Anda di halaman 1dari 8

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2017
PRESENTASI KASUS
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Sdr. WG
Usia : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Umbulharjo, Yogyakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Dokter : DR. dr. Ronny Tri W., Sp.KJ
Ko-asisten : Rahmi Sofya
I. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama
Pasien merasa gelisah dan sedih
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang laki-laki 43 tahun, datang bersama ayahnya ke RS dengan keluhan pasien merasa cemas
dan sedih. Kegelisahan muncul setelah pasien mendengar adanya bisikan yang menyuruh pasien
untuk melakukan kegiatan apapun secara cepat, sehingga membuatnya tergesa-gesa dalam
berkegitan. Kesedihan pasien muncul apabila pasien teringat saat ia tinggal di maluku. Selain itu,
pasien mengeluhkan sering terbangun saat tidur dikarenakan dalam mimpinya bertemu dengan
Nabi Muhammad SAW. Keluhan ini dirasakan muncul secara frekuen setelah lebaran idul fitri,
dimana banyak sanak saudara yang datang ke rumahnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Psikiatrik
Mulai tahun 1995, pasien mulai mengalami gangguan. Pada awal gangguan, pasien yang
semula ceria menjadi pendiam. Menurut kedua orang tua pasien, hal ini disebabkan karena
ibunda pasien beserta adiknya pergi ke Jawa untuk menengok neneknya yang sedang sakit.
Sedangkan pasien beserta ayah tetap berada di Maluku. Ayahnya memiliki kesibukan di
perusahaan, sehingga tidak maksimal. Hingga pada suatu pagi, ketika ayahnya hendak pergi
bekerja, pasien menyembunyikan kunci kendaraan dan berubut dengan sang ayah. Semenjak
itu, pasien menjadi pendiam dan menarik diri dari lingkungan. Pasien juga mengatakan
mendengar adanya bisikan-bisikan tanpa sumber yang jelas, bisikan tersebut menyuruh
pasien untuk melakukan kegiatan-kegiatan secara cepat. Sebelum dibawa ke RSUD Kota
Yogyakarta, pasien kontrol rutin di Rumah Sakit Puri Nirmala.
b. Medis
Pasien tidak mempunyai keluhan medis lain.
c. Riwayat Penggunaan Alkohol atau Zat Lain
Pasien tidak pernah mengkonsumsi alcohol dan zat lainnya.
4. Riwayat Keluarga

1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Pasien adalah anak kedua dari lima bersaudara. Tinggal bersama ayah, ibu, dan adiknya. Namun,
di lantai atas rumahnya tempat kost putri. Adiknya kini juga menjadi pribadi yang tertutup, tidak
mau bersosialisasi, dan emosional ketika menerima pendapat dari orang lain. Sepupu dan
ponakan dari ayah serta adik dari ibu pasien mengalami hal serupa.
5. Riwayat Pribadi dan Sosial
a. Pranatal dan Perinatal
Pasien lahir spontan, cukup bulan, dengan berat lahir >2500 gram.
b. Masa Anak
Saat kecil pasien bersekolah dan bersosialisasi baik dengan teman sebayanya. Perkembangan
pasien sesuai usia dan teman sebaya. Pasien tidak pernah ada riwayat penyakit serius.
c. Masa Dewasa
Pasien lahir di cilacap, semenjak TK sampai dengan SMA merantau ke Sulawesi mengikuti
dinas ayahnya. Sehari-hari tidak memiliki masalah dengan teman, keluarga, maupun lingkup
sosial.

