Anda di halaman 1dari 15

c 


 
 
Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih
ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer
tidak berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan banyak yang merupakan
akibat kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari
penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.
Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering mengalami
infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu
pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle
cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan
keganansan.

c  
Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih
dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait pada X-linked recessive, resesif
autosomal, atau dominan autosomal (Tabel 28-1).
c   
 
 
   Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak
jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase
adenosin)Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek
tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia abnormalitas
rantai epsilon pada reseptor sel T)Kelainan multifaktorial dengan
kerentanan genetik (misal common variable immunodeficiency)
 
Imunosupresan (kortikosteroid,
siklosporin)Antikonvulsan (fenitoin)
c  
 Malnutrisi ( misal
kwashiorkor)crotein losing enteropathy (misal limfangiektasia
intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II)
Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)
!  
 Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi
IgA selektif (trisomi 18)
 
Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella
)Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)
J ikutip dengan modifikasi dari Stiehm dkk, 2005)

!
 
c 
Pada awalnya penamaan imunodefisiensi melekat pada nama penemu, tempat kasus ditemukan, pola
imunoglobulin, atau dugaan patomekanisme. Karenanya dapat terjadi ada dua penamaan pada penyakit
defisiensi yang sama, dan sering menimbulkan kerancuan. Karenanya International Union of
Immunological Societies (IUIS, dahulu WHO Expert Committee) membuat nomenklatur penyakit
defisiensi imun primer dan sekunder seperti pada tabel berikut.
    
 
  
    
!  c   
 !  c   

 
 
    AR 1.? Teleangiektasis-ataksia AR?
  2.? Anomali DiGeorge AR
1.?  agamaglobulinemia AR 3.? Defisiensi CD4 primer AR
2.? AR agamaglobulinemia AR 4.? Defisiensi CD7 primer AR
3.? Sindrom hiper IgM AR 5.? Defisiensi I -2 
4.?  AR 6.? Defisiensi sitokin
5.? Defek AID ? multipel
6.? Defek CD40 Variabel 7.? Defisiensi signal
7.? Defek AR lainnya ? transduksi
8.? Delesi gen Ig rantai Variabel   
 

berat ? 1.? Penyakit
9.? Mutasi defisiensi rantai granulomatosa kronik
!  c   
 !  c   

2.? 
10.?Defisiensi selektif kelas 3.? AR
IgG 1.? Defisiensi
11.?Defisiensi selektif IgA phox p22
12.?Defisiensi antibodi 2.? Defisiensi
dengan kadar Igs phox P47
normal atau meningkat 3.? Defisiensi
13.?Imunodefisiensi variasi phox P57
umum 4.? Defek adesi
14.?Hipogamaglobulinemia leukosit 1
transien pada bayi 5.? Defek adesi
leukosit 2
6.? Defisiensi
neutrofil G6PD
  
 
 
  AR 1.? Defisiensi ARARAR
1.? T-B+ SCID AR mieloperoksidase AR
2.? -linked (defisiensi c) AR 2.? Defisiensi granul AR
1.? Resesif AR sekunder AR
autosomal AR 3.? Sindrom Schwachman AR
(defisiensi Jak3) AR 4.? Neutropenia kongenital AD
3.? T-B+ SCID AR berat (Kostmann) AR
4.? Defisiensi RAG-1/2 AR 5.? Neutropenia siklik AR
5.? Defisiensi ADA AR (defek elastase) AD
6.? Disgenesis retikular AR 6.? Defek leukosit AD
7.? Defek artemis AR mikobakterial
8.? T-B+ SCID AR Defisiensi IFN-R1 atau R2
9.? Sindrom Omenn Defisiensi IFN-R1
10.?Defisiensi I -2R Defisiensi I -12R1
11.?Defisiensi fosforilase Defisiensi I -12p40
purin nukleosida Defisiensi STAT1
12.?Defisiensi MHC kelas II   
 
 
13.?Defisiensi MHC kelas I  
disebabkan oleh defek   
TAP-2 1.? Defisiensi Fas
14.?Defisiensi CD3 atau 2.? Defisiensi ligan Fas
CD3 3.? Defisiensi F ICA atau
15.?Defisiensi CD8 (defek caspase 8
ZAP-70) 4.? Tidak diketahui
(defisiensi caspase 3)
  
 

    
 
  41. AR
19. Sindrom Wiskott- Defisiensi C1q
Aldrich
 
 
   ARAR 1.? Retardasi AR
! " AR pertumbuhan, anomali 
1.? Defisiensi C1r AR wajah dan
2.? Defisiensi C4 AR imunodefisiensi
3.? Defisiensi C2 AR 2.? Progeria (Sindrom
4.? Defisiensi C3 AR Hutchinson-Gilford)
5.? Defisiensi C5 AR monodefisiensi dengan defek
6.? Defisiensi C6 AR dermatologi
7.? Defisiensi C7  1.? Albinisme parsial
8.? Defisiensi C8 AD 2.? Diskeratosis kongenital
9.? Defisiensi C8 AR 3.? Sindrom Netherton
10.?Defisiensi C9 AR 4.? Enterohepatika
11.?Inhibitor C1 AR akrodermatitis
!  c   
 !  c   

12.?Defisiensi faktor I  5.? Displasia ektoderma
13.?Defisiensi faktor H anhidrotik
14.?Defisiensi faktor D 6.? Sindrom Papillon-
15.?Defisiensi properdin efevre
0  
 
  efek metabolik herediter
  1.? Defisiensi
 
    transkobalamin 2
nstabilitas kromosom atau 2.? Asidemia metilmalonik
defek perbaikan 3.? Asiduria orotik
1.? Sindrom Bloom herediter tipe 1
2.? Anemia Fanconi 4.? Defisiensi karboksilase
3.? Sindrom ICF biotin-dependen
4.? Sindrom kerusakan 5.? Manosidosis
Nijmegen 6.? Penyakit penyimpanan
5.? Sindrom Seckel glikogen, tipe 1b
6.? Pigmentosum 7.? Sindrom Chediak-
eroderma Higashi
efek kromosom ^iperkatabolisme
1.? Sindrom Down imunoglobulin
2.? Sindrom Turner 1.? Hiperkatabolisme
3.? Delesi kromosom cincin familial
18 2.? imfangiektasia
bnormalitas skeletal intestinal
1.? Short-limbed skeletal ^  
 

