Anda di halaman 1dari 42

1

SKENARIO 5

Benjolan Di Ketiak Kanan

Seorang perempuan berusia 52 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan


terdapat benjolan di ketiak kanan sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan semakin hari
semakin membesar tetapi tidak terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan berat
badannya turun 8 kg dalam waktu 3 bulan. Riwayat demam dan batuk lama
disangkal. Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal dan teraba
massa di regio axilla dextra dengan ukuran 3x3x3 cm, kosistensi keras, melekat
pada dasar, batas tidak tegas, kulit diatasnya tidak mengalami perubahan dan tidak
ada nyeri tekan. Pada pemeriksaan darah rutin dan LED didapatkan hasil yang
normal. Dokter mengusulkan pemeriksaan histopatologi untuk menentukan jenis
tumor.

STEP 1

1) LED : (Laju Endap Darah) adalah kecepatan eritrosit mengendap untuk


mendeteksi adanya peradangan. Normalnya pada pria 0-
29 mm/jam dan wanita 0-22mm/jam.
2) Konsistensi: interpretasi hasil pemeriksaan dari sifat keras/lunak.
3) Tumor : pertumbuhan abnormal dari sel, ditandai proliferasi tak terkendali
4) Pemeriksaan histopatologi : pemeriksaan terhadap jaringan tubuh.

STEP 2

1. Apa saja penyebab pada kasus?


2. Bagaimana terjadinya keluhan dan hasil pemeriksaan fisik pasien?
3. Apa saja jenis-jenis tumor?
4. Bagaimana cara menentukan derajat tumor?
5. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan?
6. Apa saja diagnosa banding pada kasus?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus?

STEP 3

1. Penyebab
Zat karsinogen :
a. Kimiawi
b. Agen biologi
c. Radiasi
d. Pola hidup
2

e. Virus onkogen
2. Patomekanisme terjadinya keluhan dan hasil pemeriksaan fisik
a. Hipermutasi pada sistem limfatik
b. Proliferasi sel yang tak terkendali mengakibatkan ATP dibutuhkan
berlebih untuk memenuhi kebutugan metabolisme yang meningkat
sehingga berat badan bisa penurunan
c. Hipermitasi sel B dan sel T untuk sel B bisa berubah bentuk menjadi
Reed Sternberg (Sel besar dengan inti 2)
d. Perosesnya melibatkan induksi, infiltrasi lalu penyebaran
3. Jenis-jenis tumor
a. Benigna (jinak)
b. Maligna (Ganas)
c. Intermediet
4. Cara menentukan derajat tumor
a. Tentukan TNM untuk menetukan metastasis tumor.
b. Dilihat secara makroskopis dilihat mitosis dan diferensiasi
c. Staging untuk prognosis tumor
5. Pemeriksaan penunjang
a. Teknik histokomia
b. Potongan beku
c. Histopatologi
d. IHC
e. Tumor Marker
f. Tumor imaging
g. Flow atometri
h. MRI
i. Bone marrow test
j. Pungsi lumbal
6. Diagnosa Banding
a. Limfoma non hodgkin
b. Limfoma hodgkin
c. Limfadenopati
d. Metastasis Ca mamae
e. Abses axila
7. Kemoterapi dan steroid, terapi bedah, terapi radiasi

STEP 4

1. Zat karsinogen
a. kimiawi (benzopiren(pada makanan yang dibakar) menyebabkan
kanker usus)
3

b. radiasi (sinar UV Ca kulit)


c. agen biologis : Virus RNA, DNA
d. Gaya Hidup
e. Virus onkogen akan merusak DNA sehingga sel terus berproliferasi
lalu timbulah keganasan.
a) Sistem imun yang menurun
b) Riwayat keluarga
c) Usia. Semakin tua semakin berpotensi karena semakin banyak zat
karsinogen yang terpancar
2. Tumor primer sel berubah menimbulkan ekspansi klonal subklon
bermetastasis adhesi membran basal menembus ekstrasel
ekstravasasi interaksi dengan sel limfoid dan pejamu emboli sel
tumor adhesi membran basal ekstravasasi deposit metastatik
pertumbuhan ke tempat lain.
Induksi inisiasi oleh zat karsinogenik yang terjadi puluhan tahun
hingga tumbul gejala.
Promosi oleh promotor (bisa oleh zat karsinogen yang sama atau
berbeda misalnya racun asap rokok, kalori berlebih, zat lemak hewani
yang banyak, alkohol) berkembang menjadi Ca infiltratif, penyebaran.
Penyebaran tumor ganas melalui limfogen, hematogen.
3. Perbedaan tumor jinak dan ganas

4. Cara menetukan derjat tumor


Sistem TNM ini berdasarkan 3 kategori, yaitu : T ( Tumor primer ),
N (Nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional), dan M
(Metastase jauh). Masing-masing kategori tersebut dibagi lagi menjadi
subkategori untuk melukiskan keadaan masing-masing kategori dengan
cara memberi indeks angka dan huruf di belakang T, N, dan M, yaitu :
a. T= Tumor Primer
Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4
Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst.
4

b. N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.


Indeks angka : N0, N1, N2, N3.
Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst
c. M = Metastase organ jauh
Indeks angka : M0, M1
Indeks huruf : Mx

Tiap tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti klinis sendiri
sendiri untuk setiap jenis atau tipe tumor padat. Jadi arti indeks untuk
karsinoma payudara tidak sama dengan karinoma nasofaring, dsb. Pada
umumnya arti sistem TNM tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kategori T = Tumor Primer

a) Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.


b) Tis = Tumor in situ
c) T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer
d) T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm
e) T2 = Tumor dengan f maksimal 2 5 cm
f) T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm
g) T4 = Tumor invasi keluar organ.

b. Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.

a) N0 = Nodul regional negative


b) N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perlekatan )
c) N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan
d) N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.

c. Kategori M = Metastase organ jauh

a) M0 = Tidak ada metastase organ jauh


b) M1 = Ada metastase organ jauh
c) M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.

5. Pemerikasaan pepenunjang tumor


a. Spesimen berat = Gross untuk melihat infiltrasi, ukuran, batas
b. Potongan beku = untuk keadaan mendesak (sekitar 30 menit) juka
harus segera dioperasi tapi diagnosa belum ditegakan
c. Histokimia= pewarnaan u ntuk mengatahui kandungan kimiawi sel
d. Bone marrow test = untuk melihat adanya metastasis
5

MIND MAP
Penatalaksanaan
Etiologi dan Faktor Resiko
Staging

NEOPLASMA

Grading Diagnosis Banding Penegakan Diagnosis

STEP 5

1. Patomekanisme neoplasma (Jinak dan ganas), perubahan jinak ke ganas


2. Staging dan grading tumor
3. Pemeriksaan penunjang pada neoplasma
4. Diagnosa banding dari kasus dan penatalaksanaannya

STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. Patomekanisme neoplasma (Jinak dan ganas), perubahan jinak ke ganas


Neoplasma didefinisikan sebagai masa jaringan abnormal yang
tumbuh berlebihan dengan tidak ada koordinasi dengan pertumbuhan
jaringan normal dan tetap tumbuh dengan cara berlebihan setelah
stimulus yang menyebabkan perubahan tersebut berhenti. Pada dasarnya
awal semua neoplasma ialah hilangnya tanggapan terhadap kendali
pertumbuhan normal. Kanker dapat tumbuh dari satu atau lebih sel.
Neoplasma terjadi akibat mutasi dari gen. Mutasi gen pada organisme
terjadi akibat adanya faktor yang menyebabkan kerusakan gen, yakni(5) :
A. Konstitusi Genetika
Konstitusi genetika berupa kerusakan struktur dan atau kerusakan
fungsi dan sistem kerja. Kerusakan struktur berupa perubahan urutan,
sisipan atau pengurangan nukleotida, perpindahan gen maupun
persilangan sebagian kromosom. Kerusakan fungsi dan sistem kerja
yang menentukan kemampuan tubuh untuk mereparasi kerusakan
6

gen dalam kromosom, menetralisasi karsinogen yang masuk ke dalam


tubuh, menjaga imunitas tubuh dan mematikan sel kanker yang baru
terbentuk. (5)
B. Karsinogenesis
Zat yang dapat menimbulkan kanker ( karsinogen), antara lain :
a. Basa analog, berpengaruh saat repair Deoxiribonukleotida
Acid (DNA), yang digunakan basa analog bukan basa yang
sebenarnya.
b. Alkilating agent, penambahan alkil pada nukleotida sehingga
merubah ekspresi DNA.
c. Hidroksilating agent, menghidroksilasi DNA.
d. Deaminating agent, pengurangan gugus amin.
e. Intercalating agent, agent yang menyela urutan DNA (5)