II. Pemeriksaan Fisik, Neurologis dan Status Mental


KU : CM, GCS : E4 V5 M6
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Laki-laki tampak lebih muda dari usianya dengan kesan status gizi cukup, tampak sehat
secara jasmani, rawat diri baik.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak duduk tenang dan pandangan selalu menunguk ke bawah
c. Sikap terhadap pemeriksa
Koorperatif.
2. Kesadaran
Kompos mentis
3. Mood dan Afek
a. Mood : cemas
b. Afek : indifferent
4. Pembicaraan
a. Volume : sedang
b. Kuantitas : pasien tidak banyak bercerita
c. Kecepatan produksi : normal
5. Persepsi
Halusinasi auditorik (+)
6. Pikiran
a. Bentuk pikir : realistik
b. Isi pikir : waham (-)
7. Orientasi
a. Tempat : Baik.
b. Orang : Baik.
c. Situasi/waktu : Baik.
8. Daya Ingat
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
a. Jangka Pendek : Baik.
b. Jangka Panjang : Baik.
9. Konsentrasi dan perhatian
Selama wawancara pasien berkonsentrasi dan perhatian terhadap pembicaraan, sesekali pasien
dapat menatap dan melihat kepada yang berbicara.
10. Kemampuan bahasa, membaca dan menulis : Baik
11. Pikiran Abstrak : Baik
12. Pengendalian Impuls : Baik.
13. Insight : tidak baik.
III.Diagnosis
Skizofrenia tak terinci
IV. Terapi
a. Farmakologi
Seroquel 1x400mg
Chlorpromazine 2x100mg
Amitriptilin 2x25mg
b. Psikoterapi dan edukasi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan :
Ada beberapa pendekatan psikososial yang dapat digunakan untuk pengobatan skizofrenia.
Intervensi psikososial merupakan bagian dari perawatan yang komprehensif dan dapat
meningkatkan kesembuhan jika diintegrasikan dengan terapi farmakologis. Intervensi psikososial
ditujukan untuk memberikan dukungan emosional pada pasien. Pilihan pendekatan dan intervensi
psikososial didasarkan kebutuhan khusus pasien sesuai dengan keparahan penyakitnya.
1) Program for Assertive Community Treatment (PACT)
PACT merupakan program rehabilitasi yang terdiri dari manajemen kasus dan Intervensi aktif
oleh satu tim menggunakan pendekatan yang sangat terintegrasi. Program ini dirancang khusus
untuk pasien yang fungsi sosialnya buruk dan bertujuan untuk mencegah kekambuhan dan
memaksimalkan fungsi sosial dan pekerjaan. Unsur-unsur kunci dalam PACT adalah
menekankan kekuatan pasien dalam beradaptasi dengan kehidupan masyarakat, penyediaan
dukungan dan layanan konsultasi untuk pasien, memastikan bahwa pasien tetap dalam program
perawatan. Laporan dari bebarapa penelitian menunjukan bahwa PACT efektif untuk
memperbaiki gejala, mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan memperbaiki kondisi
kehidupan secara umum.
2) Intervensi keluarga
Prinsipnya adalah bahwa keluarga pasien harus dilibatkan dan terlibat dalam penyembuhan
pasien. Anggota keluarga diharapkan berkontribusi untuk perawatan pasien dan memerlukan
pendidikan, bimbingan dan dukungan serta pelatihan membantu mereka mengoptimalkan peran
mereka.

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
3) Terapi perilaku kognitif
Dalam terapi ini dilakukan koreksi atau modifikasi terhadap keyakinan (delusi), fokus terhadap
halusinasi pendengaran dan menormalkan pengalaman psikotik pasien sehingga mereka bisa
tampil secara normal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku efektif dalam
mengurangi frekuensi dan keparahan gejala positif. Namun ada risiko penolakan yang mungkin
disebabkan oleh pertemuan mingguan yang mungkin terlalu membebani pasien-pasien dengan
gejala negatif yang berat.

4) Terapi pelatihan keterampilan sosial


Terapi ini didefinisikan sebagai penggunaan teknik perilaku atau kegiatan pembelajaran yang
memungkinkan pasien untuk memenuhi tuntutan interpersonal, perawatan diri dan menghadapi
tuntutan masyarakat. Tujuannya adalah memperbaiki kekurangan tertentu dalam fungsi sosial
pasien. Terapi ini tidak efektif untuk mencegah kekambuhan atau mengurangi gejala.
5) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Dalam sebuah kajian sistematik menyatakan bahwa penggunaan ECT dan kombinasi dengan
obat-obat antipsikotik dapat dipertimbangkan sebagai pilihan bagi penderita skizofrenia
terutama jika menginginkan perbaikan umum dan pengurangan gejala yang cepat (American
Psychiatric Assosiated, 2013).
V. Prognosis
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad bonam

VI. Diskusi
Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus. Namun, secara
umum melewati tiga fase utama, yaitu fase prodromal, fase aktif gejala dan fase residual1.
a. Fase prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum fase
aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan
zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awal
munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika
seorang individu mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya
b. Fase aktif gejala

