Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG

Cedera kepala masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada populasi
dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab terbanyak cedera
kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor, terpeleset dan jatuh, sebagian besar (80%) cedera
kepala ringan sedangkan cedera kepala sedang sekitar 10% dan sisanya 10% cedera kepala berat
(Jagoda & Bruns, 2006). Latar Belakang Cedera kepala merupakan penyebab utama mortalitas
dan disabilitas dan masalah sosioekonomi di India dan negara berkembang. Diperkirakan 1,5-2
juta orang terkena cedera kepala setiap tahunnya (Gururaj et al., 2005). Di Amerika diperkirakan
terjadi 1,56 juta kasus cedera kepala, 290.000 pasien dirawat inap dan 51.000 pasien meninggal
dunia pada tahun 2003 (Brown et al., 2006). Cedera kepala akan terus menjadi masalah yang
sangat besar meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini (Perdossi, 2006).
Data epidemiologi cedera kepala di Indonesia belum tersedia secara nasional, data epidemiologi
didapatkan antara lain dari bagian saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto
Mangunkusumo bahwa pada tahun 2004 didapatkan 367 kasus cedera kepala ringan, 105 kasus
cedera kepala sedang, dan 25 kasus cedera kepala berat, sedangkan pada tahun 2005 didapatkan
422 kasus cedera kepala ringan,130 kasus cedera kepala sedang, dan 20 kasus cedera kepala
berat (Akbar, 2008).

Epidemiologi cedera kepala di Yogyakarta didapatkan dari Instalasi Gawat Darurat RS


Panti Nugroho pada bulan Mei sampai dengan Juli 2005, didapatkan 56 kasus cedera kepala
ringan (76%), 11 kasus cedera kepala sedang (15%), dan 7 kasus cedera kepala berat (9%)
(Jovan, 2007). Menurut laporan tahunan Instalasi Rawat Darurat RSUP Sardjito tahun 2006,
angka kejadian cedera kepala adalah sebesar 75%(Barmawi, 2007). Cedera kepala merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting dengan estimasi kejadian pertahun hampir 500 dari
100.000 populasi dan lebih dari 200 per 100.000 pasien rawat inap di Eropa setiap tahunnya
(Styrke et al., 2007). Cedera otak merupakan kondisi klinis yang heterogen baik penyebab,
patologi, keparahan dan prognosisnya. Outcome dapat bervariasi terutama pada cedera kepala

1
berat. Tingkat mortalitas cedera kepala berat diteliti oleh Coronado et al. (2011), selama tahun
1997-2007 di Amerika Serikat rata-rata setiap tahun terdapat 53.014 kasus kematian akibat
cedera kepala berat atau sekitar 18,4 dari 100.000 populasi. Kematian akibat cedera kepala berat
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kematian akibat cedera kepala berat
hampir sepertiga dari kematian akibat trauma pada umumnya (CDC, 2010). Cedera kepala berat
memiliki tingkat mortalitas tinggi, oleh karena itu mengetahui prognosis cedera kepala berat
menjadi sangat penting. Mengetahui prognosis adalah sangat penting, dapat untuk memberikan
informasi mengenai perjalanan penyakit dan outcome penyakit (Hemingway et al., 2013).

Trauma kepala meliputi Trauma Kepala, Tengkorak dan Otak. Trauma kepala paling
sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit neurologis
lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari
setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera
bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya karena
adanya cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang mengalami trauma kepala adalah
kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial (PTIK).

1.2. Tujuan

1.2.2 Tujuan umum


Mengetahui survailens pada trauma otak .

1.2.3Tujuan Khusus

2.3.1 Mengetahui pengertian trauma kepala

2.3.2 Mengetahui etiologi, klasifikasi, patofisiologi, anatomi,

1.3. Ruang Lingkup

Makalah ini akan membahas konsep teori tentang trauma otak dan masalah kesehatan dengan
trauma otak serta pencegahan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.Pembahasan

2.1 Pengertian

Definisi Cedera Kepala Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik pada kepala baik
secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial, baik temporer maupun permanen. 21 Menurut Brain
Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik. Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).Cidera kepala merupakan proses dimana
terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala
atau otak (Borley & Grace, 2006). Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat
adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (pierce, 1995). Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang
disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau berubahnya
kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi
(Ignatavicius, 2009). Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang
terjadi secara langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau
berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi. Menurut
mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi ringan, sedang, berat. Adapun kriteria
dari cedera kepala.

1.Cidera kepala ringan (CKR) masing-masing tersebut adalah

Tanda-tandanya adalah:

3
a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif);

b). Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi).

c). Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat terlarang.

d). Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing.

e). Pasien dapat menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.

