Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

EPIDURAL HEMATOM

KELOMPOK IV:

Oleh:

Indra Wahyudi
(PO.62.20.1.15.125)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN REGULER II
TAHUN 2017
EPIDURAL HEMATOM

A. Definisi
Epidural hematoma atau perdarahan ekstradura diartikan sebagai adannya
penumpukan darah diantara dura dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak (Japardi,
2004).
Lebih sering terjadi pada lobus temporal dan parietal (Smeltzher & Bare, 2001).
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering
terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi olek tulang tengkorak yang kaku
dan keras. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang
disebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan
membentuk periosteum tabula interna.
Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan
dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami
robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak,
keadaan inlah yang dikenal dengan sebutan epidural hematom.
Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya
berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar sehingga
menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan
pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle
meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam
ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
Tipe- tipe :
1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri
2. Subacute hematoma
3. Cronic hematoma (11%) perdarahan dari vena

B. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi pembuluh darah yang ada di antara
tengkorak dan durameter akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti
kecelakaan kendaraan, atau tertimpa sesuatu. Sumber perdarahan biasanya dari laserasi
cabang arteri meningen, sinus duramatis, dan diploe (Japardi, 2004).

2
C. Patofisiologi
Fraktur tengkorak karena benturan mengakibatkan laserasi (rusak) atau robeknya
arteri meningeal tangah, arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal. Rusaknya pembuluh darah ini
mengakibatkan darah memenuhi ruangan epidural yang menyebabkan hematom epidural.
Apabila perdarahan ini terus berlangsung menimbulkan desakan durameter yang akan
menjauhkan duramater dari tulang tengkorak, hal ini akan memperluas hematom.
Perluasan hematom ini akan menekan lobus temporal ke dalam dan kebawah. Tekanan
ini menyebabkan isi otak mengalami herniasi. Adanya herniasi ini akan mengakibatkan
penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata
menyebabkan hilangnya kesadaran. Pada bagian juga terdapat nervus okulomotor, yang
mana penekanan pada saraf ini menyebabkan dilatasi pupil dan ptosis. Perluasan atau
membesarnya hematom akan mengakibatkan seluruh isi otak terdorong ke arah yang
berlawanan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial (TIK)
sehingga terjadi penekanan saraf-saraf yang ada di otak.

D. ANATOMI OTAK
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya,
tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah
sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak
dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi
seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek
ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari
rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat
di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di
antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang
mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan
vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita
dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik
yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa
infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan
betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea
terkoyak. Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak

3
memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau
tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula eksterna, dan
dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu
kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . tabula interna
mengandung alur-alur yang berisiskan arteria meningea anterior, media, dan posterior.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery
ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural,
dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah
dura mater, arachnoid, dan pia mater.
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:
- Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang
membungkus dalam calvaria
- Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang
berlanjut terus di foramen mgnum dengan dura mater spinalis yang
membungkus medulla spinalis
2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba
3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh
darah.
E. Manifestasi klinis
1. Penurunan kesadaran sampai koma
2. Keluarnya darah yang bercampur CSS/cairan serebrospinal dari hidung (rinorea) dan
telinga (othorea)
3. Nyeri kepala yang berat
4. Susah bicara
5. Dilatasi pupil dan ptosis
6. Mual
7. Hemiparesis
8. Pernafasan dalam dan cepat kemudian dangkal irregular
9. Battle sign
10. Peningkatan suhu
11. Lucid interval (mula-mula tidak sadar lalu sadar dan kemudian tidak sadar)

F. Pemeriksaan penunjang (Doenges, 2000)


1. CT scan: Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran otak

4
2. MRI: sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras
3. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergerseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan/trauma
4. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5. Sinar X: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang
6. BAER (Brain auditory Evoked Respons): menentukan fungsi korteks dan batang
otak
7. PET(Positron Emission Tomogrhapy): menunjukkan metabolisme pada otak
8. Fungsi lumbal: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
9. AGD: mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.

G. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
a. Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial
dan meningkakan drainase vena.
b. Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema
cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana
yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin
sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic
dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat
masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium
bikarbonat. Dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat
dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai
efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.
3. Terapi Operatif

5
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional
saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergenci. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang. Indikasi
untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
a. 25 cc = desak ruang supra tentorial
b. 10 cc = desak ruang infratentorial
c. 5 cc = desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.

Clinical Pathway

6
ASUHAN KEPERAWATAN

7
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Pengumpulan data adalah kegiatan dalam menghimpun informasi dari penderita dan
sumber-sumber lain yan meliputi unsur bio psikososio spiritual yang komprehensif
dan dilakukan pada saat penderita masuk.
2. Keluhan utama
Keluhan utama penderita dengan CVA bleeding datang dengan keluhan kesadaran
menurun, kelemahan/kelumpuhan pada anggota badan (hemiparese/hemiplegi),
nyeri kepala hebat.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Adanya nyeri kepala hebat atau akut pada saat aktivitas, kesadaran menurun
sampai dengan koma, kelemahan/kelumpuhan anggota badan sebagian atau
keseluruhan, terjadi gangguan penglihatan, panas badan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Penderita punya riwayat hipertensi atau penyakit lain yang pernah diderita oleh
penderita seperti DM, tumor otak, infeksi paru, TB paru.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit lain
seperti hipertensi dengan pembuatan genogram.
4. Data biologis
a. Pola nutrisi
Dengan adanya perdarahan di otak dapat berpengaruh atau menyebabkan
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena mual muntah sehingga intake
nutrisi kurang atau menurun.
b. Pola eliminasi
Karena adanya CVA bleeding terjadi perdarahan dibagian serebral atau
subarochnoid, hal ini dapat berpengaruh terhadap reflex tubuh atau mengalami
gangguan dimana salah satunya adalah hilangnya kontrol spingter sehingga
terjadi inkonhnentia atau imobilisasi lama dapat menyebabkan terjadinya
konstipasi.
c. Pola istirahan dan tidur
Penderita mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang
meningkat sehingga penderita mengalami gangguan pemenuhan tidur dan
istirahat.
d. Pola aktivitas
Adanya perdarahan serebral dapat menyebabkan kekakuan motor neuron yang
berakibat kelemahan otot (hemiparese/hemiplegi) sehingga timbul keterbatasan
aktivitas.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum

