Anda di halaman 1dari 7

Interaksi Dipolar Murni Nanopartikel dan Sifat Magnetiknya

ABSTRAK

Telah disintesis nanopartikel 2 4 yang tersebar sama dan merata dengan proses dekomposisi
termal dari ()3 dan ()2 . Kemudian nanopartikel 2 4 diencerkan pada matriks
amorf 2 dengan konsentrasi nanopartikel 2 4 berbeda. Semua sampel menunjukkan prilaku
bias pertukaran yang cenderung positif atau negatif, menunjukkan adanya lapisan spin miring pada
permukaan nanopartikel 2 4 . Konstanta anisotropi efektif yang besar (3,38 106 /3 )
telah diamati, yang mana bisa disebabkan oleh anisotropi permukaan yang terinduksi oleh spin miring
permukaan. Magnetisasi ringkas ( / ) didominasi oleh interakasi dipolar inter-partikel sementara
koersivitas ( ) ditentukan oleh efek-efek sinergis dari anisotropi permukaan, interaksi dipolar inter-
partikel dan efek antarmuka. Dengan mencairkan 2 4 secara tepat di dalam matriks 2 , dapat
diperoleh yang besar (3056 ) dan / (0,63), yang nilainya lebih besar dari hasil-hasil yang
dilaporkan sebelummnya. Usaha ini berarti untuk mengungkapkan mekanisme yang mendasari sistem
magnetik nano dan meningkatkan performa magnetis.

INTRODUCTION

Nanopartikel magnetik (NPs) dapat membantu sebagai sistem model ideal untuk mempelajari
bias pertukaran [1], exchange spring [2-4], interaksi dipolar inter-partikel (IPDI) [5-7] dan efek nilai-
berhingga [8] terlepas dari aplikasinya di berbagai bidang [9-11]. Bias pertukaran dan efek spring
pertukaran terlebih dahulu telah dipelajari dan hasil yang dapat diterima secara luas telah didapatkan.
Namun, pembelajaran pada IPDI relatif telah tertinggal, dan hasil yang tidak bersesuaian telah
dilaporkan. Sebagai contoh: IPDI diusulkan dapat meningkatkan koersifitas ( ) yang disebabkan oleh
anisotropi tambahan oleh IPDI [7] sementara kesimpulan yang berlawanan telah dilaporkan oleh
peneliti lainnya [5] disimpulkan bahwa IPDI yang kuat menghambat keduanya, dan perbandingan
saturasi tertinggal ( / ), dan efek-efek yang muncul dari IPDI dapat dikesampingkan sebagaimana
jarak inter-partikel melebihi sampai tiga kali dari ukuran partikel (diameter).

Selain parameter magnetik ( / ) yang telah disebutkan diatas, orde keadaan


magnetik juga secara sensitif dipengaruhi oleh IPDI. Sebagai contoh: (1) IPDI bisa mempengaruhi
keadaan dasar antiferomagnetik dari NPs magnetik dua dimensional [7]; (2) pada sampel yang secara
ekstrim diencerkan, superparamagnetisme dapat diamati [12]; (3) pada sistem-sistem yang
terkonsentrasi, yang mana NPs magnetik dekat satu sama lainnya, IPDI yang kuat dapat menghasilkan
sebuah konfigurasi super-spin glass (SSG) atau super-spin-glass-like (SSG-like) [13].