2.Cidera kepala sedang (CKS)

Tanda-tandanya adalah

a)(konfusi, letargi, atau stupor).

b). Konkusi.

c). Amnesia pasca trauma.

d). Muntah.

e). Kejang

3 Cidera kepala berat (CKB)

Tanda-tandanya adalah

a). Skor glasgow coma scale 3-8 (koma);

b). Penurunan derajat kesadaran secara progresif

c). Tanda neurologis fokal;

d). Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

2.2. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG) :

4
1. Minor SKG 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada kontusio
tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang SKG 9 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat
mengalami fraktur tengkorak

3. Berat SKG 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga meliputi kontusio
serebral, laserasi, atau hematoma intracranial. .5.1. Komosio Serebri (geger otak) 25 Komosio
serebri adalah gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak akibat
cedera kepala. Gejala-gejala yang terjadi adalah mual, muntah, nyeri kepala, hilangnya
kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa diertai anamnesia retrogad yaitu hilangnya ingatan
pada kejadiaan-kejadian sebelum terjadinya kecelakaan/cedera.

4. Kontusio Serebri (memar otak) 25 Kontusio serebri adalah gangguan fungsi neurologik akibat
cedera kepala yang disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh, Otak
mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang mengalami perdarahan. Gejala
yang timbul lebih khas yaitu, penderita kehilangan gerakan, kehilangan kesadaran lebih dari 10
menit

5. Hematoma Epidural , Hematoma epidural adalah suatu hematoma yang cepat terakumulasi di
antara tulang tengkorak dan durameter, biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri meningen
media. 36 Gejala yang ditimbulkan yaitu sakit kepala, konfusi, kejang, defisit lokal, koma, dan
jika tidak diatasi akan membawa kematian. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata
anisokor (perbedaan besar/bentuk pupil mata), yaitu pupil melebar. Pada perjalanannya,
pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada mulanya positif akan
menjadi negatif.

6. Hematoma Subdural 38 Hematoma subdural kebanyakan sering terjadi di atas konveksitas


hemisfer, dimana kebebasan bergerak dari otak adalah paling besar dan lokasi yang relatif lebih
jarang adalah di daerah fosa posterior, dimana gerak lebih kecil. Kebanyakan hematoma subdural
terjadi di bridging vein yang menghubungkan sistem vena dari otak dengan sinus venosus yang

5
tertutup dalam durameter. Hematoma subdural bisa akut atau kronik. a. Hematoma subdural akut
Biasanya ada hubungannya dengan cedera yang jelas dan sering kali disertai laserasi (robek) atau
kontusi (memar) otak. Timbulnya gejala pada umunya tertunda dan ditandai secara klinis oleh
gangguan kesadaran yang fluktuatif. Hasil dari hematoma subdural akut tergantung bukan saja
hanya dari tindakan bedah tetapi juga dari luka pada otak di dekatnya. b. Hematoma subdural
kronik Hematoma subdural kronik terlihat paling sering pada pada orang tua dan peminum
alkohol. Pada penderita demikian biasanya didapatkan sedikit atrofi otak yang berakibat
bertambah bebasnya pergerakan otak di dalam ruang tengkorak. Gejala-gejalanya lebih kurang
nyata, pemeriksaan CT scan sangat memudahkan diagnostik. 2.5.5. Hematoma Intraserebral 39
Hematoma intraserebral biasanya terjadi karena cedera kepala berat, ciri khasnya adalah hilang
kesadaran dan nyeri kepala berat setelah sadar kembali. Lebih dari 50% penderita hematoma
intraserebral disertai hematoma epidural dan hematoma subdural. Paling banyak terjadi di lobus
frontalis atau temporalis, dan tidak jarang ditemukan multipel. Gambaran klinis bergantung pada
lokasi dan besarnya hematoma.

7. Fraktur Kranii 39 Fraktur pada tengkorak dapat terjadi di tempat benturan maupun di tempat
yang jauh dari benturan. Penanggulangan fraktur tulang kepala bergantung pada jenis fraktur.
Terdapat beberapa bentuk fraktur tulang kepala, yakni linear, stelata, komunutif, dan impresi.
Patah tulang impresi ialah fraktur dengan fragmen tulang terdorong ke dalam. Diagnosa dibuat
dengan foto rontgen kepala, termasuk foto tangensial pada tempat yang dicurigai. Indikasi
utamanya adalah gangguan neurologik atau kejang. Patah tulang tengkorak dasar pada umumnya
terjadi pada petrosum, atap orbita, atau pada basis oksiput. Diagnosis berdasarkan anamnesis dan
gejala klinis, seperti perdarahan dari hidung atau telinga, dan sekitar mastoid atau orbita. Foto
rontgen pada waktu akut tidak diperlukan karena pada umumnya tidak memberikan tambahan
informasi berarti, bahkan dapat membahayakan jiwa penderita. Saraf otak dapat juga cedera.