dysplasia 1.? Sindrom hiper IgE
2.? Hipoplasia rambut- 2.? Kandidiasis
kartilago mukokutaneus kronik
munodefisiensi dengan 3.? Kandidiasis
retardasi pertumbuhan umum mukokutaneus kronik
1.? Displasia imuno-oseus dengan
Schimke poliendokrinopati
2.? Imunodefisiensi tanpa (APECED)
ibu jari 4.? Hiposplenia herediter
3.? Sindrom Dubowitz atau kongenital atau
asplenia
5.? Sindrom Ivemark
6.? Sindrom IPE
7.? Displasia ektodermal
(defek NEMO)
= autosomal dominan; = adenosine deaminase; = activation -induced cytidine deaminase;
= autosomal recessive, capsace = cysteinyl; aspartate = specific proteinase; FL = Fas-
associating protein with death domain-like l-1 converting enzyme; G6c = glucose 6-phosphate
dehydorgenase; F = immunodeficiency, centromeric instability, facial anomalies; FN = interferon; g
= immunoglobulin; L = interleukin; cX = immune dysregulation, polyendocrinopathy, enteropathy;
M^ = major histocompatibility complex; NMO = -gamma; S = severe combined
immunodeficiency; Tc-2 = transporter associated with antigen presentation, XL = X-linked
J ikutip dengan modifikasi dari S Scientific ommittee, 2003)

!
 
 
 
  
 
 
  
"Hipogamaglobulinemia x-linked
(hipogamaglobulinemia kongenital)Hipogamaglobulinemia transien
(pada bayi)Defisiensi imun tak terklasifikasi, umum, bervariasi
(hipogamaglobulinemia didapat)
Defisiensi imun dengan hiperIgM
Defisiensi IgA selektif
Defisiensi imun IgM selektif
Defisiensi sub kelas IgG selektif
Defisiensi sel B sekunder berhubungan dengan obat, kehilangan
protein
Penyakit limfoproliferatif x-linked

 
 
 
 
#"Aplasia timus kongenital (sindrom
DiGeorge)Kandidiasis mukokutaneus kronik (dengan atau tanpa
endokrinopati)Defisiensi sel T berhubungan dengan defisiensi purin
nukleosid fosforilase
Defisiensi sel T berhubungan dengan defek glikoprotein membran
Defisiensi sel T berhubungan dengan absen MHC kelas I dan atau
kelas II (sindrom limfosit telanjang)
 
 
   
"
 

#"Defisiensi imun berat gabungan (autosom resesif, x-linked,
sporadik)Defisiensi imun selular dengan gangguan sintesis
imunoglobulin (sindrom Nezelof)Defisiensi imun dengan ataksia
teleangiektasis
Defisiensi imun dengan eksim dengan trombositopenia (sindrom
Wiskott-Aldrich)
Defisiensi imun dengan timoma
Defisiensi imun dengan short-limbed dwarfism
Defisiensi imun dengan defisiensi adenosin deaminase
Defisiensi imun dengan defisiensi nukleosid fosforilase
Defisiensi karboksilase multipel yang tergantung biotin
Penyakit graft-versus-host
Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS)


 
Penyakit granulomatosis kronikDefisiensi glukosa-6-
fosfat dehidrogenaseDefisiensi mieloperoksidase
Sindrom Chediak-Higashi
Sindrom Job
Defisiensi tuftsin
Sindrom leukosit malas
Peninggian IgE, defek kemotaksis dan infeksi rekuren
J ikutip dari  mman, 1991)

 
 
 
c   
 
 

  "   $

<2 Transient hypogammaglobulinaemia of Dapat terjadi, namun
infancyX-linked jarangDapat terjadi, namun
agammaglobulinaemia^yper-gM with jarang
immunoglobulin deficiency
3-15 Selective antibody deficienciesommon
variable immunodeficiencySelective g
deficiency
16-50 Selective antibody
deficienciesommon variable
immunodeficiencySelective g
deficiency
> 50 ntibody deficiencies with
thymoma
J ikutip dengan modifikasi dari hapel ^, 1999)
?
?
?
?
    ? ?
Antibodi IgG maternal secara aktif ditransfer melalui plasenta ke sirkulasi fetal mulai dari bulan
ke-4 gestasional dan mencapai puncaknya saat 2 bulan terakhir. Saat lahir, bayi mempunyai kadar IgG
serum yang sama dengan ibu. Katabolisme IgG maternal hanya dikompensasi sebagian oleh IgG yang
dibentuk bayi. Periode 3-6 bulan merupakan fase hipogamaglobulinemia fisiologik. Bayi normal tidak
terlalu rawan terhadap infeksi karena masih terdapat antibodi yang berfungsi meskipun kadar IgG rendah.
Namun kadar IgG akan sangat kurang apabila IgG yang didapat dari ibu sedikit, seperti pada
prematuritas. Bayi-bayi yang lahir pada minggu gestasi ke 26-32 mungkin membutuhkan perawatan
intensif agar dapat bertahan hidup, di sisi lain perawatan invasif dapat meningkatkan risiko infeksi. Terapi
pengganti imunoglobulin dapat bermanfaat pada bayi berat lahir rendah di negara dengan prosedur invasif
dan insidens infeksi bakteri cukup tinggi, sampai bayi tersebut mampu memproduksi antibodi protektif
sendiri.
Hipogamaglobulinemia transien juga dapat terjadi bila bayi lambat dalam memproduksi IgG.
Dengan menurunnya kadar IgG serum yang diperoleh dari ibu, bayi lebih rawan mendapat infeksi
piogenik rekuren. Pembentukan IgG secara spontan dapat membutuhkan waktu berbulan-bulan. Keadaan
ini harus dapat dibedakan dari hipogamaglubulinemia patologik, karena ada perbedaan tatalaksana. Pada
sebagian besar bayi, bayi tetap sehat dan tidak memerlukan terapi spesifik, bahkan jika kadar
imunoglobulin di bawah ambang normal. Apabila terjadi infeksi berat, dapat diberikan antibiotik
profilaksis. Hal ini mungkin dibutuhkan dalam jangka waktu 1-2 tahun sampai sintesis IgG endogen
mencukupi.
?
?     ? ?
Anak laki-laki dengan X-linked agammaglobulinaemia JXL) biasanya menunjukkan infeksi
piogenik rekuren antara usia 4 bulan sampai 2 tahun, biasanya rawan terhadap infeksi enterovirus yang
dapat mengancam nyawa.
Pada sebagian besar pasien, sel B matur tidak ada namun jumlah sel T normal atau bahkan
meningkat. Tidak ditemukan sel plasma pada sumsum tulang, nodus limfe atau saluran cerna. Diferensiasi
sel pre-B menjadi sel B tergantung pada enzim tirosin kinase (dikenal dengan Brutons tyrosin kinase,
Btk), yang mengalami defisiensi pada pasien  A (Gambar 28-2). Gen untuk enzim ini terletak pada
lengan panjang kromosom  dan ekspresinya hanya terbatas pada perkembangan sel B.
Diagnosis berdasarkan pada penemuan kadar semua isotop imunoglobulin serum yang sangat
rendah, tidak adanya limfosit B matur di sirkulasi dan mutasi gen Btk. Identifikasi gen dapat berguna
dalam mengidentifikasi perempuan karier yang asimtomatik, dan dilakukan saat prenatal. Tatalaksana
berupa imunoglobulin pengganti.
?