Sejauh ini, efek dari IPDI masih lebih difokuskan lagi dan beberapa isu-isu kontroversial patut
untuk dicari klarifikasinya lebih jauh lagi. Dalam rangka menyelidiki efek-efek dari IPDI pada sifat-sifat
magnetik, pertama, sangatlah penting untuk menyintesis NPs magnetik berkualitas baik dengan
ukuran yang seragam dan kemampuan persebaran yang baik, sehingga efek ukuran dan interaksi
pertukaran-penggandengan dapat dikecualikan, berujung pada interaksi dipolar murni. Pada
pembelajaran sebelummnya mengenai magnetisme pada sistem NPs, poin-poin seperti yang
disebutkan sebelumnya tidak terlalu diperhatikan. Khususnya, menurut model Stoner-Wohlfarth [14],
untuk partikel domain tunggal yang tidak berinteraksi, dengan sumbu easy yang terorientasi acak,
/ bernilai 0,5 untuk anisotropi uniaksial dan 0,832 (1 > 0) atau 0,87 (1 < 0) untuk
anisotropi kubik [15]. Secara eksperimen rasio / dari NPs 2 4 yang disentesis dengan
berbagai cara, lebih kecil dari nilai teoritis [4,16-18], ini dikaitkan pada efek ukuran partikel dan
kristalinitas; dengan mengamati scanning/transmission dari hasil mikroskop elektronnya, seseorang
dapat menyadari bahwa NPs 2 4 yang mereka sintesis benar-benar menggumpal. Pada sistem
dari NPs 2 4 yang tergumpal, banyak faktor, seperti distribusi ukuran yang lebar, anisotropi
efektif dan interaksi pertukaran-penggabungan, secara sinergis mempengaruhi sifat-sifat magnetis;
tentu saja ada hal yang tidak bisa dihindari pada IPDI karena ini adalaha fenomena universal pada
sistem berukuran nano, dan IPDI harus diperhitungkan untuk sifat magnetik. Bagaimanapun, 2 4
yang tergumpal tidak bermanfaat untuk mengungkap apa dan bagaimanakah IPDI mempengaruhi
sifat-sifat magnetik, karena mereka bukanlah suatu sistem interaksi dipolar yang murni.

Pada usaha ini, NPs 2 4 pertama-tama disintesis menggunakan metode dekomposisi


termal dari ()3 dan ()2 pada campuran larutan asam oleik, oleylamine dan benzyl
ether pada suhu 290, yang menunjukkan dispersitas yang bagus dan ukuran yang seragam
yaitu 10,5 2 . Kemudian, NPs 2 4 diencerkan pada matriks amorf 2 untuk
mendapatkan sistem interaksi dipolar murni dengan kekuatan interaksi dipolar yang berbeda-beda.
Hasilnya menunjukkan bahwa rasio / secara kuat bergantung pada kekuatan IPDI. Lebih jauh
lagi, koersivitas yang besar (3056 ) dan / (0,63) didapatkan untuk konsentrasi NPs
2 4 yang tepat.

EXPERIMENTAL PROCEDURES

Sintesis komposit NPs 2 4 2 dilakukan melalui dua langkah: NPs 2 4 dibuat,


kemudian diencerkan pada matriks 2 . Semua bahan mentah yang termasuk adalah
absolute ethanol, ()2 (97%), ()3 (98%), benzyl ether (, 97%), asam oleic
(, 90%), oleylamine (, 80 90%), tetraethyl orthosilicate () dan cairan amonia.

SINTESIS NPs

()3 (9,586 ), ()2 (3,526 ), (80 ), (80 ) dan (400 )


dicampurkan di dalam labu berleher-tiga berdasar-bulat yang diaduk menggunakan pengaduk
magnetik dengan aliran nitrogen (99,999%). Kemudian campuran ini dipanaskan sampai 120 dan
dijaga selama setengah jam untuk menghilangkan udara dan kelembapan, yang diikuti dengan
pemanasan sampai 200 dengan metode refluks dan dijaga selama 1 jam. Setelah campuran
didinginkan secara alami sampai bersuhu ruangan, absolute ethanol (sekitar 500 ml) ditambahkan to
menciptakan endapan. Endapan kemudian dipisahkan melalui sentrifugalisasi (3000 rpm, 10 menit)
dan dicuci dengan absolute ethanol beberapa kali untuk mendapatkan NPs 2 4 .

SINTESIS NANOKOMPOSIT

NPs 2 4 dibagi secara merata menjadi lima bagian dan setiap bagian ditambahkan ke
dalam larutan ethanol (20 ml), air suling (10 ml), larutan ammonia (0,5 ml) dan jumlah berbeda dari
TEOS yang diberikan perlakuan sonicating selama 3 jam. Kemudian ethanol ditambahkan untuk
membentuk endapan. Endapan ini selanjutnya dipisahkan menggunakan sentrifugalisasi, dicuci
dengan ethanol dan air untuk menghilangkan molekul yang tidak bereaksi. Endapan kemudian
dikeringkan pada suhu 80 dan dipanaskan pada suhu 500 pada tungku (muffle furnace) selama
2 jam untuk mendapatkan hasil akhir berupa nanokomposit 2 4 2 . Sampel memiliki jumlah
berbeda dari TEOS yaitu 0 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 dan 2,5 ml selanjutnya disebut sebagai B0, B1, B2, dan
B4.