2.3.Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan
pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. Cedera akibat kekerasan. .

6
2.4.Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba
tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi
pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba,
cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi
arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera
kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang
meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar
dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada
batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan otak sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada fungsi otak dan seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma mengenai
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah
sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi terusmenerus dapat menyebabkan

7
terganggunya aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami edema
serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra kranial akan meningkat.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan
desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan cidera intra kranial
sehingga dapat meningkatkan tekanan intra kranial, dampak peningkatan tekanan intra kranial
antaralain terjadi kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Borley &
Grace,2006)

2.5. Gejala

Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih


Kebingungan
Pucat
Mual dan muntah
Pusing kepala
Kecemasan
Sukar untuk dibangunkan

Gejala dari trauma otak tergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari trauma. Gejala-
gejala dapat terjadi langsung atau berkembang secara perlahan. Orang-orang dengan trauma otak
ringan dapat juga kehilangan kesadaran sementara. Gejala-gejala lain yang terkait termasuk sakit
kepala, gangguan perilaku, pusing, vertigo, tinnitus, dan kelelahan. Pasien juga dapat mengalami
gangguan tidur dan gangguan emosional, kesulitan dalam mengingat, kesulitan berkonsentrasi,
memperhatikan, atau berpikir. Trauma otak sedang atau berat dapat mengakibatkan sakit kepala
yang parah, muntah, mual, kejang, tidak dapat bangun, mydriasis, dan kesulitan berbicara. Di
samping itu, kelelahan yang parah, kelumpuhan, kehilangan koordinasi, kebingungan,
kegelisahan, atau agitasi juga dapat terjadi.

2.6 Anatomi

8
Otak Menurut Pearce (2009) Otak merupakan organ tubuh yang paling penting karena
merupakan pusat dari semua organ tubuh,otak terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dan
dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang kuat.

2.6.1.Kulit Kepala

Kulit kepala menutupi tengkorak, terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu: skin
atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponneurosis atau galea aponeurotika,
loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

2.6.2.Tengkorak .

Tengkorak adalah tulang kerangka kepala yang disusun menjadi dua bagian, yaitu
kranium atau kalvaria yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah terdiri atas empat
belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah
tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan
lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah rongga dikenal
sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Permukaan ini ditembusi banyak lubang supaya dapat
dilalui serabut saraf dan pembuluh darah. Meningen Meningen adalah jaringan membran
penghubung yang melapisi otak dan medula spinalis. Ada tiga lapisan meningen yaitu:

a.Durameter adalah lapisan terluar meningen, merupakan lapisan yang liat, kasar, dan terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium. Durameter mempunyai
dua lapisan membran, yaitu endosteal dan meningeal. Arteri-arteri meningen terletak antara
durameter dan permukaan dalam kranium (ruang epidural). Pada cedera kepala, pembuluh-
pembuluh vena yang berjalan pada permukan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
atau disebut bridging veins.

b.Selaputara khnoid (lapisantengah). Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis, tembus
pandang,dan seperti laba-laba. Selaput ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari piameter oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh cairan
serebrospinalis.

9
c. Piameter (lapisan dalam) Piameter adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus
otak,meliputi gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam, membran ini Universitas
Sumatera Utara membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang
masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh piameter Lapisan Kranium Otak .

3.Otak

Otak adalah suatu bagian yang menarik dan kompleks dari anatomi manusia. Otak bertanggung
jawab untuk banyak hal seperti memicu emosi dan sumber informasi. 26 Otak terdiri dari tiga
bagian,yaitu:
a. Otak besar (cerebrum) Otak besar mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh korpus
kallosum. Setiap hemisfer terdiri atas empat lobus yaitu: Universitas Sumatera Utara

b. Lobus frontal berfungsi sebagai aktivitas motorik, fungsi intelektual, emosi, dan fungsi fisik.
Pada lobus frontal bagian kiri terdapat area yang berfungsi sebagai pusat motorik bahasa.

c. Lobus parental terdapat sensori primer dari korteks, berfungsi sebagai proses input sensori,
sensasi posisi, sensasi raba, tekan, dan suhu ringan.

d. Lobus temporal mengandung area auditorus, tempat tujuan yang datang dari telinga. Berfungsi
sebagai input perasa pendengaran, pengecap, penciuman, dan proses memori. Lobus oksipital
mengandung area visual otak, berfungsi sebagai penerima informasi dan menafsirkan warna,
refleks visual.

