Anda di halaman 1dari 17

ATURAN DOSIS

Bu Chairun

CAUTION!!!
Rangkuman ini merupakan rangkuman Ilmu Resep I yang u know lah. Jadi tanpa mengurangi
rasa hormat, perangkum TIDAK MENERIMA PERTANYAAN DALAM BENTUK
APAPUN. Selain itu, beberapa tabel juga tidak dimasukkan ke dalam rangkuman ini
sehingga teman teman bisa mengecek di handout untuk lebih jelasnya. Terima kasih atas
pengertiannya. Semangat!

Dasar penentuan aturan dosis biar sesuai itu darimana to?


Farmakokinetik (Absorpsi, Distribusi, Metolisme, Ekskresi)
Aturan dosis dasar utamanya lebih ke pendekatan kinetik dengan harapan hubungan kinetik
dan dinamiknya linear, yang berarti apabila konsentrasi obat yang diberikan naik, maka
efeknya juga akan naik. Ada juga obat obatan yang hubungan kinetik dan dinamiknya tidak
linear, contohnya riboflavin, griseofulvin.
Absorbsi kenapa penting dalam penentuan dosis?
Absorbsi mempengaruhi ketersediaan hayati. Apabila absorbsi berkurang maka
ketersediaan hayati di dalam darah juga akan berkurang. Sebagai contoh, suatu obat
aturan pakainya sebelum makan tetapi malah diminum sesudah makan, terjadi kelat
dan absorbsinya berkurang sehingga konsentrasi obat dalam darah berkurang. Apabila
konsentrasi dalam darah tidak berada di dalam range terapetik maka obat itu tidak
akan berefek.
Distribusi
Yang perlu diperhatikan adalah ikatan protein plasma darah (albumin, -1-globulin)
yang biasnya berikatan dengan obat obat asam lemah. Tetapi apakah aturan dosis
harus diubah ketika terjadi perubahan protein plasma darah? Belum tentu. Harus
diperhatikan dulu apa obatnya, apakah berikatan kuat dengan protein plasma darah
atau tidak, hubungan ketersediaan obat dengan ketersediaan protein plasma darah
bagaimana. Misalnya terjadi perubahan albumin. Dalam kondisi seperti apa sih?
Fisiologi dan patofisiologis. Pada fisologis, misalnya pada ibu hamil yang
menyebabkan albuminnya berkurang harus diperhatikan dulu apakah obat yang
diminum berikatan kuat dengan albumin. Misal obat yang diminum adalah warfarin
yang sangat terikat kuat dengan albumin, maka ketersediaan albumin akan
mempengaruhi ketersediaan obat. Apabila terjadi penurunan albumin, maka semakin
banyak obat bebasnya (fyi. Obat berefek kalau obat dalam bentuk bebas) sehingga
konsentrasi di dalam darah naik dan perlu disesuaikan lagi aturan dosisnya. Untuk
kondisi patofisiologis, misalnya gangguan fungsi ginjal. Albumin bisa berikatan
dengan bilirubin dan juga obat. Sehingga obat dan bilirubin akan berkompetisi untuk
berikatan dengan albumin. Kemungkinan kadar obat yang berikatan dengan albumin
berkurang dan kadar bebasnya bisa naik dan konsentrasi di dalam darah pun bisa naik.
(But, fyi. Pada sisi ikatan di albumin ada sisi ikatan antara bilirubin dan obat itu
sama tempatnya, tetapi ada juga yang beda, sehingga perlu diperhatikan lagi).
Eliminasi (metabolisme dan ekskresi)
Metabolisme itu apa to? Metabolisme merupakan proses perubahan oat menjadi lebih
polar. Metabolisme itu ada dua fase, fase I (oksidasi, hidrolisis, reduksi) dan fase II
(obat akan mudah berkonjugasi dengan senyawa endogen sehingga obat menjadi
mudah diekskresikan). Apakah kalau ada perubahan metabolisme aturan dosis juga
harus disesuaikan? Lihat dulu obat yang diminum apa dan bagaimana cara
metabolismenya. Misalnya perubahan metabolismenya pada enzim A sedangkan obat
yang diminum dimetabolisme oleh enzim B, maka tidak perlu disesuaikan. Tetapi
kalau obat tersebut dimetabolisme oleh enzim A, maka perlu dilakukan penyesuaian
aturan dosisnya. Misal apakah ada gangguan fungsi ginjal aturan dosis harus
disesuaikan? Lihat dulu obat itu dieliminasi pada organ apa. Kalau obat tersebut
dieliminasi utamanya di ginjal, jelas harus disesuaikan. Kalau gak disesuaikan maka
konsentrasi obat dalam darah naik karena tidak segera dieliminasi. Tetapi apabila obat
tersebut organ eliminasi utamanya tidak diginjal, misalnya di hati, ya gak perlu
disesuaikan.
Obat tertentu terutama range terapetiknya sempit, aturan dosis harus diperhatikan. Kalau
range terapetiknya luas, ada perubahan ADME tidak terlalu berpengaruh karena masih berada
di range terapetik.
Obat Penyakit Jendela Terapi
(mg/L) (micromolar)
Asetazolamid Glukoma 10 - 30 50 150
Digoksin Gagal jantung 0,0006 0,0008 0,003
0,002
Ethosuximide Epilepsi 25 - 75 180 540
Fenitoin Epilepsi 10 20 30 60
Venticular arrhytmia 10 20 30 60
Asam Salisilat Aches and pains 20 100 150 750
Rheumatoid arthritis 100 300 750 2200
Rheumatoic fever 250 400 1800 3000
Teofilin Asma 6 20 33 100
Warfarin Antikoagulan 14 3 - 13
Catatan : Ada beberapa obat yang mempunyai berbagai macam
efek untuk penyakit tetapi dosisnya beda. Contoh pada tabel di atas
adalah fenitoin dan asam salisilat (oral). Contoh lainnya adalah
aspirin yang bisa untuk aspilet dan analgesik, sedangkan asam
salisilat (topikal) dapat digunakan sebagai antipruritik, keratolitik,
dan keratoplastik.

