Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN FARMAKOLOGI

PENGGOLONGAN OBAT ANALGESIK DAN ANALISA


RESEP OBAT

KELOMPOK I:

1. Fatimah Diani Ali


2. Nurul Hayati Yusra
3. Nusani Dewi Nasution
4. Evan Dorando
5. Ardhi Satria Handalan
6. Yenni Isamdi Novia
7. Najmiati
8. Said Mizarul Abrar
9. Cut Ramadani
10. Wira Harianti
11. Devi Melania
12. Tanzil
13. M. Rusdianur
14. Asmalaini
15. Heri Setiawan
16. Nuraini
PEMBIMBING : dr. Mustafa

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2013
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunianyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik,
tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Farmakologi, pada semester V, di tahun ajaran
2013, modul muskuloskeletal. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan
mampu untuk lebih mengenal tentang farmakodinamik dan farmakokinetik dari
beberapa obat yang telah terlampir.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses


pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) adalah obat-obatan


yang sering digunakan sebagai obat bagi mengatasi nyeri yang bersifat ringan
sedang serta sebagai anti inflamasi seperti pada pasien dengan kronik artritis
(Scott, 2002). Lebih dari 30 juta tablet dan 70 juta resep di preskripsi per tahunnya
di Amerika Syarikat sahaja. Tambahan lagi, sejak diperkenalkan obat COX-2
inhibitor pada tahun 2000, jumlah peresepan NSAIDs meningkat melebihi 111
juta resep per tahun. Namun, penggunaan NSAIDs dapat menginduksi morbiditas
yaitu mulai dari efek samping ringan seperti mual dan dispepsia (prevalensi
sekitar 50- 60%) sehingga ke komplikasi yang lebih serius seperti penyakit tukak
peptik (3- 4%) yang menyebabkan pendarahan atau perforasi pada 1.5% pengguna
NSAIDs per tahun. Diperkirakan sekitar 20 000 pasien meninggal setiap tahun
disebabkan komplikasi pada sistem gastrointestinal oleh pemakaian NSAIDs
(Valle, 2005).

NSAIDs bekerja dengan menginhibisi dua enzim yaitu cyclooxygenase-1


(COX1) dan cyclooxygenase-2 (COX2). Kedua-dua enzim ini memproduksi
prostaglandin, substansi kimia di dalam tubuh yang berperan dalam mekanisme
nyeri dan inflamasi. Namun, COX1 juga menghasilkan prostaglandin yang
berperan memproteksi mukosa lambung dari asam lambung serta membantu
mengatasi pendarahan. Oleh sebab itu, penggunaan NSAIDs dikatakan dapat
meningkatkan kecenderungan untuk menghidap tukak peptik. Resiko untuk
menghidap tukak peptik meningkat dengan meningkatnya dosis dan frekuensi
penggunaan NSAIDs, penggunaan lebih dari satu obat NSAIDs, lama masa
penggunaan obat, umur 60 tahun dan ke atas, serta perokok dan pengguna alkohol
(Scott, 2002).
Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi non steroid bekerja
dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat enzim siklooksiginase sehingga mempunyai efek analgesik,
antiinflamasi dan antipiretik. Yang merupakan senyawa obat yang bersifat asam
lemah dan hidrofob, sehingga memiliki kelarutan yang terbatas dalam air,
terutama dalam suasana asam. Kondisi uji disolusi asam mefenamat yang
tercantum dalam USP 31 sebenarnya tidak relevan dengan kondisi saluran cerna
karena menggunakan pH tinggi (pH 9,0). Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh pH dan surfaktan terhadap laju disolusi sediaan tablet asam
mefenamat dengan menggunakan produk inovator sebagai acuan. Sediaan tablet
asam mefenamat yang diuji adalah produk inovator dan beberapa produk generik
untuk melihat daya membedakan dari kondisi yang dicoba. Uji disolusi in vitro
tablet asam mefenamat dilakukan menggunakan alat disolusi tipe keranjang dalam
900 mL media dapar Tris pH 9,0; dapar fosfat pH 6,8; dan dapar fosfat pH 7,5
dengan penambahan dua jenis surfaktan (natrium lauril sulfat dan Tween 80)
dengan kadar yang bervariasi. Analisis kuantitatif asam mefenamat dilakukan
dengan spektrofotometri UV. Faktor pH medium disolusi dan penambahan
surfaktan sangat berpengaruh terhadap kecepatan disolusi asam mefenamat.
Sediaan tablet asam mefenamat dari inovator tidak dapat memenuhi persyaratan
uji disolusi USP 31 untuk bentuk sediaan kapsul.