e. Otak kecil (cerebellum) Otak kecil besarnya kira-kira seperempat otak besar. Di antaranya
dibatasi oleh tentorium serebri. Fungsi utama otak kecil adalah koordinasi aktivitas muskular,
control tonus otot, mempertahankan postur, dan keseimbangan.

f. Batang otak (truncus serebri). Batang otak terdiri dari otak tengah (diensfalon) pon varoli dan
medula oblongata. Otak tengah merupakan merupakan bagian atas batang otak akuaduktus
cerebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini.
Otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-gerakan
bola mata.Batang otak terdiri atas otak tengah (mesencephalon), pons, dan medula oblongata.

10
Batang otak berfungsi dalam pengaturan refleks untuk fungsi vital tubuh. Otak tengah berfungsi
sebagai stimulus pergerakan otot dari dan ke otak. Pons menghubungkan otak tengah dengan
medula oblongata, berfungsi sebagai pusat refleks pernapasan dan mempengaruhi tingkat karbon
dioksida, dan aktivitas vasomotor. Medula oblongata mengandung pusat refleks pernapasan,
bersin, menelan, batuk, muntah, sekresi saliva, dan vasokonstriksi 25 Universitas Sumatera Utara
Anatomi Otak26 2.2.5. Cairan Cerebrospinalis 25 Cairan cerebrospinalis banyak ditemukan
dalam ventrikel, di saluran sentral medula spinalis dan di ruang arachnoid. Cairan ini merupakan
penyaringan dari darah, berupa plasma yang tidak berwarna, jernih, dan normalnya mengandung
protein dan glukosa. Pada orang dewasa rata-rata diproduksi cairan cerebrospinalis sebanyak
400-600 ml/hari. Setelah bersirkulasi di otak dan medula spinalis, cairan cerebrospinalis
kemudian kembali ke otak dan diabsorbsi di vili arachnoid selanjutnya masuk ke sistem vena
jugularis ke vena cava superior dan akhirnya masuk ke sirkulasi sistemik. Fungsi dari cairan
cerebrospinalis adalah untuk mempertahankan fungsi normal saraf seperti untuk nutrisi dan
pengaturan lingkungan kimia susunan saraf pusat.

1) Lobus frontal

Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus sentralis dan di dasar suklus
lateralis. Pada bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Lobus frontalis bertanggung
jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks.
Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek
vegetatif dari batang otak.

2) Lobus parietalis

Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang suklus sentralis, diatas fisura
lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik
primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran.

3) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura parieto-
oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus ini merupakan pusat asosiasi visual utama
yang diterima dari retina mata

11
4) Lobus Temporalis

Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis merupakan asosiasi
primer untuk audiotorik dan bau.

5) Lobus frontalis

Lobus frontalis pada bagian korteks cerebri dari bagian depan suklus sentralis dan di dasar suklus
lateralis. Pada bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Lobus frontalis bertanggung
jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks.
Lobus frontalis memodifikasi dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan reflek
vegetatif dari batang otak.

6) Lobus parietalis

Lobus Parietalis adalah bagian korteks yang gterletak di belakang suklus sentralis, diatas fisura
lateralis dan meluas belakang ke fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik
primer otak untuk sensasi raba dan pendengaran.

7) Lobus oksipitalis

Lobus oksipitalis teletak disebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura parieto-
oksipitalis, yang memisahkan dari serebelum. Lobus ini merupakan pusat asosiasi visual utama
yang diterima dari retina mata

8) Lobus Temporalis

Lobus Temporalis mencakup bagian korteks serebrum. Lobus temporalis merupakan asosiasi
primer untuk audiotorik dan bau.

2.7 Penyebab

Penyebab umum cedera kepala yaitu karena kecelakaan lalu lintas, juga disebabkan
karena hal lain seperti terjatuh, terpukul, serangan fisik, kecelakaan industri, kecelakaan di
rumah, kecelakaan kerja, olahraga, dan saat bermain. Penyebab terpenting cedera kepala yang

12
serius adalah kecelakaan lalu lintas (60% kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas
merupakan akibat cedera kepala). Menurut penelitian Turner di New York tahun 1996,
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48-53 % dari insidens cedera kepala, 20-28 % karena
terjatuh dan 3-9 % lainnya disebabkan tindak kekerasan, olahraga dan rekreasi. Penyebab umum
cedera kepala yaitu karena kecelakaan lalu lintas, juga disebabkan karena hal lain seperti
terjatuh, terpukul, serangan fisik, kecelakaan industri, kecelakaan di rumah, kecelakaan kerja,
olahraga, dan saat bermain. Penyebab terpenting cedera kepala yang serius adalah kecelakaan
lalu lintas (60% kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera
kepala). 28 Menurut penelitian Turner di New York tahun 1996, kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48-53 % dari insidens cedera kepala, 20-28 % karena terjatuh dan 3-9 %
lainnya disebabkan tindak kekerasan, olahraga dan rekreasi. 22 2.4. Epidemiologi Cedera Kepala

