Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. TOPIK
Pewarnaan Spora
II. TUJUAN
1. Untuk mempelajari dan memperoleh keterampilan melakukan pewarnaan
spora bakteri
2. Untuk menentuka ada tidaknya spora bakteri
1
danmerupakan suatu stadium isrtirahat dari sel tersebut. Endospora memiliki
tingkatme tabolisme yang sangat rendah sehingga dapat hidup sampai
bertahun-tahun tanpa memerlukan sumber makanan dari luar (Irianto, 2006).
Pembentukan spora dapat dianggap sebagai suatu proses diferensiasi dari
suatu siklus hidup dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini berbeda dari
peristiwa pembelahan sel karena tidak terjadi replikasi kromosom (Pelczar,
1986). Kemampuan menghasilkan spora memberi keuntungan ekologis pada
bakteri, karena memungkinkan bakteri itu bertahan dalam keadaan buruk.
Langkah-langkah utama di dalam proses pembentukan spora sebagai berikut :
a. Penjajaran kembali bahan DNA menjadi filamen dan invaginasi
membran sel di dekatsatu ujung sel untuk membentuk suatu struktur
yang disebut bakal spora.
b. Pembentukan sederet lapisan yang menutupi bakal spora, yaitu korteks
spora diikuti dengan selubung spora berlapis banyak.
c. Pelepasan spora bebas seraya sel induk mengalami lisis.
Salah satu ciri endospora bakteri adalah susunan kimiawinya. Semua
endospora bakteri mengandung sejumlah besar asam dipikolinat yaitu suatu
substansi yang tidak terdeteksi pada sel vegetatif. Sesungguhnya, asam tersebut
merupakan 5-10 % berat kering endospora. Sejumlah besar kalsium juga
terdapat dalam endospora, dan diduga bahwa lapisan korteks terbuat dari
kompleks Ca2+ asam dipikolinat peptidoglikan (Pelczar, 1986). Letak spora di
dalam sel serta ukurannya selama pembentukannya tidaklah sama bagi semua
spesies contoh, beberapa spora adalah sentral yaitu dibentuk ditengah tengah
sel yang lain terminal yaitu dibentuk di ujung dan yang lain lagi lateral yaitu di
bentuk di tepi sel (Pelczar, 1986). Diameter spora dapat lebih besar atau lebih
kecil dari diameter sel vegetatifnya. Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora
sangat resisten terhadap kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan
seperti suhu tinggi dan kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti desinfektan.
Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan
keras (Hadioetomo, 1985).
2
penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel
vegetative juga diwarnai dengan larutan safranin 0,5% sehingga sel vegetative
ini berwarna merah. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati,
bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetative juga dapat
diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di
dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan, yaitu; spora
dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebu tsehingga memudahkan zat
warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri (Volk
& Wheeler, 1988). Beberapa bakteri mampu membentuk spora meskipun tidak
dalam keadaan ekstrem ataupun medium yang kurang nutrisi. Hal ini
dimungkinkan karena bakteri tersebut secara genetis, dalam tahapan
pertumbuhan dan perkembangannya memang memiliki satu fase sporulasi
(Dwidjoseputro, 1989). Jika medium selalu diadakan pembaruan dan kondisi
lingkungan disekitar bakteri selalu dijaga kondusif, beberapa jenis bakteri
dapat kehilangan kemampuannya dalam membentuk spora. Hal ini
dimungkinkan karena struktur bakteri yang sangat sederhana dan sifatnya yang
sangat mudah bermutasi, sehingga perlakuan pada lingkungan yang terus
menerus dapat mengakibatkan bakteri mengalami mutasi dan kehilangan
kemampuannya dalam membentuk spora (Dwidjoseputro, 1989).
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun -
tahun bahkan berabad - abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang
normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC, namun spora
tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama
1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap
menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora
akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara
normal (Volk & Wheeler, 1988).
3
V. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Mikroskop 5. Kawat penyangga
2. Kaca benda 6. Pipet
3. Lampu spiritus 7. Pinset
4. Mangkuk pewarna 8. Botol penyemprot
Bahan :
1. Biakan murni bakteri umur 7x24 jam 7. Lisol
2. Aquades steril 8. Minyak emersi
3. Larutan hijau malakit 5% 9. Sabun cuci
4. Larutan safranin 0,5% 10. Korek api
5. Kertas lensa
6. Alcohol 70%
4
Meletakkan sediaan tersebut sampai mendingin di atas
kawat penyangga yang diletakkan di atas mangkuk
pewarna
Sel
vegetatif
Koloni 1
5
Spora
dalam
sel
veetati
f
Koloni 2
6
IX. PEMBAHASAN
Pada pewarnaan spora bakteri ini digunakan pewarna hijau malakit 5%
dan safranin 0,5%. Dalam prosesnya, larutan hijau malakit diteteskan di atas
sediaan yang telah difiksasi kemudian dipanaskan. Pemanasan akan
menyebabkan lapisan luar spora mengembang sehingga pori-pori dapat
membesar dan zat warna (larutan hijau malakit) meresap ke dalam dinding
pelindung spora bakteri. Proses selanjutnya adalah pendinginan, melalui
pendinginan ini warna hijau akan melekat di dalam spora. Warna hijau malakit
ini berfungsi sebagai indikator adanya spora bakteri. Sediaan yang telah
didinginkan kemudian dicuci dengan air, pencucian ini bertujuan untuk
menghilangkan kelebihan warna hijau malakit sehingga pewarna kedua
(safranin) dapat meresap pada sel vegetatif. Adanya pewarnaan kedua ini
menyebabkan sel vegetatif bakteri berwarna merah
Dari hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop
didapatkan bahwa pada koloni I sel bakteri mempunyai endospore, hal ini
ditunjukkan pada hasil pengamatan yang hanya terlihat sel vegetatif dari
bakteri yang hanya berwarna merah. Dengan tidak ditemukannya spora pada
koloni bakteri dua menunjukkan lingkungan tempat hidup bakteri tersebut
masih optimum untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Sedangkan hasil pengamatan pada koloni II didapatkan endospora
dengan adanya vegetatifnya berwarna merah dan terdapat warna hijau bulat di
bagian ujung dari sel vegetative bakteri tersebut, sehingga pada koloni II ini
bakteri tersebut mempunyai spora terminal. Menurut Pelczar (1986) Beberapa
spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam
tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung
(terminal) ataupun tepian sel (Lateral). spora merupakan tubuh bakteri yang
secara metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam
pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora
bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Pada koloni II ini bakteri yang tampak dari hasil pengamatan mempunayi
sel yang berbentuk basil atau batang. Santoso (2010) menyebutkan bahwa ada
7
dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus dan
genus Clostridium.Strukturspora yang terbentuk di dalamtubuh vegetative
bakteri disebut sebagai endospora (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora
yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang
mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan.
X. KESIMPULAN
XI. DISKUSI
Jawaban:
1. Fungsi spora pada bakteri adalah untuk melindungi tubuh bakteri dari
lingkungan yang kurang menguntungkan.
8
XII. DAFTAR PUSTAKA