Asam mefenamat merupakan turunan asam antranilat, berupa serbuk putih


atau putih keabu-abuan, tidak berbau, pahit, larut dalam alkali. Asam mefenamat
merupakan analgetika dan anti radang yang poten digunakan untuk mengurangi
nyeri ringan sampai sedang. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat
enzim siklooksigenase dan mempunyai aktivitas anti inflamasi dengan
menghambat biosintesis prostaglandin.
1.2.Tujuan

1. Untuk mengetahui kegunaan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs


(NSAIDs).
2. Untuk mengetahui kandungan yang terdapat pada NSAIDs.
3. Untuk memahami bagaimana sistem mekanisme kerja NSAID pada tubuh
manusia
4. Bagaimana penggunaan asam mefenamat yang baik dan benar
5. Bagaimana sistem mekanisme kerja asam mefenamat dan efeknya pada
saluran gastrointestinal.
6. Bagaimana mengetahui efek samping dari NSAIDs.
BAB II
PEMBAHASAN

I. Non Steroid Anti-Inflammatory Drugs (Obat Anti Inflammasi Non-


Steroid)

1.1 Definisi

Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan
obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas),
dan antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk
membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat
serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Mekanisme kerja
NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1 (cyclooxygenase-1) dan
COX-2 (cyclooxygenase-2). Enzim cyclooxygenase ini berperan dalam memacu
pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari arachidonic acid. Prostaglandin
merupakan molekul pembawa pesan pada proses inflamasi (radang).

NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu golongan salisilat


(diantaranya aspirin/asam asetilsalisilat, metil salisilat, magnesium salisilat, salisil
salisilat, dan salisilamid), golongan asam arilalkanoat (diantaranya diklofenak,
indometasin, proglumetasin, dan oksametasin), golongan profen/asam 2-
arilpropionat (diantaranya ibuprofen, alminoprofen, fenbufen, indoprofen,
naproxen, dan ketorolac), golongan asam fenamat/asam N-arilantranilat
(diantaranya asam mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat), golongan
turunan pirazolidin (diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan
fenazon), golongan oksikam (diantaranya piroksikam, dan meloksikam),
golongan penghambat COX-2 (celecoxib, lumiracoxib), golongan sulfonanilida
(nimesulide), serta golongan lain (licofelone dan asam lemak omega 3)
1.2 Mekanisme Kerja Obat Anti Inflamasi Non-steroid

Mekanisme kerja utama obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) adalah


menghambat bioseintesis prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim
COX. Kedua isoform COX ini akan dihambat oleh aspirin dan OAINS. Aspirin
merupakan prototip dari salisilat, mempunyai kemampuan menghambat COX-1
dan COX-2 secara ireversibel (Sundy, 2004). Mekanisme kerja OAINS lainnya
dalam menghambat COX adalah yang pertama melalui mediasi terhadap inhibisi
time-independent dari COX yang tergantung dari konsentrasi obatnya. Kedua,
beberapa OAINS (misalnya indomethacin dan flurbiprofen) memiliki kemampuan
merangsang perubahan struktur time-dependent di tempat COX teraktivasi, yang
dapat menyebabkan penghambatan aktivitas enzim semi-ireversibel (Sundy,
2004). Asam dari OAINS akan terkumulasi di dalam jaringan yang mengalami
inflamasi, mukosa gastrointestinal, korteks ginjal, darah, dan di dalam sumsum
tulang sesuai dengan keasaman alaminya (pKa 3-5,5) dan kapasitas terikat
proteinnya yang tinggi (>90 %). Keadaan ini merupakan faktor penentu bukan
saja untuk kemampuan anti-inflamasinya namun juga efek samping yang tidak
diinginkan dari substansi OAINS ini. Pada inflamasi kronik jaringan paru, OAINS
akan meningkatkan produksi leukotrien yang akan menghambat sintesis
prostaglandin.
Gambar 1. Mekanisme aksi dari obat anti inflamasi non steroid
Keadaan ini akan menyebabkan reaksi serupa asma. Pada OAINS yang
non-asam, netral (parasetamol), atau analgesik lemah (phenazone dan turunannya)
substansinya tidak terakumulasi di jaringan yang rusak, namun konsentrasinya
relatif tinggi di sistem saraf pusat. Kedua obat ini merupakan penghambat
prostaglandin yang lemah di perifer, hanya menghambat prostaglandin di sistem
saraf pusat (Steinmeyer, 2000). Selain kemampuan utamanya dalam menghambat
sintesis prostaglandin, OAINS juga memiliki kemampuan dalam menghambat
faktor transkripsi, faktor pertumbuhan sel, dan menghambat molekul yang
mengatur apoptosis. Pada konsentrasi supraterapi, sodium salisilat menghambat
transkripsi gen regulator nuclear factor B yang berperan dalam mengurangi
ekspresi dari chemokine dan nitric oxide (NO), serta mengurangi aktivitas tumor
necrosis factor. (TNF). OAINS selektif dan nonselektif COX-2 juga mempunyai
kemampuan menghambat angiogenesis melalui hambatan terhadap mitogen-
activated protein kinase (ERK2) di sel endotelial (Sundy, 2004).
Gambar 2. Proses obat anti inflamasi nonsteroid dan efeknya terhadap
prostaglandin.