2.7.1. Distribusi Cedera Kepala

a. Orang Distribusi kasus cedera kepala lebih banyak melibatkan kelompok usia produktif, yaitu
antara 15-44 tahun (dengan usia rata-rata sekitar 30 tahun) dan lebih didominasi oleh kaum laki-
laki dibandingkan dengan perempuan. 29 Menurut Miller, anak-anak usia <15 tahun beresiko
mengalami cedera kepala (33%) dan berumur >65 tahun 70-88%. 28 Angka kematian pasien
yang berusia 15- 22 tahun yaitu 32,8 kasus per 100.000 orang dan tingkat kematian pada pasien
berusia lanjut (>65 tahun) adalah sekitar 31,4 kasus per 100.000 orang. 31 Data dari Jasa Marga
menyatakan bahwa resiko kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Hampir 50% kematian global terjadi Universitas Sumatera Utara pada golongan dewasa dengan
kisaran umur 14-44 tahun dan menimpa laki-laki hampir tiga kali lebih besar dibandingkan
dengan perempuan. 8 Berdasarkan penelitian Balitbang Kesehatan bagian terbesar kasus
kecelakaan lalu lintas terjadi antara kendaraan bermotor dan pejalan kaki (47%) dan sebanyak
43% korban meninggal adalah pejalan kaki. 32 b. Tempat Menurut WHO (2011) lebih dari 90%
kematian akibat kecelakaan lalu lintas terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah,
kejadian tertinggi adalah di daerah Afrika dan Timur Tengah. 11 Hasil analisa lanjut data
Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa proporsi cedera akibat lalu lintas secara nasional
sebesar 27,0%. 15 Menurut wilayah Provinsi proporsi cedera tertinggi akibat kecelakaan lalu
lintas terdapat di Provinsi DI Yogyakarta (44,7%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara
Timur (15,1%). Berdasarkan data di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta penderita cedera kepala

13
yang rawat inap terdapat paling banyak menderita cedera kepala ringan sebesar 60-70% dengan
CFR tertinggi 35-50% akibat cedera kepala berat. 15 c. Waktu Penelitian Kleiven di Swedia
(1987-2000) terdapat 22.000 pasien cedera kepala menunjukkan insidens tahunan sebesar 229
per 100.000 penduduk. 33 Penelitian Tagliaferri et al, di Eropa tahun 2006 rata-rata kematian
akibat cedera kepala sekitar 15 kasus per 100.000 (CFR=11%). 33 Di Amerika Serikat selama
tahun 1997-2007 terdapat sebanyak 53,0% korban kecelakaan yang menderita cedera kepala,
dengan rata-rata korban yang meninggal sebanyak 18 per 100.000 penduduk. 35 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Woro tahun 2005 terhadap pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUP
Fatmawati kebanyakan korban kecelakaan mengalami cedera kepala dengan kondisi yang parah
(64,7%). Kecelakaan banyak terjadi di siang hari, namun kecelakaan malam hari mempunyai
proporsi lebih tinggi tingkat keparahan cederanya (59%). 8 Waktu kejadian kecelakaan lalu
lintas yang paling sering adalah antara pukul 07.00-12.00 WIB. 32 2.4.2. Determinan Cedera
Kepala Menurut teori Haddix, cedera dipengaruhi oleh faktor manusia (host), penyebab (agent),
dan lingkungan (environment). 15 Hasil penelitian Balitbang Kesehatan menunjukkan bahwa
sekitar separuh dari para korban kecelakaan lalu lintas berumur antara 20-39 tahun (47%), suatu
golongan umur yang paling aktif dan produktif. Sebanyak 74% dari korban sebagian besar
adalah pria. Pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh (25%) dan 11% adalah pelajar dan
mahasiswa. 32 Menurut WHO (2011) tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas jalan lebih
tinggi pada kelompok usia muda, anak-anak dan orang muda di bawah usia 25 tahun mencapai
lebih dari 30% dari mereka tewas dan terluka dalam kecelakaan lalu lintas. Dari usia muda
tersebut, laki-laki lebih mungkin terlibat dalam kecelakaan lalu lintas daripada perempuan, laki-
laki muda di bawah usia 25 tahun hampir 3 kali lebih mungkin untuk terbunuh dalam kecelakaan
mobil. Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas. Ditemukan kontribusi masing-
masing faktor, yaitu manusia/pengemudi (75%), kendaraan (5%), kondisi jalan (5%), dan faktor
lainnya.