 ?  ?
Beberapa anak dengan defisiensi antibodi mempunyai kadar IgM serum yang normal atau meningkat.
Anak-anak tersebut juga mempunyai risiko tambahan terhadap infeksi cneumocystis carinii, yang secara
normal terjadi pada defek sel T. Hal ini menunjukkan defek pada defisiensi antibodi ini tidak hanya
terbatas pada defek sel B. Penyakit terkait kromosom  ini disebabkan oleh kegagalan molekul aksesori
ligan CD40 pada sel T, yang bereaksi dengan CD40 pada sel B untuk merangsang perubahan IgM
menjadi IgG atau IgA pada sel B yang terstimulasi antigen (Gambar 28-2). Tatalaksana berupa
imunoglobulin pengganti dan uji genetik untuk perempuan karier.
?
 ??  
ommon variable immunodeficiency J ) merupakan penyakit heterogen yang terjadi dapat pada anak
atau dewasa. Banyak pasien tidak terdiagnosis sampai usia dewasa. Sebagian besar pasien CVID
mempunyai kadar IgG dan IgA serum yang sangat rendah dengan kadar IgM normal atau sedikit menurun
dan jumlah sel B yang normal. Meskipun jarang terjadi, namun CVID merupakan defisiensi antibodi
primer simtomatik yang paling umum terjadi. Terapi berupa imunoglobulin pengganti.
?
?  ?
Defisiensi selektif salah satu atau lebih subklas IgG sering tidak terdeteksi karena kontribusi IgG1
terhadap IgG total yang relatif besar (70%) sehingga dapat mempertahankan kadar IgG normal.
Aktivitas utama subklas antibodi menentukan jenis infeksi. Antibodi IgG2 mendominasi respons
antibodi pada anak lebih tua dan dewasa terhadap antigen polisakarida, seperti pada organisme berkapsul,
contohnya Streptococcus pneumoniaedan ^aemophilus influenzae. Oleh karena itu defisiensi IgG2
menyebabkan individu terpajan terhadap infeksi saluran nafas berulang, septikemia pneumokokus atau
meningitis. Respons antibodi terhadap antigen protein seperti virus atau toksoid, dikaitkan dengan subklas
IgG1 dan IgG3. Pada pasien dengan defisiensi salah satu subklas IgG, peningkatan kadar subklas IgG lain
akan mengkompensasi untuk menjaga kadar IgG normal.
Anak di bawah 2 tahun tidak berespons terhadap antigen polisakarida dan mempunyai kadar IgG2
yang rendah. Respons antibodi spesifik IgG2 berkembang perlahan dan mencapai kadar puncak seperti
dewasa pada usia 4-6 tahun. Oleh karena itu, anak usia muda rawan terkena infeksi oleh organisme
berkapsul polisakarida. Defisiensi IgG1 dan IgG3 biasa terjadi bersamaan, menyebabkan resposn imun
yang kurang baik terhadap antigen protein dan dikaitkan dengan infeksi rekuren. Defisiensi subklas IgG
juga dikaitkan dengan defisiensi IgA dan dikaitkan dengan masalah paru.
?
? !?
Defek ini merupakan defek primer yang sering ditemukan pada imunitas spesifik. Defek ditandai dengan
kadar IgA serum yang sangat rendah atau tidak terdeteksi dengan konsentrasi IgG dan IgM yang normal.
Defisiensi IgA selektif menyebabkan individu terpajan pada infeksi bakteri rekuren, penyakit autoimun
dan intoleransi makanan (susu). Sekitar 1/5 pasien dengan defisiensi IgA selektif mempunyai antibodi
terhadap IgA, sehingga dapat terjadi reaksi simpang setelah tranfusi darah atau plasma.
?
"
?? 
Terdapat berbagai variasi komplikasi pada pasien dengan defisiensi antibodi. Sepsis kronik pada saluran
nafas atas dan bawah dapat menyebabkan otitis media kronik, ketulian, sinusitis, bronkiektasis, fibrosis
pulmonal dan kor pulmonal. Penyakit gastrointestinal ringan seperti sindrom anemia pernisiosa lebih
umun terjadi, namun berbeda dengan anemia pernisiosa klasik. Pada anemia ini tidak terdapat
autoantibodi terhadap sel parietal dan faktor intrinsik serta terdapat atrofi gastritis pada seluruh lambung
tanpa antral sparing. Diare, tanpa atau dengan malabsorpsi, lebih sering disebabkan oleh
infestasi Giardia lamblia, pertumbuhan bakteri berlebihan di usus kecil atau infeksi persisten
oleh ryptosporidium, ampylobacter,rotavirus atau enterovirus. Fenomena autoimun merupakan
kejadian yang umum, sebanyak 15% muncul sebagai anemia hemolitik autoimun dan trombositopenia
autoimun. Artropati terjadi pada 12% defisiensi antibodi. Beberapa pasien dapat terkena artritis kronik
pada sendi besar dan artritis monoartikular tanpa terdapat faktor reumatoid.
Pasien dengan X-linked agammaglobulinaemia dan CVID rawan terhadap infeksi kronik echovirus, dan
menyebabkan meningoensefalitis persisten. Pasien dengan defisiensi imun yang melibatkan imunitas
humoral dan/atau seluler mempunyai risiko 10-200 kali lipat untuk terkena penyakit keganasan.

! 
 
