit hasil reduksi ini biasanya framboidal dengan sumber sulfur yang
tereduksi kemungkinan terdapat dalam material yang terendapkan bersama batubara. Terbentuknya
pirit epigenetik sangat berhubungan dengan frekuensi cleat / rekahan karena kation-kation yang terlarut
(dalam hal ini ion Fe) akan terbawa ke dalam batubara oleh aliran air tanah melalui cleat tersebut dan
selanjutnya bereaksi dengan sulfur yang telah tereduksi untuk kemudian membentuk pirit.
Pembentukan pirit epigenetik sangat dipengaruhi oleh keterdapatan sulfur primer yang telah tereduksi,
ion besi dan tempat yang cocok bagi pembentukannya . Persamaan umum pembentukan pada pirit
adalah :
SO4 2- + 2CH2O - - - - - 2CHO3 - + H2S
3H2S + 2FeO.OH - - - - - 2FeS + S + 4H2O
FeS + S0 - - - - - FeS2

Sulfat di atas umumnya berasal dari sedimen laut dangkal yang selanjutnya akan direduksi oleh
senyawa karbon organik menjadi hidrogen sulfida dengan reaksi sebagai berikut :
SO4 2- + 2CH2O - - - - - 2HCO3 + H2S

Hidrogen sulfida yang terbentuk selanjutnya dioksidasi oleh goethite (FeO.OH), atau hidrogen
sulfida yang terbentuk dapat mereduksi ferric iron (FeIII) menjadi ferrous iron (FeII). Oksigen seringkali
mampu menembus sedimen anaerob dan mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur (S0).
Proses oksidasi sulfur ini dapat juga berlangsung dengan media ferric iron (FeIII).

Berikut persamaan reaksinya :

3H2S +2 FeO.OH - - - - - 2 FeS + S + 4H2O


FeS + S0 - - - - - FeS2

Selain membentuk pirit, unsur sulfur tersebut dapat juga bereaksi dengan sulfida membentuk
polisulfida (SSn), yang selanjutnya mungkin akan diperlukan untuk proses pembentukan pirit. Larutan
polisulfida ini dapat bereaksi dengan FeS atau Fe3S4 untuk membentuk pirit. Proses terbentuknya sulfur
piritik ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pH, yaitu semakin tinggi harga pH maka akan mempercepat
reaksi karena dalam suasana basa akan banyak ion besi yang terlepaskan. Disamping itu unsur sulfur
atau polisulfida juga bisa bereaksi dengan komponen organik batubara membentuk senyawa sulfur
organik.

Pirit framboidal berasosiasi dengan batuan penutup yang terendapkan pada lingkungan laut
sampai payau. Gambut yang mengandung sulfur tinggi (dalam bentuk pirit framboidal) terbentuk pada
lingkungan pengendapan yang dipengaruhi oleh transgresi air laut atau payau, kecuali apabila terdapat
dalam batuan sedimen yang cukup tebal dan terendapkan sebelum fase transgresi.

2. Sulfur Organik

Sulfur organik merupakan suatu elemen pada struktur makromolekul dalam batubara yang
kehadirannya secara parsial dikondisikan oleh kandungan dari elemen yang berasal dari material
tumbuhan asal. Dalam kondisi geokimia dan mikrobiologis spesifik, sulfur inorganik dapat terubah
menjadi sulfur organik.

Secara umum sebagian besar sulfur dalam batubara berupa sulfur syngenetik yang
keterdapatan dan distribusinya dikontrol oleh kondisi fisika dan kimia selama proses pembentukan
gambut. Sulfur organik dalam batubara dapat berasal dari material kayu dan pepohonan. Disamping itu
sebagian sulfur juga mungkin terjadi dari sisa-sisa organisme yang hidup selama perkembangan gambut.