a).Faktor manusia. Faktor manusia meliputi pemakai jalan, penumpang, dan


pengemudi. Faktor pengemudi yang dimaksudkan adalah keterampilan mengemudi,
gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih), kepemilikan SIM, menaati peraturan
dan rambu lalu lintas. Faktor penumpang yang dimaksudkan adalah jumlah muatan
yang berlebihan. Faktor pemakai jalan bukan hanya pejalan kaki atau pengendara,
tetapi ada juga pedagang kaki lima, sarana perparkiran, peminta-minta dan

14
semacamnya.
b).Faktor kendaraan. Lalu lintas jalan raya penuh dengan berbagai jenis kendaraan.
Pertama kendaraan tidak bermotor yaitu: sepeda, becak, gerobak, delman. Kedua
kendaraan bermotor yaitu: sepeda motor, roda tiga/betor, mobil, bus, truk. Di antaranya
kecelakaan lalu lintas paling sering pada kendaraan sepeda motor..
c). Faktor jalanan. Faktor jalanan dapat berupa keadaan fisik jalan (licin, berlubang-
lubang, lurus/berkelok, datar/mendaki/menurun) dan rambu-rambu. Faktor lingkungan
mencakup cuaca dan geografik, yaitu diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, terik
matahari, jalan licin akan membawa resiko kecelakaan lalu lintas. 1 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Woro tahun 2005 terhadap pasien di Instalasi Gawat Darurat
RSUP Fatmawati proporsi cedera akibat kecelakaan lebih tinggi saat cuaca hujan
(64,7%) dibandingkan dengan cuaca cerah atau tidak hujan(26,9%).

2.8 Epidemiologi Cedera Kepala

2.81 Distribusi Cedera Kepala

a. Orang Distribusi kasus cedera kepala lebih banyak melibatkan kelompok usia
produktif, yaitu antara 15-44 tahun (dengan usia rata-rata sekitar 30 tahun) dan lebih
didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. 29 Menurut Miller,
anak-anak usia <15 tahun beresiko mengalami cedera kepala (33%) dan berumur >65
tahun 70-88%. 28 Angka kematian pasien yang berusia 15- 22 tahun yaitu 32,8 kasus
per 100.000 orang dan tingkat kematian pada pasien berusia lanjut (>65 tahun) adalah
sekitar 31,4 kasus per 100.000 orang. 31 Data dari Jasa Marga menyatakan bahwa
resiko kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Hampir 50%
kematian global terjadi Universitas Sumatera Utara pada golongan dewasa dengan
kisaran umur 14-44 tahun dan menimpa laki-laki hampir tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan perempuan. 8 Berdasarkan penelitian Balitbang Kesehatan
bagian terbesar kasus kecelakaan lalu lintas terjadi antara kendaraan bermotor dan
pejalan kaki (47%) dan sebanyak 43% korban meninggal adalah pejalan kaki.

15
b. Tempat Menurut WHO (2011) lebih dari 90% kematian akibat kecelakaan
lalu lintas terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, kejadian tertinggi
adalah di daerah Afrika dan Timur Tengah. Hasil analisa lanjut data Riskesdas tahun
2007 menunjukkan bahwa proporsi cedera akibat lalu lintas secara nasional sebesar
27,0%. 15 Menurut wilayah Provinsi proporsi cedera tertinggi akibat kecelakaan lalu
lintas terdapat di Provinsi DI Yogyakarta (44,7%) dan terendah di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (15,1%). Berdasarkan data di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
penderita cedera kepala yang rawat inap terdapat paling banyak menderita cedera
kepala ringan sebesar 60-70% dengan CFR tertinggi 35-50% akibat cedera kepala
berat. 15
c. Waktu Penelitian Kleiven di Swedia (1987-2000) terdapat 22.000 pasien
cedera kepala menunjukkan insidens tahunan sebesar 229 per 100.000 penduduk. 33
Penelitian Tagliaferri et al, di Eropa tahun 2006 rata-rata kematian akibat cedera kepala
sekitar 15 kasus per 100.000 (CFR=11%). 33 Di Amerika Serikat selama tahun 1997-
2007 terdapat sebanyak 53,0% korban kecelakaan yang menderita cedera kepala,
dengan rata-rata korban yang meninggal sebanyak 18 per 100.000 penduduk. 35
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Woro tahun 2005 terhadap pasien di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Fatmawati kebanyakan korban kecelakaan mengalami cedera
kepala dengan kondisi yang parah (64,7%). Kecelakaan banyak terjadi di siang hari,
namun kecelakaan malam hari mempunyai proporsi lebih tinggi tingkat keparahan
cederanya (59%). 8 Waktu kejadian kecelakaan lalu lintas yang paling sering adalah
antara pukul 07.00-12.00 WIB. 32 2.4.2. Determinan Cedera Kepala Menurut teori
Haddix, cedera dipengaruhi oleh faktor manusia (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment). 15 Hasil penelitian Balitbang Kesehatan menunjukkan
bahwa sekitar separuh dari para korban kecelakaan lalu lintas berumur antara 20-39
tahun (47%), suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Sebanyak 74% dari
korban sebagian besar adalah pria. Pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh
(25%) dan 11% adalah pelajar dan mahasiswa. 32 Menurut WHO (2011) tingkat
kematian akibat kecelakaan lalu lintas jalan lebih tinggi pada kelompok usia muda,
anak-anak dan orang muda di bawah usia 25 tahun mencapai lebih dari 30% dari
mereka tewas dan terluka dalam kecelakaan lalu lintas. Dari usia muda tersebut, laki-