Bentuk Sediaan
Berkaitan dengan kecepatan ketersediaan hayati. Apabila bentuk sediaan sirup maka
ketersediaan hayatinya akan lebih cepat dibandingkan dengan tablet atau sediaan padat
lainnya.

Fisiologis
Kenapa aturan dosis anak anak berbeda dengan dewasa? Kebanyakan ada beberapa
enzim pada anak anak yang belum sempurna. Perhatikan! Obat yang diminum apa dan jalur
metabolismenya gimana. Bagaimana fase I-nya? Apabila enzim yang digunakan untuk
memetabolisme obat sudah sempurna tidak usah disesuaikan. Bagaimana fase II? Misal suatu
obat mengalami konjugasi sulfatasi dulu baru mengalami konjugasi glukoronidasi. Apabila
pada anak anak belum sempurna di sulfatasi bisa langsung ke glukoronidasi. Bisa juga
melihat jalur metabolisme lain sehingga belum tentu harus disesuaikan aturan dosisnya.
Selain itu pada anak anak, produksi asam lambung (HCl) masih sedikit sehingga
berpengaruh pada absorpsi beberapa obat.

Patofisologis
Perubahan pada organ ginjal, hati, dan jantung akan mepengaruhi aturan dosis. Pada
jantung yang berfungsi sebagai organ pemompaan akan mempengaruhi aturan dosis bila
terjadi perubahan pemompaan yang berkaitan dengan blood flow. Misal pemompaan ke organ
eliminasi lemah, maka blood flownya akan lemah. Sehingga bila terjadi perubahan kecepatan
aliran darah ke organ pengeliminasi bisa jadi konsentrasi obat di dalam darah akan bisa naik.
Contoh lain, misalnya pasien baru saja menjalani rawat inap yang mengharuskan pasien
tersebut tiduran terus menerus, kemudian pasien sudah bisa rawat jalan, nah itu bisa
mempengaruhi blood flownya, misalnya ke gastrointestinal yang mempengaruhi absorpsi.

Apakah semua dosis obat perlu diindividualisasi-kan?


Tujuan utama pengaturan aturan dosis adalah agar obat tetap berada direntang terapetik
(memberikan efek tetapi juga aman). Tidak semua obat memerlukan pengaturan dosis yang
sangat ketat karena ada banyak obat yang mempunyai range terapetik yang besar, contohnya
obat bebas. Penyesuaian aturan dosis ini untuk menghindari kenaikan obat dalam plasma
yang melebihi jendela terapetik yang disebabkan variasi inter-subyek pada proses ADME
obat.
Pada obat yang mengikuti farmakokinetik non-linear (konsentrasi obat yang diberikan naik
maka belum tentu efek yang dihasilkan juga akan naik), seperti fenitoin, perubahan kecil
akan menyebabkan peningkatan yang sangat besar dalam respon terapetik yang membawa
kemungkinan terjadinya efek samping. Pemantuan obatnya dilakukan terhadap parameter
farmakodinamik.