a) Karsinogen (5)
Karsinogen adalah substansi yang dikenal
menyebabkan kanker atau setidaknya menghasilkan peningkatan
insidens kanker pada hewan atau populasi manusia.
1) Onkogen kemikal
Onkogen kemikal contohnya adalah hidrokarbon polisiklik,
tembakau, aflatoksin, nitrosamine, agen kemoterapi, asbestos,
metal berat, vinyl chloride,dll.
2) Onkogen radiasi
Contohnya adalah radiasi oleh ultraviolet, X ray, radioisotope
dan bom nuklir.
3) Onkogen viral
Contohnya adalah onkogen oleh virus RNA (retrovirus)
seperti HIV, dan onkogen oleh virus DNA (seperti papilloma
virus, Molluscum contangiosum, herpes simpleks, EBV,
Avian, hepatitis B, CMV, dsb).
4) Onkogen hormonal
Contohnya : estrogen, diethylstilbestrol (DES), steroid .
5) Onkogen genetik

b) Mekanisme Karsinogenesis
7

Penyakit kanker pada dasarnya merupakan penyimpangan


gen yang menimbulkan proliferasi berlebihan, progresif dan
irreversible. Knudson menyatakan bahwa karsinogenesis
memerlukan dua hit. Proses pertama menyangkut inisiasi dan
karsinogen penyebab disebut inisiator. Proses kedua, yang
menyangkut pertumbuhan neoplastik adalah promosi dan agennya
disebut promoter. Sekarang dipercaya bahwa sebenarnya terjadi
hit multipel (lima atau lebih), dan berbagai faktor dapat
menyebabkan hit ini. Setiap hit menghasilkan perubahan pada
genom dari sel terpapar yang ditransmisikan kepada progeninya
(sel turunannya, yang disebut sebagai klon neoplastik). Periode
antara hit pertama dan berkembangnya kanker klinis disebut
sebagai lag periode. (5)
Proses transformasi sel kanker terjadi melalui pengaturan
proliferasi oleh beberapa jenis gen yaitu :
1) Protoonkogen dan onkogen
Protoonkogen berfungsi mengatur proliferasi dan
diferensiasi sel normal. Rangsangan faktor pertumbuhan
ekstraselular diterima oleh reseptor faktor pertumbuhan (gen
ras) di permukaan membran (aktivasi tyrosine kinase) dan
diteruskan melalui transmembran sel (guanine nucleotide-
binding protein) ke dalam sitoplasma dan ke dalam inti
sel. Bila kemudian terjadi hit oleh bahan
karsinogen maka akan terjadi proliferasi sel abnormal
yang berlebihan dan tak terkendali, dimana protoonkogen
berubah menjadi onkogen. (5)
2) Anti onkogen
Terjadinya kanker tidak semata disebabkan oleh aktivasi
onkogen tapi dapat oleh inaktifasi anti onkogen (growth
suppressor gen). Pada sel normal terdapat keseimbangan
antara onkogen dan anti onkogen. Anti onkogen yang sudah
8

dikenal secara umum adalah tp53. Apabila tp53 gagal


mengikat DNA, maka kemampuan mengontrol proliferasi
menjadi hilang dan proliferasi sel berjalan terus menerus dan
tidak terkendali. Inaktifasi p53 dapat terjadi oleh translokasi
atau delesi. Gen tp53 ini merupakan tumor supresor gen yang
paling sering mengalami mutasi dalam kanker. Dalam sel-sel
non-stressed ia mempunyai waktu paruh yang singkat yaitu
hanya 20 menit. Tp 53 bekerja dengan menginduksi gen
penginduksi apoptosis yaitu gen BAX. (3)
c) Gen repair DNA
Dalam keadaan normal, kerusakan gen akibat faktor-faktor
endogen maupun eksogen dapat diperbaiki oleh mekanisme
excission repair DNA lession. Kegagalan mekanisme ini
menimbulkan DNA yang cacat dan diturunkan pada keturunan
berikutnya sebagai mutasi permanen yang potensial menjadi
kanker. Gen lain yang ikut berpengaruh secara tidak langsung
adalah sandi protein check point (contoh : ATM) yang berfungsi
mencegah perkembangan sel yang berasal dari sel cacat. (5)
1) Gen anti apoptosis
Pada berbagai sel organ tubuh terdapat kematian sel secara
terprogram yang disebut apoptosis. Seperti misalnya protein
ABL yang terdapat dalam nukleus. Ia berperan untuk
memulai proses apoptosis sel yang menderita kerusakan pada
DNA. Sel nekrosis tanpa reaksi radang diabsorbsi oleh
makrofag. (5)
2) Gen anti metastasis
Para pakar telah mengidentifikasikan gen nmE1 dan nmE2
sebagai anti metastasis. Pada beberapa kasus insiden
metastase tinggi, hilangnya fungsi gen tertentu tampaknya
berpotensi sebagai petanda agresifitas tumor. (5)
3) Imunitas
9

Peran imunitas ikut mempengaruhi proses pertumbuhan


kanker baik imunitas humoral maupun selular. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa adanya keterlibatan proses immune
dalam neoplasia dengan insidens tinggi terutama pada pasien
dengan imunodefisiensi dan pasien pasca transplantasi yang
diberi obat imunosupresif. (5)
d) Metabolisme sel neoplasma
Sel-sel neoplasma mendapat energi terutama dari glikolisis
anaerob karena kemampuan sel untuk oksidasi berkurang,
walaupun mempunyai enzim-enzim lengkap untuk oksidasi.
Berbeda dengan sel-sel jaringan normal yang susunan enzimnya
berbeda-beda maka susunan enzim semua sel neoplasma ialah
lebih kurang sama (uniform). Sel neoplasma lebih mengutamakan
pembiakan daripada melakukan fungsinya sehingga susunan
enzim untuk katabolisme menjadi tidak penting lagi. (4)
Banyak pasien kanker yang menderita anemia yang diikuti
kelemahan tubuh yang sangat atau disebut dengan cachexia. Sel-
sel neoplasma agaknya diberikan prioritas untuk mendapat asam-
asam amino sehingga sel-sel tubuh lainnya akan mengalami
kekurangan. Juga karena penderita kanker kehilangan lemak
tubuh dan massa tubuh yang progresif, penggunaan kalori dan
BMR yang tetap meninggi. Ini dapat menerangkan mengapa
penderita tumor ganas stadium akhir mengalami cachexia (Boyd).
Penyebabnya sangat multifaktorial, seperti intake makanan yang
berkurang karena abnormalitas indera perasa dan kontrol nafsu
makan dari pusat. Ada juga kemungkinan terlibatnya faktor TNF
dan IL-1 yang dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi. Disini
TNF menekan nafsu makan dan menginhibisi aksi lipoprotein
lipase, menginhibisi pelepasan asam lemak bebas dari lipoprotein.
(5)

Suatu tumor dikatakan jinak bila ciri-ciri makroskopik dan


10

sitologinya tergolong relatif tidak berbahaya, yaitu diantaranya


tetap di lokasinya, tidak dapat menyebar ke tempat lain, oleh
karena itu, biasanya mudah diangkat dengan pembedahan lokal
dan tidak menyebabkan kematian penderita. Tetapi harus
diperhatikan ialah bahwa tumor jinak dapat juga menghasilkan
bukan hanya suatu benjolan di lokasinya dan kadang-kadang
dapat menyebabkan penyakit yang nyata. (4)
Tumor ganas secara keseluruhan dinyatakan sebagai
kanker, yang berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti
kepiting, sesuai dengan sifatnya yang melekat pada setiap bagian
dan mencengkeram dengan erat seperti seekor kepiting. Suatu
neoplasma dikatakan ganas bila dapat menembus dan
menghancurkan struktur yang berdekatan dan menyebar ke
tempat yang jauh (metastasis) dan dapat menyebabkan kematian.
Memang tidak semua kanker mempunyai perjalanan penyakit
yang demikian ganas. Beberapa diantaranya dapat ditemukan
secara dini dan dapat diobati dengan berhasil. Namun demikian
penamaan ganas sudah merupakan suatu peringatan keras. (4)
Tumor tidak dapat membesar lebih dari 12 mm kecuali
tumor ini memiliki vaskularisasi yang baik. Zona 12 mm
merupakan jarak maksimal nutrisi dan oksigen yang berasal dari
pembuluh darah dapat berdifusi ke jaringan sekitarnya. Oleh
karena itu, untuk dapat mecapai ukuran yang lebih besar, maka
diperlukan pembentukan neovaskularasi guna mendukung nutrisi
jaringan tumor baru, yaitu dengan menstimulasi sekresi
polipeptida seperti IGF (Insulin like Growth Factor ), PDGF,
granulosit macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) dan
IL I. Angiogenesis juga diperlukan untuk proses metastase
jaringan tumor. (5)
Pertumbuhan tumor dikontrol oleh keseimbangan antara
faktor angiogenik dan faktor yang menghambat proses
11

