Linda Susanti 1
Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan karena
penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada penghilangan (atau
pengurangan tanaman lain). Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu
saja ini akan berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya-
keanekaragaman hayati yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati
membentuk ekosistem yang kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas
ekosistem tentu akan mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya
aktor-aktor alam yang berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor
yang ada pada rantai makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan
menyebabkan peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh
predator alami yang ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu
merupakan ancaman bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi
yang mengganggu dan kemudian disebut hama.
Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawit-
diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus asap
yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering muncul
beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya. Adapun untuk lahan
yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas
pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas
lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan
kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat kegiatan tersebut
mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu menyerap dan
menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan perkebunan
akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang
biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik
akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah.
Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan
air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin
berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia
namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air pada tanah
dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan pertanian pasca
Linda Susanti 2
lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi. Jika dibiarkan tanpa antisipasi atas
dampak jangka panjang, maka lahan demikian akan menjadi terlantar dan pada
akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang terbengkalai.
Linda Susanti 3
kelapa sawit (CPO) yang merupakan salah satu sumber penghasil devisa non-
migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam
perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk
memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Perkembangan sub-sektor
perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan
pemerintah yang memberikan berbagai insentif.
Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran
yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah
sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama
minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus
menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu
pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat.
Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan komoditas
kelapa sawit sebagai salah satu industri non migas yang handal. Bagi Pemerintah
Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup penting sebagai
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka peluang kerja yang
besar bagi Masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi perkebunan yang
dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Komoditas
perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis tanaman,
dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat, dan kelapa
sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola oleh pengusaha
perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing ataupun PIR-
Bun (perusahaan inti rakyat perkebunan) dan KKPA (Kredit Koperasi Primer
untuk Anggotanya).
D. Alternatif Solusi
Dampak lingkungan tersebut memang cukup mengkhawatirkan. Namun
bukan berarti tidak ada solusi yang bisa dikembangkan guna mengantisipasi
dampak tersebut. Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan,
terutama pada hutan-hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa
Linda Susanti 4
mendatang diproyeksikan sebagai sumber air untuk infrastruktur pendukung
pertanian seperti waduk. Namun memang diperlukan sinergi supaya semua
kebijakan tersebut dapat saling topang.
Konservasi hutan dalam jangka panjang akan membantu konversi balik lahan
sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan yang
terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit itu
sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman
kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang. Demikian juga
penggunaan masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi dengan pupuk organik
berbasis bioteknologi yang memiliki kadar mikroba penyubur/pembenah tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang lebih berorientasi pada pertumbuhan tanaman
harus dikombinasi dengan pupuk organik yang berorientasi pada kesuburan tanah
dengan menjaga proses biologi dan kimia tanah tetap berlangsung. Kesuburan
tanah diharapkan bisa tetap terjaga sehingga tidak hanya menguntungkan bagi
tanaman, namun mencegah proses penggurunan yang terjadi.
Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah
komitmen bisnis untuk berkonstruksi dalam pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan. Eksploitasi sumberdaya alam (lahan) oleh perusahaan perkebunan
dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak masyarakat sekitar untuk
memanfaatkan sumberdaya sekitarnya secara maksimal untuk peningkatan
kualitas hidup. Untuk itu, pola pengembangan perkebunan rakyat melalui pola
Perkebunan Inti Rakyat (PIR), KKPA, dan pola kemitraan lainnya merupakan
solusi untuk mengeliminasi kesenjangan sosial dan ekonomi antara perusahaan
perkebunan dengan masyarakat sekitar. Keberadaan perusahaan perkebunan
kelapa sawit semakin menjadi penting karena perkebunan kelapa sawit rakyat
yang dikembangkan melalui pola swadaya murni semakin tumbuh dan menjadi
unsur penting dalam jejaring bisnis kelapa sawit, karena pada dasarnya
perkebunan rakyat telah menjadi pamasok (supply chain) bagi pabrik kelapa sawit
yang dimiliki perusahaan kepala sawit.
Hubungan perkebunan rakyat dan perusahaan perkebunan semakin penting
posisinya dalam analisis keterkaitan bisnis. Untuk itu, perusahaan perkebunan
Linda Susanti 5
sudah selayaknya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat sekitar untuk mengeliminasi dampak sosial dan ekonomi negatif yang
mungkin muncul. Untuk itu, perlu pemahaman yang konkrit dan nyata terhadap
kondisi sosial dan ekonomi perkebunan rakyat disekitar perusahaan perkebunan,
untuk menggambarkan dampak positif dan negative pembangunan perusahaan
perkebunan bagi petani mitra dan masyarakat sekitar. Pemahaman kondisi riil
terhadap keadaan sosial dan ekonomi ini diperlukan untuk menyusun
implementasi tanggung jawab sosial yang sistematis dalam bentuk community
development melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat agar dampak negatif
pembangunan perkebunan yang menghambat terpenuhinya hak-hak masyarakat
sekitar perusahaan dapat dihindari.
E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian berbagai aspek pada perkebunan kelapa sawit yang telah
disampaikan, saya berpendapat bahwa jawaban yang diberikan oleh Asosiasi
Pengusaha Perkebunan Sawit Indonesia tersebut tidak sesuai dengan protes yang
diberikan oleh Lembaga Lingkungan Hijau Dunia. Ketidak sesuaian tersebut
disebabkan oleh jawaban dari APPSI yang tidak relevan dengan protes yang
diberikan oleh Lembaga Lingkungan Hijau. Seharusnya APPSI memberikan
jawaban yang relevan terhadap kritik atau protes yang dilontarkan oleh Lembaga
Lingkunga Hijau Dunia. Duduk bersama dan mencari solusi terhadap
permasalah-permasalahan tersebut adalah hal yang wajib dilakukan oleh APPSI
bersama dengan Masyarakat, Pemerintah dan Lembaga Lingkungan Hijau Dunia,
karena tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan kelapa sawit menibulkan
dampak negative yang cukup luas, akan tetapi dampak positifnya pun sangat besar
terhadap perekonomian daerah dan Negara. Dengan duduk bersama, diharapkan
dapat menghasilkan solusi untuk menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
perkebunan kelapa sawit di Indonesia khususnya di Kabupaten Kotawaringin
Timur
Linda Susanti 6
Bahan Bacaan:
Anonim. 2010. Studi Sosial Ekonomi Pembangunan Perkebunan Sawit.
http://grayluciver.blogspot.com/2011/04/studi-sosial-ekonomi-
pembangunan.html
Anonim. 2012. Minyak yang Bersahabat, Solusi Perkebunan Kelapa Sawit.
http://www.greenpeace.org/seasia/id/Global/seasia/Indonesia/Forest_Solution
s/goodoil.html
Anonim. 2012. Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit.
http://edudetik.blogspot.com/2014/01/dampak-pembangunan-perkebunan-
kelapa.html
Mahenraz. 2013. Dampak Rencana Pembangunan Kelapa Sawit PT RMS.
http://mahenraz.wordpress.com/2010/06/23/dampak-rencana-pembangunan-
kelapa-sawit-pt-rms-di-kec-bukit-batu/
Linda Susanti 7