Therapeutic Drug Monitoring


Bertujuan untuk memastikan apakah obat masih berada di posisi aman atau tidak. Obat harus
selalu berada di rentang terapetik yang merupakan taksiran rata rata dari konsentrasi obat
dalam plasm yang aman dan berefek pada kebanyakan pasien. Tetapi rentang terapetik ini
merupakan suatu pendekatan yang berarti bukan nilai yang absolut.
Untuk obat yang poten, harus diperhatikan dan dipertahankan kadarnya dalam dekat
konsentrasi terapetik. Misalnya teofilin yang jendela terapinya adalah 10 20 g/mL, ada yang
menunjukkan efek terapi pada kadar serum di bawah 10 g/mL dan ada yang toksis meski
kadar di bawah 20 g/mL. Oleh karena itu, harus dipantau.
Pada pasien khemoterapi kanker, monitoring dan pengaturan dosis untuk pasien individual
dapat tergantung pada besarnya efek samping dan kemampuan pasien dalam mentolerir obat
tersebut.
Rentang terapetik dari obat yang
umumnya dipantau
Amikacin 20 30 g/mL
Karbamazepin 4 12 g/mL
Digoxin 1 2 g/mL
Gentamicin 5 10 g/mL
Lidocain 1 5 g/mL
Lithium 0,6 1,2 mEq/L
Fenitoin 10 20 g/mL
Procainamide 4 10 g/mL
Quinidine 1 4 g/mL
Teofilin 10 20 g/mL
Tobramisin 5 10 g/mL
Asam Valproat 50 100 g/mL
Vankomisin 20 40 g/mL

Setelah obat dipilih dan pasien menerima aturan dosis awal, maka perlu menilai secara klinis
respons pasien. Jika tidak memberikan reaksi sesuai terapi yang diharapka, maka aturan dosis
ditinjau kembali. Dalam beberapa kasus, patofisiologis penderita mungkin tidak stabil,
apakah membaik atau memburuk. Sebagai contoh, terapi yang tepat untuk kegagalan jantung
kongestive akan memperbaiki curah jantung dan perfusi, sehingga menaikan klirens obat.

Apakah Aturan Dosis untuk Anak sama dengan Dosis untuk orang Dewasa?
Anak bukanlah orang dewasa yang dikecilkan. Pada anak terdapat organ yang belum
sempurna. Contohnya organ eliminasi seperti ginjal, hati, kulit, paru paru. Bisa jadi
pada anak anak organ tersebut belum sempurna sehingga perlu diperhtaikan aturan
dosis untuk anak anak.
Namun sebenarnya bisa dilakukan penelitian klinis, namun apakah ada obat yang diuji
pada anak anak? TIDAK. Sehingga ada usaha untuk menentukan aturan dosis pada
anak.
Untuk mudahnya, penyesuaian dosis sering dilakukan berdasarkan usia atau berat
badan yang tepat dilakukan untuk obat yang diekskresikan dari tubuh dalam bentuk
tidak berubah.
Untuk beberapa obat tertentu, seperti obat obat golongan antikanker dan yang
dimetabolisme secara luas, maka perlu memperhatikan luas permukaan tubuh.
Terdapat buku Handbook for Pediactric Dose yang berisi berbagai macam dosis obat
untuk anak anak. Kan setiap obat itu beda beda, jalur metabolisme ataupun jalur
eliminasinya beda sehingga tidak bisa disamakan. Apabila melakukan pendekatan
usia atau berat badan dengan persamaan kan kesannya semua dipukul rata.
Jadi urutan aturan penghitungan aturan dosis untuk anak anak adalah informasi dari
buku. Jika tidak terdapat informasi baru ke luas permukaan tubuh, dan pilihan
terakhirnya adalah pendekatan usia atau berat badan.