Sulfur organik dapat terakumulasi dari sejumlah material organik oleh proses penghancuran
biokimia dan oksidasi. Namun secara umum, penghancuran biokimia merupakan proses yang paling
penting dalam pembentukan sulfur organik, yang pembentukannya berjalan lebih lambat pada
lingkungan yang basah atau jenuh air.Sulfur yang bukan berasal dari material pembentuk batubara
diduga mendominasi dalam menentukan kandungan sulfur total. Sulfur inorganik yang biasanya
melimpah dalam lingkungan marin atau payau kemungkinan besar akan terubah membentuk hidrogen
sulfida dan senyawa sulfat dalam kondisi dan proses geokimia. Reaksi yang terjadi adalah reduksi sulfat
oleh material organik menjadi hidrogen sulfida (H2S). Reaksi reduksi ini dipicu oleh adanya bakteri
desulfovibrio dan desulfotomaculum.
Unsur sulfur, hidrogen sulfida dan ion sulfida dapat bereaksi dengan unsur atau molekul organik
dari gambut menjadi sulfur organik. Unsur sulfur (S0) kemungkinan muncul dari proses oksidasi
hidrogen sulfida yang terkena kontak dengan oksigen terlarut dalam kisi kisi air, di samping itu S0 juga
bisa muncul karena adanya aktivitas bakteri. Unsur sulfur (S0) dapat bereaksi dengan asam humik yang
terbentuk selama proses penggambutan .

Berdasarkan eksperimen dapat diketahui bahwa H2S juga dapat bereaksi dengan asam humik
yang terbentuk selama proses penggambutan. Jenis interaksi antara H2S dengan asam humik inilah yang
mempunyai peranan paling penting dalam menentukan kandungan sulfur organik dalam batubara .
Disamping itu kandungan sulfur organik yang tinggi hanya akan berasosiasi dengan lingkungan rawa
gambut yang minim suplai Fe.

3. Sulfur Sulfat

Sulfat dalam batubara umumnya ditemui dalam bentuk sulfat besi, kalsium dan barium. Kandungan
sulfat tersebut biasanya rendah sekali atau tidak ada kecuali jika batubara telah terlapukkan dan
beberapa mineral pirit teroksidasi akan menjadi sulfat.

Sulfur sulfat juga dapat berasal dari reaksi garam laut atau air payau yang mengisi lapisan
dasar yang jaraknya tidak jauh dan berada di atas atau di bawah lapisan batubara. Pada umumnya
kandungan sulfur organik lebih tinggi pada bagian bawah lapisan, sedangkan kandungan sulfur piritik
dan sulfat akan tinggi pada bagian atas dan bagian bawah lapisan batubara.

Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam
batubara, karena :
1. Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber polusi
udara.
2. Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran spontan.
3. Semua bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam
pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur akan menyebabkan korosi dalam ketel dan
membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga
menimbulkan pencemaran udara. Sebagian sulfur akan terbawa dalam hasil pencairan batubara,
gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi harus dihilangkan dulu sebelum dilakukan proses-proses
tersebut.
Bab IV

kesimpulan

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri
dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang
membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-
rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang
kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara (proses pembatubaraan). Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar,
akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia
lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah
likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.Membakar batu bara secara
langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan
untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum.

Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya


adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan
jumlahair, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang. Kualitas batubara ini diperlukan untuk
menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari
besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.

Analisa batubara merupakan proses yang sangat penting dalam sebuah industri , dimana
proses ini bertujuan untuk mencocokkan dokumen kontrak batu bara yang berasal dari mitra
apakah telah sesuai ataukah tidak. Secara elementer komposisi batubara terdiri dari beberapa
unsur yaitu hidrogen (H), carbon (C), dan sulfur (S).Analisa batubara dilakukan untuk
menentukan :

Kandungan moisture.
Kandungan ash.
Nilai kalor.
Kandungan sulfur.
Bab V

Summery

Batubara

Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau


Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara
walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Cadangan batubara sebagian besar berada di
Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala
status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di
kawasan hutan konservasi.Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300
juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam
negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.

Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri
dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang
membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-
rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang
kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara (proses pembatubaraan). Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen

Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut,
bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawaSecara umum, setelah sisa tanaman
tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan
dari peat (gambut) peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Pembentukan
batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, Di Indonesia, batu bara merupakan bahan
bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi
ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar.Sayangnya, Indonesia tidak mungkin
membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain
mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien
dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua
cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.

Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-
cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-
lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

2. Proses Pembentukan Batu Bara

Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :

Teori In-situ : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ lazimnya
terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan
roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.

Teori Drift : Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan
di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori
drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus
(splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung
tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan)

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang


terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem
pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 -[10 meter. Material
tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O,
dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi
gambut.

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan


fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur,
tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini prosentase karbon
akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit,
sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

2. Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan batu bara


Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu dan
tekanan.

Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organic,endapan tumbuhan berubah menjadi
gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah menjadi batubara muda (lignite) atau
disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batubara dengan jenis
maturitas organik rendah.

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan secara continue selama jutaan tahun, maka
batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap semakin tinggi peringkat
batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang.

Analisa batubara

Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya


adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan
jumlahair, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang. Kualitas batubara ini diperlukan untuk
menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari
besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.

Analisa batubara merupakan proses yang sangat penting dalam sebuah industri , dimana
proses ini bertujuan untuk mencocokkan dokumen kontrak batu bara yang berasal dari mitra
apakah telah sesuai ataukah tidak. Secara elementer komposisi batubara terdiri dari beberapa
unsur yaitu hidrogen (H), carbon (C), dan sulfur (S).Analisa batubara dilakukan untuk
menentukan :

Kandungan moisture.
Kandungan ash.
Nilai kalor.
Kandungan sulfur.

1. Analisis proksimat batubara (coal proximate analysis)

Analisis proksimat batubara bertujuan untuk menentukan kadar Moisture (air dalam
batubara) kadar moisture ini mengcakup pula nilai free moisture serta total moisture, ash (debu),
volatile matters (zat terbang), dan fixed carbon (karbon tertambat). Moisture ialah kandungan air
yang terdapat dalam batubara sedangkan abu (ash) merupakan kandungan residu non-
combustible yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa silika oksida (SiO2), kalsium oksida
(CaO), karbonat, dan mineral-mineral lainnya,Volatile matters adalah kandungan batubara yang
terbebaskan pada temperatur tinggi tanpa keberadaan oksigen (misalnya CxHy, H2, SOx, dan
sebagainya),Fixed carbon ialah kadar karbon tetap yang terdapat dalam batubara setelah volatile
matters dipisahkan dari batubara. Kadar fixed carbon ini berbeda dengan kadar karbon (C) hasil
analisis ultimat karena sebagian karbon berikatan membentuk senyawa hidrokarbon volatile.

Analisa proximate batubara meliputi :

1. analisa inherent moisture, yaitu analisa kandungan moisture yang terkandung dalam batubara
dan tidak dapat menguap atau hilang dengan pengeringan udara atau air drying pada ambient
temperature walaupun batubara tersebut telah dimiling ke ukuran 200 mikron. dengan rumus
seperti dibawah ini akan diketahui persentase moisture.

Keterangan :
IM : Inherent Moisture (Air Bawaan)
m1 : berat wadah
m2 : berat wadah + sample
m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)

2. analisa ash content, yaitu analisa mineral matter atau zat anorganik tidak terbakar saat
proses pembakaran pada suhu 815 oC yang membentuk senyawa metal oksida. Massa
oksida yang tertinggal dihitung sebagai persen massa terhadap massa awal yang
digunakan, sehingga diperoleh niali % Ash.

Keterangan :

Ash : Ash Content (Kadar Abu)


m1 : berat wadah
m2 : berat wadah + sample
m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)
m4 : berat wadah bersih (setelah dari oven)

3. analisa volatile matter, yaitu kandungan batubara yang terbebaskan pada temperature tinggi
tanpa keberadaan oksigen (misalnya CxHy,H2,Sox dan sebagainya). Biasanya dilakukan pada
suhu lebih dari 900oC selama 7 menit dan tanpa kontak udara (ventilasi oven/furnace ditutup).
Setelah selesai, gunakan rumus dibawah ini untuk menghitung persentase zat terbang batubara
tersebut.

