Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Atresia ani merupakan suatu kelainan malformasi kongenital dimana terjadi
ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus
secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus.
Lokasi terjadinya anus imperforata ini meliputi bagian anus, rektum, atau bagian di
antara keduanya. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2011)
Di indonesia atresia ani merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup
besar. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita atresia ani berkisar
antara 5-25%. Penelitian dari berbagai daerah di indonesia menunjukkan angka yang
sangat bervariasi tergantung pada tingkat atresia ani di tiap-tiap daerah. ( soemoharjo,
2008).
Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk,
dan polusi udara. Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan
rendah, membuat banyak kaum urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke
bawah. Tinggal di pemukiman padat dan kumuh dengan polusi udara dan pola
konsumsi nutrisi yang mungkin kurang baik. Rendahnya tingkat pendidikan dan
tingkat ekonomi sangat memungkinkan terbatasnya keluarga dengan ibu hamil
terpapar dengan informasi kesehatan tentang nutrisi kehamilan. Nutrisi yang
dikonsumsi ibu selama kehamilan dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan
janin. Polusi udara dari asap rokok/nikotin dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan
janin dan peningkatan mortalitas dan morbiditas bayi dan perinatal (Bobak, 2005).
Atresia ani merupakan salah kelainan kongenital yang dapat dipengaruhi oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan atau keduanya.
Atresia ani merupakan kelainan congenital yang tergolong rendah angka
kejadiannya dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadan di
amerika serikat 600 anak lahir dengan atersia ani. Data yang di dapatkan kejadian
atersia ani timbul dengan perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan
setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atersia ani. Kartono mencatat 20-
40 pasien penyakit atersia yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
ciptoMangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki: perempun adalah 4:1. Insiden ini
dipengaruhi oleh group etnik, untuk afrika dan amerika adalah 2,1 dalam 10.000
kelahiran, caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran.
Menurut catatan Swenson, 81,1 dari 880 kasus yang diteliti dalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan brown menemukan tendensi factor keturunan pada penyakit ini yakni
ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga.
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara umum
atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula
rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada bayi laki-laki,
diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan jenis atresia ani yang

1
paling banyak ditemukan adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula
perineal (Oldham K,2005).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar medik dan asuhan
keperawatan pada anak dengan atresia ani.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui dan memahami definisi atresia ani.
b) Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang serta
penatalaksanaantentang penyakit atresia ani.
c) Untuk mengetahui dan memahami pengkajian,diagnosa, rencana, implementasi
dan evaluasi keperawatan pada pasien anak dengan kasus atresia ani.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi
Anus Imperforata (atresia ani) merupakan suatu kelainan kongential di mana
terjadi ketidak lengkapan perkembangan embriotik pada bagian anus atau tertutupnya
anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah
anus. Lokasi terjadinya anus imperforate ini meliputi bagian anus, rectum, atau bagian
di antara keduanya.(Aziz, 2008:106)
Atresia merupakan suatu gangguan pembentukan alat tubuh berupa tidak
terbentuknya anus(Manuaba 2007:323)
Atresia ani merupakan suatu kelainan dimana lubang dubur/anus tertutup dubur
membran (Suryanah, 2006:137).
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal.

2. Klasifikasi
Menurut wingspread (2005) secara umum klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:
a. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada.Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan).Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari1 cm.

3
3. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi dan fisiologi


rektum dan anus
(http://ilmu-keperawatan.
id/2012/04/anatomi-
fisiologi-sistem-
pencernaan.html)