Pendekatan Aturan Dosis untuk Anak Berdasarkan Usia


Young
()
=
()+ 12

Cowling

=
24

Fried (untuk bayi dan anak hingga usia 1 2 tahun)


()
=
150

Dillingis
()
=
20

Augsberger
(4 ()+ 20
=
100

Pendekatan Aturan Dosis untuk Anak Berdasarkan Berat Badan


Clark
()
= ; 1 kg = 2,2 pounds.
150

Augsberger
(1,5 ())+ 10
=
100

Salisbury
()2
< 30 = atau berat x 2 = % dari dosis dewasa
100
+30
> 30 = atau berat + 30 = % dari dosis dewasa
100

Pendekatan Aturan Dosis untuk Anak Berdasarkan Body Surface Area (BSA)
() () (2 )
(2 ) = =
3600 1,73 2
Selain menggunaakn persamaan diatas, bisa juga dengan menggunakan nomogram. Apabila
kita tahu tinggi dan berat badannya dengan suatu nomogram bisa tahu BSA-nya.

Prinsip Farmakokinetika dalam Pemahaman Aturan Dosis


Parameter farmakokinetika primer = VD, Cl
Parameter farmakokinetika sekunder = t (waktu paro), F

Klirens (Cl)
Merupakan kemampuan organ untuk membersihkan obat. =

()

Klirens ini untuk mengevaluasi eliminasi suatu obat. Sangat berguna dalam aturan dosis
karena klirens mempengaruhi konsentrasi tunak obat (Css). Konsentrasi tunak merupakan
konsentrasi yang tetap atau konstan. Konsentrasi tunak adalah pada saat jumlah obat yang
masuk sama dengan jumlah obat yang keluar. Dicapai setelah 4 5 x t eliminasi. Hal ini
dicapai karena ketika kita minum obat, obat belum hilang sempurna dari tubuh kemudian
minum obat lagi. Konsentrasi tunak berada di range terapetik sehingga diharapkan obat selalu
berada di dalam konsentrasi tunak.

() = ; Ro merupakan laju infusi yang harus diperhatikan (berapa mL/menit)

/
() = ; F = bioavailabilitas; D = dosis

Misal obat A (300 mg) diminum dengan aturan dosis 3 x 1 sehari. : 24 jam/3 = 8 jam.
Kenapa klirens penting dalam aturan dosis? Untuk menentukan dosis maintenance yang
dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi plasma yang diinginkan. Jadi apabila terjadi
perubahan klirens bisa jadi harus merubah aturan dosisnya untuk tetap berada di dalam
konsentrasi tunak. Sebagai contoh, apabila klirensnya mengalami penurunan maka untuk
penggunaan oral bisa diganti aturan pakainya (berapa kali sehari/) atau dosisnya untuk tetap
berada di dalam konsentrasi tunak.

Klirens yang selama ini dipakai adalah klirens total yang merupakan penggabungan klirens
hepatik, klirens renal, dan klirens organ eliminasi yang lain. Namun sering sekali klirens
organ eliminasi yang lain diabaikan karena harganya sangat kecil dibandingkan dengan
klirens pada organ eliminasi yang utama. Sehingga biasanya pada pendekatan aturan kinetik,
klirens total merupakan gabungan klirens hepatik dan klirens renal.
Volume Distribusi (Vd)
Merupakan parameter farmakokinetik primer yang berhubungan dengan komposisi tubuh,
meliputi ikatan obat dalam darah atau jaringan. Vd bisa berubah apabila terjadi perubahan
komposisi tubuh. Vd berhubungan dengan jumlah obat di dalam tubuh yang berkaitan dengan
konsentrasi obat dalam plasma. Vd mempunyai peran penting dalam perhitungan atau
penentuan loading dose atau dosis awal. ( ) = .
Misalnya, pasien mengalami epilepsi dan harus segera diberikan obat dan obat tersebut harus
segera memberikan efek, maka harus diprediksi berapa jumlah obat yang harus diberikan
agar mencapai range terapetik.
Vd setiap obat bisa berbeda beda, semakin besar nilai Vd obat maka obat tersebut
sangat mampu untuk masuk ke dalam jaringan jaringan.
Faktor yang mempengaruhi distribusi
Kecepatan distribusi : dipengaruhi oleh permeabilitas membran dan perfusi darah
Tingkat distribusi : Kelarutan dalam lemak (semakin lipofil maka Vd nya besar), pH
dan pKa, ikatan dengan protein plasma (ikatannya rendah, Vd akan besar), ikatan obat
dengan jaringan (ikatannya tinggi, Vd akan besar).
Obat asam umumnya berikatan dengan albumin (berkompetisi dengan bilirubin) dan
obat basa sebagian kecil dengan albumin sebagian besar dengan 1 asam glikoprotein;
globulin lipoprotein.

