Anda di halaman 1dari 23

Asuhan keperawatan kanker colon

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sistem pencernaan di mulai dari rongga mulut masuk ke dalam lambung melalui faring dan
esophagus. Lalu kemudian masuk kedalam duodenum, jejunum dan ileum setelah di lakukan
penyerapan nutrisi maka zat sisa yang di hasilkan di bawa lagi ke kolon asendens, kolon
transversal, kolon desendens, kolon sigmoid, dan rectum dan terakhir keluar dalam bentuk feses.
Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap hari.
Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus disalurkan
ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misalnya selulosa), komponen
empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi
lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses. Fungsi utama usus besar
adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi.
Selulosa dan bahan-bahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk
sebagian besar feses dan membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena
berperan menentukan volume isi kolon.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka masalah yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari kanker colon ?
2. Apa etiologi dari kanker colon ?
3. Bagaimana patofisiologi kanker colon ?
4. Apa manifestasi klinis kanker colon ?
5. Bagaimana cara pemeriksaan diagnosis kanker colon ?
6. Apa komplikasi dari kanker colon ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis kanker colon ?
8. Bagaimana penyimpanan KDM kanker colon ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan askep ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari kanker colon.
2. Untuk mengetahui etiologi dari kanker colon.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari kanker colon.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari kanker colon.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari kanker colon.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari kanker colon.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari kanker colon.
8. Untuk mengetahui penyimpanan KDM dari kanker colon.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker
kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik
pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Insidensnya meningkat sesuai
dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang
ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau
poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering
pada wanita, sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian bagian kolon adalah sebagai berikut :
1. Asendens : 25 %
2. Transversa : 10 %
3. Desendens : 15 %
4. Sigmoid : 20 %
5. Rectum : 30 %
Namun pada tahun tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada
distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan insidens
pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira kira setengah dari jumlah tersebut
meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan
diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 50
%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang
asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka
menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal.
B. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko
& faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat
kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat
penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena
kanker kolorektal ( seperti juga divertikulosis ) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada
penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung
karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive ( Afrika ) dengan
diet kaya serat kasar. Burkitt ( 1971 ) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi
karbohidarat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam
garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat zat ini
bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses
meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah
lama.
C. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel
usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor
primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis
relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan
jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode
Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
3. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
4. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.
D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada
feses, konstipasi , anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.Kanker
kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, . Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan
hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik).
Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan
mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan
tidak enak pada abdomen, dan kadang kadang pada epigastrium.
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat
iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri
cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat
kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,
pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala gejala pada tungakai atau perineum.
Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul
sebagai akibat tekanan pada alat alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi
rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare
bergantian, serta feses berdarah.
E. Pemeriksaan Diagnostik
The American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual setiap tahun
bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya darah setiap tahun
setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3 5 tahun setelah usia 50 tahun, yang
mengikuti pemeriksaan dengan dua kali hasil negative setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah
untuk orang orang yang asimtomatik, dan evaluasi lebih sering pada individu yang diketahui
mempunyai factor factor resiko yang lebih tinggi. Sebanyak 60 % dari kasus kanker kolorektal
dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.
F. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau
melalui penyebaran metastase yang termasuk :
1. Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
2. Pembentukan abses
3. Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan
pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus
besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin
menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab
gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan, endoskopi,
ultrasonogrrafi, dan laparaskopi telah terbukti berhasildalam pentahapan kanker kolorektal pada
periode pra-operatif. Metode pentahapan yang dapat di gunakan secara luas adalah klasifikasi
duke:
a. Kelas A : tumor di batasi pada mukosa dan submukosa.
b. Kelas B : penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C : infasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D : metastasi regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau
terapi ajufan, terapi ini biasanya di berikan selain pengobatan bedah pilihan terapi ajufan
mencakup kemoterapi, terapi radiasi, dan atau immunoterapi.
2. Pembedahan
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira kira 75 % pasien dengan kanker
kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi
dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur
yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus.
Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor
kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas
B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup
struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan
adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
a. Reseksi segmental dengan anastomosis
b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
d. Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari
sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon
secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini
memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan
dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada
jaringan sekitar.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
( KANKER COLON )
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
Riwayat kanker pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin,sejarah diet
dan keadaan dari letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat :
a. Sejarah dari keluarga terhadap kanker Colon
b. Radang usus besar
c. Penyakit Crohns
d. Familial poliposis
e. Adenoma
Perawat bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa
darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun
tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
2. Pemeriksaan fisik.
Tanda-tanda kanker Colon tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang biasanya terjadi
adalah :
a. Perdarahan pada rektal
b. Anemia
c. Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau bright-red
stooks.Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan kolon tetapi biasanya
(tetapi bisa tidak banyak) tumor disebelah kiri kolon dan rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh kanker Colon adalah :
a. teraba massa
b. pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c. perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri
Ini ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.
3. Pemeriksaan psikososial.
Orang-orang sering terlambat untuk mencoba perawatan kesehatan karena khawatir dengan
diagnosa kanker. Kanker biasanya berhubungan dengan kematian dan kesakitan. Banyak orang
tidak sadar dengan kemajuan pengobatan dan peningkatan angka kelangsungan hidup. Deteksi
dini adalah cara untuk mengontrol kanker Colon dan keterlambatan dalam mencoba perawatan
kesehatan dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran
klien dan keluarga klien.
Orang-oarang yang hidup dalam gaya hidup sehat dan mengikuti oedoman kesehatan
mungkin merasa takut bila melihat pengobatan klinik, klien ini mungkin merasa kehilangan
kontrol, tidak berdaya dan shock. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan
kebosanan dan menumbuhkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat
membolehkan klien untuk bertanya dan mengungkapkan perasaanya selama proses ini.