Keterangan :

VM : Volatile Matters (Zat terbang)

m1 : berat wadah

m2 : berat wadah + sample

m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)

Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar gas-gas yang mudah terbakar, seperti
hidrogen, karbon monoksida, dan metan, serta sebagian kecil uap yang dapat mengembun seperti
tar, hasil pemecahan termis seperti karbon dioksida dari karbonat, sulfur dari pirit, dan air dari
lempung.
VM yang ditentukan dapat digunakan untuk menentukan rank suatu batubara,
klasifikasi, dan proporsinya dalam blending. Volatile matter juga penting dalam pemilihan
peralatan pembakaran dan kondisi efisiensi pembakaran

4. analisa fixed carbon, yaitu kadar karbon tetap tertinggal bersama abu bila batubara
telah dibakar dan setelah zat terbang habis, fixed carbon merupakan kadar karbon yang
pada temperature penetapan volatile matter tidak mengaup. Sedangkan carbon yang
menguap pada temperature tersebut termasuk kedalam volatile matter. Penentuan fixed
crbon ditetapkan dari analisa tak langsung. Yatu dihitung dari nilai kalkulasi total (by
difference) , dan dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan :

FC : Fixed Carbon, %

IM : Inherent Moisture, %

AC : Ash Content, %

VM : Volatile Matters, %

Fixed Carbon tidak dapat dihitung dengan pengujian secara langsung di laboratorium,
melainkan dengan pengurangan kandungan pengotornya, yaitu kadar air, kadar abu, dan
zat terbang.

2.Nilai kalor batubara (coal calorific value)

Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran contoh batubara di
laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar, yaitu pada volume tetap dan dalam
ruangan yang berisi gas oksigen dengan tekanan 25 atm.

Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak
pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan menghilang
bersama-sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses
ini adalah nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga dengan specific energy dan
satuannya adalah kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb. Nilai kalor batubara diukur menggunakan alat
yang disebut bomb kalorimeter.

3.Analisis ultimat batubara (coal ultimate analysis)

Analisis ultimat adalah analisa laboratorium untuk menentukan kandungan abu,


karbon, hidrogen, oksigen dan belerang dalam batubara dengan metoda tertentu. Kandungan
itu dinyatakan dalam persen pada basis dan sampel dikeringkan pada suhu 105C dalam
keadan bebas kelembaban dan abu Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kadar karbon
(C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen, (N), dan sulfur (S) dalam karbon.
Prosedur analisis ultimat ini cukup ringkas, dengan memasukkan sampel karbon ke
dalam alat dan hasil analisis akan muncul kemudian pada layar computer. Analisis ultimat untuk
menentukan kadar karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) menggunakan alat LECO CHN 2000
dengan teknik infra merah (IR) dan analisis sulfur memakai LECO SC 632 dengan teknik infra
merah. Metode yang digunakan berdasarkan ASTM (American Society for Testing
and Materials)

Metode Analisis Ultimat


1. Carbon dan hydrogen.

Karbon dan hidrogen dalam batubara merupakan senyawa kompleks hidrokarbon yang dalam
proses pembakaran akan membentuk CO2 dan H2O.
Untuk penentuan karbon dan hidrogen dalam batubara yang mempunyai rank
rendah digunakan cara Liebig, karena batubara yang banyak mengandung volatile matter tinggi
dapat meledak bila dipanaskan sampai suhu tinggi. Namun, penetapan kadar karbon dan
hidrogen sesuai metode ASTM D 5373-02 adalah dengan menggunakan Teknik Infra Red (IR).
Pada metode ASTM D 5373-02, contoh batubara dibakar pada temperatur tinggi
dalam aliran oksigen sehingga seluruh hidrogen diubah menjadi uap air dan karbon menjadi
karbondioksida. Uap air dan karbondioksida ditangkap oleh detektor infra red. Melalui detektor
inilah kandungan karbon dan hidrogen dapat dibaca.

