Anda di halaman 1dari 6

3.

4 Dossage Form Performance

a. Eksipien dan/atau variasi manufaktur

Sebagian besar penelitian BA relatif dilakukan pada manusia, namun ada juga laporan

tentang penelitian pada hewan yang dilakukan pada kelinci dan anjing. Berdasarkan data

penelitian pada kelinci, tidak ada perbedaan signifikan pada Cmax dan AUC0 antara

orally disintegrating tablet (tablet orodispersible) dan tablet konvensional. Sedangkan pada

anjing, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan di antara dua tablet konvensional.

Sementara sebagian besar penelitian melaporkan tidak ada perbedaan dalam tingkat absorpsi,

tapi perbedaan laju absorpsi antara produk obat kadang-kadang ditemukan.

Sotiropoulus et al (1981) mengevaluasi tiga tablet dan satu produk asetaminofen cair

untuk uji komparatif BA. Hasilnya menunjukkan BA relatif terhadap bentuk sediaan cair

masing-masing 82%, 87%, dan 92%. Berdasarkan data ekskresi urin, perbedaan ini tidak

signifikan secara statistik hanya jumlah yang diekskresikan dari jam 0 sampai jam ke 4

bervariasi untuk masing-masing formulasi. Hekimoglu et al (1987) : mengevaluasi BA dari 3

merek tablet asetaminofen dibandingkan dengan bentuk sediaan larutan. Hasilnya

menunjukkan BA relatif dari larutan masing-masing adalah 98%, 95% dan 99%, dengan

perbedaan yang tidak signifikan secara statistik. Namun, jumlah yang diekskresikan selama

jam pertama bervariasi.

Baru-baru ini produk acetaminophen yang mengandung sejumlah besar natrium

bicarbonate menjadi perhatian untuk diteliti karena diklaim memiliki penyerapan obat yang

lebih cepat. Grattan et al (2000) membandingkan farmakokinetik dari 1 tablet asetaminofen

yang tersedia secara komersial dan tablet acetaminophen dengan pengembangan formulasi

(mengandung 400 mg Natrium bicarbonate dan mengandung 630 mg Natrium bicarbonate).


Penambahan 630 mg natrium bikarbonat meningkatkan tingkat absorpsi asetaminofen

terhadap tablet konvensional berdasarkan data tmax yang lebih pendek dan Cmax yang lebih

tinggi. penambahan 400 mg Natrium bikarbonat juga meningkatkan tingkat penyerapan dari

asetaminofen terhadap tablet acetaminophen konvensional. Temuan ini dikonfirmasi oleh

Kelly et al (2003) yang membandingkan tablet acetaminophen yang mengandung 630 mg

natrium bicarbonate dengan tablet konvensional. Tingkat penyerapan, yang ditunjukkan oleh

t50% dan t90%, dua kali lebih cepat dibandingkan tablet konvensional, baik dalam keadaan

berpuasa dan tidak berpuasa.

Eksipien yang digunakan dalam bentuk dosis oral IR yang memiliki MA di Jerman

(DE), Finlandia (FI), Yunani (GR), dan Belanda (NL) ditunjukkan pada Tabel berikut

3.5 Disolusi dan In vivo-In vitro Correlation

Spesifikasi tablet asetaminofen pada USP 26 tidak kurang dari 80% (Q) dari jumlah

berlabel dilarutkan dalam 900 mL pH 5,8 buffer fosfat selama 30 menit menggunakan pengaduk

dayung pada kecepatan 50 rpm. Laju dan jumlah asetaminaminofen yang diekskresikan terkait
dengan laju disolusi in vitro dalam 0,1 N HCL, dengan pengaduk bentuk keranjang pada

kecepatan 85 rpm. Nilai T50% untuk disolusi in vitro adalah 50 menit untuk tablet generik, dan

masing-masing 1 menit untuk Tylenol dan Datril. Hasilnya BA relatif terhadap asetaminofen

serbuk adalah 82%, 87%, dan 92% untuk tablet generik, sedangkan Tylenol dan Datril

menunjukkan bahwa laju disolusi in vitro harus sangat berbeda agar dapat memprediksi

perbedaan BA relatifnya (Sotiropoulus et al, 1981).

Rostami-Hodjegan dkk (2002) Menggunakan metode disolusi USP dengan pH medium

5,8, namun pada kecepatan pengadukan 30 rpm, bukan 50 rpm, membentuk korelasi tingkat A

antara persentase disolusi in vitro dan persentase yang diserap secara in vivo. Para penulis

menjelaskan korelasi ini dari kecepatan pengadukan yang rendah, dimana kinetika disolusi in

vitro dalam kondisi seperti itu seharusnya menyerupai kinetika pengosongan lambung populasi

secara in vivo. Disolusi in vivo tablet IR(immediate release) dalam media yang mensimulasikan

saluran pencernaan dalam keadaan puasa biasanya cepat sedangkan dalam keadaan makan atau

dalam kondisi yang mensimulasikan kondisi makanan dalam intra lambung disolusinya dapat

menjadi sangat lambat.

3.6 Diskusi

Menurut kriteria klasifikasi bahan aktif, asetaminofen tergolong ke dalam BCS

(Biopharmaceutical Classification System) Kelas III karena memiliki kelarutan tinggi, dan

permeabilitas yang rendah. Untuk kekuatan tertinggi (500 mg), rasio dosis terhadap kelarutan

adalah 21 mL, diambil nilai 23,7 mg /mL pada 37oC untuk kelarutan. Nilai ini menunjukkan

kelarutan asetaminofen < 250 mL yang menunjukkan bahwa asetaminofen sangat mudah larut.
Sampai saat ini, data permeabilitas asetaminofen didapatkan dengan perfusi tikus dan/atau

menggunakan Ussing chamber. Meskipun standar internal tidak digunakan, data yang telah

dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa asetaminofen diklasifikasikan sebagai senyawa

permeabilitas rendah karena nilai permeabilitas dinding kurang dari batas rata-rata 2-4x10-4 cm/s.