 
 
#

Depresi imunitas sel T biasanya disertai dengan variasi abnormalitas fungsi sel B. Hal ini menunjukkan
kerjasama sel T dan B dalam produksi antibodi terhadap sebagian antigen. Defisiensi berat ini biasanya
muncul dalam bulan pertama kehidupan (Tabel 28-5). Bayi yang sama sekali gagal dalam fungsi limfosit
T dan B akan terkena defisiensi imun kombinasi berat Jsevere combined immunodeficiency, S ) (Tabel
28-6).
# 
 
  
 
Terdapat pada minggu atau bulan pertama kehidupanSering
terjadi infeksi virus atau jamur dibandingkan bakteriDiare
kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)Infeksi
respiratorius dan oral thrush umum terjadi
Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
imfopenia ditemui pada hampir semua bayi
J ikutip dengan modifikasi dari hapel ^, 1999)

  

#

!
   
 c 

!    !  
T- B+ SCID Kegagalan CMI Defisiensi  40% kasus
linkedResesif dan antibodiSel NK reseptor I linkedResesif SCID5% kasus
autosom abnormalKegagalan (rantai autosom SCID
CMI dan antibodi )Defisiensi
Sel NK abnormal sitokin kinase
T- B- Kegagalan CMI Tidak ada Resesif 20% kasus
SCIDResesif dan diferensiasi autosomResesif SCID20% kasus
autosomDefisiensi antibodiKegagalan karena defek autosomResesif SCIDKemungkinan
adenosin CMI dan RAG1/2Defek autosom hidup tidak ada
deaminase antibodiKegagalan struktur koding
(ADA)Disgenesis CMI, antibodi dan untuk ADA
retikular fagosit menyebabkan
akumulasi
metabolit toksik
di limfoblas (T
& B)Tidak ada
sel stem
Defisiensi MHC Sel T dan B Kegagalan Resesif autosom Jarang
kelas I Jbare normal, namun ekspresi antigen
lymphocyte CMI dan antibodi MHC kelas I
syndrome) rusak karena defek
transkripsi TAP-
2
Defisiensi MHC Kegagalan Defek transkripsi Resesif autosom < 5% kasus SCID
kelas II presentasi antigen protein MHC
ke sel T CD4+ kelas II
Defisiensi Kegagalan aktivasi Defek Resesif Jarang
CD3 Kegagalan sel T CD4+ transkripsi Defek autosom Resesif
aktivasi transduksi autosomTidak
CD3Defisiensi signal, seperti diketahui
I -2 defisiensi ZAP-
70Gagal
produksi sitokin
CMI, cell mediated immunity I , interleukin RAG, recombination activation genes TAP, transporter
associated with antigen processing ZAP-70, suatu tirosin kinase intraseluler
J ikutip dengan modifikasi dari hapel ^, 1999)

   
%

 
Imunitas humoral spesifik membutuhkan mekanisme efektor non-spesifik untuk kerjanya.
Mikroorganisme yang telah diopsonisasi oleh antibodi IgG siap untuk terikat dan difagosit oleh sel
fagosit. isis bakteri yang tergantung komplemen juga membutuhkan jalur komplemen berfungsi dengan
baik, demikian pula pada kompleks antibodi-komplemen.
?
#? ? 
Peran utama neutrofil adalah memfagosit, menghancurkan dan mengolah mikroorganisme yang
menginvasi, terutama bakteri dan jamur. Defek pada neutrofil dapat bersifat kuantitatif (neutropenia) atau
kualitatif (disfungsi neutrofil), namun manifestasi klinisnya sama.
Jumlah neutrofil yang bersirkulasi normalnya melebihi 1,5109/l. Neutropenia ringan biasanya
asimtomatik, namun derajat sedang sampai berat dihubungkan dengan peningkatan risiko dan keparahan
infeksi (infeksi akan mengancam nyawa bila jumlah neutrofil di bawah 0,5109/l). Neutropenia lebih
umum ditemukan dibandingkan disfungsi neutrofil, dan penyebab sekunder neutropenia lebih umum
dibandingkan penyebab primernya, namun bentuk primer (kongenital) ini bersifat fatal (Tabel 28-7).
Neutropenia sering terjadi akibat efek samping dari kemoterapi untuk penyakit keganasan.
     
a. Penurunan produksi dengan hipoplasia sumsum
1.? Primer
@? Neutropenia kronik jinak
@? Neutropenia siklikal
@? Bentuk kongenital lainnya dan neutropenia familial
2.? Sekunder
? Obat sitotoksik
? eukemia
? Anemia aplastik
? Infeksi
? Reaksi obat
b. Peningkatan destruksi dengan hiperplasia sumsum
1.? Hipersplenisme
2.? Neutropenia imun
J ikutip dengan modifikasi dari hapel ^, 1999)
Fungsi neutrofil dapat dibagi dalam beberapa stadium dan defek kualitatif dapat diklasifikasikan sesuai
tahapan fungsi yang terganggu. Pergerakan neutrofil yang menurun dapat timbul tanpa dikaitkan dengan
defek fagositosis dan mekanisme penghancuran. Fungsi opsonisasi yang kurang karena defisiensi antibodi
berat atau kadar C3 yang rendah dapat meningkatkan kerawanan terhadap infeksi, hal ini diperberat bila
neutrofil mempunyai fungsi fagosit yang buruk, baik primer atau sekunder.
Apabila mekanisme penghancuran intraseluler gagal, bakteri yang difagosit dapat bertahan dan
berproliferasi di dalam lingkungan intraseluler, bebas dari efek antibodi dan antibiotik. Contohnya adalah
sindrom penyakit granulomatosa kronikJchronic granulomatous disease, G ), yang timbul akibat
kegagalan produksi radikal oksigen bakterisidal selama proses respiratory burst dalam aktivasi
fagositosis. Tipe klasik CGD diturunkan sebagai kelainan X-linked recessive, dan biasanya muncul dalam
2 bulan pertama, meskipun diagnosis mungkin baru ditegakkan saat dewasa muda. Komplikasi yang
muncul dapat berupa limfadenopati regional, hepatosplenomegali, abses hepar dan osteomielitis.
Tatalaksana CGD meliputi antibiotik profilaksis (biasanya kotrimoksazol) dan antifungal bila diperlukan.
?
#?
 
