Fifi Yuliana (155020301111003) Siwi Nurjayanti (155020301111028) Nastiti Kartika Dewi (155020307111057)
CSR dan Akuntabilitas
Keberlanjutan suatu perusahaan bergantung pada seberapa besar perusahaan dapat bertanggung jawab atas dampak yang dtimbulkan dari aktivitas operasinya. Elkington (1997) menyatakan bahwa untuk menjamin keberlanjutan suatu perusahaan hendaknya memperhatikan 2 (dua) aspek lain selain aspek ekonomi yaitu aspek sosial dan lingkungan.Perusahaan yang mampu menyinergikan ketiga aspek tersebut dengan visi dan misi yang ingin dicapai perusahaan akan menjamin keberlangsungan perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan, memperbaiki legitimasi dan meningkatkan profitabilitas bagi perusahaan. Perusahaan dituntut peka dengan kecenderungan investor saat ini yang akan berinvestasi pada perusahaan dengan etika bisnis yang baik, peduli terhadap dampak lingkungan dan memiliki tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholder-nya (Patten 1990) dan CSR dapat memfasilitasi kebutuhan stakeholder terhadap informasi sosial tersebut. Pengungkapan CSR faktanya memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan terutama manfaat jangka panjang seperti peningkatan nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham, menjaga legitimasi yang diperoleh perusahaan, meningkatkan penjualan dan secara tidak langsung akan membuat masyarakat turut serta dalam menjaga eksistensi dari perusahaan. Namun, pengungkapan CSR tidak terlepas dari berbagai konflik kepentingan di dalamnya. Perusahaan dituntut untuk mengeluarkan biaya yang akan mengurangi laba tahun berjalan dan pemegang saham kurang menyukai hal ini. Di sisi lain, manager dituntut untuk mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, menjaga legitimasi yang diperoleh perusahaan sekaligus memenuhi peraturan yang berlaku. Legitimacy gap memengaruhi kemampuan perusahaan dalam menjaga eksistensi perusahaan dan mengganggu stabilitas operasional yang akan berakhir pada profitabilitas. CSR digunakan perusahaan untuk meningkatkan kesesuaian antara operasi perusahaan dengan pengharapan masyarakat dalam rangka mengurangi legitimacy gap yang terjadi. Sesungguhnya kebijakan yang pro-masyarakat dan lingkungan sangat dibutuhkan ditengah arus neoliberalisme seperti sekarang ini, walaupun disisi lain, masyarakat juga tidak bisa seenaknya melakukan tuntutan kepada perusahaan, apabila harapannya itu berada diluar batas aturan yang berlaku. Dengan adanya aturan hukum, maka perbedaan kepentingan antara para pihak baik perusahaan dan masyarakat dapat dijembatani secara baik dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika kemitraan ini terjalin baik, dapat dipastikan bahwa korporasi dan masyarakat dapat berhubungan secara co-eksistensial, simbiosis-mutualistik dan kekeluargaan, sehingga pada gilirannya akan meminimalisir potensi munculnya masalah- masalah sosial yang belakangan kian tak terkendali. Meski demikian, perlu kehatihatian agar intervensi dan regulasi pemerintah terhadap dunia usaha ini, khususnya terhadap aktualisasi CSR tidak terjebak pada birokratisasi yang melelahkan dan berbiaya tinggi. Regulasi yang berlebihan justru menimbulkan counter-productive terhadap proses demokratisasi yang tengah terjadi di Indonesia saat ini. Regulasi dalam konteks ini diperlukan agar semua komponen berjalan atas dasar rule of law, patuh atas aturan main yang jelas, sehingga parameternya pun menjadi jelas. Sehubungan dengan itu pemerintah perlu menentukan actor pelaksana program CSR, dengan harapan untuk dapat dievaluasi akan keberhasilan dan kegagalan, selain untuk lebih memudahkan distribusi penggunaan dana untuk pelaksanaan program CSR secara berkelanjutan. Pelaksanaan program CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa keberterimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi seperti itulah yang pada gilirannya dapat memberikan keuntungan ekonomi-bisnis kepada perusahaan yang bersangkutan. Dengan pemahaman seperti itu, dapat dikatakan bahwa, CSR adalah prasyarat perusahaan untuk bisa meraih legitimasi sosiologiskultural yang kuat dari masyarakatnya. Dalam tataran praktis, CSR seringkali diinterpretasikan sebagai pengkaitan antara pengambilan keputusan dengan nilai-nilai etika, pemenuhan kaidah-kaidah hukum serta menghargai martabat manusia, masyarakat dan lingkungan.
Referensi: Lindawati, Ang Swat Lin dan Marsella Eka Puspita. 2015. Corporate Social Responsibility: Implikasi Stakeholder dan Legitimacy Gap Dalam Peningkatan Kinerja Perusahaan. Universitas Ma Chung. Online (jamal.ub.ac.id)