Anda di halaman 1dari 8

1.

Fungsi ekskresi dan sekresi

Istilah Pengertian Konsep Contoh Zat Sisa yang Dikeluarkan

Sekresi Proses pengeluaran zat sisa dari Hormon, enzim


suatu kelenjar yang masih
dimanfaat untuk proses tertentu
Ekskresi Proses pengeluaran zat sisa Urin, keringat (air dan garam), CO2,
metabolisme yang tidak Amonia (NH3) sebagai racun, zat
dimanfaatkan lagi bagi tubuh warna empedu, asam urat

a. Sekresi
Sekresi adalah pengeluaran oleh sel dan kelenjar yang berupa getah dan masih digunakan
oleh tubuh untuk proses lainnya seperti enzim dan hormon. Ginjal mensekresi (fungsi
endokrin):
1) Renin (penting untuk pengaturan tekanan darah)
Renin disekresi sel-sel ginjal (arteriol aferen),diaktifkan melalui sinyal (pelepasan
prostaglandin) dari makula densa, yang menanggapi laju aliran fluida melalui tubulus
distal, dengan penurunan tekanan perfusi ginjal (melalui peregangan reseptor di
dinding pembuluh darah), dan oleh stimulasi saraf, terutama melalui beta-1 aktivasi
reseptor.
MEKANISME RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON
a) Mekanisme yang bertanggung jawab dalam mempertahankan tekanan darah dan
perfusi jaringan dengan mengatur homeostasis ion Na.
b) Hipotensi dan hipovolemia hipoperfusi ginjal tekanan perfusi dalam
arteriole aferen dan hantaran NaCl ke makula densa keduanya menyebabkan
sekresi renin dari sel JG (Juksta Glomerulus atau sel Granular) pada dinding
arteriole aferen
c) Renin di sirkulasi menyebabkan pecahnya Angiotensinogen substrat (dihasilkan
hati) Angiotensin 1
d) Angiotensin 1 diubah menjadi Angiotensin 2 oleh ACE (Angiotensin
Converted Enzim) yang dihasilkan Paru dan Ginjal
e) Angiotensin 2 punya 2 efek: menyempitkan pembuluh darah, meningkatkan
sekresi ADH dan aldosteron, dan merangsang hipotalamus untuk mengaktifkan
refleks haus, masing-masing yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.
2) 1,25 dihidroksi vit D3 (penting untuk mengatur kalsium)
3) Eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit)
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang mengontrol proses eritropoiesis
atau produksi sel darah merah. Hormon ini dihasilkan oleh fibroblat peritubular
korteks ginjal.peranan eritroproietin mengubah flobulin yang dihasilkan menjadi
eritropoetin, dimana eritropoetin akan merangsang eritropoetin sensitive sten cells
pada sumsum tulang untuk membentuk proeritroblas yang merupakan cikal bakal sel
eritrosit.sekresinya dirangsang oleh hipoksia, garam kobalt, katekolamin, hormone
androgen.
b. Ekskresi
Eksresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme baik berupa zat cair dan
zat gas. Zat-zat sisa zat sisa itu berupa urine(ginjal), keringat(kulit), empedu(hati), dan
CO2(paru-paru). Zat-zat ini harus dikeluarkan dari tubuh karena jika tidak dikeluarkan
akan mengganggu bahkan meracuni tubuh. Merupakan poses akhir dari pembentukan
urine sendiri. Berikut pembentukan urine:
1) Darah dari aorta >>> glomerulus(filtrasi) protein tetap berada di pembuluh darah dan
terbentuk urin primer yang mengandung air, garam, asam amino, glukosa dan urea.
2) Tubulus kontortus proksimal(reabsorpsi) menyerap glukosa, garam, air, dan asam
amino. Terbentuk urin sekunder yang mengandung urea
3) Tubulus kontortus distal(augmentasi) melepaskan zat-zat yang tidak berguna atau
berlebihan ke dalam urin dan terbentuk urin sebenarnya >>> tubulus
kolektivus >>> rongga ginjal >>> ureter >>> kandung kemih >>> uretra >>> urine
keluar tubuh.
Zat-zat yang terkandung dalam urin:
1) Air. Kurang lebih 95%.
2) Urea, asam urat, dan amonia dan merupakan sisa pembongkaran protein.
3) Empedu yang memberikan warna kuning pada urine.
4) Garam
5) Zat yang bersifat racun atau berlebihan lainnya.