angiogenesis. Faktor anti angiogenesis adalah antara lain


trombosponsdin 1, angiostatin, endostatin dan vaskulostatin.
Sedangkan faktor angiogenesis yang ada antara lain adalah
hypoxia inducible factor I (HIF-I). (5)
e) Lesi Prakanker
Kebanyakan pertumbuhan neoplasma didahului oleh
proliferasi dari sel non neoplastik di dalam epithelium asalnya.
Proliferasi ini tidak neoplastik karena mereka bersifat dapat
reversibel. Sesuatu menyebabkan sel mulai berproliferasi dalam
aturan abnomal dan bila stimulus awal dibuang maka sel akan
kembali normal (walaupun dapat saja tidak memungkinkan untuk
menyingkirkan stimulus). Bila sel dengan pertumbuhan non
neoplastik ini mempunyai pola tidak teratur, maka proses
pertumbuhan ini disebut displasia. (5)
Sel displasia abnormal secara histologis, karakteristik epitel
displastik mencakup disorganisasi sel, lokasi mitosis abnormal,
dan nukleus yang tampak lebih gelap dari biasanya
(hiperkromatik). Sel-sel ini tampak tidak serupa satu dengan
lainnya karena perbedaan ukuran dan bentuk (pleomorphism).
Tingkatan displasia ditentukan oleh ketebalan epitel yang
mengalami perubahan ini. Tingkatan displasia termasuk displasia
ringan, sedang dan berat. Konsep dasar neoplasia intraepitel ini
sangat penting untuk proses displasia mencakup serviks, vulva,
prostat, esofagus, gaster, colon, dan lain-lain. (5)
Tumor dinamakan sesuai dengan tipe sel neoplastik yang
sedang berproliferasi. Tumor jinak biasanya dinamakan dengan
memberikan akhiran -oma pada asal sel. Adeno adalah awalan
yang berarti kelenjar, jadi adenoma adalah neoplasma kelenjar
benigna. Papilloma berarti neoplasma kelenjar beningna yang
berpenampakan seperti tonjolan papilar (menyerupai jari) dan
mempunyai pusat fibrovaskular. Sebaliknya tumor malignan
12

dinamai dengan menambah akhiran karsinoma atau sarcoma


kepada asal sel tergantung pada apakah tumor berasal dari
struktur epitel atau struktur mesenkim. (5)
f) Sifat Tumor Jinak dan Tumor Ganas
Diferensiasi dan Anaplasia. Istilah diferensiasi
dipergunakan untuk sel parenkim tumor. Diferensiasi yaitu derajat
kemiripan sel tumor (parenkim tumor). Jaringan asalnya yang
terlihat pada gambaran morfologik dan fungsi sel tumor.
Proliferasi neoplastik menyebabkan penyimpangan bentuk
susunan dan sel tumor. Hal ini menyebabkan set tumor tidak
mirip sel dewasa normal jaringan asalnya. Tumor yang
berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang menyerupai sel
dewasa normal jaringan asalnya, sedangkan tumor berdiferensi
buruk atau tidak berdiferensiasi menunjukan gambaran sel
primitive dan tidak memiliki sifat sel dewasa normal jaringan
asalnya. Semua tumor jinak umumnya berdiferensiasi baik.
Sebagai contoh tumor jinak otot polos yaitu leiomioma uteri. Sel
tumornya menyerupai sel otot polos. Demikian pula lipoma yaitu
tumor jinak berasal dari jaringan lemak, sel tumornya terdiri atas
sel lemak matur,menyerupai sel jaringan lemak normal. (1)
Tumor ganas berkisar dari yang berdiferensiasi baik sampai
kepada yang tidak berdiferensiasi. Tumor ganas yang terdiri dari
sel-sel yang tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplastik
berasal tanpa bentuk atau kemunduran, yaitu kemunduran dari
tingkat diferensiasi tinggi ke tingkat diferensiasi rendah. (1)
Anaplasia ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran
morfologik dan perubahan sifat, pada anaplasia terkandung 2 jenis
kelainan organisasi yaitu kelainan organisasi sitologik dan
kelainan organisasi posisi. (1)
Anaplasia sitologik menunjukkan pleomorfi yaitu beraneka
ragam bentuk dan ukuran inti sel tumor. Sel tumor berukuran
13

besar dan kecil dengan bentuk yang bermacam-macam.


Mengandung banyak DNA sehingga tampak lebih gelap
(hiperkromatik) Anaplasia posisional menunjukkan adanya
gangguan hubungan antara sel tumor yang satu dengan yang lain
terlihat dari perubahan struktur dan hubungan antara sel tumor
yang abnormal. (1)
g) Derajat Pertumbuhan
Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor
ganas cepat. tetapi derajat kecepatan tumbuh tumor jinak tidak
tetap, kadang-kadang tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada
tumor ganas. Karena tergantung pada hormone yang
mempengaruhi dan adanya penyediaan darah yang memadai. (2)
Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan dengan
tingkat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor ganas tumbuh
lebih cepat daripada tumor jinak. (3)
Derajat pertumbuhan tumor ganas tergantung pada 3 hal, yaitu :

1) Derajat pembelahan sel tumor Derajat kehancuran sel


tumor Sifat elemen non-neoplastik pada tumor.

2) Pada pemeriksaan mikroskopis jumlah mitosis dan gambaran


aktivitas metabolisme inti yaitu inti yang besar,kromatin
kasar dan anak inti besar berkaitan dengan kecepatan tumbuh
tumor.

3) Tumor ganas yang tumbuh cepat sering memperlihatkan


pusat-pusat daerah nekrosis/iskemik. Ini disebabkan oleh
kegagalan penyajian daerah dari host kepada sel-sel tumor
ekspansif yang memerlukan oksigen. (3)

h) Invasi Lokal
Hampir semua tumor jinak tumbuh sebagai massa sel yang
kohesif dan ekspansif pada tempat asalnya dan tidak mempunyai
14

kemampuan menginfiltrasi, invasi atau penyebaran ketempat yang


jauh seperti pada tumor ganas. (3)
Oleh karena tumbuh dan menekan perlahan-lahan maka
biasanya dibatasi jaringan ikat yang tertekan disebut kapsul atau
simpai, yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat
sekitarnya. Simpai sebagian besar timbul dari stroma jaringan
sehat diluar tumor, karena sel parenkim atropi akibat tekanan
ekspansi tumor. Oleh karena ada simpai maka tumor jinak
terbatas tegas, mudah digerakkan pada operasi. Tetapi tidak
semua tumor jinak berkapsul, ada tumor jinak yang tidak
berkapsul misalnya hemangioma. (3)
Tumor ganas tumbuh progresif, invasive, dan merusak
jaringan sekitarnya. Pada umumnya terbatas tidak tegas dari
jaringan sekitarnya. Namun demikian ekspansi lambat dari tumor
ganas dan terdorong ke daerah jaringan sehat sekitarnya. Pada
pemeriksaan histologik, masa yang tidak berkapsul menunjukkan
cabang-cabang invasi seperti kaki kepiting mencengkeram
jaringan sehat sekitarnya. (3)
Kebanyakan tumor ganas invasive dan dapat menembus
dinding dan alat tubuh berlumen seperti usus,dinding pembuluh
darah, limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan invasive
demikian menyebabkan reseksi pengeluaran tumor sangat sulit. (3)
Pada karsinoma in situ misalnya di serviks uteri, sel tumor
menunjukkan tanda ganas tetapi tidak menembus membrane
basal. Dengan berjalannya waktu sel tumor tersebut akan
menembus membrane basal. (3)
i) Metastasis / Penyebaran
Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak
berhubungan dengan tumor primer. Tumor ganas menimbulkan
metastasis sedangkan tumor jinak tidak. Infasi sel kanker
memungkinkan sel kanker menembus pembuluh darah, pembuluh
15

limfe dan rongga tubuh,kemudian terjadi penyebaran. Dengan


beberapa perkecualian semua tumor ganas dapat bermetastasis.
Kekecualian tersebut adalah Glioma (tumor ganas sel glia) dan
karsinoma sel basal, keduanya sangat infasif, tetapi jarang
bermetastasis.
Umumnya tumor yang lebih anaplastik,lebih cepat timbul
dan padanya kemungkinan terjadinya metastasis lebih besar.
Namun banyak kekecualian. Tumor kecil berdiferensiasi baik,
tumbuh lambat, kadand- kadang metastasisnya luas. Sebaliknya
tumor tumbuh cepat ,tetap terlokalisir untuk waktu bertahun-
tahun.
j) Biologi Sel Kanker
Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan
sel yang tidak terkendali. Sel kanker memiliki kemampuan untuk
menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan
migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang
tidak terkendali tersebut disebabkan adanya kerusakan DNA,
menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan
sel. Beberapa buah mutasi dibutuhkan untuk mengubah sel
normal menjadi sel kanker. Mutasi tersebut dapat diakibatkan
oleh agen kimia maupun agen fisik yang disebut karsinogen.
Mutasi dapat terjadi secara spontan ataupun diwariskan (mutasi
germline) (5)
Kanker disebabkan adanya genom abnormal, terjadi karena
adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan diferensiasi
sel. Gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel disebut
protooncogen dan tumor suppressor genes, dan terdapat pada
semua kromosom dengan jumlah yang banyak. Protooncogen
yang telah mengalami perubahan hingga dapat menimbulkan
kanker disebut onkogen. Suatu pertumbuhan normal diatur oleh
16