Aktivitas komplemen yang rusak biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit yang menggunakan
komplemen melalui jalur klasik atau alternatif. Contohnya adalah penyakit lupus eritematosus sistemik
yang mengkonsumsi jalur klasik kompenen komplemen C1, C4 dan C2 dan mengakibatkan rusaknya
kemampuan komplemen untuk melarutkan kompleks imun.
Pada manusia, defisiensi komponen komplemen yang diturunkan dikaitkan dengan sindrom
klinik. Banyak pasien dengan defisiensi C1, C4 atau C2 mempunyailupus-like syndrome, seperti ruam
malar, artralgia, glomerulonefritis, demam atau vaskulitis kronik dan infeksi piogenik rekuren.
Antinuklear dan antibodi anti-dsDNA dapat tidak ditemukan. Adanya defisiensi komponen komplenen
jalur klasik ini menurunkan kemampuan individu untuk eliminasi kompleks imun.
Pasien dengan defisiensi C3 dapat terjadi secara primer atau sekunder, contohnya defisiensi
inhibitor C3b, seperti faktor I atau H akan meningkatkan risiko untuk terkena infeksi bakteri rekuren.
Individu biasanya terkena infeksi yang mengancam nyawa, seperti pneumonia, septikemia dan
meningitis.
Terdapat hubungan kuat antara defisiensi C5, C6, C7, C8 atau properdin dengan infeksi neiseria
rekuren. Biasanya pasien mempunyai infeksi gonokokus rekuren, terutama septikemia dan artritis, atau
meningitis meningokukos rekuren.
Defisiensi inhibitor C1 merupakan defisiensi sistem komplemen diturunkan yang paling sering
dan penyebab angioedema herediter.

 
 
 
  
Penyebab sekunder defisiensi imun lebih umum dibandingkan penyebab primer. Kadar komponen imun
yang rendah menunjukkan produksi yang menurun atau katabolisme (hilangnya komponen imun) yang
dipercepat.
Hilangnya protein yang sampai menyebabkan hipogamaglobulinemia dan hipoproteinemia terjadi
terutama melalui ginjal (sindrom nefrotik) atau melalui saluran cerna (protein-losing enteropathy).
Hilangnya imunoglobulin melalui renal setidaknya bersifat selektif parsial, sehingga kadar IgM masih
dapat normal meskipun kadar IgG serum dan albumin menurun. Protein juga dapat hilang dari saluran
cerna melalui penyakit inflamatorius aktif seperti penyakit Crohn, kolitis ulseratif dan penyakit seliak.
Kerusakan sintesis paling nampak pada malnutrisi. Defisiensi protein menyebabkan perubahan
yang mendalam pada banyak organ, termasuk sistem imun. Kerusakan produksi antibodi spesifik setelah
imunisasi, dan defek pada imunitas seluler, fungsi fagosit dan aktivitas komplemen dihubungkan dengan
nutrisi yang buruk, dan membaik setelah suplementasi diet protein dan kalori yang cukup.
Pasien dengan penyakit limfoproliferatif sangat rentan terhadap infeksi. eukemia limfositik
kronik yang tidak diobati umumnya berhubungan dengan hipogamaglobulinemia dan infeksi rekuren
yang cenderung bertambah berat dengan progresifitas penyakit. imfoma Non-Hodgkin mungkin
berhubungan dengan defek pada imunitas humoral dan seluler. Penyakit Hodgkin biasanya berhubungan
dengan kerusakan yang nyata dari imunitas seluler, namun imunoglobulin serum masih normal sampai
fase akhir penyakit.
Risiko infeksi pasien dengan mieloma multipel 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok
kontrol. Frekuensi infeksi oportunistik pada pasien dengan keganasan diseminata menandakan adanya
defek imun, meskipun sulit membedakan efek imunosupresif dari penyakit ataupun efek pengobatan.
Obat imunosupresif mempengaruhi beberapa aspek fungsi sel, terutama limfosit dan polimorf, namun
hipogamaglobulinemia berat jarang terjadi. Pasien dengan obat untuk mencegah penolakan organ
transplan juga dapat timbul infeksi oportunsistik meskipun tidak biasa. Bentuk iatrogenik lain dari
defisiensi imun sekunder adalah yang berhubungan dengan splenektomi.
?
?
?
$ ?  
 
Individu yang secara alami atau medikal mengalami imunokompromais rentan terhadap infeksi. Sumber
infeksi dapat berasal dari patogen umum yang juga menginvasi pada individu sehat, dan juga dari agen
oportunistik. Dua hal penting dalam infeksi pada pejamu imunokompromais adalah sebagian besar infeksi
disebabkan oleh patogen umum yang biasanya dapat diidentifikasi dan dikontrol dengan terapi yang tepat.
Kedua, kesulitan terjadi karena organisme oportunistik sulit untuk diisolasi dan tidak berespons terhadap
obat yang tersedia.
Terdapat dua jalur masuk utama bagi organisme oportunistik, yaitu orofaring dan saluran cerna
bagian bawah. Paru menjadi tempat tersering dalam infeksi pada pejamu imunokompromais. Manifestasi
klinis berupa demam non-spesifik, dispnea dan batuk kering dengan gambaran foto dada infiltrat
pulmonal. Namun sarana penunjang seperti sputum dan kultur darah tidak banyak membantu, lebih
dipilih bilas bronkoalveolar, biopsi transbronkial dan biopsi paru terbuka. Pentingnya diagnosis dini dan
tatalaksana sangat ditekankan mengingat infeksi paru pada pasien imunokompromasi memiliki angka
mortalitas lebih dari 50%.

& # !   0 
Dalam penegakan diagnosis defisiensi imun, penting ditanyakan riwayat kesehatan pasien dan
keluarganya, sejak masa kehamilan, persalinan dan morbiditas yang ditemukan sejak lahir secara detail.
Riwayat pengobatan yang pernah didapat juga harus dicatat, disertai keterangan efek pengobatannya,
apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila pernah dirawat, operasi atau transfusi juga dicatat. Riwayat
imunisasi dan kejadian efek simpangnya juga dicari.
Walaupun penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis, secara klinis terdapat berbagai
tanda dan gejala yang dapat membimbing kita untuk mengenal penyakit ini (Tabel 28-8). Sesuai dengan
gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat diarahkan terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.
Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan dengan yang diturunkan, dan
90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk defisiensi antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya
terjadi mulai usia 4 bulan sampai 2 tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif
selama 3-4 bulan pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui autosom
resesif atauX-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi dibandingkan dengan defek
primer.
Pemeriksaan fisik defisiensi antibodi jarang menunjukkan tanda fisik diagnostik, meskipun dapat
menunjukkan infeksi berat sebelumnya, seperti ruptur membran timpani dan bronkiektasis. Tampilan
klinis yang umum adalah gagal tumbuh.
Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran imunoglobulin serum dapat
menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar. Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada
(agamaglobulinemia) jarang terjadi, bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG
yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti IgA
atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi antibodi spesifik setelah
imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan
antibodi monoklonal terhadap antigen sel B. Pada darah normal, sel-sel tersebut sebanyak 5-15% dari
populasi limfosit total. Sel B matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi
membedakan infantile X-linked agammaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer
dengan kadar sel B normal atau rendah.