Bioavailabilitas
Merupakan presentase atau fraksi dosis obat yang diberi pada pasien yang mencapai sirkulasi
sistemik. Faktor yang mempengaruhi adalah karakteristik disolusi dan absorpsi obat, bentuk
sediaan (iv F = 1; kecuali diberikan sebagai prodrug), rute pemberian, stabilitas.

Waktu paro (t )
0,693
= , merupakan parameter farmakokinetik sekunder karena tergantung

perubahan Vd dan Cl. Bila Vd dan Cl berubah t bisa berubah, bisa tidak. Tidak berubah
kalau perubahan Vd dan Cl sepadan. Pentingnya t dalam aturan dosis adalah
- Mengatur waktu untuk mencapai kondisi tunak
- Mengatur penentuan interval waktu pemberian (biasanya t )
Farmakokinetik Non-Linear
Paramater farmakokinetik dikatakan linear apabila dosis dinaikkan, maka konsentrasi obat di
dalam plasma akan ikut naik. Hal ini tidak valid untuk obat yang non linear. Hal ini
dimungkinkan karena ada proses (ADME) yang bukan melewakti kinetika orde satu.
Misalnya absorpsinya bukan melalui difusi pasif.

Prinsip Farmakodinamik
Obat akan menghasilkan efek ketika berinteraksi secara spesifik berdasarkan strukturnya
dengan reseptor. Full agonist adalah ketika menghasilkan respon maksimum; obat yang
berikatan dan menghasilkan respon kurang dari maksimal disebut partial agonist. Obat yang
berikatan tetapi tidak mengaktivasi sistem second messenger disebut antagonis.
Respon dosis : Gradual (kenaikan dosis akan menyebabkan kenaikan respon individu secara
teratur) dan Quantal (All or none) (Terdapat dua kemungkinan, ada atau tidak adanya efek)
Data farmakodinamik seperti Emaks dan konsentrasi yang menimbulkan Emaks (EC50)
dapat digunakan untuk mendesain aturan dosis obat untuk mencapai efek dari konsentrasi

=
50 +

Ritme Biologis
Berkaitan dengan siang dan malam dan dapat mempengaruhi respon biologis.
Contoh : obat antikolesterol diminum pada malam hari.
GFR (laju filtrasi glomerulus) juga berbeda pada pagi dan malam hari. GFR akan besar pada
pagi hari dan akan menurun pada malam hari. Hal ini perlu diperhatikan ketika obat
dieliminasi di ginjal.

Desain Aturan Dosis dari Konsentrasi Obat di Plasma


Infus
( ) =
Kecepatan infus = Cl x Cdesired
Flow rate (jumlah mL cairan yang diinfuskan selama satu jam) (mL/jam) =
()
= /
()
/
Intravena flow rate per minutes = / = 1
Dokter meresepkan 2 g lidokain dalam 500 mL dekstrosa diinfusikan 2 mg/menit.
2000
Konsentrasi larutan = = 4 /
500

Flow rate yang dibutuhkan untuk mendeliver 2 mg/menit


2 4
= = 0,5 /
1

Drip rate (jumlah tetasan per menit yang diinfuskan) (tetes/min). Drip factor of the
tubing ada di kemasan dari industri dinyatakan gtt/mL. Bila microdrops (microgtts)
maka drip factor tubing 60 gtt/mL
()
= /
()

Dokter order D5NS 4 L selama 24 jam dan drip factor of the tubing 15 gtt/mL
4000 mL
drip rate = 15 gtt/mL = 41,66 gtt/menit
1440 menit

Oral berulang
() ()
= = =
ln( ) ln( )

1
= = ( ) = ln( )

Contoh Kasus
Diketahui : Jendela terapetik fenobarbital adalah 10 30 mg/L; F = 100%; Vd = 0,54 L/kg;
Cl 0,062 mL/menit.kg; BB = 70 kg
Ditanyakan : Dosis pemeliharaan dan Loading dose
Jawab :
Css = (30 + 10)/2 = 20 mg/L
Vd = 0,54 L/kg x 70 kg = 38 L
F=1
Cl = 0,062 mL/menit.kg x 70 kg = 0,256 L/jam

20 0,256 24

= = = 120 /
1

= = 38 20 = 760

Diketahui : BB = 60 kg; mendapat obat aminofilin 100 mg (85% teofilin); jendela terapetik
teofilin = 10 20 mg/L; F = 1; Vd = 0,5 L/kg; Cl = 40 mL/jam.kg
Vd = 0,5 L/kg x 60 kg = 30 L
Cl = 40 mL/jam.kg x 60 kg = 2,4 L/jam
2,4 /
= = = 0,08
30
1 1 20
= ln ( ) = ln (10) = 12,5 0,693 = 8,6625
0,08