a. Rektum
1) Anatomi Rektrum
Rektum adalah bagian ujung dari sistem pencernaan di mana kotoran
menumpuk tepat sebelum dibuang. Rektum menyambung dengan kolon sigmoid
dan memanjang 13 sampai 15 cm (5 sampai 6 inci) ke anus. Selembar otot yang
disebut diafragma panggul berjalan tegak lurus ke persimpangan rektum dan anus
dan mempertahankan penyempitan antara dua segmen dari usus besar.
Rongga internal rektum dibagi menjadi tiga atau empat kamar; setiap ruang
sebagian tersegmentasi dari lainnya dengan lipatan melintang permanen (katup
dari Houston) yang membantu untuk mendukung isi rektum. Sebuah selubung
otot memanjang mengelilingi dinding luar rektum, sehingga memungkinkan bagi
rektum untuk memperpendek dan memanjang.
Sampah makanan tetap dalam kolon sigmoid sampai mereka siap untuk
dikeluarkan dari tubuh. Saat feces memasuki rektum, dinding menggembung
untuk mengakomodasi materi. Ketika tekanan yang cukup menumpuk dalam
rongga dubur membesar, dorongan untuk menghilangkan limbah terjadi.
Ketika reseptor sistem saraf dalam dinding rektum dirangsang oleh
peregangan yang, mereka mengirimkan impuls ke lubang anus, dada dan otot
perut-dinding, dan medulla oblongata otak, yang membuat orang tersebut sadar
akan kebutuhan untuk buang air besar.
Banyak orang yang malu untuk berbicara tentang masalah dubur. Tapi
menemui dokter Anda tentang masalah di daerah ini penting. Hal ini terutama
berlaku jika Anda memiliki rasa sakit atau perdarahan. Pengobatan bervariasi
tergantung pada masalah tertentu.

2) Fungsi Rektum.
Fungsi utama rektum adalah penyimpanan sementara tinja/limbah
pencernaan. Sehingga kita mungkin memiliki beberapa waktu untuk mencapai

4
tempat di mana kita bisa buang air besar. Ketika limbah dan bahan makanan yang
dicerna masuk ke dalamnya, kanal menjadi melebar, sehingga otot-otot yang
melapisi daerah dubur meregang/melebar.
Reseptor peregangan yang terletak di dinding rektum yang merasakan
pelebaran usus dan mengirim sinyal ke sistem saraf (otak) di mana ini diproses
dan respon yang dihasilkan menginduksi kebutuhan untuk membuang limbah
melewati lubang anus dan keluar melalui ambang anal.
Namun, jika kita tidak pergi untuk buang air besar untuk durasi yang lama,
tinja akan kembali ke dalam usus untuk penyerapan lebih lanjut dari cairan yang
juga dapat mengakibatkan pengerasan tinja dan sembelit.

3) Bagian-bagian Rektum
Berdasarkan struktur dan fungsi ujung distal dari usus besar, kita bisa
membagi bagian rektum ke berikut komponen yang dapat dibedakan menjadi:
a) Rektosigmoid Junction.
Menandai pembagian antara kolon sigmoid dan kanal dubur yang hampir
sejajar dengan ascending dan descending kolon.
b) Ampula Dubur.
Pada titik dimulainya, perkiraan diameter dari rektum adalah hampir sama
dengan yang dari kolon sigmoid, tapi semakin jauh, diameternya melebarkan.
Titik di mana kanal dubur mencapai dilatasi maksimum menandai awal dari
struktur khusus ini yang berfungsi sebagai reservoir jangka pendek untuk
kotoran sebelum buang air besar.
c) Cincin Anorektal.
Pada titik terminasi dari rektum intestinum, ada struktur berbentuk cincin
seperti otot yang kuat yang memisahkannya dari lubang anus. Seiring dengan
otot puborectalis, bagian atas sfingter eksternal dan internal juga berkontribusi
terhadap fungsi struktur, pencegahan yaitu dan pengendalian tinja sampai
sengaja dihapus.

b. Anus
1) Anatomi Anus
Anusmerupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphincter. feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
Anus atau dubur adalah penghubung antara rektum dengan lingkungan luar
tubuh. Di anus terdapat otot sphinkter yang berfungsi untuk membuka dan
menutup anus. Fungsi utama anus adalah sebagai alat pembuangan feses melalui
proses defekasi (buang air besar).