Struktur kristal dari produk kemudian dikarakterisasi menggunakan difraksi X-Ray


menggunakan sebuah X-Ray Difraktometer (XRD; DX-2000 SSC) dengan iradiasi ( =
1,5406 ) pada daerah scanning 20 80 dengan langkah 0,02. Spektra Transformasi Fourier
Infrared (FT-IR) direkam pada jangkauan 400 2500 1 (Nicolet IR-76 200) pada resolusi spectral
2 1 dengan mempersiapkan pellet KBr (sampel 0,1 wt%). Mikroskopi elektron transmisi resolusi
tinggi (HR TEM, JEOL JEM-2100) digunakan untuk mengamati frinji-frinji kisi, dan untuk mendapatkan
pola selected area electron difraction (SAED) dari sampel yang tersebar pada oktan. Pengukuran
magnetis dilakukan menggunakan sebuah Quantum Design superconducting quantum interference
device (SQUID) sistem PPMS (PPMS EC-II).

RESULTS AND DISCUSSION

STRUKTUR KRISTAL DAN ANALISIS MORFOLOGI DARI SEMUA SAMPEL

Pertama, struktur kristal dari sampel yang didapatkan dianalisa. Gambar 1 menunjukkan pola
XRD untuk sampel-sampel B0, B1, B2 dan B4 dan difraksi X-Ray standar dari kartu PDF 2 4
(No.22-1086) dan 2 3 (No. 890-597). Untuk sampel B0, puncak-puncak utama difraksi dapat
diindeks sebagai spinel kubik ferit 2 4 . Beberapa hasil puncak-puncak lemah adalah hasil dari
fase 2 4 , seperti yang diamati pada referensi [19,20] yang nonmagnetik dan tidak memiliki
kontribusi pada sifat magnetik ketika ia hadir pada material magnetik sebagai fase sekunder.
Parameter kisi sel dari 2 4 bisa didapatkan dari sin2 = 2 /42 ( 2 + 2 + 2 ), dimana
adalah parameter kisi, sudut difraksi, panjang gelombang dari iradiasi , dan () adalah
indeks ruang kristal. Parameter kisi yang didapatkan adalah 0,8503 , sehingga kerapatan X-Ray
= 8/ 3 dapat dihitung menjadi 5,08 /3 , dimana M adalah massa molekular dan
adalah tetapan Avogadro [21,22]. Selama 2 4 terkapsulasi oleh 2 , pantulan dari fase tidak
murni 2 3 akan menghilang, mungkin karena kapsulasi 2 melarang pembentukan
2 3 . Sebagai tambahan, pola XRD dari sampel terkapsulasi menunjukkan karakteristik serupa
disamping intensitas difraksi yang sedikit berbeda, dan tidak menunjukkan sedikitpun pantulan yang
berhubungan dengan 2 mengindikasikan bahwa 02 bersifat amorf, yang konsisten dengan hasil
SAED dibawah.

Gambar 2 juga menunjukkan spektra FT-IR dari sampel B0, B1, B2 dan B4. Spektrum FT-IR dari
sampel tidak terencerkan B0 menampilkan pita-pita pada 416, 467 dan 588 1 , dengan dengan
yang teramati pada 2 4 mengindikasikan pembentukan struktur spinel. Pada ferit spin,
ion-ion metal berada pada dua sub-kisi yang diberi nama tetrahedral (A-Site) dan oktahedral (B-site)
menurut konfigurasi geometris dari tetangga oksigen yang terdekat. Secara teoritis, semua tipe
2 4 dari oksida spinel normal dan terbalik dari logam transisi memiliki 4 buah mode aktif
inframerah. Vibrasi ini terjadi pada daerah daerah 1 (650 550 1 ), 2 (525
390 1 ), 3 (380 335 1 ) dan 4 (300 200 1 ) [23]. Jadi, pita frekuensi yang lebih
tinggi sekitar 588 1 (1 ) dan pita-pita frekuensi rendah (2 = 416 dan 467 1 ) ditujukan
untuk vibrasi peregangan pada kisi tetrahedral dan octahedral dengan 1 /2 2.
Perbedaan pada posisi pita ini disebabkan oleh perbedaan antara 3+ 2 untuk kompleks
tetrahedral dan oktahedral [24]. Pita-pita 3 dan 4 dapat memposisikan nilai bilangan gelombang
yang lebih rendah, dibawah 400 1 yang mana diluar pengukuran yang dilakukan. Lebih
spesifiknya, ikatan pada kisi tetrahedral memiliki panjang ikatan yang lebih pendek
dibadingkan dengan ikatan pada kisi oktahedral dan dengan demikian lebih banyak enargi yang
diperlukan untuk menggetarkan ikatan [25].