1.3. Pembagian OAINS

OAINS dapat dibagi dalam 3 kelas besar, yaitu aspirin dan salisilat,
nonselektif, serta
penghambat selektif COX-2. Obat anti inflamasi non-steroid nonselektif dapat
dibagi lagi menjadi beberapa subkelas berdasarkan struktur kimianya (Sundy,
2004).

Tabel 4. Klasifikasi kimiawi dari OAINS nonselektif


Kelas Kimia Kelompok OAINS
Acetic acids Diclofenac, indomethacin, sulindac, tolmetin
Fenamates Meclofenamate, mefenamic acid
Napthylalkalones Nabumetone
Oxicams Meloxicam, piroxicam
Propionic acids Enoprofen, flurbiprofen, ibuprofen,
ketoprofen,naproxen, oxaprozin
Pyranocarboxylic acid Etodolac
Pyrrolizine carboxylic acid Ketorolac
(Sumber: Sundy, 2004)

Penghambat selektif COX-2 dibagi dalam 3 golongan, yaitu penghambat


semiselektif atau parsial, selektif, dan superselektif COX-2. Khusus untuk
meloxicam, OAINS non selektif ini dapat dikelompokkan dalam semiselektif atau
parsial penghambat COX-2 (Smith et al 2003).

Walaupun masing-masing OAINS menunjukkan perbedaan yang jelas


dalam struktur biokimia dan asalnya, namun OAINS memiliki mekanisme kerja
yang mirip satu sama lain, sehingga efek sampingnya juga sama. Keadaan ini
dikenal sebagai group effect. Perbedaannya hanya pada waktu paruh masing-
masing OAINS, yang berpengaruh pada interval pemberian dan potensinya.

1.4. OAINS Penghambat Selektif COX-2

Selama beberapa tahun terakhir, penghambat selektif COX-2 (coxib) telah


menjadi obat yang paling cepat berkembang dalam armamentarium OAINS. Para
analisis keuangan memperkirakan bahwa coxib akan menjadi blockbuster dalam
industri farmasi, dengan perkiraan penggunaan >30 juta perhari (Mardini et al.,
2001; Harris et al., 2006). Kelebihan coxib atas OAINS sebelumnya sangat jelas
berhubungan dengan peran dari COX-2 dalam perbandingannya dengan COX-1.
Penelitian-penelitian yang ada saat ini membuktikan perbedaan yang terang dari
kedua isoform ini. Hal ini akan berakibat bukan saja terhadap penggunaan klinis
dari coxib, namun juga pengaruhnya pada pandangan tentang inflamasi, penyakit-
penyakit kardiovaskuler, penyakit Alzheimer, kanker.

1.5 Peranan Enzim COX pada Inflamasi Nyeri

Pada tahun 1930-an Goldblatt dan von Euler berhasil mengekstraksi PG


dari cairan semen, prostat, dan vesikel seminal. Prostaglandin merupakan
bioactive lipid messengers yang diperoleh dari asam arakhidonat, yang dapat
menurunkan tekanan darah dan menyebabkan kontraksi otot halus. Kemudian
pada tahun 1964 van Dorp et al. Dan bergstrom et al. Berhasil mengidentifikasi
asam arakhidonet, suatu 20-carbon retraenoic fatty acid sebagai prekursor PG .