2) Struktur Anus
a) Kanalis anal.
Adalah saluran dengan panjang sekitar 4 cm yang dikelilingi oleh sfingter
anus. Bagian atasnya dilapisi oleh mukosa glandular rektal. Fungsi kanalis
anal adalah sebagai penghubung antara rektum dan bagian luar tubuh sehingga
feses bisa dikeluarkan.
b) Rektum.

5
Adalah sebuah ruangan dengan panjang sekitar 12 sampai 15 cm yang berada
di antara ujung usus besar (setelah kolon sigmoid/turun) dan berakhir di anus.
Fungsi rektum adalah menyimpan feses untuk sementara waktu, memberitahu
otak untuk segera buang air besar, dan membantu mendorong feses sewaktu
buang air besar. Ketika rektum penuh dengan feses, maka rektum akan
mengembang dan system saraf akan mengirim impuls (rangsangan) otak
sehingga timbul keinginan untuk buang air besar.
c) Sfingter anal internal.
Adalah sebuah cincin otot lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan keliling
2,5 sampai 4 cm. Sfingter anal internal ini berkaitan dengan sfingter anal
eksternal meskipun letaknya cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm. Fungsi
sfingter anal internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat buang air
besar.
d) Sfingter anal ekternal.
Adalah serat otot lurik berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding anus.
Panjangnya sekitar 8 sampai 10 cm. Fungsi sfingter anal eksternal adalah
untuk membuka dan menutup kanalis anal.
e) Pectinate line.
Adalah garis yang membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan bagian
sepertiga (bawah) anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian atas
dan bawah pectinate line memiliki banyak perbedaan. Misalnya, jika wasir
terjadi di atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut disebut wasir internal
yang tidak menyakitkan. Sedangkan jika di bawah, disebut wasir eksternal dan
menyakitkan. Asal embriologinya juga berbeda, bagian atas dari endoderm,
sedangkan bagian bawah dari ektoderm.
f) Kolom anal.
Adalah sejumlah lipatan vertikal yang diproduksi oleh selaput lendir dan
jaringan otot di bagian atas anus. Fungsi kolom anal adalah sebagai pembatas
dinding anus

4. Etiologi
Secara umum penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti,
namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang
tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari
bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).

6
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

5. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karenagangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinari dan struktur anorektal.Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal.Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal.Kegagalan
migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada
uretra dan vagina.Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga
menyebabkan fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
baru lahir tanpa lubang anus.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
a. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
b. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
c. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.

6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik secara terlihat secara umum, bayi muntah-muntah pada 24-48
jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada
penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan
fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina)
dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat
terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal.
Gejala yang akan timbul :
a. Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
d. Perut kembung.

7
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
(Ngastiyah, 2005)

7. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih
Feses yang tidak keluar melalui anus sehingga menyebabkan feses menumpuk dan
mikroorganisme yang terdapat pada feces berpotensi zmasuk ke dalam uretra
sehingga menyebabkan isk
b. Obstruksi intestinal
Tidak adanya pembukaan usus besar sehingga feses tidak dapat keluar melalui anus
menyebabkan feses menumpuk dan keras dan tidak dapat keluar sehingga intestinal
mengalami obstruksi
c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
Operasi pembuatan lubang pengganti ( kolostomi ) dapat mempengaruhi resiko
infeksi organ-organ kemih meningkat akibat tindakan invasif
d. Komplikasi jangka panjang :
1) Eversi mukosa anal.
2) Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
3) Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
4) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
5) Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
6) Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Ngastiyah, 2005)
Factor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi pada atresia ani adalah
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan perawatan post operasi yang buruk.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oeh dokter ahli bedahpada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara
atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi Tindakan yang terakhir dari atresia ani.
Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus.
Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang
frekuensinya dan agak padat.

8
9. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak
pemanjangan kantung rectum dari spingternya.
c. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
g. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.

9
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pre-operasi;
1) Pola Nutrisi dan Metabolik
Adanya muntah-muntah pada umur 24-48 jam setelah lahir, perut kembung.
2) Pola Eliminasi
Tidak terdapatnya defekasi mekonium/mekonium tidak keluar dalam 24 jam
pertama setelah kelahiran,mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang
letaknya salah.
3) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas pasien terganggu karena perut kembung.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Pasien tidak bisa tidur karena adanya muntah-muntah.
5) Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat memberikan
motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.