Persentase dosis yang diserap dapat diperkirakan dengan menambahkan persen biotransformasi

selama umpan balik pertama dari hati untuk BA absolut. BA Ini menunjukkan bahwa fraksi dosis

yang diserap lebih tinggi dari 80%. Batas cut-off untuk API diklasifikasikan sebagai '' sangat

permeabel '' oleh Pedoman BCS sekarang 86,87 adalah sebagian kecil dari dosis yang diserap

lebih tinggi dari 90%. Data ini menyebabkan pengklasifikasian asetaminofen sebagai 'permeabel

rendah' meski di garis batas. Namun dengan penambahan eksipien tertentu yang sudah disetujui

oleh FDA dan sering digunakan tanpa mempengaruhi sifat kelarutan dari asetaminofen, dapat

meningkatkan permeabilitas. Eksipien diharapkan sama dengan yang digunakan oleh produk

komparator, dari jenis dan, dalam beberapa kasus, mencakup jumlahnya. Eksipien tersebut dapat

mempengaruhi bioavailabilitas obat melalui efeknya terhadap motilitas saluran cerna, interaksi

dengan bahan aktif, misalnya kompleksasi, permeabilitas obat, dan interaksi dengan transporter

membrane (EMA, 2010).

Seperti dibahas sebelumnya, literatur menunjukkan BE dari produk asetaminofen

berdasarkan dengan tingkat penyerapan. Namun, perbedaan laju penyerapan antara brand dan

formulasi uji telah diamati, seperti dalam kasus tablet yang mengandung sodium bikarbonat

dalam jumlah tinggi. Disarankan bahwa perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan tingkat

disintegrasi dan / atau pengosongan lambung. Meskipun data pada manusia kurang, data pada

kelinci menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi eksipien osmotik aktif seperti manitol dapat

berdampak pada tmax acetaminophen.


Hal yang menjadi pertimbangan biowaiver untuk zat obat seperti penggunaan terapeutik

dan indeks terapeutik juga perlu diperhitungkan. Indikasi terapeutik asetaminofen tidak kritis dan

ada perbedaan yang luas antara dosis terapeutik dan dosis toksik yang biasa. Jadi dapat

diasumsikan bahwa acetaminophen bukanlah obat indeks terapeutik yang sempit.

Namun, saat ini asetaminofen dilaporkan banyak menyebabkan Sindrom Steven Johnson

(SSJ) yaitu suatu kegawatdaruratan kulit yang ditandai dengan adanya nekrosis dan

pengelupasan epidermis yang luas dan dapat menyebabkan kematian. Namun angka kejadian

dari SSJ yang disebabkan oleh asetaminofen tidak diketahui secara pasti karena penelitian

dilakukan terhadap seluruh kejadian SSJ yang kemungkinan disebabkan oleh NSAID selain

asetaminofen juga SSJ dapat disebabkan oleh penggunaan obat lain seperti trimetroprim,

sulfametoksazol, antibiotik golongan sulfonamid, aminopenisilin, sefalosporin, serta quinolone,

penggunaan yang lama fenobarbital dan karbamazepin (Harr and French, 2010).

Sotiropoulus JB, Deutsch T, Plakogiannis FM. 1981. Comparative bioavailability of three

commercial acetaminophen tablets. J Pharm Sci 70:422 425.

Hekimoglu S, Ayanoglu-Dulger G, Hincal AA. 1987. Comparative bioavailability of three

commercial acetaminophen tablets. Int J Clin Pharmacol Ther Toxicol 25:9396.

Grattan T, Hickman R, Darby-Dowman A, Hayward M, Boyce M, Warrington S. 2000. A five

way crossover human volunteer study to compare the pharmacokinetics of paracetamol

following oral administration of two commercially available paracetamol tablets and

three development tablets containing paracetamol in combination with sodium

bicarbonate or calcium carbonate. Eur J Pharm Biopharm 49:225229.


Kelly K, OMahony B, Lindsay B, Jones T, Grattan T, Rostami-Hodjegan A, Stevens HNE,

Wilson CG. 2003. Comparison of the rates of disintegration, gastric emptying, and drug

absorption following administration of a new and a conventional paracetamol

formulation, using gamma-scintigraphy. Pharm Res 20:16681673.

Rostami-Hodjegan A, Shiran MR, Ayesh R, Grattan TJ, Burnett I, Darby-Dowman A, Tucker

GT. 2002. A new rapidly absorbed paracetamol tablet containing sodium bicarbonate. I.

A four way crossover study to compare the concentration-time profile of paracetamol

from the new paracetamol/sodium bicarbonate tablet and a conventional paracetamol

tablet in fed and fasted volunteers. Drug Dev Ind Pharm 28:523531.

EMA (2010) Guideline on the Investigation of Bioequivalence. London, 20 Januari 2010.

CPMP/EWP/QWP/1401/98 Rev.

1/Corr http://www.ema.europa.eu/docs/en_GB/document_library/Scientific_guideline/20

10/01/WC500070039.pdf

Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson syndrome. Orphanet

Journal of Rare Diseases. 2010; 5: 39-48.

Anda mungkin juga menyukai