2. Nitrogen.

Nitrogen dalam batubara hanya terdapat sebagai senyawa organik. Tidak dikenal adanya mineral
pembawa nitrogen dalam batubara, hanya ada beberapa senyawa nitrogen dalam air kapiler,
terutama dalam batubara muda. Pada pembakaran batubara, nitrogen akan berubah menjadi
nitrogen oksida yang bersama gas buangan akan bercampur dengan udara. Senyawa ini
merupakan pencemar udara sehingga batubara dengan kadar nitrogen rendah lebih disukai.
Prinsip penentuan nitrogen dalam batubara semuanya dengan cara mengubah nitrogen
menjadi amonium sulfat melalui destruksi terhadap zat organik pembawa nitrogen dalam
batubara. Dalam metode ini, digunakan asam sulfat dan katalisator. Banyaknya amonium sulfat
yang terbentuk ditentukan dengan cara titrimetri.
kadar nitrogen dapat diketahui dengan menggunakan Thermal Conductivity (TC) pada
alat yang sama dengan penentuan kadar karbon dan hidrogen di atas. TC inilah yang akan
menangkap kadar nitrogen dalam nitrogen oksida.
Data nitrogen digunakan untuk membandingkan batubara dalam penelitian. Jika oksigen
diperoleh dari perhitungan, maka nitrogen diperoleh dari sampel yang ditentukan. Dalam
pembakaran pada suhu tinggi, nitrogen akan diubah menjadi NOx yang merupakan salah satu
senyawa pencemar udara.

3. Oksigen.

Oksigen merupakan komponen dari banyak campuran organic dan anorganik pada
batubara, sebagaimana kandungan moisture. Ketika batubara teroksidasi, oksigen dapat hadir
sebagai oksida, hidroksida dan mineral sulfat, seperti material orgaink yang teroksidasi. Perlu
diingat bahwa oksigen merupakan indicator penting rank coal.

4. Sulphur
Di dalam batubara, sulfur bisa berupa bagian dari material carbonaceous atau bisa berupa
bagian mineral seperti sulfat dan sulfida.
Gas sulfur dioksida yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang serius.
Sulphur. sebagaimana nitrogen, kandungan sulfur dari batubara menyebabkan masalah dennan
polusi dan kegunaan. Sulfur menyebabkan korosi dan pengotoran pada pipa boiler dan
mneyebabkan polusi udara ketika dikeluarkan sebagai asap cerobong. Sulfur dapat hadir di
batubara dalam 3 bentuk:
1. pirit (FeS2 ), dijumpai berupa bentuk makrodeposit, seperti lensa, urat dan rekahan.
2. sulfir organik , secara kimia terikat dalam endapan batubara dengan jumlah antara 20-80%
3. sulfur sulfat, umumnya dijumpai berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan jumlah relative
kecil.

1. Sulfur Piritik

Pirit (dan Markasit) merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai pada batubara.
Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama (FeS2) tetapi berbeda pada sistem
kristalnya. Pirit berbentuk isometrik sedangkan Markasit berbentuk orthorombik).

Pirit (FeS2) merupakan mineral yang memberikan kontribusi besar terhadap kandungan sulfur
dalam batubara, atau lebih dikenal dengan sulfur piritik . Berdasarkan genesanya, pirit pada batubara
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pirit Syngenetik, yaitu pirit yang terbentuk selama proses penggambutan (peatification). Pirit jenis
ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran sangat halus dan tersebar dalam material pembentuk
batubara.

2. Pirit Epigenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan. Pirit jenis ini biasanya
terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada batubara serta biasanya bersifat masif. Umumnya
pirit jenis ini dapat diamati sebagai pirit pengisi cleat pada batubara.