kelompok gen, yaitu growth promoting protooncogenes, growth


inhibiting cancer supresor genes (antioncogenes) dan gen yang
berperan pada kematian sel terprogram (apoptosis). Selain ketiga
kelompok gen tersebut, terdapat juga kelompok gen yang
berperan pada DNA repair yang berpengaruh pada proliferasi sel.
Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak
menyebabkan terjadinya mutasi pada genom dan menyebabkan
terjadinya keganasan. Proses karsinogenesis merupakan suatu
proses multi tahapan dan terjadi baik secara fenotip dan genetik.
Pada tingkat molekuler, suatu progresi merupakan hasil dari
sekumpulan lesi genetic (1)
C. Sinar Ultraviolet
Ultraviolet-B (UV-B) bersifat karsinogen. Ultraviolet-A (UV-A)
mempunyai panjang gelombang pendek, tidak menembus kulit.
Ultraviolet-C (UV-C) punya daya tembus kulit lebih poten dan lebih
bersifat mutagen dibanding UV-B, tetapi UV-C sudah diblok oleh
atmosfer. (5)
D. Infeksi Virus
Protein DNA virus setelah menembus membran sel mengadakan
fusi dengan protein DNA hospes. Fusi DNA virus dan hospes
menimbulkan mutasi gen. Manifestasi timbulnya kanker tergantung
sistem imunitas tubuh dan mekanisme penghindaran virus. (5)
E. Keadaan klinis tertentu yang merupakan predisposisi terjadinya
neoplasma ganas :
a. Replikasi sel regeneratif persisten : misal pada karsinoma sel
squamosa di tepi suatu fistula kulit atau pada luka kulit yang
tidak sembuh-sembuh.
b. Proliferasi hiperplastik dan displastik : karsinoma bronkogenik
pada mukosa displatik akibat kebiasaan merokok.
c. Gastritis atropi kronik : karsinoma lambung pada anemia
pernisiosa. (5)
17

Sel mempunyai dua tugas utama yaitu bekerja dan berkembang


biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan
berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi sel
adalah proses fisiologis yang terjadi hampir pada semua jaringan
tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.
Homeostasis antara proliferasi sel dan kematian sel yang terprogram
(apoptosis) secara normal dipertahankan untuk menyediakan integritas
jaringan dan organ. (5)
Mutasi pada DNA sel menyebabkan kemungkinan terjadinya
neoplasma sehingga terdapat gangguan pada proses regulasi
homeostasis sel. Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini
menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan
tumor atau neoplasma. (5)
Jadi neoplasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh
sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak
berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi
tubuh. (5)
Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat, sehingga sebagian
besar energi digunakan untuk berkembang biak. Pertumbuhan tak
terkontrol yang seringnya terjadi dengan cepat itu dapat mengarah ke
pertumbuhan jinak (benign) maupun ganas (malignant atau kanker).
Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak menyebar ke
jaringan lain sekitarnya. (5)
Tumor jinak biasanya juga tidak mengancam jiwa kecuali bila ia
terletak pada area struktur vital. Sedangkan tumor ganas dapat
menginvasi jaringan lain dan beranak sebar ke tempat jauh
(metastasis) bahkan dapat menimbulkan kematian. Sel-sel malignant
ini mempunyai sifat resisten terhadap apoptosis, tidak sensitif terhadap
faktor anti pertumbuhan dan contact inhibition-nya disupresi. Untuk
terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi. Bahkan
pada kenyataannya, beberapa serial mutasi terhadap kelas gen tertentu
18

diperlukan untuk mengubah suatu sel normal menjadi sel-sel kanker.


Hanya mutasi pada jenis gen tertentu yang berperan penting pada
divisi sel, apoptosis sel dan DNA repair yang akan mengakibatkan
suatu sel kehilangan regulasi terhadap proliferasinya. (5)
Hampir semua sel neoplasma berasal dari satu sel yang mengalami
mutasi karsinogenik. Sel tersebut mengalami proses evolusi klonal
yang akan menambah resiko terjadinya mutasi ekstra pada sel
desendens mutan. Sel-sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi
untuk menjadi ganas diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika
mutasi berakumulasi, maka sel dari tumor jinak itu akan menjadi
tumor ganas. (4)
2. Staging dan grading tumor
Dalam menentukan suatu penilaian terhadap tumor, perlu
dilakukan grading atau staging. Hal ini dilakukan untuk menentukan
terapi yang terbaik yang akan diberikan kepada pasien. Selain
itu, grading maupun staging ini diperlukan untuk memperkirakan
prognosis pasien. Oleh karena itu, grading atau staging sangat penting
dalam pemeriksaan terhadap pasien. (5)
A. Grading
Grading merupakan suatu penilaian yang kualitatif, bukan
kuantatif. Grading biasanya berdasarkan penampakan histopatologis.
Penilaian grading ini dilakukan pada jaringan tumor yang mempunyai
sifat anaplastik yang paling besar. Dikarenakan hanya secara
kualitatif, grading kurang mempunyai arti klinis. Pada tahun 1920-an,
Broders menggolongkan sel-sel tumor pada bibir dan kulit
berdasarkan ketidakbisaannya pembedaan sel tumor dengan sel
normal, yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100%. (5)
Pengklasifikasian grading berdasarkan bisa tidaknya sel-sel kanker
dibedakan dengan sel yang normal. Klasifikasi tersebut adalah sebagai
berikut:
a. GX : penampakan tidak bisa dinilai
19

b. G1 : sel tumor dengan sel normal bisa dibedakan dengan jelas


c. G2 : sel tumor dengan sel normal bisa dibedakan dengan cukup
jelas
d. G3 : sel tumor dengan sel normal susah dibedakan
e. G4 : sel tumor dengan sel normal tidak bisa dibedakan(3)
Dalam penentuan grading, biasanya digunakan pemeriksaan
mikroskopik dengan pewarnaan hematoxy linand eosin (HE).
Grading juga memerlukan pemeriksaan histologis yang melingkupi
morfologi sel dan juga keadaan sitosolik sel, walaupun tidak semua
jenis kanker memerlukannya. Salah satu contohnya
adalah prostaicadenocarcinoma yang hanya memerlukan arsitektur
sel dan tumor renal yang hanya memerlukan bentuk inti sel. (3)

B. Staging
Staging yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan
prinsip TNM. TNM didasari oleh 3 komponen, yaitu T (tumor
primer), N (ada atau tidanya metastasis yang berkaitan dengan getah
(3)
bening), dan M (jarak metastasis dari tumor primer) . Klasifikasi T
adalah sebagai berikut:
a. Tx : tumor masih belum bisa digolongkan
b. T0 : tidak ditemukan tumor primer
c. Tis : carcinoma in situ
d. T1 : tumor primer berukuran <2cm
e. T2 : tumor primer berukuran 2-5 cm
f. T3 : tumor primer berukuran >5cm (4)

Klasifikasi N adalah sebagai berikut:


a. Nx : penyebaran ke KGB masih belum diketahui
b. N0 : tumor tidak bermetastasis pada KGB
c. N1 : tumor bermetastasis ke KGB ipsilateralaxillarylymphnode(s)
d. N2 : tumor bermetastasis dari KGB menuju ke kelenjar lain
e. N3 : tumor bermetastasis lewat KGB dan telah menyebar ke
bagian tubuh yang lain (4)
Klasifikasi M adalah sebagai berikut:
a. Mx : metastasis masih belum bisa didentifikasi
b. M0 : metastasis tidak berjarak jauh
c. M1 : metastasis berjarak jauh (4)
20

Dengan menggabungkan klasifikasi dai T, N, dan M, didapatkan


klasifikasi TNM secara umum, yaitu:
a. Stage 0 (Tis, N0, M0)
b. Stage I (T1, N0, M0)
c. Stage IIA (T0-N1-M0; T1-N1-M0; T2-N0-M0)
d. Stage IIB (T2-N1-M0; T3-N0-M0)
e. Stage IIIA (T0-N2-M0; T1-N2-M0; T2-N2-M0; T3-N1-M0; T3-
N2-M0)
f. Stage IIIB (T4-N4-M0; T4-N1-M0; T4-N2-M0)
g. Stage IIIC (Any T-N3-M0)
h. Stage IV Any T-any N-M1 (4)

3. Pemeriksaan penunjang pada neoplasma


A. Biopsi
Biopsi adalah tindakan diagnostik yang dilakukan dengan
mengambil sampel jaringan atau sel untuk dianalisis di laboratorium,
baik untuk mendiagnosis suatu penyakit atau untuk mengetahui jenis
pengobatan atau terapi yang terbaik bagi pasien. Tindakan ini juga
dikenal sebagai pengambilan sampel jaringan. (5)
Bila dilakukan secara benar, maka biopsi tersebut akan sangat
berguna serta tidak akan bisa menyebabkan keganasan tumor itu
sendiri, seperti yang banyak dikhawatirkan orang. Biopsi seringkali
dikaitkan dengan kanker. Kanker dapat dideteksi dalam sel dan
jaringan tubuh, di mana sel dapat menjadi tumor atau massa yang
melekat pada organ tubuh. Tergantung pada jenis biopsi yang
dilakukan, tindakan ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
invasi penyakit yaitu apakah penyakit telah menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Tindakan ini juga dapat digunakan untuk
mengeliminasi keberadaan kanker atau mengetahui apakah tumor
bersifat jinak. (5)
Tujuan biopsi tersebut agar tumor tidak terlambat untuk dideteksi
dan dapat segera ditangani oleh dokter.