Untuk sampel yang diencerkan B1, B2 dan B4, pita-pita ekstra tampak di kisaran 806, 1087 dan
1629 1. Pita sekitar 1629 1 bisa disebabkan oleh melengkungnya molekul-molekul air dan
pita-pita pada 806 dan 1087 1 adalah hasil dari penyerapan oleh silika [18].

Gambar TEM (panel utama di gambar 3.a) menunjukkan bahwa 2 4 yang disiapkan terdiri
dari sebaran-sebaran NPs seperti spiral. Gambar sisipan kiri bawah di (a) menunjukkan gambar TEM
dari NPs dengan perbesaran yang lebih tinggi. Gambar sisipan kanan atas di (a) menunjukkan gambar
TEM dari sampel B0; beberapa partikel kecil bergabung menjadi partikel besar karena pemanasan
pada suhu 500. Histogram ukuran dan kurva fitting Gaussan (garis tebal) dari NPs diplot pada
gambar 3.c, mengindikasikan ukuran partikel yaitu 10,5 2 . Hasil-hasil ini mengindikasikan
bahwa NPs 2 4 memiliki dispersitas yang lebih baik dan persebaran ukuran yang
lebih kecil dibandingkan dengan yang disintesis melalui metode sol-gel auto-combustion
(ukuran partikel, 20 7) [16] dan metode co-precipitation route (ukuran partikel, 15-48 nm) [17], dan
sebagainya. Selama NPs dispersif ini terencerkan di matriks 2 , interaksi pertukaran diantara
partikel, yang mana dalam jarak pendek secara alamiah, dapat dikecualikan. Karena itu meraka adalah
kandidat yang baik untuk dilakukan pembelajaran tentang efek-efek dari IPDI. Gambar 3.b dan d
menunjukkan gambar SAED dan HRTEM dari sampel B0. Gambar SAED menunjukkan lingkaran difraksi
yang terbedakan. Seperti yang terlihat pada gambar 3.d, jarak inter-frinji 0,24 ; 0,30 dan o,48 nm
berhubungan dengan (2 2 2), (2 2 0) dan (1 1 1) ruang kristalin dari 2 4 .

Gambar4 menunjukan gambar TEM (a) dan HRTEM (b) dari sampel B2, dan gambar sisipan di
(a) adalah pola SAED. Gambar TEM dari sampel B2 menunjukkan, bahwa partikel 2 4 tertanam
dalam matriks 2 yang amorf karena difraksi elektronnya menunjukkan pola cincin hamburan
menyebar seperti yang ditunjukkan pada gambar sisipan (a). Jarak inter-frinji 0,24 dan 0,30 nm
berhubungan dengan (2 2 2) dan (2 2 0) ruang kristalin dari 2 4 . Inter-frinji dari sampel B2 tidak
terlalu jauh berbeda seperti yang ada pada sampel B0 karena partikel-partikel 2 4 tertanam di
matriks 2 . Sebagai tambahan, gambar HRTEM juga menunjukkan orientasi kristal yang acak,
mengindikasikan sumbu easy yang terorientasi acak.