Semua sel dalam tubuh mempunyai kemampuan untuk PG. Asam


arakhidonat akan dipisahkan dari fosfolipid plasma oleh fosfolipase A2 sebagai
respon adanya stimulus infamasi. Siklooksigenase akan memetabolisasi asam
arakhidonat melalui cyyloendoperoxide prostaglandin H2 (PGH2) menjadi PGD2.
PGE2. PGF2a. Prostacyclin (PGL2) atau thromboxne (TxA2) oleh enzim yang
sesuai, misalnya thromboxne synthase pada platelet, prostacylin synthase pada sel
endotelial.
II. ASAM MEFENAMAT

2.1 Definisi

Asam mefenamat merupakan turunan asam antranilat, berupa serbuk putih


atau putih keabu-abuan, tidak berbau, pahit, larut dalam alkali. Asam mefenamat
merupakan analgetika dan anti radang yang poten digunakan untuk mengurangi
nyeri ringan sampai sedang. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat
enzim siklooksigenase dan mempunyai aktivitas anti inflamasi dengan
menghambat biosintesis prostaglandin. Asam mefenamat merupakan salah satu
derivat asam antranilat dengan khasiat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi
yang cukup baik namun mempunyai kelarutan yang sangat kecil dalam air 0,008
% (pada air pH 7,1) temperatur 37oC.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Mefenamat

Rumus Molekul : C15H15NO2


Berat Molekul : 241.29

Bentuk serbuk hablur putih atau hampir putih. Melebur pada suhu lebih
kurang 230 derajat celcius disertai peruraian. Asam mefenamat larut dalam alkali
hidroksida, agak sukar larut dalam klorofom, sukar larut dalam etanol dan
methanol, praktis tidak larut dalam air. Persyaratan kadar dari obat yang
mengandung asam mefenamat tidak kurang dari 90.0% dan tidak lebih dari 110%
dari jumlah yang tertera pada etiket. Asam mefenamat merupakan derivat asam
antranilat dan termasuk kedalam golongan obat Anti Inflamasi Nonsteroid
(AINS). Dalam pengobatan, asam mefenamat digunakan untuk meredakan nyeri
dan rematik. Obat ini cukup toksik terutama untuk anak-anak dan janin, karena
sifat toksiknya, Asam mefenamat tidak boleh dipakai selama lebih dari 1 minggu
dan sebaiknya jangan digunakan untuk anak-anak yang usianya di bawah 14
tahun.

2.2 Farmakokinetik
Tablet asam mefenamat diberikan secara oral. Ini akan lebih mudah
diserap ke gastro-intestinal. Diberikan melalui mulut dan diabsorbsi pertama kali
dari lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui hati diserap darah dan
dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya. konsentrasi puncak asam
mefenamat dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 4 jam. Pada manusia, sekitar
50% dosis asam mefenamat diekskresikan dalam urin sebagai metabolit 3-
hidroksimetil terkonjugasi. dan 20% obat ini ditemukan dalam feses sebagai
metabolit 3-karboksil yang tidak terkonjugasi. Kadar plasma puncak dapat dicapai
1 sampai 2 jam setelah pemberian2x250 mg kapsul asam mefenamat; Cmax dari asam
mefenamat bebas adalah sebesar3.5g/mL dan T1/2 dalam plasma sekitar 3 sampai 4
jam. Pemberian dosis tunggal secara oral sebesar 1000 mg memberikan kadar
plasma puncak sebesar 10 g/mLselama 2 sampai 4 jam dengan T1/2 dalam
plasma sekitar 2 jam. Pemberian dosis ganda memberikan kadar plasma puncak yang
proporsional tanpa adanya bukti akumulasi dari obat. Pemberian berulang asam
mefenamat (kapsul 250 mg) menghasilkan kadar plasma puncak sebesar 3.7
sampai 6.77g/mL dalam 1 sampai 25 jam setelah pemberian masing-masing
dosis.

Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu hidroksimetil dan


turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam plasma dan urin.
Asammefenamat dan metabolitnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan
sebagian besar diekskresikan lewat urin tetapi ada juga sebagian kecil yang
melalui feces. Pada pemberian dosis tunggal, 67% dari total dosi diekskresikan
melalui urin sebagai obat yang tidak mengalami perubahan atau sebagai 1 atau 2
metabolitnya. 20-25% dosis diekskresikanmelalui feces pada 3 hari pertama.

2.3 Farmakodinamik
Karena asam mefenamat termasuk kedalam golongan (NSAID), maka
kerjautama kebanyakan nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAID) adalah
sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti
radangglukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat.