Adapun ada 2 (dua) jenis macam biopsi, yaitu (5) :


21

a. Biopsi insisional yaitu pengambilan sebagian jaringan, dimana


dilakukan terhadap tumor besar (dengan diameter di atas 6 cm)
Penderita tumor sebelum dilakukan biopsi insisional, biasanya
akan diberikan terapi neoadjuvan (kemoterapi) terlebih dahulu
agar tumor dapat mengecil serta akar tumor menjadi berkurang.
Massa tumor yang diambil kemudian di cek, agar bisa diketahui
mengenai keganasan tumor, serta jenisnya, supaya terapi bisa
disesuaikan.
b. Biopsi eksisional, yaitu pengambilan seluruh massa yang
dicurigai, dimana lazimnya dilakukan pada tumor dengan ukuran
satu sampai dengan dua centimeter. dilakukan bila dokter
memerlukan informasi tambahan mengenai tumor yang tidak
dapat sepenuhnya diangkat karena ukurannya. Prosedur ini pun
dilakukan saat dokter tidak dapat menjangkau tumor melalui
teknik biopsi tanpa bedah, seperti aspirasi jarum halus dan biopsi
jarum inti.
B. Tumor marker
Zat yang dihasilkan oleh sel kanker atau sel-sel tubuh lainnya
dalam merespon adanya kanker atau kondisi tertentu (bukan kanker).
Penanda tumor dapat dibuat oleh sel-sel normal maupun oleh sel-sel
kanker. Namun , pada kondisi adanya kanker diproduksi pada tingkat
yang jauh lebih tinggi; Penanda Tumor dapat ditemukan dalam cairan
tubuh (ekstrasel) dan sel/jaringan tumor penderita kanker, umumnya
adalah protein (antigen).(4)
Beberapa penanda tumor dapat berhubungan dengan hanya satu
jenis kanker, tetapi ada pula yang berhubungan dengan dua atau lebih
jenis kanker. Kadang kondisi non kanker dapat pula menyebabkan
tingkat penanda tumor tertentu meningkat.(4)
Penanda Tumor digunakan untuk membantu mendeteksi,
mendiagnosa (DD, staging, perkiraan volume), dan mengelola kanker
(terapi, prognosis, evaluasi-monitoringdeteksi). Meskipun tingkat
22

yang lebih tinggi dari penanda tumor dapat menunjukkan adanya


kanker, ini saja tidak cukup untuk mendiagnosa kanker. Oleh karena
itu, pengukuran penanda tumor biasanya dikombinasikan dengan tes
lain, seperti biopsi, untuk mendiagnosa kanker. Kadar penanda tumor
dapat diukur sebelum pengobatan untuk membantu merencanakan
terapi yang tepat Kadar penanda tumor dapat mencerminkan tahapan
penyakit dan / atau prognosis pasien. (4)
Penanda tumor juga diukur secara periodik selama terapi kanker
Penurunan tingkat penanda tumor atau kembali ke tingkat normal
penanda ini dapat menunjukkan bahwa kanker merespon pengobatan,
sedangkan tidak ada perubahan atau peningkatan dapat menunjukkan
bahwa kurang/tidak respon pada terapi yang diberikan. Penanda tumor
juga dapat diukur setelah perawatan kanker yang telah selesai untuk
mendeteksi adanya kekambuhan. (4)

Tabel 1. Tumor Marker. (4)


C. Imaging
Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis tumor padat (radiodiagnosis) banyak jenisnya
mulai dari yang konvensional sampai dengan yang canggih, dan untuk
efisiensi harus dipilih sesuai dengan kasus yang dihadapi. (4)
23

Pada tumor padat yang letaknya profunda dari bagian tubuh


atau organ, pemeriksaan imaging perlu dilakukan untuk tuntunan
(guiding) pengambilan sampel patologi anatomi. Selain untuk
membantu menegakakan diagnosis, pemeriksaan imaging juga
(4)
berperan dalam menentukan staging dari tumor padat . Beberapa
pemeriksaan penunjang imaging tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 2. Macam-macam Imaging (4)

D. Diagnosis Molekular
Sepanjang perkembangan ilmu pengetahuan para ilmuan
selalu berusaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan atau masalah-
masalah yang telah dihadapi oleh ilmuan sebelumnya. Sejak
ditetapkannya postulat Koch maka berarti bahwa suatu agent
penyebab suatu penyakit infeksi harus dapat diisolasi pada suatu
biakan murni, harus dapat diidentifikasi, menimbulkan suatu penyakit
yang sama pada hewan percobaan, dan dapat diisolasi kembali pada
suatu biakan murni. Selanjutnya perkembangan didalam menentukan
penyebab penyakit infeksi diawali dengan mengambil bahan
pemeriksaan klinik melalui prosedur-prosedur pewarnaan, isolasi
dengan menggunakan medium pembenihan, melakukan reaksi-reaksi
24

biokimiawi untuk menentukan produk-produk metabolisme, dan tes-


tes serologik atau imunodiagnostik untuk mendeteksi antigen mikroba
atau antibodi terhadap antigen mikroba. (3)
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dilakukan di bidang
Mikrobiologi Kedokteran untuk tujuan diagnostik labolatorik atau
tujuan-tujuan penelitian. Dengan menggunakan dogma biakan murni
dapat diisolasi dan diidentifikasi penyebab suatu penyakit infeksi yaitu
bakteri, jamur atau virus. Namun dengan teknik-teknik yang telah ada,
diketahui bahwa beberapa organisme sangat sulit atau mungkin tidak
mungkin dibiakan, sehingga harus dicari metode lain untuk dapat
menetukan penyebab infeksi tersebut. Selain itu pada beberapa
keadaan metode-metode untuk identifikasi sangat terbatas dalam hal
sensitivitas atau spesifitas atau keduanya. Untuk menambah
sensitivitas, mempercepat waktu pemeriksaan dan menentukan
mikroorganisme yang sukar dibiak telah dikembangkan suatu
immunoassay yang biasa dilakukan oleh laboratorium-laboratorium
yang besar maupun yang kecil untuk mendapatkan hasil diagnosis
yang cepat. (3)
Kemajuan di bidang biologi molekuler dan bidang
pengembangan dari bioteknologi saat ini merupakan langkah baru
untuk menetukan penyebab infeksi sehingga dapat digunakan sebagai
alat bantu pembantu diagnosis, karena metode-metode biologi
molekuler lebih sensitif, lebih spesifik, dan lebih cepat. Prinsip-prinsip
dasar di bidang biologi molekuler seperti genetika molekul, faga
bakteri, dan enzim-enzim bakteri melahirkan bioteknologi modern
pada akhir tahun 1970. Analisis asam nukleat mendapat perhatian
dalam beberapa tahun terakhir ini dan saat ini telah banyak dilakukan
sebagai dasar yang rutin di dalam pemeriksaan laboratorium klinik.
Keuntungan dari pelacak asam-asam nukleat adalah untuk identifikasi
organisme DNA dan produk turunannya pada manusia atau organisme
lainnya. Melalui kemajuan sains dan teknologi terutama dalam
25