= = 30 15 = 450


15 2,4 8,6625

= = = 311,85
1
100
Karena aminofilin bukan teofilin, maka =
85
100
= 450 = 529,412
85
100
= 311,85 = 366,882
85

Re-cek aturan dosis menggunakan rumus :



= =
(1 )

Aturan Dosis : Patient Based Evaluation


Aturan dosis lebih bagus kalau individual, karena kondisi pasien mempengaruhi beberapa
obat tertentu. Penyakit ginjal dan hati menyebabkan menurunnya klirens beberapa obat
(karena enzim enzimnya berkurang sehingga klirensnya juga akan berkurang). Penyakit
gagal jantung menyebabkan menurunnya cardiac output yang menyebabkan menurunnya
kecepatan aliran darah ke organ organ tubuh (Berkurang ke organ eliminasi, konsentrasi
obat dalam plasma naik; berkurang ke gastrointestinal, konsentrasi obat dalam plasma turun).
Pada obesitas terjadi peningkatan lemak yang dapat merubah distribusi beberapa obat dan
merubah Vd.

Berat Badan Ideal


Berat badan merupakan variabel yang sering digunakan untuk menentukan aturan dosis.
Pertimbangan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan adverse drug reaction yang bisa
meningkatkan biaya pengobatan (hal ini sebenarnya dapat dihindari). Bagi pasien dengan
obesitas berat badan perlu diperhitungkan berdasarkan sifat lipofilisitas Dapat
menggunakan actual atau total body weight (TBW) atau adjusted body weight, misal ideal
body weight (IBW) atau adjusted weight lainnya. Bagi pasien non obese, penggunaan
adjusted body weight tidak terlalu berpengaruh.
Devine (paling banyak digunakan) (awalnya hanya untuk menentukan obat seperti
gentamicin, teofilin, dan digoksin)
IBW pria (kg) = 50 + (2,3 kg x per inchi yang lebih dari 5 kaki)
IBW wanita (kg) = 45,5 + (2,3 kg x per inchi yang lebih dari 5 kaki)
Robinson
IBW pria (kg) = 52 kg + (1,9 kg x per inchi yang lebih dari 5 kaki)
IBW wanita (kg) = 49 kg + (1,7 kg x per inchi yang lebih dari 5 kaki)
Miller
IBW pria (kg) = 56,2 kg + (1,41 kg x per inchi yang lebih dari 5 kaki)
IBW wanita (kg) = 53,1 kg + (1,36 kg x per inchi yang lebih dari 5 kaki)
Anak (1 18 tahun)
(tinggi dalam cm)2 1,65
IBW (kg) = 1000

Adjusted body weight for obesity


Adjustment = [(ABW IBW) x 0,25] + IBW

Contoh formula Devine


Catatan Perbandingan Actual Body Weight (ABW) dengan
Ideal Body Weight (IBW)
1 kaki (1) = 12 inci (12) Undernutrition
1 inchi (1) = 2,54 cm ABW <69% IBW Severe malnutrition
1 kg = 2,2 pound (2,2 lbs) ABW 70 79% IBW Moderate malnutrition
ABW 80 90% IBW Mild malnutrition

Normal
ABW 90 120 % IBW Normal

Overnutrition
ABW > 120% IBW Overweight
ABW 150% IBW Obese
ABW 200% IBW Morbidly obese

Pria (BB = 165 lbs; tinggi 62)


per inchi yang lebih dari 5 kaki 6 kaki 2 inchi 5 kaki = 1 kaki 2 inchi = 14 inchi
BB = 165 lbs = 75 kg
IBW = 50 kg + (2,3 kg x 14) = 82,2 kg
BB (kg) 75
ABW = IBW (kg) 100% = 100% = 91,24%
82,2

ABW 91,24% IBW Normal


Wanita (BB = 198 lbs; tinggi = 56)
BB = 198 lbs = 90 kg
Per inchi yang lebih dari 5 kaki 5 kaki 6 inchi 5 kaki = 6 inchi
IBW = 45,5 kg + (2,3 kg x 6) = 59,3 kg
BB (kg) 90
ABW = IBW (kg) 100% = 100% = 151,77 %
59,3