Asam mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas dari suatu


enzimdalam tubuh yang dinamakan siklooksigenase. Siklooksigenase adalah
enzim yang berperan pada beberapa proses produksi substansi kimia dalam tubuh, salah satunya
adalah prostaglandin. Prostaglandin diproduksi dalam merespons kerusakan/adanya luka
ataupenyakit lain yangmengakibatkan rasa nyeri, pembengkakan dan peradangan.
Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang lebih tepat
dikatakan sebagai mudulator dari reaksi radang. Sebagai penyebab radang,
prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi dengan
mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti
histamin,serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandinpaling sensibel pada
reseptor rasa sakit didaerah perifer. Prostaglandin merupakanvasodilator
potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan
postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi
bukansebagai vasodilator universal. Selain PG dari alur sikooksigenase
jugadihasilkantromboksan. Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi agregasi
platelet maupun reaksi pembebasan platelet.
Gambar 4. Contoh Tablet Asam Mefenamat 500 mg.

Komposisi: Tiap tablet salut selaput mengandung asam mefenamat 500 mg.
Dosis: Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan.
Dewasa dan anak di atas 14 tahun : Dosis awal yang dianjurkan 500 mg
kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.
Dismenore :500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi
ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.
Menoragia :500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan
dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.
Efek samping: Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi
lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit
kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia. Pada penggunaan terus-menerus
dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis
dan anemia hemolitik.
Interaksi Obat: Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal
(aspirin) dan insulin.
Kontraindikasi:
- Pada penderita tukak lambung
- Radang usus
- Gangguan ginjal
- Asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.
- Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan
peradangan saluran cerna.

Cara Penyimpanan: Simpan di tempat sejuk dan kering.


Kemasan: kotak isi 100 mg.

Jenis: Tablet
KESIMPULAN

Nyeri dan inflamasi merupakan keluhan utama pada penderita dengan


penyakit inflamasi atau peradangan. Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan keluhan ini, antara lain dengan OAINS. Setiap tahun
penggunaan obat golongan ini semakin meningkat. Sejak tahun 1990-an kita
mengenal 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 dan COX-2. Kedua isoform ini
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan
prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus
gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Bertolak belakang
dengan COX-1, COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila
ada stimulus inflamasi, mitogenesis atau onkogenesis.
Dengan adanya penghambatan pada kedua enzim ini maka selain efek
terapi yang diperoleh terdapat juga efek samping yang luas. Salah satu efek
samping OAINS tradisional yang hanya menghambat COX-2 adalah pada sistem
gastrointestinal. Walaupun masing-masing OAINS menunjukkan perbedaan yang
jelas dalam struktur biokimia dan asalnya, namun OAINS memiliki mekanisme
kerja yang mirip satu sama lain, sehingga efek sampingnya juga sama. Keadaan
ini dikenal sebagai group effect. Perbedaannya hanya pada waktu paruh masing-
masing OAINS, yang berpengaruh pada interval pemberian dan potensinya.
Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan
terjadinya komplikasi gastrointestinal antara lain umur, riwayat adanya ulkus
gastroduodenal, penggunaan kortikosteroid dan antikoagulan, dosis OAINS yang
digunakan, adanya infeksi H. Pylori, serta konsumsi alkohol dan merokok. Oleh
karena adanya efek samping gastrointestinal maka sekarang ini dikembangkan
OAINS yang diharapkan hanya menghambat khusus enzim COX-2.
Penggunaan obat anti inflamasi non-steroid Asam mefenamat merupakan
analgetika dan anti radang yang poten digunakan untuk mengurangi nyeri ringan
sampai sedang. Asam mefenamat bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase dan mempunyai aktivitas anti inflamasi dengan menghambat
biosintesis prostaglandin. Asam mefenamat merupakan salah satu derivat asam
antranilat dengan khasiat analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Semua ini
kembali lagi pada penggunaan dari obat itu sendiri, dan bagaimana reaksi tubuh
penderita ataupun reaksi obat terhadap tubuh yang terjadi sesuai dengan
mekanisme kerja obat itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik UI. 2007. Farmakologi dan Terapi .


Edisi 5.Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Katzung,B.G.1997. Farmakologi Dasar dan Klinik ,edisi IV.Jakarta :Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Tjay, Tan Hoan,Drs.,Rahardja,Kirana,Drs.2002. Obat-obat Penting . Jakarta
:Gramedia

Rachadian, Dani. 2009. Buku Obat-Obat. Yogyakarta: Berlico Mulia Farma.

Anda mungkin juga menyukai