teknologi diagnostik dan meningkatnya kesadaran masyarakat


modern pada kesehatan dapat mempengaruhi perkembangan bidang
diagnostik molekuler saat ini.(3)
Kemajuan bidang ini juga dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi biologi molekular dimana secara teori kecenderungan
penyakit tertentu seseorang dapat diketahui, sehingga dengan
tersedianya teknologi seperti ini permintaan masyarakat terhadap test
diagnostik juga semakin meningkat. Bila ditinjau dari efisiensi biaya
dan kecepatan waktu yang ditawarkan maka jasa diagnostik molekuler
suatu saat akan menjadi salah satu kebutuhan kesehatan yang menjadi
rutin dalam masyarakat modern.(3)
Beberapa kelebihan diagnostik molekuler diantaranya adalah
kecepatan dan hasil yang sangat spesifik (tepat), dapat mendeteksi
sampai pada tingkat molekul DNA (gen), mendeteksi berbagai
patogen yang tidak dapat di kultur, tersedianya data base membuat
diagnostik menjadi jauh lebih baik, dan dilakukan dengan metoda
yang tidak invasive sehingga dapat memberikan kenyamanan pada
pasien yang bersangkutan.(3)
Diagnostik molekuler dapat digunakan untuk berbagai macam
jenis diagnostik diantaranya: 1) penyakit infeksi yang disebabkan oleh
berbagai jenis patogen seperti bakteri, virus, jamur dan parasit, 2)
penyakit non-infeksi seperti kanker, penyakit degeneratif, penyakit
kongenital dan kelainan genetis, 3) non-penyakit seperti test DNA
untuk keperluan identifikasi manusia dan 4) material genetik lain
seperti biomarker yang mempunyai hubungan dengan kesehatan.(3)
Metode Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP)
adalah salah satu teknik diagnostik molekuler yang telah
dikembangkan dari tahun 1999 di Jepang. Teknik LAMP
menggunakan amplifikasi DNA pada suhu tetap, sehingga
penggunaan alat thermocycler yang mahal tidak diperlukan.
Amplifikasi pada suhu tetap dapat terjadi dengan menggunakan
26

jumlah primer yang lebih banyak berdasarkan prinsip nested dan


reverse transcriptase PCR (Polymerase Chain Reaction). Proses
amplifikasi pada metode LAMP menggunakan enzim yang dapat
menjadi substrat selama proses reaksi amplifikasi berlangsung.
Analisis basil metode ini sangat sederhana karena dapat dideteksi
secara visual dengan melihat endapan (pada proses reaksi
ditambahkan reagen pengendap) atau dapat berupa perubahan pendar
warn/ fluoresensi (pada proses reaksi ditambahkan reagen fluoresensi)
dengan menggunakan bantuan sinar UV.(3)
4. Diagnosa banding dari kasus dan penatalaksanaannya
Perbedaan dari Limfoma Hodgkin dan Non- Hodgkin
A. Limfoma Hodgkin
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma
yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel
Reed-Stenberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah
mikroskop. Sel Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang
ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat
pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah bening, yang
kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(1)
a. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga
bahwa penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr.
Penyakit ini tampaknya tidak menular. Di Amerika, 6000-7000
kasus baru dari penyakit Hodgkin terjadi setiap tahunnya. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul
pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun.
Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas
60 tahun. (1)
b. Faktor Resiko
Faktor resiko lain adalah defisiensi imun, misalkan pada pasien
transplantasi organ dengan pemberian obat imunosupresif atau
27

pada pasien cangkok sumsum tulang. Keluarga dengan pasien


Hodgkin (kakak adik) juga mempunyai resiko untuk terjadi
penyakit Hodgkin. (1)
c. Riwayat Penyakit
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri.
Gejala sistemik yaitu demam (tipe Pel-Ebstein), berkeringat malam
hari, penurunan berat badan, lemah badan dan pruritus terutama
pada jenis Nodular Sclerosis. Selain itu terdapat nyeri didaerah
abdomen akibat splenomegali atau pembesaran kelenjar yang
masif, nyeri tulang akibat destruksi lokal atau infiltrasi sumsum
tulang. (1)
d. Gejala Klinis
a) Limfadenopati dengan konsistensi rubbery dan tidak nyeri
b) Demam tipe Pel-Ebstein
c) Hepatosplenomegali
d) Neuropati
e) Tanda-tanda obtruksi seperti edema ekstremitas, sindroma
vena cava, kompresi medulla spinalis, disfungsi hollow
viscera. (1)
e. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Pemeriksaan darah : anemi, eosinofilia, peningkatan laju
endapan darah pada flow cytometry dapat terdeteksi limfosit
abnormal atau limfositosis dalam sirkulasi.(1)
Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang
tidak sejalan dengan keterlibatan limfoma pada hati.
Peningkatan alkali fosfatase dan adanya ikterus kolestatik
dapat merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan
hati.(1)
Pemeriksaan faal ginjal : peningkatan kreatinin dan ureum
dapat diakibatkan obstruksi ureter. Adanya nefropati urat dan
28

hiperkalsemi dapat memperberat fungsi ginjal. Sindroma


nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik dapat terjadi pada
limfoma Hodgkin. Hiperurikemi merupakan manifestasi
peningkatan turn-over akibat limfoma.(1)
b) Biopsi Sumsum Tulang
Dilakukan pada stadiumm lanjut untuk keperluan staging,
keterlibatan sumsum tulang ada limfoma Hodgkin sulit
didiagnosis dengan aspirasi sumsum tulang.(1)
c) Radiologis
Pemeriksaan foto thoraks untuk melihat limfadenopati hilar
dan mediastinal, efusi pleura atau lesi parenkim paru. Obtruksi
aliran limfotik mediastinal dapat menyebabkan efusi chylous.
(1)

f. Terapi
Terapi pengobatan Hodgkin adalah radioterapi ditambah
kemoterapi, bergantung dari staging dan faktor resiko.(1)
Radioterapi meliputi Extended Field Radiotherapy (EFRT),
Involved Field Radiotherapy (IFRT) dan radioterapi (RT) pada
Limfoma Residual atau Bulky Disease.(1)
Dalam guideline yang dikeluarga oleh National Comprehensive
Cancer Network (2004) kemoterapi yang direkomendasikan
adalah ABVD dan Standford V sebagai kemoterapi terpilih.(1)
Faktor resiko untuk terapi menurut German Hodgkins Lymphoma
Study Group (GHSH) meliputi (1) :
a) Massa mediastinal yang besar
b) Ekstranodal
c) Peningkatan Laju Endap Darah, 50 untuk pasien tanpa gejala
atau 30 untuk dengan gejala .
d) Tiga atau lebih regio yang terkena
29

Menurut EORTC/GELA (European Organization for Reserch


and Treatment of Carcinoma/ Groupe dEtude des Lymphomes de
IAdult) faktor resiko yaitu:
a) Massa mediastinal yang besar
b) Usia 50 tahun atau lebih
c) Peningkatan Laju Endap Darah
d) 4 regio atau lebih. (1)

B. Limfoma Non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin (LNH) atau non-Hodgkin lymphomas
(NHL) merupakan penyakit yang sangat heterogen dilihat dari segi
patologi dan klinisnya. Penyebarannya juga tidak seteratur penyakit
Hodgkin serta bentuk ekstra-nodal jauh lebih sering dijumpai. (1)
a. Insiden
LNH merupakan neoplasma ganas padat yang cukup sering
dijumpai dengan frekuensi 3% dari seluruh kanker. Di Indonesia
frekuensi relatif LNH jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
limfoma Hodgkin. Di negara barat limfoma dari sel B jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan limfoma dari sel T. Akan tetapi, di
Jepang limfoma sel T didapatkan dalam frekuensi yang cukup
tinggi. (1)
b. Klasifikasi Histopatologik
Klasifikasi histopatologik merupakan topik yang paling
membingungkan dalam studi limfoma maligna karena
perkembangan klasifikasi ini demikian cepat dan dijumpai berbagai
jenis klasifikasi yang satu sama lain tidak kompatibel. Limfoma
nonhodgkin dianggap mutasi ganas dari salah satu tingkat
perkembangan limfosit. Diketahui bahwa sebagian sel limfoma
berasal dari follicular center cell (FCC), dapat berkembang
menjadi bentuk difus atau noduler. Demikian juga perkembangan
petanda imunologik, biologi molekuler, serta pengertian tentang
30

ontogenesis iimfosic telah memberikan pengertian yang lebih baik


tentang limfoma maligna. Untuk dapat memahami lebihbaik
klasifikasi limfoma maka pemahaman tentang
perkembanganlimfosit serta struktur kelenjar getah bening sangat
diperlukan. (1)
c. Perkembangan Limfosit
Prekursor limfosit dalam sumsum tulangadalah limfoblast.
Perkembangan limfosit terbagi dalam dua tahap: (1) tahap yang
tidaktergantung antigen (antigen independent); dan (2) tahap yang
tergantung antigen (antigen dependent). (3)
Pada tahap 1, sel induk limfopid berkembang meniadi sel pre-
B, kemudian menjadi sel B imatur dan sel B matur dalam sirkulasi,
dikenal sebagai naive B-cell. Apabila sel B terkenarangsang
antigen, maka proses perkembangan akan masuk tahap 2yang
terjadi dalam berbagai kompartemen folikel kelenjar getah bening,
di mana terjadi immunoglobuline gene rearrangement. Padatahap
akhir menghasilkan sel plasma yang akan pulang kembali (homing)
ke sumsum tulang. (3)
Terdapat bukti bahwa pada respons imunawal sebagian naive
Bcell dapat langsung mengalami transrormasi meniadi
immunoblast kemudian menjadi sel plasma, bebagian besar nave B
cell alami transformasi melalui mantle cell, follicular B-blast,
centro blast, centrocyte, monocytoid B cell dan sel plasma. (3)
Untuk memahami penggolongan limfoma perlu pengertian
tentang pembagian kompartemen kelenjar getah bening. Secara
umum klasifikasi LNH dibuat berdasarkan kemiripan sel-sel pada
suatu tipe LNH dengan limfosit normal dalam berbagai
kompartemen diferensiasi. (3)
Klasifikasi histopatologik harus disesuaikan dengan
kemampuan patologis serta fasilitas yang tersedia. Dua jenis
31

