Anda di halaman 1dari 6

SISTEM SOSIAL

TEORI KONFLIK SOSIAL

OLEH : RISMA R
NIM : 083001300036

FAKULTAS ARSITEKTUR LANSEKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JURUSAN PLANOLOGI

2013
PENGERTIAN TEORI KONFLIK
Teori konflik merupakan perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang
membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi yang
berbeda dengan kondisi semula. Teori ini berdasarkan pada pemilikan sarana produksi sebagai unsur
pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.

TEORI KARL MARX


Dalam pandangan Karl Marx kehidupan sosial merupakan :

1. Masyarakat serbagai arena yang didalamnya terdapat berbagai bentuk pertetangan.


2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berbagai
pihak kepada kekuatan yang dominan.
3. Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memelihara
lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi (property), perbudakan (slavery), kapital yang
menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam
masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara
kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan demikian, titik tumpu dari konflik sosial
adalah kesenjangan sosial.
4. Negara dan hukum dlihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa
(kapitalis) demi keuntungan pribadi.
5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan
sendiri yang bertentangan satu sama lain.

Menurut teori Karl Marx pendekatan konflik terdiri dari 2 kelas yaitu :

Masyarakat didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (properti). Berdasarkan teorinya,
Marx membedakan kelompok menjadi 2 yaitu :

1. Kelas Borjuis : kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yaitu perusahaan
sebagai modal dalam usaha.
2. Kelas Proletar : kelompok yang tidak memiliki suasana dan alat produksi maka hanya
menjual tenaga untuk memenuhi kebutuhan.

Dalam masyarakat terdapat sebuah pertentangan yang melibatkan pihak-pihak tertentu. Negara
merupakan pihak aktif pada kekuatan dominan. Hukum diatur oleh kelas berkuasa atau kelas
dominan berbentuk paksaan digunakan sebagai alat untuk mempertahankan dan menambah
kekuasaan pribadi serta sebagai alat penindasan. Setiap kelas memiliki kepentingan sendiri yang
saling bertentangan dan mengakibatkan konflik terjadi. Kepemilikan dan Kontrol sarana- sarana
berada dalam satu individu- individu yang sama atau kelopok dominan.
TEORI RALF DAHRENDORF

Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi
pada abad kesembilan belas. Ia memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri
semenjak abad kesembilan belas. Diantaranya:
1. Dekomposisi modal
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang
banyak, dimana tak seorang pun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari
dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga.

2. Dekomposisi Tenaga kerja


Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang
mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa
orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah
zaman keahlian dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai
untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik.

3. Timbulnya kelas menengah baru


Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana
para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah.

Pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Menurutnya,
ada dasar baru bagi pembentukan kelas yaitu sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi
dan sebagai dasar perbedaan kelas itu. Hubungan-hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan
dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.

Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak
kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat
dua kelas sosial yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Dalam analisisnya Dahrendorf
menganggap bahwa pertentangan kelompok mungkin paling mudah di analisis bila dilihat sebagai
pertentangan mengenai ligitimasi hubungan-hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi,
kepentingan kelompok penguasa merupakan nilai-nilai yang merupakan ideologi keabsahan
kekuasannya, sementara kepentingan-kepentingan kelompok bawah melahirkan ancaman bagi
ideologi ini serta hubungan-hubungan sosial yang terkandung di dalamnya.

Dahrendorf berpendapat tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol. Bagi
pembentukan kelas sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi dan sebagai dasar
perbedaan kelas. Menurutnya hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan
menyediakan unsur bagi kelahiran kelas. Pertentangan kelompok akan menjadi paling mudah di
analisis bila dilihat sebagai pertentangan mengenai ligitimasi hubungan-hubungan kekuasaan
antara kelompok penguasa dan kelompok bawah.
TEORI JONATHAN TURNER
Jonathan Turner merumuskan teori konflik dalam tiga pandangannya yaitu :
a. Tidak ada definisi yang jelas tentang teori konflik sehingga tidak dapat dibedakan karena
pengunaan istilah,
b. Teori konflik mengambang karena analisisnya tidak dijelaskan
c. Teori konflik sulit terlepas dari teori fungsional karena merupakan reaksi dari teori struktur
fungsional.