2. Berat badan kering dan berat badan basah


a. Berat badan kering
Konsep berat badan kering pada pasien yang menjalani dialisis adalah berat badan
yang dapat ditoleransi oleh pasien tanpa cairan berlebih, hipotensi atau gejala lain seperti
pusing, mual, atau kram otot baik pada salah satu kaki maupun keduanya. Saat pasien
dalam posisi berdiri maka tanda dan gejala hipotensi postural akan tampak.
Berat badan kering adalah berat badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk
setelah tindakan dialisis atau berat terendah yang aman dicapai pasien setelah dilakukan
dialysis
1) Pengukuran Berat Badan Kering
Penentuan berat badan kering harus berdasarkan hasil pemeriksaan perawat,
dokter, dan ahli gizi. Berat badan pasien harus diukur secara rutin sebelum dan
sesudah dialisis. Berat kering diukur dalam satuan kilogram. Pada umumnya besar
pasien yang menjalani dialisis disarankan untuk membatasi kenaikan berat badan
dengan membatasi konsumsi cairan diantara dua waktu dialisis.
Berat badan kering tiap pasien dapat ditetapkan berdasarkan trial and error dan
secara ideal dapat dievaluasi tiap dua minggu sekali.
2) Tanda Berat Badan kering Tercapai
a) Tekanan darah berada dalam kisaran normal setelah dialisis atau sebelum sesi
dialisis berikutnya.
b) Tiidak terdapat gangguan ringan seperti kram di antara sesi dialisis.
c) Tidak tampak adanya pembengkakan di daerah kaki, lengan, tangan, atau di
daerah sekitar mata.
d) Pernapasan terasa nyaman dan mudah.
3) Cara mempertahankan Berat Badan Kering Pasien
a) Perhatikan asupan cairan pasien
b) Berikan edukai ke pasien mengenai pembatasan cairan
c) Anjurkan untuk menghindari makanan asin. Garam membuat tubuh menempel
pada cairan ekstra. Ini juga akan membuat pasien merasa sering haus, sehingga
mereka sulit mengendalikan asupan cairan.
d) Anjurkan pasien untuk mencatat berat badan harian. Menjaga berat badan penting
antara sesi dialisis.
b. Berat badan basah/Interdialitic Weight Gain (IDWG)
IDWG adalah peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan
peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk
selama periode interdialitik (diantara dua sesi dialisis).
1) Klasifikasi IDWG
Menurut Neumann (2013) IDWG yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah tidak
lebih dari 3% dari berat kering. Menurut Yetti (2001 dalam Istanti, 2009), IDWG
dapat diklasifikasin berdasarkan persentase kenaikan berat badan pasien, dimana
IDWG dikatakan ringan bila penambahan berat badan 6%. Kozier (2004)
mengklasifikasikan penambahan berat badan menjadi 3 kelompok, yaitu ringan 2 %,
sedang 5 %, dan berat 8 %.
2) Pengukuran IDWG
IDWG merupakan indikator kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan. IDWG
diukur berdasarkan dry weight (berat badan kering) pasien dan pengukuran kondisi
klinis pasien. Berat badan pasien ditimbang secara rutin sebelum dan sesudah
hemodialisis. IDWG diukur dengan cara menghitung berat badan pasien setelah
(post) HD pada periode hemodialisis pertama (pengukuran I). Periode hemodialisis
kedua, berat badan pasien ditimbang lagi sebelum (pre) HD (pengukuran II),
selanjutnya menghitung selisih antara pengukuran II dikurangi pengukuran I dibagi
pengukuran II dikalikan 100%.


= 100%

3) Komplikasi
Peningkatan berat badan selama periode interdialitik mengakibatkan berbagai
macam komplikasi. Komplikasi ini sangat membahayakan pasien kerena pada saat
periode interdialitik pasien berada dirumah tanpa pengawasan dari petugas kesehatan.
Sebanyak 60%-80% pasien meninggal akibat kelebihan intake cairan dan makanan
pada periode interdialitik (Istanti, 2009).
Adanya kelebihan cairan yang melebihi IDWG dapat dimanifestasikan dengan :
tekanan darah meningkat, nadi meningkat, dispnea, rales basah, batuk, dan edema.
IDWG yang berlebihan pada pasien dapat menimbulkan masalah, diantaranya yaitu :
hipertensi yang semakin berat, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal
yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan hemodialisis,
meningkatnya resiko dilatasi, hipertropi ventrikuler dan gagal jantung (Smeltzer &
Bare, 2002).

3. Peningkatan tekanan darah pada pasien ESRD


Pada ESRD terjadi penumpukan cairan dimana ginjal tidak mampu membuang kelebihan
air dan garam sehingga natrium dan air tidak dapat di reabsorpsi, ginjal mengkompensasi
dengan mensekresikan rennin. Rennin mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I dan
angiotensi I di ubah oleh converting enzim menjadi angiotensi II yang menyebabkan
vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