SIFAT MAGNETIK

Panel utama di gambar 5 secara representatif menunjukkan ketergantungan magnetisasi ()


terhadap medan magnet () yang diberikan (4 < < +4), loop () dari sampel B0, B1, B2
dan B4, diukur pada suhu kamar. Gambar sisipan (kiri) menunjukkan kurva magnetisasi awal. Untuk
sampe B0, kurva () tidak tersaturasi bahkan pada nilai tertinggi medan magnet yang diberikan,
seperti yang diamati di laporan-laporan lainnya [15], mungkin saja mengindikasikan bahwa lapisan
spin miring (CSL) ada pada permukaan NPs 2 4 , karena spin pada CSL tidak bisa secara pararel
selaras dengan spin internal dari partikel [26]. Magnetisasi saturasi ( ) dari sampel B0 diperoleh
dengan melakukan fitting terhadap kurva magnetisasi awal pada daerah dengan medan magnet yang
besar (2-4T) berdasarkan terhadap pendekatan dari hukum saturasi [27],

= (1 ) +
2

dimana adalah suatu konstanta, berhubungan dengan susseptibilitas magnetik di daerah yang
diberikan medan magnet luar yang besar, dan = /25 ( adalah konstanta anisotropi
efektif). Kurva fitting (garis tebal) juga diplot pada gambar sisipan kiri. Nilai yang didapatkan adalah
54 /. Nilai K yang dihitung, besarnya 3,38 106 /3 , lebih besar dari 2,1 106 dan 3,0
106 /3 dalam laporan sebelumnya [28,29]. Sedemikian, nilai K yang lebih besar berhubungan
pada anisotropi permukaan tambahan atas anisotropi magnetokristalin, karena rasio volume luas
permukaan yang besar dari NPs dapat dengan kuat mempengaruhi nilai anisotropi magnetik [17,30].

Untuk NPs 2 4 yang tertanam pada matriks 2 , loop () tersaturasi pada daerah
dengan nilai medan magnet yang besar. Terlihat dengan jelas, loop dari seluruh sampel bergeser
sepanjang sumbu H positif atau negatif. Biasanya, pergeseran ditandakan oleh suatu medan bias
pertukaran yang didefinisikan sebagai = (1 + 2 )/2, dimana 1 (< 0) adalah medan koersif
kiri dan 2 (> 0) adalah sisi kanannya. Sejalan dengan itu, koersifitas didefinisikan sebagai
= |1 2 |/2. Kehadiran dari juga mengindikasikan hadirnya CSL pada permukaan dari NPs
[29]. Nilai dan dari semua sampel disebutkan di tabel 1. Secara khusus, sampel B1 menunjukkan
nilai maksimu yaitu 1232 Oe, seperti yang ditunjukkan oleh plot diperbesar (gambar sisipan kanan)
dari loop di daerah bermedan-magnet rendah, dan demikian nilai yang besar pada suhu kamar
(300K) belum pernah teramati sejauh yang kita ketahui dan asalnya masih belum jelas.

Seperti yang disebutkan pada tabel 1, dengan menurunnya konsentrasi dari NPs 2 4 , nilai
secara acak berubah pada rentang 1438 Oe 3056 Oe, dan ia juga tidak menunjukkan sedikitpun
hubungan instrinsik dengan nilai . Prilaku dari ini mengimplikasikan kompleksitas dari
mekanisme koersifitas, yang masih menjadi bidang yang menantang dan menarik dari sistem magnetik
berukuran nano. Seperti yang diketahui dengan luas, koersivitas dari sistem magnetik berukuran nano
berhubungan dekat dengan ukuran partikel dan distribusinya, anisotropi efektif (termasuk anisotropi
permukaan, anisotropi magnetokristalin, anisotropi magnetoelastik), interaksi pertukaran-
penggabungan dan interaksi dipolar inter-partikel. Untuk sampel dalam studi ini, anisotropi
permukaan dan IPDI disarankan menjadi energi utama yang mempengaruhi sifat magnetis, karena
NPs 2 4 pada semua sampel disiapkan pada kondisi pemrosesan yang sama. Interaksi
pertukaran-penggabungan dan interaksi dipolar inter-partikel disarankan tidak digunakan sebagai
sebab dari variasi karena semua sampel adalah sistem interaksi dipolar murni (seperti yang
ditunjukkan diatas). Lebih jauh lagi, setelah dipanaskan pada suhu 500, antarmuka antara
2 4 dan 2 bisa membentuk ikatan (M=Co dan Fe di 2 4 ). Ikatan ini bermain
peran yang menggantung pada berbaliknya momen, berujung pada ireversibilitas yang lebih kuat dan
konsekuensinya menghasilkan peningkatan koersifitas, seperti yang diamati di NPs Co dan 2 3
yang diencerkan [5,31,32].