ABW 151,77% IBW Obese


Anak Anak (BB = 28,6 lbs; tinggi 32)
BB = 28,6 lbs = 13 kg
Tinggi = 3 kaki 2 inchi = 38 inchi = 96,52 cm
96,522 1,65
IBW = = 15,37 kg
1000
BB (kg) 13
ABW = IBW (kg) 100% = 100% = 84,58%
15,37

ABW 84,58% IBW Mild malnutrition

Indeks Massa Tubuh (Quetelets Index) (BMI)


BMI berhubungan dengan distribusi obat pada tubuh. Pada beberapa obat distribusi obat ke
jaringan perlu dipertimbangkan dalam aturan dosis,
() ()
= = 704
2 () 2 ()

BMI < 25 : Normal


BMI 25 29,9 : Overweight
BMI >30 : Obese Kelas I : BMI 30 34,9
Kelas II : BMI 35 39,9
Kelas III : BMI > 40
Catatan BMI (kg/m2) Status 95thNutrisi
1 kaki (1) = 12 inci (12) Dewasa
1 inchi (1) = 2,54 cm <16 Severe malnutrition
1 kg = 2,2 pound (2,2 lbs) 16 17 Moderate malnutrition
17 18,5 Mild malnutrition
19 25 Healthy (19 34 tahun)
21 27 Healthy (>35 tahun)
25 30 Overweight ( 19 34 tahun)
27,5 30 Overweight (>35tahun)
30 40 Moderate obesity
> 40 Severe or morbid obesity
Anak Anak
BMI-for-age <5th percentile Underweight
BMI-for-age 5th 85th percentile Healthy
BMI-for-age >85th percentile At risk for overweight
BMI-for-age 95 th percentile Overweight

Pria (40 tahun, berat badan 180 lbs, tinggi 510)


BB = 180 lbs = 81,818 kg
Tinggi = 5 kaki 10 inchi = 70 inchi = 177,8 cm = 1,778 m
() 81,818
= = = 25,881 /2 Healthy
2 () 1,7782

Wanita (25 tahun, berat badan 185 lbs, tinggi 55)


BB = 185 lbs = 84,09 kg
Tinggi = 5 kaki 5 inchi = 65 inchi = 165, 1 cm = 1,651 m
() 84,09
= = = 30,85 /2 Moderately obesity
2 () 1,6512

Lean Body Mass (LBM/LBW)


Digunakan untuk mengukur fungsi organ dan dosis pengobatan. LBM berkaitan dengan berat
semua organ tubuh, tanpa lemak. LBM berkaitan dengan aktivitas metabolik tubuh. Estimasi
perhitungan dengan LBM lebih baik daripada IBW atau TBW untuk loading dose obat
hidrofilik dan untuk dosis pemeliharaan obat yang dieliminasi di hati pada orang dewasa.
Pria
2 ()
() = [1,10 ()] 128([100 ()]2 )

Wanita
2 ()
() = [1,07 ()] 148([100 ()]2 )

Klirens Kreatinin
Sebagian besar oabt dieliminasi oleh ginjal, estimasi fungsi ginjal merupakan hal yang
penting dalam penerapan aturan dosis. Cl kreatinin merupakan parameter yang akurat untuk
mengetahui fungsi ginjal.
Kreatinin sendiri merupakan produk metabolit dari otot kemudian dilepas ke plasma dan
dikeluarkan hampir seluruhnya melalui filtrasi glomerulus.
Serum kreatinin normal (dewasa) : 0,7 1,5 mg/dL.

Penyesuaian Dosis pada Gangguan Fungsi Ginjal


GFR dapat digunakan untuk melihat bagaimana gangguan fungsi ginjal, tapi tidak praktis
untuk setiap hari. Metode paling umum untuk mengestimasi filtrasi glomerulus (rute
eliminasi primer beberapa obat) adalah dengan mengukur klirens kreatinin. Kekurangan dala,
pengukuran klirens kreatinin adalah : tidak komplet koleksi urin; waktu koleksi serum
kreatinin kurang tepat.
Persamaan Cockcroft-Gault
(140 ()) ()
(min) =
72 ( )


(min) = 0,85 ClCR pria

Persamaan Salazar & Corcoran (untuk pasien obesitas)


[(137 ())(0,285 ())+ (12,1 2 )]
(min) =
51 ( )

[(146 ())(0,285 ())+ (9,74 2 )]


( )=
min 60 ( )

Serum kreatinin tidak cukup akurat untuk estimasi fungsi ginjal pada usia lebih dari 65 tahun.
Kretinin merupakan produk metabolisme otot yang dipengaruhi massa otot. Saat
bertambanya umur, kecepatan pembentukan kreatinin berkurang karena menurunnya massa
otot yang berakibat pada berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan kreatinin.
Pada usia 20 80 tahun, serum kreatinin cenderung konstan sementara klirens kreatini
menurun. Serum kreatinin pun bisa bervariasi setiap orang.