0 !
  
 
 
0 !
! Infeksi saluran napas atas berulangInfeksi bakteri yang
beratPenyembuhan inkomplit antar episode infeksi, atau respons pengobatan inkomplit

0 !
! Gagal tumbuh atau retardasi tumbuhJarang ditemukan
kelenjar atau tonsil yang membesarInfeksi oleh mikroorganisma yang tidak lazim
esi kulit (rash, ketombe, pioderma, abses nekrotik/noma, alopesia, eksim, teleangiektasi,
warts yang hebat)
Oral thrush yang tidak menyembuh dengan pengobatan
Jari tabuh
Diare dan malabsorpsi
Mastoiditis dan otitis persisten
Pneumonia atau bronkitis berulang
Penyakit autoimun
Kelainan hematologis (anemia aplastik, anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia)
0 !!! Berat badan turunDemamPeriodontitis
imfadenopati
Hepatosplenomegali
Penyakit virus yang berat
Artritis atau artralgia
Ensefalitis kronik
Meningitis berulang
Pioderma gangrenosa
Kolangitis sklerosis
Hepatitis kronik (virus atau autoimun)
Reaksi simpang terhadap vaksinasi
Bronkiektasis
Infeksi saluran kemih
epas/puput tali pusat terlambat (> 30 hari)
Stomatitis kronik
Granuloma
Keganasan limfoid
J ikutip dari Stiehm, 2005)

c& !c'0
Pemeriksaan penunjang merupakan sarana yang sangat penting untuk mengetahui penyakit defisiensi
imun. Karena banyaknya pemeriksaan yang harus dilakukan (sesuai dengan kelainan klinis dan
mekanisme dasarnya) maka pada tahap pertama dapat dilakukan pemeriksaan penyaring dahulu, yaitu:
1.? Pemeriksaan darah tepi
1.? Hemoglobin
2.? eukosit total
3.? Hitung jenis leukosit (persentasi)
4.? Morfologi limfosit
5.? Hitung trombosit
2.? Pemeriksaan imunoglobulin kuantitatif (IgG, IgA, IgM, IgE)
3.? Kadar antibodi terhadap imunisasi sebelumnya (fungsi IgG)
1.? Titer antibodi Tetatus, Difteri
2.? Titer antibodi H.influenzae
4.? Penilaian komplemen (komplemen hemolisis total = CH50)
5.? Evaluasi infeksi ( aju endap darah atau CRP, kultur dan pencitraan yang sesuai)

angkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lanjutan berdasarkan apa yang kita cari (Tabel 28-9).

c 
!   
 
 
 
 
 
? $? 
%
Kadar IgG, IgM dan IgA
Titer isoaglutinin
Respon antibodi pada vaksin (Tetanus, difteri, H.influenzae)
? $?$%
Enumerasi sel-B (CD19 atau CD20)
Kadar subklas IgG
Kadar IgE dan IgD
Titer antibodi natural (Anti Streptolisin-O/ASTO, E.coli
Respons antibodi terhadap vaksin tifoid dan pneumokokus
Foto faring lateral untuk mencari kelenjar adenoid
? [%
Fenotiping sel B lanjut
Biopsi kelenjar
Respons antibodi terhadap antigen khusus misal phage antigen
g-survival in vivo
Kadar Ig sekretoris
Sintesis Ig in vitro
Analisis aktivasi sel
Analisis mutasi

 
 

#
? $?
%
Hitung limfosit total dan morfologinya
Hitung sel T dan sub populasi sel T : hitung sel T total, Th dan Ts
Uji kulit tipe lambat (CMI) : mumps, kandida, toksoid tetanus,
tuberkulin
Foto sinar  dada : ukuran timus
? $?$%
Enumerasi subset sel T (CD3, CD4, CD8)
Respons proliferatif terhadap mitogen, antigen dan sel alogeneik
H A typing
Analisis kromosom
? [%
dvance flow cytometry
Analisis sitokin dan sitokin reseptor
ytotoxic assay (sel NK dan CT )
Enzyme assay (adenosin deaminase, fosforilase nukleoside
purin/PNP)
Pencitraan timus dab fungsinya
Analisis reseptor sel T
Riset aktivasi sel T
Riset apoptosis
Biopsi
Analisis mutasi
 
 
 

? $?
%
Hitung leukosit total dan hitung jenis
Uji NBT (Nitro blue tetrazolium), kemiluminesensi : fungsi
metabolik neutrofil
Titer IgE
? $?$%
Reduksi dihidrorhodamin
hite cell turn over
Morfologi spesial
Kemotaksis dan mobilitas random
chagocytosis assay
Bactericidal assays
? [%
dhesion molecule assays (CD11b/CD18, ligan selektin)
Oxidative metabolism
nzyme assays (mieloperoksidase, G6PD, NADPH)
Analisis mutasi
 

  
? $?
%
Titer C3 dan C4
Aktivitas CH50
? $?$%
Opsonin assays
omponent assays
ctivation assays (C3a, C4a, C4d, C5a)
? [%
Aktivitas jalur alternatif
Penilaian fungsi(faktor kemotaktik, immune adherence)

c0#
Sesuai dengan keragaman penyebab, mekanisme dasar, dan kelainan klinisnya maka pengobatan penyakit
defisiensi imun sangat bervariasi. Pada dasarnya pengobatan tersebut bersifat suportif, substitusi,
imunomodulasi, atau kausal.
Pengobatan suportif meliputi perbaikan keadaan umum dengan memenuhi kebutuhan gizi dan kalori,
menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa, kebutuhan oksigen, serta melakukan usaha
pencegahan infeksi. Substitusi dilakukan terhadap defisiensi komponen imun, misalnya dengan
memberikan eritrosit, leukosit, plasma beku, enzim, serum hipergamaglobulin, gamaglobulin,
imunoglobulin spesifik. Kebutuhan tersebut diberikan untuk kurun waktu tertentu atau selamanya, sesuai
dengan kondisi klinis.
Pengobatan imunomodulasi masih diperdebatkan manfaatnya, beberapa memang bermanfaat dan ada
yang hasilnya kontroversial. Obat yang diberikan antara lain adalah faktor tertentu (interferon), antibodi
monoklonal, produk mikroba (BCG), produk biologik (timosin), komponen darah atau produk darah,
serta bahan sintetik seperti inosipleks dan levamisol.
Terapi kausal adalah upaya mengatasi dan mengobati penyebab defisiensi imun, terutama pada defisiensi
imun sekunder (pengobatan infeksi, suplemen gizi, pengobatan keganasan, dan lain-lain). Defisiensi imun
primer hanya dapat diobati dengan transplantasi (timus, hati, sumsum tulang) atau rekayasa genetik.