Seperti yang terlihat pada tabel 1, nilai / adalah 0,51 untuk sampel B0, dan ia bertambah
secara keseluruhan sejalan dengan meningkatnya konsentrasi NPs 2 4 , mencapai nilai maximum
pada rasio 0,63. Rasio / semua sampel yang dipelajari dari B0 sampai B4 lebih besar dari NPs
2 4 yang dilaporkan sebelumnya [4,16,17]. Berdasarkan pada model Stoner-Wohlfarth [14],
untuk partikel domain tunggal tak berinteraksi dengan sumbu easy yang terorientasi acak, nilai
/ adalah 0,5 untuk anisotropi uniaxial, dan 0,832 (1 > 0) atau 0,87 (1 < 0) anisotropi kubik
[15]. 2 4 memiliki anisotropi kubik dengan 1 > 0, dan / -nya secara teoritis dapat
mencapau 0,832 ketika NPs tidak berinteraksi dengan partikel lainnya. Untuk sampel dalam studi ini,
nilai / lebih kecil dari nilai teoritis ini, mengindikasikan bahwa terdapat interaksi didalam sistem
NPs. Untuk mengklarifikasi ini, kurva [28] diukur dan hasilnya ditunjukkan pada gambar 6. Semua
kurva menunjukkan puncak yang negatif. Telah diketahui secara luas, bahwa puncak negatif
adalah bukti dari interaksi dipole-dipole yang mendominasi, sementara puncak positif dapat
disebabkan oleh interaksi pertukaran yang mendominasi. Karena itu, semua sampel didominasi oleh
interaksi dipolar-dipolar, atau dengan kata lain perlakuan termal sampai 500 tidak menyebabkan
pertukaran penggabungan antar permukaan partikel. Lebih jauh lagi, nilai maksimu absolut dari
(yaitu, kekuatan dari IPDI) adalah 0,48 ; 0,36 ; 0,23 ; 0,22 dan 0,22 untuk sampel-sampel dari B0
sampai B4, mencermikan bahwa kekuatan dari IPDI berkurang dengan bertambahnya konsentrasi dari
NPs magnetik (yaitu bertambah jarak inter partikel d). Ini menyerupai pernyataan mengenai energi
interaksi dipol-dipol,

0 2
=
4 3
dimana adalah momen magnetik dari partikel domain tunggal ( = ) dan d adalah jarak
antar partikel [33]. Nilai bertambah seiring dengan bertambahnya jarak inter-partikel .
Ngomong-ngomong, dari gambar TEM sampel B2 (gambar 4.a), dapat diperhatikan bahwa jarak inter-
partikel tidaklah seragam; ini akan menghasilkan distribusi acak dari ; distribusi dari bisa jadi
faktor lain yang mempengaruhi . Ini lebih jauh lagi, mengkonfirmasi bahwa asal mula dari
koersivitas adalah sesuatu yang kompleks.

Gambar 7 menunjukkan nilai maksimum absolut dari (lingkaran tebal) dan rasio /
(lingkaran kosong) dari semua sampel. Resiproks dari nilai maksimum absolut dan rasio /
memiliki prilaku yang serupa: mereka menunjukkan peningkatan yang tajam dari B0 ke B2 dan
pergerakan yang relatif datar dari B2 ke B4. Fenomena ini menunjukkan: (1) Rasio / ditentukan
oleh kekuatan IPDI, lebih spesifik, rasio / bertambah seiring dengan menurunnya kekuatan IPDI;
(2) IPDI secara sensitif mempengaruhi rasio / dari B0 ke B2 sementara efeknya dapat diabaikan
dari B2 ke B4, mendukung hasil teoritis [6].

Gambar 8 menunjukkan magnetisasi yang diukur pada mode medan nol didinginkan ( )
dan medan didinginkan ( ) dari 20 sampai 380 K pada medan magnet dengan besar 0,01 T untuk
sampel B0 dan B3. Untuk sampe B0, keduanya dan bertambah seiring dengan
meningkatnya suhu tanpa mencapai nilai maksimu 380 K, seperti yang diamati sebelumnya [19];
prilaku ini adalah karakteristik dari keadaan super-spin glass, menunjukkan efek memori, yang lebih
jauh lagi akan dibahas di tempat lai. Lebih jauh lagi, kurva ZFC dan FC tidak saling tumpah tindih
sampai kisaran
340 K. Suhu di percabangan antara kurva ZFC dan FC berhubungan dengan suhu penghalang dari
suatu wujud magnetik terbesar pada rangkaian. dan dihubungkan oleh = /25 ,d
dimana V adalah volume butiran magnetik dan adalah konstanta Boltzmann. Ukuran butiran yang
diperoleh sekitar 7,0 nm, lebih kecil dari ukuran partikel rata-rata dari hasil TEM (gambar 3.b),
menunjukkan hadirnya lapisan spin miring.