Pada intinya yang harus dijaga adalah konsentrasi bebasnya agar tetap berada di range
terapetik. Apabila terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dapat disiasati dengan mengurangi
dosis atau memperlebar jarak waktu.

Dilakukan perbandingan pada orang yang mengalami gangguan fungsi ginjal dengan normal
dan didapatkan faktor pengali untuk melakukan perubahan aturan dosis terhadap dosis
normal.
Misal : 6x dosis normal; 500 mg/12 jam. Pengaturan dosis yang dapat dilakukan adalah
Variabel interval 500 mg/72 jam
Variabel dosis 83 mg/12 jam
Metode kombinasi 167 mg/24 jam

Penyesuaian Dosis pada Gangguan Fungsi Hati


Jarang sekali terdapat rumus untuk penyesuain gangguan fungsi hati. Tapi paling tidak bisa
diprediksi perlu penyesuaian aturan dosis atau tidak setelah tahu gangguannya seperti apa.
Hepatitis terjadi inflamasi liver dan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel sel hati
Sirosis fungsi sel hilang permanen, berarti kemampuan sel untuk membersihkan obat,
aktivitas intrinsik membersihkan obat menjadi tidak ada. Produksi protein berkurang
menyebabkan fraksi bebasnya berubah (lihat masih di range terapetik atau tidak).
Child-Pugh Score merupakan parameter yang perlu dilihat untuk menentukan apakah aturan
dosis perlu dirubah atau enggak (serum albumin, total bilirubin, prothromin time, ascites,
hepatic encelophaty)
( )
=
+ ( )
Bila sel hati rusak Klirens intrinsik (Clint) berkurang ClH berkurang
Bila obat mengalami first pass effect F berkurang ClH berkurang

Child-Pugh Score
Test/Symptom Score 1 point Score 2 point Score 3
point
Total bilirubin (mg/dL) < 2.0 2.0 3.0 > 3.0
Serum albumin (g/dL) > 3,5 2,8 3,5 < 2.8
Phrothrombin time <4 46 >6
Ascites Absent Slight Moderate
Hepatic encephalophaty None Moderate Severe

Masing masing simptom dengan score 1 (normal) s/d 3 (abnormal) dan scorenya semua
dijumlah. Skor fungsi liver normal adalah 5 sedangkan untuk yang tidak normal adalah 15.
Child-Pugh Score 8 9 : Perlu penurunan dosis sekitar 25% untuk obat yang terutama
(60%) dimetabolisme oleh hati
Child-Pugh Score 10 : Perlu penurunan dosis sekitar 50% untuk obat yang terutama
(60%) dimetabolisme oleh hati
Contoh : Bapak C melakukan test Child-Pugh Score dan didapatkan hasil sebagai berikut
Total bilirubin : 4 mg/dL skor 3
Serum albumin : 5 g/dL skor 1
Phrothrombin time : 5 skor 2
Ascites : Slight skor 2
Hepatic encephalopaty : None skor 1
Total Child-Pugh Score untuk bapak C adalah 9. Sehingga perlu penurunan dosis sekitar 25%
untuk obat yang terutama (60%) dimetabolisme oleh hati

Penyesuaian Dosis pada Obesitas


Berat badan merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk menentukan aturan
dosis. Tetapi apabila berat badan tidak normal maka dosis menjadi kurang tepat dan bisa
menimbulkan risiko adverse drug events yang meningkatkan biaya pengobatan padahal
kejadian tersebut dapat dicegah.
Sejumlah obat menggunakan adjusted body weigth untuk menentukan dosis.
Midazolam Vd dan t naik pararel dengan kenaikan berat badan tetapi tidak ada
perubahan pada Cl Berarti yang lebih perlu disesuaikan adalah loading dose nya saja
Opiod Obesitas berpengaruh pada obat lipofil (termasuk alfentanil, fentanil, dan
sufentanil) t naik makin lama berada di dalam tubuh.
*Contoh penyesuaian dosisnya coba dicek di tabel handout*

Anda mungkin juga menyukai