#
 
 

Terapi pengganti imunoglobulin Jimmunoglobulin replacement therapy) merupakan keharusan pada anak
dengan defek produksi antibodi. Preparat dapat berupa intravena atau subkutan. Terapi tergantung pada
keparahan hipogamaglobulinemia dan komplikasi. Sebagian besar pasien dengan hipogamaglobulinemia
memerlukan 400-600 mg/kg/bulan imunoglobulin untuk mencegah infeksi atau mengurangi komplikasi,
khususnya penyakit kronik pada paru dan usus. Imunoglobulin intravena (IVIG) merupakan pilihan
terapi, diberikan dengan interval 2-3 minggu. Pemantauan dilakukan terhadap imunoglobulin serum,
setelah mencapai kadar yang stabil (setelah 6 bulan), dosis infus dipertahankan di atas batas normal.

#
  

  
Tatalaksana pasien dengan defek berat imunitas seluler, termasuk SCID tidak hanya melibatkan terapi
antimikrobial namun juga penggunaan profilaksis. Untuk mencegah infeksi maka bayi dirawat di area
dengan tekanan udara positif. Pada pasien yang terbukti atau dicurigai defek sel T harus dihindari
imunisasi dengan vaksin hidup atau tranfusi darah. Vaksin hidup dapat mengakibatkan infeksi diseminata,
sedangkan tranfusi darah dapat menyebabkan penyakit graft-versus-host.
Tandur Jgraft) sel imunokompeten yang masih hidup merupakan sarana satu-satunya untuk perbaikan
respons imun. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan terapi pada semua bentuk SCID. Terapi
gen sedang dikembangkan dan diharapkan dapat mengatasi defek gen.

c0 
Prognosis penyakit defisiensi imun untuk jangka pendek dipengaruhi oleh beratnya komplikasi infeksi.
Untuk jangka panjang sangat tergantung dari jenis dan penyebab defek sistem imun. Tetapi pada
umumnya dapat dikatakan bahwa perjalanan penyakit defisiensi imun primer buruk dan berakhir fatal,
seperti juga halnya pada beberapa penyakit defisiensi imun sekunder (AIDS). Diperkirakan sepertiga dari
penderita defisiensi imun meninggal pada usia muda karena komplikasi infeksi. Mortalitas penderita
defisiensi imun humoral adalah sekitar 29%. Beberapa penderita defisiensi IgA selektif dilaporkan
sembuh spontan Sedangkan hampir semua penderita defisiensi imun berat gabungan akan meninggal pada
usia dini.
Defisiensi imun ringan, terutama yang berhubungan dengan keadaan fisiologik (pertumbuhan,
kehamilan), infeksi, dan gangguan gizi dapat diatasi dengan baik bila belum disertai defek imunologik
yang menetap.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

!
 
 
 !   (
Defesiensi imunitas merupakan penurunan atau gagalnya fungsi dari salah satu atau lebih komponen
sistem imun.Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya defesiensi imunitas dalam tubuh
dibagi dalam 2 bentuk
)c 
Diakibatkan oleh adanya defek (cacat) respon imun bawaan , yaitu kelainan dalam sistem fagosit dan atau
komplemen, atau defek dalam proses maturasi(pematangan) dan fungsi (aktivasi) limfosit. Contoh
penyakitnya:
1.? Severe combine immunodeficiency disease JS )
Penyakit bubble boy : anak yang menghabiskan sisa umurnya dalam suatu ruang isolasi untuk
berlindung dari kuman.
Penyebab :
? ??] tipe terbanyak
? !? ?] penetralisir racun
? c
? ?] masalah enzim
? ???&??
  ?  ?] kerusakan komunikasi sel T & sel B. Gangguan enzim
rekombinase ] pembentukan reseptor sel B dan T.
? Terapi : transplantasi ssm. Tulang.
? Herediter ] gejala : 6 bulan 2 tahun

   
a. croses penuaan
Infeksi meningkat, penurunan respon terhadap vaksinasi, penurunan respon sel T dan sel B serta
perubahan dalam kualitas respon
b. Malnutrisi
Malnutrisi protein kalori, vitamin A & kekurangan elemen gizi tertentu (besi,zinc)
c. Mikroba imunosuspresif
co: malaria, virus, campak, terutama HIV mekanismenya melibatkan penurunan fungsi sel T dan APC
d. radiasi
Obat yang digunakan banyak terhadap tumor, juga membunuh sel penting dari sel imun termasuk stem
cells, progenitor neutrofil dan limfosit yang cepat membelah dalam organ limfoid
e. urang Olahraga
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa olahraga yang dilakukan rutin,seperti berjalan kaki selama 30
menit setiap hari, meningkatkan kadar leukosit, sel sistem imunitas yang bertugas memerangi infeksi.
f. Mengkonsumsi makanan dengan kadar gula dan lemak yang tinggi.
Terlalu banyak zat gula dapat menekan sel sistem imunitas yang berfungsi untuk memerangi bakteri.
Bahkan mengonsumsi larutan gula sebanyak 75 atau 100 gram (kurang lebih sama dengan dua takaran
minuman bersoda berberat 12 ons) dapat mengurangi kemampuan sel darah putih untuk mengalahkan dan
menghancurkan bakteri. Pengaruh itu terlihat beberapa jam setelah mengonsumsi minuman yang
mengandung gula.
g. Stres Berlarut.
Stres untuk jangka waktu yang singkat justru dapat memperkuat sistem imunitas-tubuh akan
memproduksi kortisol dalam jumlah lebih banyak untuk melawan dan menangkal stres. Namun stres
kronis memiliki pengaruh berkebalikan. Hal itu dapat membuat anda rentan penyakit. Stres kronis
membuat hormon dan adrenalin turun yang akhirnya menekan sistem imunitas.
h. Tumor
Efek langsung dari tumor terhadap sistim imun melalui penglepasan molekul imonoregulatori
imunosupersif (TNF-) .
i. Trauma
Infeksi meningkat, diduga berhubungan dengan pelepasan molekul imunosuspresif seperti glukokortikoid