16
laki lebih mungkin terlibat dalam kecelakaan lalu lintas daripada perempuan, laki-laki
muda di bawah usia 25 tahun hampir 3 kali lebih mungkin untuk terbunuh dalam
kecelakaan mobil. Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas. Ditemukan
kontribusi masing-masing faktor, yaitu manusia/pengemudi (75%), kendaraan (5%),
kondisi jalan (5%), dan faktor lainnya.

a. Faktor manusia. Faktor manusia meliputi pemakai jalan, penumpang, dan


pengemudi. Faktor pengemudi yang dimaksudkan adalah keterampilan mengemudi,
gangguan kesehatan (mabuk, mengantuk, letih), kepemilikan SIM, menaati peraturan
dan rambu lalu lintas. Faktor penumpang yang dimaksudkan adalah jumlah muatan
yang berlebihan. Faktor pemakai jalan bukan hanya pejalan kaki atau pengendara,
tetapi ada juga pedagang kaki lima, sarana perparkiran,peminta-minta dan
semacamnya.

b. Faktor kendaraan. Lalu lintas jalan raya penuh dengan berbagai jenis kendaraan.
Pertama kendaraan tidak bermotor yaitu: sepeda, becak, gerobak, delman. Kedua
kendaraan bermotor yaitu: sepeda motor, roda tiga/betor, mobil, bus, truk. Di antaranya
kecelakaan lalu lintas paling sering pada kendaraan sepeda motor.

c. Faktor jalanan. Faktor jalanan dapat berupa keadaan fisik jalan (licin, berlubang-
lubang, lurus/berkelok, datar/mendaki/menurun) dan rambu-rambu. Faktor lingkungan
mencakup cuaca dan geografik, yaitu diduga bahwa dengan adanya kabut, hujan, terik
matahari, jalan licin akan membawa resiko kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Woro tahun 2005 terhadap pasien di Instalasi Gawat Darurat
RSUP Fatmawati proporsi cedera akibat kecelakaan lebih tinggi saat cuaca hujan
(64,7%) dibandingkan dengan cuaca cerah atau tidak hujan (26,9%). a otak dapat
terjadi karena benturan tiba-tiba pada kepala atau saat sesuatu membentur otak.
Penyebab umum adalah trauma pada kepala, kecelakaan mobil, jatuh, diserang/dipukul,
atau olahraga. Dapat juga terjadi karena tembakan peluru di kepala dan objek lain
seperti pisau atau tulang di kepala.

17
2.9 Faktor-faktor risiko

anak-anak, khususnya bayi hingga balita


remaja dan dewasa muda, khususnya di antara usia 15-24 tahun
Lansia berusia 75 tahun ke atas

2.10 Cara pencegahan

gunakan perlengkapan keselamatan apabila beraktivitas di jalanan dan olahraga


(misalnya bersepeda, skateboarding, atau bermain olahraga ekstrem).
patuhi peraturan lalu lintas.
apabila dalam anggota keluarga terdapat anak-anak yang cedera otak, pastikan anak
tersebut dibawa ke rumah sakit dan dimonitor setelah cedera pada kepala, khususnya jika
cedera berat.
jangan mengonsumsi alkohol apabila akan berkendara, untuk menghindari kecelakaan
lalu lintas.