4. Proses pembentukan sel darah


Darah terdiri atas komponen sel dan plasma. Komponen sel terdiri atas sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit: basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen,
limfosit, monosit), dan trombosit (keping darah/platelet). Komponen sel dalam darah
dibentuk dalam suatu proses yang dinamakan hematopoiesis.
Hematopoiesis terjadi sejak masa embrional. Hematopoiesis menurut waktu terjadinya
terbagi atas hematopoiesis prenatal dan hematopoiesis postnatal. Hematopoiesis prenatal
terjadi selama dalam kandungan. Hematopoiesis prenatal terdiri atas 3 fase: mesoblastik,
hepatik, dan mieloid. Fase mesoblastik dimulai sejak usia mudigah 14 hari sampai minggu
kesepuluh, berlangsung di yolk sac (saccus vitelinus). Sedangkan fase hepatik berlangsung
mulai minggu keenam sampai kelahiran, berlangsung di mesenkim hepar, dan mulai terjadi
differensiasi sel. Fase mieloid berlangsung dalam sumsum tulang pada usia mudigah 12-17
minggu, ini menandakan sudah berfungsinya sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah.
Organ yang berperan dalam proses hematopoiesis adalah sumsum tulang dan organ
retikuloendotelial (hati dan spleen). Jika terdapat kelainan pada sumsum tulang,
hematopoiesis terjadi di hati dan spleen. Ini disebut hematopoiesis ekstra medular. Sumsum
tulang yang berperan dalam pembentukan sel darah adalah sumsum tulang merah, sedangkan
sumsum kuning hanya terisi lemak. Pada anak kurang dari 3 tahun, semua sumsum tulang
dari sumsum tulang berperan sebagai pembentuk sel darah. Sedangkan saat dewasa, sumsum
merah hanya mencakup tulang vertebra, iga, sternum, tengkorak, sakrum, pelvis, ujung
proksimal femur dan ujung proksimal humerus.
Dalam setiap pembentukan sel darah, terjadi 3 proses yaitu: proliferasi, diferensiasi dan
maturasi. Sedangkan komponen yang terdapat dalam proses pembentukan sel darah
mencakup: stem sel, sel progenitor, dan sel prekursor. Seluruh komponen sel darah berasal
dari hematopoietic stem cells (HSC). HSC bersigat multipoten karena dapat berdiferensiasi
dan kemudian terbagi menjadi beberapa proses terpisah yang mencakup: eritropoiesis,
mielopoiesis (granulosit dan monosit), dan trombopoiesis (trombosit).
Proses hematopoiesis terjadi atas regulasi dari hematopoietic growth factor.
Hematopoietic growth factor ini memiliki peran dalam proses proliferasi, diferensiasi, supresi
apoptosis, maturasi, aktivasi fungsi saat terjadi hematopoiesis. Sel darah yang dalam proses
pematangan memiliki karakteristik umum yang sama, yaitu:
a. Ukuran: semakin matang, ukurannya semakin kecil
b. Rasio inti:sitoplasma. Semakin matang, rasionya semakin menurun. Hal ini menandakan
bahwa inti sel semakin mengecil saat sel darah semakin matang.
c. Karakteristik inti: a) semakin matang maka ukuran inti semakin kecil, b) kromatin muda
halus, lalu kasar, lalu lebih padat saat menuju ke arah matang, c) anak inti tidak terlihat
saat sel darah matang
d. Sitoplasma pada sel muda biru tua, tanpa granul.

5. Dampak asidosis pada ginjal


Asidosis metabolic adalah kesamaan darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui system
penyangga pH, darah akan benar-benar mejadi asam. Jika tubuh terus-menerus menghasilkan
terlalu banyak asam, maka akan terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic dikenal juga dengan istilah asidosis nonrespiratorik,mencakup semua
jenis asidosis yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh.
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi
ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat
dan asam organic lain juga terjadi.
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah dan
membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang bernama
tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam
yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang
normal.
Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut:
a. Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah, maka terjadi
kelainan neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan kelumpuhan.
b. Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu
ginjal. Jika itu terjadi maka bisa bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal ginjal
kronis.
c. Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan)
d. Pelunakan dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa nyeri (osteomalasia atau
rakitis).
e. Gangguan motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang sering ditemukan,
sehingga anak mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak, dan berjalan.
f. Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam lambung dan usus,
sehingga pasien mengalami gangguan penyerapan zat gizi dari usus ke dalam darah.
Akibat selanjutnya pasien mengalami keterlambatan tumbuh kembang (delayed
development) dan berat badan kurang.
6. CTR (Cardiothoraks Ratio)
Suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan mengukur perbandingan antara ukuran
jantung dengan lebarnya rongga dada pada foto thorax proyeksi PA.
Perhitungan :
1. Buat garis lurus dari pertengahan thorax (mediastinum) mulai dari atas sampai ke bawah
thorax.
2. Tentukan titik A, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan.
3. Tentukan titik B, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri.
4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B
5. Tentukan titik C, yaitu titik terluar bayangan paru kanan.
6. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik C dengan garis mediastinum.
7. Perpotongan antara titik C dengan garis mediastinum disebut titik D.
Jika foto thorax digambar dengan menggunakan aturan di atas maka akan di dapatkan
foto thorax yang sudah di beri garis seperti di bawah ini :

Setelah dibuat garis-garis seperti di atas pada foto thorax, selanjutnya kita hitung dengan
menggunakan rumus perbandingan sebagai berikut :


100%

Ketentuan : Jika nilai perbandingan di atas nilainya 50% (lebih dari/sama dengan 50% maka
dapat dikatakan telah terjadi pembesaran jantung (Cardiomegally)

Anda mungkin juga menyukai