 **     
  
Zat gizi sangat berperan dalam meningkatkan dan mempetahankan imunitas tubuh, sehingga asupan zat-
zat gizi harus seimbang. Zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh adalah
protein, vitamin A,C,E, sedangkan mineral berupa selenium, zat besi dan seng.
a) Protein
Kemampuan tubuh dalam memerangi infeksi bergantung pada kemampuannya untuk memperoduksi
antibodi teradap organisme yang menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang
memasuki tubuh. Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-bahan racun
dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat di dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein
kemampuan tubuh untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan beracun ini berkurang. Seseorang
yang menderita kekurangan protein lebih rentan terhadap bahan-bahan beracun dan obat-obatan.
b) Vit A
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh. Retinol tampaknya berpengaruh terhadap
pertmbuhan dan diferensiasi limposit B. disamping itu kekurangan vitamin A menurunkan respon anti
bodi yang bergantung pada sel T. sebaliknya infeksi dapat memperburuk kekurangan vitamin A. dalam
kaitan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan bahwa : (1) ada hubungan kuat antara status vitamin A
dan resiko terhadap penyakit infeksi pernafasan (2) hubungan antara vitamin A dan diare belum begitu
jelas (3) kekuranga vitamin A pada campak cenderung menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat
kematian.
c) Vit C
Pemeliharaan terhadap membran mukosa Fungsi vitamin C ] vitamin C meningkatkan daya tahan
terhadap infeksi, kemungkinan karena pemeliharaan terhadap membran mukosa atau pengaruh terhadap
fungsi kekebalan. Dosis vitamin C yang tinggi dapat mencegah dan menyembuhkan pilek, namun belum
dapat dibuktikan. Selain itu vitamin C juga dapat mencegah dan menyembuhkan kangker. Hal ini
dikarenakan vitamin C dapat mencegah pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Disamping
itu peranan vitamin C sebagai antioksida dapat mempengaruhi pembentukan sel-sel tumor.
d) Vit E
Sebagai anti oksidan (radikal bebas) Fungsi vitamin E ] fungsi utama vitamin E adalah sebagai
antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada
struktur cincin ke radikal bebas. Radikal bebas adalah moleku-molekul reaktif dan dapat merusak, yang
mempunyai elektron tidak berpasangan. Bila menerima hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif.
Pembentukan radikal bebas terjadi dalam tubuh pada proses metabilisme aerobik normal pada waktu
oksigen secara bertahap diredksi menjadi air. Radikal bebas yang dapat merusak itu juga diperoleh tubuh
dari benda-benda polusi, ozon, dan asap rokok. Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipida membran
sel dan memegang peranan biologik utama dalam melindungi asam lemak-jenuh ganda dan komponen
membran sel lain dari oksidasi radikal bebas.
e) Selenium
Selenium tidak diproduksi oleh tubuh. Selenium berperan serta dalam sistem enzim yang mencegah
terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E
menghalagi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi selesium dalam
jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E. selenium dan vitamin E melindungi membran sel dari
kerusakan oksidatif, membantu reaksi oksigen dan hidrogen pada akhir rantai metabolisme, memindahkan
ion melalui membran sel dan membantu sintesis imunoglobulin dan ubikinon. Glutation peroksidase
bereran di dalam sitosol dan mitokondria sel, sedangkan vtamin E di dalam membran sel. Selenuim juga
mempunyai pottensi untuk mencegah penyakit kanker dan penyakit degeneratif lain. Selenium juga
diketahui memerbaiki fungsi kelenjar tiroid.
f) Zat besi
Sel T terganggu karena berkurangnya pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA disebabkan oleh gangguan enzim reduktase
ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk dapat berfungsi. Disamping itu sel darah putih yang
menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim
lain yang berperan dalam sistem kekebalan adalah mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada
difesiensi besi. Disamping itu dua protein pengikat-besi trsnsferin dan laktoferin mencegah terjadnya
infeksi dengan cara memisahkan besi dari mikroorgnisme yang membutuhkannya untuk
perkembangbiakan.
g) Seng
Fungsi seng (Zn) dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibody oleh sel B. seng (Zn) juga
berperan dalam metabolism tulang, transport oksigen, dan pemunahan radikal bebas, pembentukan
struktur dan fungsi membrane serta proses penggumpalan darah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Klasifikasi Defisiensi Imun


 
 
  +    ? ? &
  ?   "'??
Beberapa orang terlahir dengan sistem imun yang cacat. Defek atau tidak adanya sejumlah gen
menimbulkan defisiensi imun kongenital.Misalnya, orang yang tidak bertimus akan mempunyai imunitas
selular yang tidak optimal. Ada juga orang yang mempunyai sel B dalam jumlah sedikit sehingga
imunitas humoralnya kurang berfungsi dengan baik.?
 
 
 +
   (?   &  ?   "'?
Obat-obatan, obat?sitotoksis, kemoterapi, kortikosteroid, kanker, imaturitas, malnutrisi,?latihan berat
( ?)), sinar , trauma, usia tua, toksin, dan?agen infeksius (misalnya virus) dapat
menyebabkan defisiensi imun?didapat. Misalnya, Penyakit Hodgkin (suatu kanker) dapat menurunkan
respon imun selular. Banyak virus dapat menginfeksi dan membunuh limfosit sehingga terjadi penurunan
respon imun. Pengambilan limpa dapat menurunkan imunitas humoral.?

Contoh Berbagai Penyakit yang Berkaitan Dengan Defisiensi Imun


!(?  # ?  ?(AIDS) : sel T
? !?   ?: sel B dan sel T
 ??
    ?: sel B dan sel T
[?  ?: sel B, sel T, dan sel batang ( ?)
? ?   ?: sel B, sel T, dan sel
batang ( ?)
 ?
?(#*  ?  ) : sel T
+ !?  ?: sel B dan sel T
?? ?     ?: sel B

Anda mungkin juga menyukai