klasifikasi yang palingumum dipakai adalah klasifikasi Kiel dan


Working Formulation. (1)
d. Gejala Klinik
Gejala klinik limfoma nonhodgkin dapat berupa berikut:
a) Pembesaran kelenjar getah bening merupakan gejala yang
paling sering dijumpai. Pembesaran kelenjar getah bening
asimetrik, lokasi dan tanda fisik kelenjar getah bening persis
sama seperti pada penyakit Hodgkin.
b) Gejala konstitusional dapat berupa demam, keringat malam
dan penurunan berat badan. Gejala konstitusional ini lebih
jarang dijumpai dibandingkan pada penyakit Hodgkin.
c) Jangkitan orofaringeal dijumpai pada 5-10% kasus yang dapat
menimbulkan keluhan sakit menelan (sore throat).
d) Anemia, infeksi, dan perdarahan dapat dijumpai pada kasus
yang mengenai sumsum tulang secara difus.
e) Dapat dijumpai hepato/splenomegali.
f) Gejala pada organ lain seperti kulit, otak, testis dan tiroid dapat
dijumpai. Kelainan kulit sering dijumpai pada mycosis
funguides dan Sezary syndrome. (1)
e. Kelainan Hematologi
Pada pemeriksaan hematologik seorang penderita LNH dapat
dijumpai berikut:
a) Dapat dijumpai anemia bersifat normokromik normositer.
b) Pada jangkitan sumsum tulang yang luas dapat dijumpai
anemia, leukopenia dan trombositopenia serta gambaran
leukoeritroblastik.
c) Dapat dijumpai fase leukemik dari LNH dengan >5% sel muda
dalam darah tepi.
d) Biopsi sumsum tulang menunjukkan lesi fokal pada 20%
kasus. Jangkitan sumsum tulang justru lebih sering LNH low-
grade. (1)
32

f. Pemeriksaan Lain
Beberapa pemeriksaan lain sangat diperlukan dalam diagnosis
LNH.
a) Pemeriksaan petanda imunologik (immunological marker)
untuk melihat ekspresi antigen pada permukaan sel sangat
penting untuk menentukan jenis sel (sel B atau sel T) serta
tingkat perkembangannya.

Gambar 1. Limfadenopati masif asimetrik pada penderita LNH.


(A), bandingkan dengan limfadenopati yang sudah sangat
mengecil setelah kemoterapi pada penderita yang sama (B). (1)

b) Pemeriksaan kromosom (sitogenetik) penting dalam


menentukan prognosis. Kelainan yang khas dijumpai pada
bentuk tertentu. Burkitts lymphoma t(8; 14), follicular
lymphoma t(14; 8), mantle cell lymphoma t(11; 14), anaplastic
large cell lymphoma t(2; 5).
c) Pemeriksaan biologi moiekuler untuk menentukan adanya
rearrengement immunoglobulin genes pada LNH sel B dan
rearrangement T-cell receptor genes pada LNH sel T.
d) LDH (lactic dehydrogenase) sering meningkat pada LNH
dengan proliferasi sel yang cepat dan pada penyakit yang luas.
Asam urat serum juga sering meningkat. (1)
g. Diagnosis
Diagnosis LNH harus ditegakkan dari pemeriksaan histologi
biopsi eksisi (excisional biopsy) kelenjar getah bening atau
33

jaringan ekstranodal. Pemeriksaan dari hasil aspirasi jarum halus


tidak memadai untuk diagnosis konfirmatif. Dilakukan klasifikasi
histopatologik menurut klasifikasi yang lazim dipakai (di Indonesia
pada umumnya gabungan working formulation dan Kiel). Setelah
itu dilakukan prosedur penderajatan penyakit sehingga derajat
penyakir dapat ditentukan. (1)
h. Terapi
Terapi untuk LNH terdiri atas terapi spesifik untuk membasmi
sel limfoma dan terapi suportif untuk meningkatkan keadaan
umum penderita atau untuk menanggulangi efek samping
kemoterapi atau radioterapi. Terapi spesifik untuk LNH dapat
diberikan dalam bentuk berikut(1):
a) Radioterapi
1) untuk penyakit yang terlokalisir (derajat I)
2) untuk ajuvan pada bulky disease"
3) untuk tujuan paliatif pada stadium lanjut
b) Kemoterapi
1) kemoterapi tunggal (single agent) Chlorambucil atau
siklofosfamid untuk LNH derajat keganasan rendah
2) kemoterapi kombinasi dibagi menjadi tiga, yaitu (1):
I. Kemoterapi kombinasi generasi I terdiri atas:
i. CHOP (cyclophosphamide, doxorubicine,
vincristine, prednison);
ii. CHOP-Bleo/Bacop (CHOP + bleomycine)
iii. COMLA (cyclophosphatnide, vincristine,
methotrexate with leucovorin rescue);
iv. CVP/COP (cyclophosphamide, vincristine,
prednison);
v. C-MOPP (cyclophosphamide, mechlorethamine,
vincristine, prednison, procarbazine).
II. Kemoterapi kombinasi generasi II terdiri atas:
34

i. COP-Blam (cyclophosphamide,
mechlorethamine, vincristine, prednison,
bleomycine, doxorubicine, procarbazine)
ii. Pro-MACE-MOPP (prednisone, methatrexate
with leucovorin rescue, doxorubicine,
cyclophosphamide, etoposide, mechlorethamine,
vincristine, prednisone procarbazine)
iii. M-BACOD (methotrexate with leucovorin
resale, bleomycine, doxorubicine,
cyclophosphamide, vincristine, dexamethasone).
III. Kemoterapi kombinasi generasi III terdiri atas:
i. COPBLAM III (cyclophosphamide, infusional
vincristine, prednison, infusional bleomycine,
doxorubicine, procarbazine)
ii. ProMACE-CytaBOM (prednison, methotrexate
with leucovorin rescue, doxorubicine,
cyclophosphamide, etoposide, cytarabine,
bleomycine, vincristine, methotrexate with
leucovorin rescue). (1)
c) Bentuk Sediaan
Kemoterapi tersedia dalam berbagai bentuk diantaranya :
1) Dalam bentuk tablet atau kapsul yang harus diminum
beberapa kali sehari. Keuntungan kemoterapi oral
semacam ini adalah: bisa dilakukan di rumah.
2) Dalam bentuk suntikan atau injeksi. Bisa dilakukan di
ruang praktek dokter, rumah sakit, klinik, bahkan di
rumah.
3) Dalam bentuk infus. Dilakukan di rumah sakit, klinik, atau
di rumah (oleh paramedis yang terlatih). (2)
d) Dosis
35

Dihitung berdasar Luas Permukaan Tubuh (LPB).