Pirit dapat terbentuk sebagai hasil reduksi sulfur primer oleh organisme dan air tanah yang
mengandung ion besi. Persamaan umum pembentukan pada pirit adalah :

SO4 2- + 2CH2O - - - - - 2CHO3 - + H2S


3H2S + 2FeO.OH - - - - - 2FeS + S + 4H2O
FeS + S0 - - - - - FeS2

Sulfat di atas umumnya berasal dari sedimen laut dangkal yang selanjutnya akan direduksi oleh
senyawa karbon organik menjadi hidrogen sulfida dengan reaksi sebagai berikut :
SO4 2- + 2CH2O - - - - - 2HCO3 + H2S

Hidrogen sulfida yang terbentuk selanjutnya dioksidasi oleh goethite (FeO.OH), atau hidrogen
sulfida yang terbentuk dapat mereduksi ferric iron (FeIII) menjadi ferrous iron (FeII). Oksigen seringkali
mampu menembus sedimen anaerob dan mengoksidasi hidrogen sulfida menjadi unsur sulfur (S0).
Proses oksidasi sulfur ini dapat juga berlangsung dengan media ferric iron (FeIII).

Berikut persamaan reaksinya :

3H2S +2 FeO.OH - - - - - 2 FeS + S + 4H2O


FeS + S0 - - - - - FeS2

Selain membentuk pirit, unsur sulfur tersebut dapat juga bereaksi dengan sulfida membentuk
polisulfida (SSn).
2. Sulfur Organik

Sulfur organik merupakan suatu elemen pada struktur makromolekul dalam batubara yang
kehadirannya secara parsial dikondisikan oleh kandungan dari elemen yang berasal dari material
tumbuhan asal.

Secara umum sebagian besar sulfur dalam batubara berupa sulfur syngenetik yang
keterdapatan dan distribusinya dikontrol oleh kondisi fisika dan kimia selama proses pembentukan
gambut. Sulfur organik dalam batubara dapat berasal dari material kayu dan pepohonan.

3. Sulfur Sulfat

Sulfat dalam batubara umumnya ditemui dalam bentuk sulfat besi, kalsium dan barium. Kandungan
sulfat tersebut biasanya rendah sekali atau tidak ada kecuali jika batubara telah terlapukkan dan
beberapa mineral pirit teroksidasi akan menjadi sulfat.

Sulfur sulfat juga dapat berasal dari reaksi garam laut atau air payau yang mengisi lapisan
dasar yang jaraknya tidak jauh dan berada di atas atau di bawah lapisan batubara.

Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam
batubara, karena :
1. Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber polusi
udara.
2. Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran spontan.
3. Semua bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam
pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur akan menyebabkan korosi dalam ketel dan
membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga
menimbulkan pencemaran udara. Sebagian sulfur akan terbawa dalam hasil pencairan batubara,
gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi harus dihilangkan dulu sebelum dilakukan proses-proses
tersebut.
Daftar pustaka

https://nazmyjr.wordpress.com/2013/01/02/pengertian-batu-bara/

http://berbagienergi.com/2015/10/10/analisa-batu-bara/

http://www.coe.its.ac.id/index.php/servicelist/44-analisis-batubara

http://wawasanpertambangan.blogspot.co.id/2014/04/metode-analisis-ultimat-ultimate.html

http://feriyuliansyah.blogspot.co.id/2012/10/analisa-ultimat-batubara.html

http://feriyuliansyah.blogspot.co.id/2012/10/analisa-proksimat-batubara.html

http://fitriadha13.blogspot.co.id/

www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/batu-bara/item236

https://idhamds.wordpress.com/2008-analisa-batubar /09/12/parameter-parameter-dalama/

https://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara

http://blog.upnyk.ac.id/aldinardian-blog/53/artikel-analisis-proksimat-batubara

http://infodunia-4u.blogspot.co.id/2009/06/genesa-sulfur-pada-batubara.html

http://dokumen.tips/documents/batubara-makalah.html

Anda mungkin juga menyukai