2.11 Cara pengobatan pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk menciptakan keadaan yang optimal serta mencegah komplikasi

Pernapasan

Pada pasen cedera kepala dengan kesadaran menurun tidak dapa dipertahankan jalan napas
adekuat. Mulut dan farings dapat tersumbat oleh sekresi sisa muntah dan bekuan darah. Lesi di
batang otak dapat pula mengganggu pusat pernapasan sehingga pernapasan menjadi tidak
adekuat. Oleh karena itu menjaga jalan napas serta ventilasi yang efektif sangat penting pada
pasen dengan cedera kepala.

Mempertahankan perfusi otak

Tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh tekanan darah arterial dan tekanan intrakranial (tekanan
perfusi serebral tekanan darah arterial-tekanan intrakranial). Oleh karena itu pada cedera kepala
tekanandarah dicegah jangan sampai menurun. Jika terdapat syok dan perdarahan harus segera
diatasi. Dan bila didapat tekanan intrakranial yang meningkat harus dicegah.

18
Edema otak

Bila terdapat tanda-tanda edema otak, maka harus diberikan obat untuk mengurangi edema otak
tersebut.

Cairan dan elektrolit

Pasen dengan kesadaran menurun atau pasen dengan muntah, pemberian cairan dan elektrolit
melalui infus merupakan hal yang penting. Harus diukur input dan output cairan, sebab hidrasi
yang berlebihan dapat memperburuk edema. Keadaan dehidrasi harus dikoreksi

Nutrisi

Pada pasen dengan cedera kepala kebutuhan kalori dapat meningkat karena terdapat keadan
katabolik. Bila perlu diberi makanan melalui sonde lambung

Pasen yang gelisah

Pada pasen yang gelisah dapat diberi obat penenang misalnya haloperidol. Untuk nyeri kepala
dapat diberi analgetik. Pemberian sedatif dapat mengganggu penilaian tingkat kesadaran

Hiperpireksia

Suhu tubuh pasen harus dijaga jangan sampai terjadi hiperpireksia. Biasanya hiperpireksia terjadi
segera setelah trauma kemungkinan disebabkan oleh gangguan hipotalamus.

Bangkitan kejang

Bila terjadi bangkitan kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam intravena dengan dosis
0.3 mg/koagulan BB dengan maksimal 5 mg untuk anak kurang 5 tahun dan 10 mg untuk anak
yang lebih besar 2002 digitized by USU digital library 5

Operasi

Pada sebagian kecil pasen dibutuhkan tindakan operasi, misalnya pada hematoma subdural dan
hematoma epidural.

19
BAB III

PENUTUP

3. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Cedera kepala masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada populasi
dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab terbanyak cedera
kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor, terpeleset dan jatuh, sebagian besar (80%) cedera
kepala ringan sedangkan cedera kepala sedang sekitar 10% dan sisanya 10% cedera kepala berat
(Jagoda & Bruns, 2006).Menurut penelitian Turner di New York tahun 1996, kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48-53 % dari insidens cedera kepala, 20-28 % karena terjatuh dan 3-9 % lainnya
disebabkan tindak kekerasan, olahraga dan rekreasi. Penyebab umum cedera kepala yaitu karena
kecelakaan lalu lintas, juga disebabkan karena hal lain seperti terjatuh, terpukul, serangan fisik,
kecelakaan industri, kecelakaan di rumah, kecelakaan kerja, olahraga, dan saat bermain. Faktor-faktor
risiko trauma otak adalah anak-anak, khususnya bayi hingga balita,remaja dan dewasa muda,
khususnya di antara usia 15-24 tahun, Lansia berusia 75 tahun ke atas. Cara pencegahan yaitu
gunakan perlengkapan keselamatan apabila beraktivitas di jalanan dan olahraga (misalnya
bersepeda, skateboarding, atau bermain olahraga ekstrem), patuhi peraturan lalu lintas, apabila
dalam anggota keluarga terdapat anak-anak yang cedera otak, pastikan anak tersebut dibawa ke
rumah sakit dan dimonitor setelah cedera pada kepala, khususnya jika cedera berat, jangan
mengonsumsi alkohol apabila akan berkendara, untuk menghindari kecelakaan lalu lintas.

3.2 SARAN

Untuk mencegah terjadinya trauma otak pada kepala, diharapkan seluruh masyarakat
meperhatikan keselamatan otak dengan menggunakan perlengkapan keselamatan apabila
beraktivitas di jalanan dan olahraga (misalnya bersepeda, skateboarding, atau bermain olahraga
ekstrem), patuhi peraturan lalu lintas, apabila dalam anggota keluarga terdapat anak-anak yang
cedera otak, pastikan anak tersebut dibawa ke rumah sakit dan dimonitor setelah cedera pada

20
kepala, khususnya jika cedera berat, jangan mengonsumsi alkohol apabila akan berkendara,
untuk menghindari kecelakaan lalu lintas.

21

Anda mungkin juga menyukai