Jonathan Turner menguraikan proses terjadinya konflik terdiri atas Sembilan tahap, yaitu :
1. Sistem sosial tersusun atas sejumlah unit yang saling tergantung satu sama lain.
2. Ada ketidaksamaan distribusi mengenai sumber-sumber langkah yang bernilai di antara
unit-unit tersebut.
3. Unit-unit yang menerima pembagian sumber-sumber secara tidak proporsional mulai
mempersoalkan legitimasi dari sistem sosial yang ada.
4. Masyarakat yang tidak berpunya mulai menyadari bahwa ada kepentingan bagi mereka
untuk mengubah sistem lokasi sumber-sumber yang ada.
5. Mereka yang tidak berpunyai mulai menjadi emosional.
6. Secara berkala muncul ledakan frustrasi, seringkali tidak terorganisasi.
7. Intensitas keterlibatan mereka dalam konflik semakin meningkat dan keterlibatan tersebut
semakin emsosional.
8. Berbagai upaya dibuat untuk mengorganisasikan keterlibatan kelompok tak berpunya dalam
konflik tersebut.
9. Akhirnya, konflik terbuka dalam berbagai tingkat kekerasan terjadi diantara mereka yang
tidak berpunya dan mereka yang berpunya.

TEORI LEWIS COSER


Menurut teori Coser konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih
kelompok. Ia menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan keutuhan kelopok. Konflik
dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak
lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang
tanpa itu hubungan-hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam.
Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk
mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah
institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. Menurut Coser konflik
dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi
dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang
ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok
kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis,
tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser
menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu
gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan
pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang
seharusnya menjadi lawan mereka.

Lewis Coser menyebutkan beberapa fungsi konflik :


1. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar
2. Konflik dengan kelopok lainnya dapat menghasilkan solidaritas didalam kelompok tersebut
dan solidaritas itu bisa menghantarnya kepada aliansi-aliansi dengan kelopok lain.
3. Konflik dapat menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolasi menjadi berperan
secara aktif.
4. Konflik juga bisa berfungsi untuk berkomunikasi yaitu dengan mengeluarkan pendapat
dengan cara tukar pikiran.

TEORI C. WRIGHT MILLS

Teori yang digunakan oleh Mills bersifat polemis dan menyerang kelompok-kelompok tertentu
sehingga banyak yang tidak suka dengannya. Kebanyakn ia menyeang kelompok intelektual karena
mengabaikan tanggung jawab sosialnya dan mengabdikan dirinya pada penguasa padhal dibelakang
layar mereka mengatakan bahwa mereka itu bebas nilai.

Mills yakin bahwa menciptakan suatu masyarakat yang baik atas dasar pengetahuan merupakakan
tanggung jawab kaum intelektual.
Tema-tema yang disusun secara khusus dalam Sosiologi Mills adalah hubungan antara alienasi dan
birokrasi dan kekuasaan kaum elite.
a. Alienasi Birokrasi
Mills berpendapat bahwa kesulitan ekonomiyang dialami oleh pekerja di masa lampau yang
saat ini telah diganti oleh ketidakpuasan psikologis yang berakar pada alienasi kaum pekerja
dari apa yang mereka kerjakan. Dalam masyarakat modern, pemilik kekuasaan
menggunakan kekuasaannya secara tersembunyi untuk melakukan manipulasi demi
keuntungan pribadi. Menurutnya, secara politis orang bersikap apatis karena adanya
tekanan dari media massa yang bersifat basa basi serta karena dijauhkan dari nilai-nilai
tradisi dan akar budaya.
b. Kekuasaan Kelompok Elite
Menurut Mills kelompok elite yang berkuasa terdiri dari orang-orang yang memproduksi
posisi dominan dalam bidang politik, militer, dan ekonomi. Ketiga bidang itu memiliki
hubungan satu sama lain sehingga orang yang berkuasa pada bidang masing-masing bekerja
sama untuk menciptakan kelompok elite yang berkuasa. Mills percaya bahwa kekuasaan bisa
didasarkan atas faktor-faktor lain dan bukan pada hak milik semata-mata, namun demikian
kepentingan yang sama pada kelompok elite itu telah mempersatukan mereka dan
mempertahankan ekonomi penting.
Mills berpendapat bahwa kelompok elite yang cenderung melihat masyarakat terbagi
secara tajam antara kelompok yang berkuasa dan kelompok yang tidak berkuasa.
Menurutnya, efek dari struktur sosial terhadap kehidupan, dan manipulasi manusia oleh
media massa. Ia berpendapat bahwa, hak milik pribadi bukan sebagai satu-satunya
sumber kejatahatan didalam masyarakat. Kepemilikan alat-alat produksi dalam skala
kecil dan kenyataan tentang adanya kelompokpengusaha kecil yang mandiri berguna
untuk mempertahankan kebebasan dan keamanan.

Anda mungkin juga menyukai