8
Keadaan umum penderita dalam kesadaran menurun atau terganggu postur
tubuh mengalami ganguan akibat adanya kelemahan pada sisi tubuh sebelah
atau keseluruhan lemah adanya gangguan dalam berbicara kebersihan diri
kurang serta tanda-tanda vital (hipertensi)
b. Kesadaran
Biasanya penderita dengan CVA bleeding terjadi perubahan kesadaran dari
ringan sampai berat, paralise, hemiplegi, sehingga penderita mengalami
gangguan perawatan diri berupa self toileting, self eating.
6. Data Spikologis
a. Konsep diri
Penderita mengalami penurunan konsep diri akibat kecacatannya.
7. Data sosial
a. Hubungan sosial
Akibat perdarahan intraserebral terjadi gangguan bicara, penderita mengalami
gangguan dalam berkomunikasi dan melaksanakan perannya.
b. Faktor sosio kultural
Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat adanya perasaan rendah diri
akibat sakitnya tidak dapat beraktifitas secara normal karena adanya kelemahan
dan bagaimana hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa .
8. Data Spiritual
Penderita mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadahnya karena adanya
kelumpuhan.
9. Data penunjang
Penderita mengalami nyeri kepala karena adanya tekanan intrakronial yang
meningkat sehingga penderita mengalami gangguan pemenuhan tidur dan istirahat.

B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI


1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung).
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dalam pemulihannya setelah serangan awal,
dan potensial peningkatan TIK. menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
Pantau /catat status neurologis secara
intensif.
teratur dan bandingkan dengan nilai Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

9
standar GCS. TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
Evaluasi keadaan pupil, ukuran,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
terhadap cahaya. berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi,
baik.
frekuensi nafas, suhu. Peningkatan TD sistolik yang diikuti oleh penurunan
Pantau intake dan out put, turgor kulit
TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
dan membran mukosa.
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh
Turunkan stimulasi eksternal dan
penurunan kesadaran.
berikan kenyamanan, seperti lingkungan
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
yang tenang.
yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Bantu pasien untuk menghindari
Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
/membatasi batuk, muntah, mengejan.
fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad
mempertahankan atau menurunkan TIK.
sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak
Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan sesuai dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
indikasi.
Berikan obat sesuai indikasi, misal: akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
diuretik, steroid, antikonvulsan, terjadinya peningkatan TIK.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
analgetik, sedatif, antipiretik.
edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran
vaskuler TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Tindakan kolaboratif

2. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler


(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
Bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan
pernapasan. Catat ketidakteraturan perlunya ventilasi mekanis.
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
pernapasan.
Pantau dan catat kompetensi reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas.
Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan
gag/menelan dan kemampuan pasien
perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.
untuk melindungi jalan napas sendiri.
Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
Pasang jalan napas sesuai indikasi.

10
Angkat kepala tempat tidur sesuai menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
aturannya, posisi miirng sesuai indikasi menyumbat jalan napas.
Anjurkan pasien untuk melakukan napas Mencegah/menurunkan atelektasis.
Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau
dalam yang efektif bila pasien sadar.
Lakukan penghisapan dengan ekstra hati- dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat
hati, jangan lebih dari 10-15 detik. membersihkan jalan napasnya sendiri.
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
Catat karakter, warna dan kekeruhan
atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
dari sekret.
Auskultasi suara napas, perhatikan membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
daerah hipoventilasi dan adanya suara menandakan terjadinya infeksi paru.
Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam
tambahan yang tidak normal misal:
basa dan kebutuhan akan terapi.
ronkhi, wheezing, krekel.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
Pantau analisa gas darah, tekanan
tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi
oksimetri
Lakukan ronsen thoraks ulang. atau bronkopneumoni.
Berikan oksigen. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
Lakukan fisioterapi dada jika ada
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
indikasi.
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.
Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/ komplikasi paru
lainnya.

3. Resiko terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan
kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan
(penggunaan steroid).
Tujuan
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. nosokomial.
Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, untuk melakukan tindakan dengan segera dan
catat karakteristik dari drainase dan adanya pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
inflamasi.

11
Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan
demam, menggigil, diaforesis dan perubahan dengan segera.
Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi
fungsi mental (penurunan kesadaran).
Anjurkan untuk melakukan napas dalam, paru untuk menurunkan resiko terjadinya
latihan pengeluaran sekret paru secara terus pneumonia, atelektasis.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
menerus.
Observasi karakteristik sputum. mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
Berikan antibiotik sesuai indikasi
dilakukan pembedahan untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi nosokomial.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. McCarty L. (1995). Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3.
Jakarta. : EGC

Dochterman, J. M., Bulecheck, G. N. 2004. Nursing Intervension Classification (NIC).


Missouri: Mosby

Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. 2009. NANDA International. Nursing Diagnoses : Definition and


Classification 2009 2011. Willey Blackwell: United Kingdom

Japardi, I. (2004). Cedera kepala. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Smeltzher & Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC

Soertidewi L. (2002). Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

13

Anda mungkin juga menyukai