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara jelas. Sebagian
besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas.
Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin besar
antara individu dengan lingkungan sosialnya
c. Fase residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala dari kriteria A
pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek
atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya beberapa pasien skizofrenia
mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah
untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan status mental, dan merujuk pada kriteria
diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat didiagnosa sebagai Skizofrenia Tak Terinci
(F20.3). Pedoman diagnostik secara umum skizofrenia telah terpenuhi dan secara spesifik digolongkan
ke dalam skizofrenia tak terinci
Untuk diagnosis skizofrenia tak terinci harus memenuhi seluruh persyaratan berikut yaitu:
(a) memenuhi kriteri umum untuk diagnosis skizofrenia.
(b) tidak memenuhi diagnosis skizofrenia paranoid, herbefrenik, atau katatonik.
(c) tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.
Menurut teori, gangguan jiwa merupakan integrasi dari faktor biologis, faktor psikososial, faktor
lingkungan. Model ini menandakan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan
perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis
(misal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diathesis selanjutnya dapat terbentuk
oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial dan trauma.2
Pada skizofrenia terdapat gangguan afek dan emosi dimana kadangkala efek dan emosi
(emotional blunting) misalnya penderita menjadi acuh tak acuh lagi terhadap hal-hal penting untuk
dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa depannya. Emosi pasien juga bisa berubah menjadi
labil dan sulit untuk dipahami.
Gejala-gejala positif skizofrenia/psikotik antara lain agresifitas (kecenderungan untuk berkelahi),
hiperaktif, sikap permusuhan, halusinasi dan waham, insomnia dan mannerisme. Pada kasus ini pasien
mengalami halusinasi akustik yaitu mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk mengamuk,
namun terdengar kurang jelas. Menurut teori, pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan

5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering
pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi
barang. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfatorik), halusinasi citarasa (gustatorik) atau
halusinasi singgungan (taktil). Halusinasi penglihatan (visual) agak jarang pada skizofrenia lebih sering
pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindrom otak organik bila terdapat maka biasanya pada
stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang
menakutkan

Pengobatan pada skizofren sebenarnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing
subtipe skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol pada pasien.
Pada skizofrenia tak terinci, pasien ini, gejala positif lebih menonjol, maka adapun pengobatan yang
disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik golongan tipikal yang dapat memblokade dopamin
pada reseptor pascasinaptik neuron di otak.
Chlorpromazin termasuk obat psikotik tipikal yang mempunyai aktivitas memblokade dopamin
pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, terutama di simtem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(dopamin D2 reseptor antagonis). Efek samping dapat berupa sedasi dan inhibisi psikomotor
(mengantuk, kemampuan kognitif menurun), gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik), ganguan
ekstrapiramidal (distonia akut, sindrom Parkinson), gangguan endokrin (ginekomastia) biasanya pada
pemakaian jangka panjang.
Halloperidol untuk menghilangkan gejala psikotik berupa halusinasi. Trihexaperidil digunakan
untuk memperbaiki sosialisasi pada pasien.3
Adapun efek samping dari pemberian obat anti psikotik yaitu4:
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik (hipotensi ortostatik, antikolenergik berupa mulut kering, kesulitan miksi dan
defekasi, hidung tersumbat, dan mata kabur).
3. Gangguan endokrin
4. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia dan sindrom Parkinson berupa : tremor,
bradikinesia, rigiditas)
5. Hepatotoksik
Efek samping obat anti psikotik salah satunya adalah hepatotoksik sehingga untuk
memonitornya perlu pemeriksaan fungsi hati berkala. Adapun pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium darah untuk mengevaluasi pemberian antipsikosis yang mempunyai efek samping terhadap
fungsi hati dan ginjal karena hati merupakan organ utama untuk metabolisme obat-obat psikotik.

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
Selain terapi obat-obatan juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari terapi perilaku,
terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi indivisual. Terapi perilaku menggunakan
hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan
menolong diri sendiri, dan konunikasi interpersonal. Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam
pengobatan skizofrenia. Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Psikoterapi, rehabilitasi, terapi religius dan perilaku juga perlu diberikan pada
pasien ini3.
Prognosis untuk penderita ini adalah dubia ad malam, karena dilihat dari diagnosis penyakit,
perjalanan penyakit, ciri kepribadian, stressor psikososial, usia saat menderita, ekonomi, pengobatan
psikiatri dan ketaatan berobat yang buruk.

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
PRESENTASI KASUS
DAFTAR PUSTAKA

1. Sinaga BR. Skizofrenia dan Diagnosis banding. Jakarta. 2007: 12-137.


2. Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. Jakarta: FK UI. 2007. 26-34.
3. Goodman dan Gilman Dasar Farmakologi Terapi vol 1. Jakarta : EGC. 2007. 475,480-482.

Anda mungkin juga menyukai