Untuk sampel B3, tidak ada tanda-tanda dari penggabungan antara kurva dan
sampai suhu 380 K. Kurva dari sampel B3 secara teratur meningkat dengan turunnya temperatur
dari 380 sampai 20 K, mengindikasikan absennya interaksi dipolar lemah diantara partikel seperti yang
teramati di nanokristal 2 4 [34] dan sistem-sistem lainnya [35]; ini konsisten dengan hasil di
gambar 6. Lebih jauh lagi, pemisahan yang lebar diantara kurva ZFC dan FC pada sampel B3
menunjukkan efek menggantung terjadi di antarmuka antara 2 4 dan 2 karena ikatan
(M=Co dan Fe di 2 4 ) seperti yang dijelaskan diatas.

CONCLUSIONS

Nanopartikel 2 4 telah disintesis menggunakan metode dekomposisi termal dari


()3 dan ()2 pada campuran larutan dari asam oleic, oleylamine dan benzyl ether pada
suhu 290 selama 1 jam dalam aliran nitrogen. Nanopartikel 2 4 yang dipersiapkan,
menunjukkan dispersitas yang baik dan ukuran yang seragam 10,5 2 . Kemudian Nanopartikel
2 4 disebarkan pada larutan ethanol, air suling, larutan amonia dan jumlah berbeda dari
tetraethyl orthosilicate (TEOS) untuk mempersiapkan komposit 2 4 2 . Hasil XRD dan SAED
mengindikasikan bahwa nanopartikel 2 4 telah tertanam di dalam matriks amorf 2 . Dengan
mengganti jumlah dari TEOS, serangkaian komposit 2 4 2 didapat dengan konsentrasi
2 4 berbeda.

Konsentrasi dari nanopartikel 2 4 bermain peran yang penting dalam sifat magnetik.
Pertama, loop histeresis magnetik menunjukkan bahwa semua sampel memiliki (positif dan negatif)
bias pertukaran, mengindikasikan hadirnya lapisan spin miring pada permukaan nanopartikel
2 4 . Kedua, hasil dari mengindikasikan bahwa interaksi dipolar inter-partikel mendominasi
sampel-sampel dengan interaksi pertukaran-penggabungan yang dapat dikecualikan antar partikel.
Untuk sampel yang tidak diencerkan (tanpa 2 ), ia memiliki konstanta anisotropi efektif yang besar
3,38 106 /3 , yang mana bisa disebabkan oleh anisotropi permukaan terinduksi oleh spin
miring permukaan. Anisotropi permukaan dan interaksi dipolar adalah energi dominan yang
mempengaruhi sifat magnetik. Dengan menurunnya konsentrasi nanopartikel 2 4 (yaitu
berkurangnya kekuatan interaksi dipolar), keduanya, bias pertukaran dan koersivitas secara acak
berubah, yang bisa jadi dihasilkan oleh kompetisi kompleks diantara anisotropi permukaan, interaksi
dipolar dan efek menggantung terjadi pada antarmuka antara 2 4 dan 2 , sedangkan, sisa dari
rasio saturasi magnetik / bertambah secara keseluruhan. Berdasarkan pada pengukuran
magnetisasi, pendinginan medan nol dan pendinginan medan, prilaku super-spin glass dapat diamati
pada interaksi dipolar yang kuat dan menghilang dengan berkurangnya interaksi dipolar. Dengan
mengatur rasio massa 2 dan nanopartikel 2 4 secara tepat, koersivitas yang besar (3056 oe)
dan / (0,63) dapat diperoleh. Usaha ini sangat berarti dalam mengungkapkan mekanisme yang
mendasari sistem magnetik berukuran nano dan meningkatkan performa magnetis.

Anda mungkin juga menyukai