Pemeriksan fisik pre operasi


Tidak terdapat anus, anus tampak merah, kadang-kadang tampak ileus
obstruksi, thermometer yang dimasukkan kedalam anus tertahan oleh jaringan/tidak
dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.

Post-operasi
1) Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien dengan
atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi.
2) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus,
sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
3) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirhat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
insisi
5) Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.

10
a. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus
tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam
waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pre Operasi
1) Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan
dirumah.

3. Intervensi Keperawatan
Pre operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus
Kriteria Hasil :

1) pasien menunjukkan konsisten tinja lembek


2) Terbentuknya tinja
3) Tidak ada nyeri saat defekasi
4) Tidak terjadi perdarahan

Intervensi
1) Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
2) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
3) Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
4) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.


Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :

11
1) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
2) TTV dalam batas normal

Intervensi
1) Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
2) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan nadi
turun.
3) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit


dan prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
a) Ansietas berkurang
b) Klien tidak gelisah

Intervensi
1) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut
diterima.
2) Jelaskan pada keluarga persiapan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
operasi. Rasional : Dapat meringankan ansietas pada keluarga terutama ketika
tindakan operasi tersebut dilakukan.
3) Beri kesempatan keluarga untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.

Post operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
a) Nyeri berkurang
b) Skala nyeri 0
c) Ekspresi wajah terlihat rileks

12
Intervensi :
1) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri menggunakan
skala Wong Baker
Rasional :untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian.
2) Ajarkan pada keluarga tentang manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan
distraksi yang perlu diberikan pada anak.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau respon
nyeri.
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan pada keuarga agar pasien
istirahat. Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat.
4) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.


Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus.
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB.
2) Klien muntah

Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah terjadinya
aspirasi.
2) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
3) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit fleksi saat
menelan.
Rasional; menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa nyeri pada
saat menelan
4) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasioanl : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.


Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi
b) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
c) Luka post operasi bersih

Interversi :
1) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.

13
2) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan sabun
anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah
infeksi di rumah sakit.
3) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan


dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
a) Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di
rumah.
b) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.

Intervensi :
1) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
2) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
3) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
4) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
5) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

4. Perencanaan Pulang
1. Mengajarkan keluarga perawatan luka untuk mengurangi rasa nyeri
2. Menginformasikan pada keluarga untuk mempertahankan cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan anak serta mempertahankan nutrisi yang cukup
3. Menginformasikan pada keluarga untuk mempertahankan eliminasi dengan cara
mempertahankan asupan dan out put

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anus Imperforata (atresia ani) merupakan suatu kelainan kongential di mana terjadi
ketidak lengkapan perkembangan embriotik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara
abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Lokasi
terjadinya anus imperforate ini meliputi bagian anus, rectum, atau bagian di antara
keduanya.(Aziz, 2008:106)
Atresia ani merupakan suatu kelainan dimana lubang dubur/anus tertutup dubur
membran (Suryanah, 2006:137).
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan
anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu
mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak, sehingga kita mampu
memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak tersebut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar
keperawatanmaternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC
Hockenberry,M., Winkelstein,M.L., Wilson,D., Wong, D.L.(2009). Essentials
ofpediatric nursing. 8th edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Nirma, Susanti. (2007). Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan dan Sistem Pencernaan.
Jakarta; EGC.
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/anal+atresia,+atresia+ani. Diakses pada
tanggal 3Maret 2017.
www. Bedah Anak . Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibularis.co.id
http://bedahugm.net/Bedah-Anak/Atresia-Ani.html. Diakses pada tanggal 1 April
2017.
Yunitta, Muasarri. Askep Etresia Ani Pada
Anak.https://www.academia.edu/10125487/ASKEP_ATRESIA_ANI_PADA_AN
AK. Diakses pada tanggal 1 April 2017.

16

Anda mungkin juga menyukai