Sedangkan LPB dihitung dengan table berdasarkan tinggi
badan dan berat badan. Apabila tubuh pasien makin kurus
selama pemberian kemoterapi seri I dan II maka untuk
pemberian seri selanjutnya harus diukur lagi LPB-nya, mis:
BB = 56 kg, TB = 150 cm, LPT = 1,5m2. Dosis obat X : 50
mg/m2, berarti penderita harus mendapat obat 50 x 1,5 mg =
75 mg. (2)
C. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan terhadap etiologi
penyakit. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang
etiologi, faktor pencetus, faktor risiko timbulnya kanker dan
berupaya melenyapkan pengaruhnya bagi manusia. Kepada
masyarakat dilakukan penerangan kesehatan masyarakat tentang
pencegahan kanker, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
kanker, mencegahnya sebelum terjadi. (2)
Metode pencegahan primer (2):
a) Mengubah higiene buruk, menjaga pola hidup sehat. Ini
merupakan upaya pencegahan yang paling hemat dan efektif.
b) Komposisi nutrisi rasional. Harus diperhatikan keseimbangan
nutrisi, mengurangi masukan lemak, kolesterol,
memperanyak makanan kaya vitamin A, C, E dan selulosa,
tidak mengkonsumsi makanan yang telah beramur, hangus
terbakar, terlalu asin dan terlalu panas.
c) Meneliti, menentukan zat pncetus dan pemicu kanker di
lingkungan. Meningkatkan upaya pemantauan, pengendalian
dan pemberantasan terhadap zat pencetus, pemicu kanker
yang telah diketahui, menghindari polusi lingkungan.
Mislanya, pelarangan memakai bahan dari asbes untuk
mencegah kanker paru akibat asbes.
36

d) Membangun metode pencegahan dengan vaksinasi dan


prevensi kimiawi. Terhadap virus sudah cukup jelas berkaitan
kausal dengan kanker, dapat dilakukan vaksinasi untuk
mencegah kanker. Misalnya vaksinasi terhadap virus hepatitis
B untuk mencegah timbulnya hepatoma.
b. Pencegahan Sekunder
Skrining merupakan metode efektif untuk pencegahan
sekunder kaker. Melalui pemeriksaan penapisan terhadap
masyarakat ditemukan penderita kanker dini yang belum
memiliki keluhan subjektif, kelompok orang berisiko tinggi
kanker, lesi prekanker, lalu dilakukan intervensi untuk memutus
perjalanan penyakit.(2)
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya meningkatkan angka
kesembuhan, angka survival, dan kualitas hidup terapi kanker. (2)
Metode:
Perlu membuat pedoman baku dalam diagnosis,terapi dan
rehabilitasi pasien. Selain itu, perlu memberi petunjuk bagi terapi
faal, psikologis, nutrisi dan pelatihan; mengembangkan terapi
paliatif dan mengatasi nyeri, meningkatkan kualitas hidup pasien
stadium lanjut, memperhatikan perawatan pasien terminal.(2)
D. Deteksi Dini
a. Deteksi dini kanker serviks
Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang sudah dilatih dengan pemeriksaan leher rahim
secara visual menggunakan asam asetat yang sudah di encerkan,
berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang untuk
mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%.
Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas yang
tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan bahwa
leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker.(1)
37

Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi,


termasuk saat menstruasi, dan saat asuhan nifas atau paska
keguguran. Pemeriksaan IVA juga dapat dilakukan pada
perempuan yang dicurigai atau diketahui memiliki ISR/IMS atau
HIV/AIDS.(1)
Interpetasi pemeriksaan IVA(1) :
a) Terdapat kecurigaan kanker atau tidak : Jika ya, klien dirujuk,
pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan . Jika pemeriksaan adalah
dokter ahli obstetri dan ginekologi, lakukan biopsi.
b) Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo
kolumnar (SSK). Jika SSK tidak tampak, maka : dilakukan
pemeriksaan mata telanjang tanpa asam asetat, lalu beri
kesimpulan sementara, misalnya hasil negatif namun SSK
tidak tampak. Klien disarankan untuk melakukan pemeriksaan
selanjutnya lebih cepat atau pap smear maksimal 6 bulan lagi.
Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi
yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh
permukaan serviks.
c) Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada
bercak putih (acetowhite epithelium) atau tidak. Jika tidak
(IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus kembali
untuk mengulangi pemeriksan IVA. Jika ada (IVA positif),
tentukan metode tata laksana yang akan dilakukan.
Bila ditemukan IVA Positif, dilakukan krioterapi,
elektrokauterisasi atau eksisi LEEP/LLETZ. Krioterapi dilakukan
oleh dokter umum, dokter spesialis obstetri dan ginekologi atau
konsultan onkologi ginekologi Elektrokauterisasi, LEEP/LLETZ
dilakukan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi atau
konsultan onkologi ginekologi
b. Deteksi dini kanker prostat(1)
38

Deteksi dapat dilakukan dengan 1. Pemeriksaan PSA dalam


darah 2. Pemeriksaan DRE, apabila satu dari tes tersebut
menunjukkan hasil abnormal, maka diperlukan pemeriksaan
lanjutan yaitu BIOPSI (pengambilan sampel jaringan prostat) untuk
menegakkan diagnostik kanker prostat. Menurut rekomendasi
American Cancer Society brikut adalah pasien yang
direkomendasikan melakukan pemeriksaan PSA:
1) Pria dengan faktor resiko rata-rata: Skrining sejak usia 50
tahun setiap setahun sekali.
2) Pria dengan faktor resiko tinggi atau memiliki keluarga
yang menderita kanker prostat; Skrining dianjurkan sejak
usia 40 tahun.
a) Pemeriksaan PSA
PSA adalah zat yang dihasilkan oleh sel-sel yang ada di
dalam kelenjar prostat. Kebanyakan dilepaskan ke dalam
cairan semen, tetapu sebagian juga ke dlam darah. Sampel
Pemeriksaan : Darah dari Vena tangan.(1)
Nilai Total SPA (1) :
1) 4,0 ng/ml makna memiliki resiko rendah terkena kanker
prostat
2) >4-10 ng/ml makna kemungkinan 25% terkena kanker
prostat
3) >10 ng/ml makna kemungkinan 67% terkena kanker prostat
Apabila pemeriksaan PSA antara 2,6-10 ng/ml, dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan Rasio Free PSA/PSA Total
untuk membantu membedakan kondisi kanker prostat dengan
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia-Kondisi pembesarab
prostat). (1)
c. Deteksi dini pada kanker ovarium
Tingginya angka mortalitas kanker ovarium disebabkan oleh
kurang efektifnya strategi untuk deteksi dini penyakit tersebut,
39

padahal jika ditemukan pada stadium awal angka harapan hidup


penderita kanker ovarium akan jauh meningkat. Belum adanya tes
diagnosis yang efektif menjadi permasalahan utama untuk deteksi
dini kanker ovarium. Saat ini CA-125 secara luas telah digunakan
untuk skrining kanker ovarium, namun CA-125 belum dianggap
sebagai marker yang ideal karena rendahnya spesitifitas akibat
tingginya angka positif palsu. Dengan insiden yang rendah (40-50
per 100.000 wanita diatas 50 tahun) maka untuk deteksi dini
kanker ovarium diperlukan marker yang memiliki sensitivitas >75
% dan spesitifitas > 99,6%.(1)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Maggino dkk, angka
sensitifitas CA-125 untuk diagnosis kanker ovarium adalah sebesar
78,3% dan spesitifitas 82% dengan menggunakan nilai batas kadar
CA-125 sebesar 35U/mL. Pada kanker ovarium stadium II, III, dan
IV CA-125 meningkat pada 90% kasus, namun hanya 50% dari
kanker ovarium stadium I yang mengalami peningkatan kadar CA-
125.(1)
CA-125 tidak direkomendasikan untuk skrining kanker
ovarium pada populasi umum, karena biaya pemeriksaan yang
cukup mahal,. Namun, pada beberapa kelompok dengan risiko
tinggi terkena kanker ovarium seperti dengan riwayat adanya
keluarga menderita kanker ovarium, CA-125 dapat berguna untuk
deteksi dini.Karena rendahnya angka spesitifitas CA-125 untuk
marker deteksi dini kanker ovarium, maka peneliti
mengkombinasikan CA-125 dengan pemeriksaan lain, seperti
USG, HE4, dan marker lainnya namun sampai saat ini belum
didapatkan hasil yang memuaskan dari kombinasi pemeriksaan
tersebut. (1)
Saat ini juga telah dikembangkan perhitungan untuk menilai
kemungkinan keganasan dari tumor ovarium, yakni dengan Risk of
Malignancy Index. Dengan komponen yang terdiri dari status
40

menopause, CA-125 dan USG. Penghitungan tersebut tentu


memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dibanding hanya dengan
mengandalkan kadar CA-125 saja. Pertama kali diperkenalkan oleh
Jacob dkk pada tahun 1990, RMI telah disempurnakan pada tahun
1996 (RMI II) dan 1999 (RMI III) oleh Tingulstad dkk.7 RMI
merupakan prediktor yang akurat untuk keganasan. Nilai
sensitifitas RMI adalah sebesar 85% dan spesitifitas sebesar 97 %.
RMI memiliki potensi untuk mengurangi jumlah prosedur operasi
pada tumor yang jinak dibandingkan dengan hanya menggunakan
CA-125 sebagai marker. Hal ini berkaitan dengan tingginya positif
palsu pada CA-125. Namun secara umum RMI memiliki nilai
subjektivitas yang tinggi pada interpretasi USG, sehingga hasilnya
dapat bervariasi.(1)
41

DAFTAR PUSTAKA

1. Desen W. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, 2013.
2. Wilson, L. Gangguan Pertumbuhan, Proliferasi, dan Diferensiasi Sel
Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2003.
3. American Joint Committee on Cancer AJCC. Cancer Staging Manual.
6th ed. New York: Springer; 2002.
4. Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI; Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing, 2016.
5. Kumar. Buku Ajar Patologi. Edisi 9. Jakarta: EGC, 2016

9
41

1
0

1
0

Anda mungkin juga menyukai