4. Pemeriksaan laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes Gualac
positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus
menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (Tanaman lobak dan Gula bit)
aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai
apakah klien pada menggumakan obat Non steroidal anti peradangan (ibu profen) Kortikosteroid
atau salicylates. Kemudian perawat dapat konsul ke tim medis tentang gambaran pengobatan
lain.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila sebenarnya
tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama
sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca Colon. Carsinoma embrionik antigen
(CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca Colon, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan
penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering
menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan
penyakit.
5. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan
mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi
perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan
tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit.
Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis.
6. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi
tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur tersebut.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. konstipasi b.d obstruksi usus
2. ansietas b.d ancaman kematian/perubahan status kesehatan
3. nyeri b.d proses pengeluaran mediator kimia seperti histamin, bradikinin, prostaglandin
4. nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake menurun dan output meningkat
5. pola nafas tidak b.d ekspansi paru menurun
6. hypertermi b.d pelepasan bakteri dan toksin
7. gangguan pola tidur b.d nyeri
8. risiko kekurangan volume cairan b.d output meningkat
C. RENCANA INTERVENSI
1. dx 1. konstipasi b.d obstruksi usus
Tujuan :
tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil :
pasien dapat BAB dengan normal
Renpra :
Auskultasi bising usus
Rasional : kembalinya fungsi GI mungkin terlambat oleh efek depresan dari anestesi, ileus
paralitik, inflamasi intraperitoneal, obat- obatan. Adanya bunyi abnormal (mis, gemericik nada
tinggi atau bunyi gemuruh panjang )menunjukan terjadinya komplikasi.
Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsisstensi, dan jumlah.
Rasional : indikator kembalinya fungsi GI, mengdentifikasi ketepatan intervensi
Berikan pelunak feses, supositoria gliserinn sesuai indikasi.
Rasional : mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuasi feses.
2. Dx 2 : ansietas b.d ancaman kematian/perubahan status kesehatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas dapat berkurang atau dapat dikontrol
Kriteria hasil :
(1) Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya rasa takut,
(2) Dapat mengungkapkan rasa takutnya,
(3) Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang,
( 4) Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif,
( 5) Dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Renpra :
Evaluasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan
emosi .
Rasional : ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada
prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan.
Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan.
Rasional : mengetahui apa yang diharapkan dapat mmenurunkan ansietas.
Jadwalkan istrahat adekuat dan periode menghentikan tidur
Rasional : membatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
3. Dx 3 : nyeri b.d proses pengeluaran mediator kimia seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melaporkan penghilangan nyeri
maksimal/kontrol dengan pengaruh minimal
Kriteria hasil :
(1) Mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang secara bertahap,
(2) Mengungkapkan rasa nyerinya,
(3) Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan,
(4) Mendemonstrasikan ketrampilan relaksasi,
(5) Dapat melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam jika nyeri timbul dan tekhnik pengalihan
lainnya.
Renpra :
Selidiki laporan nyeri , catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 - 10) dan karakteristiknya (dangkal,
tajam, konstan).
Rasional : perubahan dalam lokasi/ intensitas tidak umum tetapi dapat menunujukan terjadinya
komplikasi,nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan menyebar ke atas ; nyeri dapat
lokal bila terjadi abses.
Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi /
visualisasi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien
dengan mengfokuskan kembali perhatian.
Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan lingkunagn yang tak
menyenangkan.
Rasional : menurunkan mual/muntah, yang dapat meningkatkan tekanan/nyeri intraabdomen.
Berikan obat sesuai indikasi :
analgesik , narkotik
antiemetik, contoh hidrokzin (vistaril)
antipiretik, contoh asetaminofen (tylenol)
4. Dx 4 : nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake menurun dan output meningkat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan berat
badan stabil.
Kriteria hasil :
(1) Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat,
(2) Berpartisipasi dalam intervensi spesifik,
(3) Menunjukkan peningkatan berat badan secara bertahap,
(4) Tidak menunjukkan gejala mual dan muntah.
Renpra :
Awasi keluaran selang NG . catat adanya muntah
Rasional : Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah di duga terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut
Auskultasi bising usus. Catat bunyi tak ada/hiperaktif.
Rasional : meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi/iritasi usus dapat menyertai
hiperaktifitas usus.
Ukur lingkar abdomen
Rasional : memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster atau usus dan atau akumulasi
asites.
Timbang berat badan dengan teratur
Rasional : kehilangan atau peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan
lanjut di duga adanya defisit nutrisi
Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus
normal,dengan kelancaran flatus.
Rasional : menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai
masukan per oral.
Kolaborasi :
Awasi BUN, protein, albumin, glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi
Rasional : menunjukan fungsi organ dan status/ kebutuhan nutrisi.
Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut.
Rasional : kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan resiko
isritasi gaster
Berikan hiperalimentasi sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan penggunaan nutrien dan keseimbangan nitrogen positif pada pasien
yang tak mampu mengasimilasi nutrien dengan normal.
5. Dx 5 : pola nafas tidak b.d ekspansi paru menurun
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas pasien dapat normal kembali
Kriteria hasil :
tidak ada gangguan/komplikasi pernapasan
Renpra :
Awasi kecepatan atau kedalaman pernapasan. Auskultasi bunyi napas, selidiki adanya
pucat/sianosis, peningkatan gelisah/ bingung.
Rasional : pernapasan ngorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi, potensial atelektasis,
dan dapat mengakibatkan hipoksia.
Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat.
Rasional : mendorong pengembangan diafragma atau ekspansi paru optimal dan meminimalkan
tekanan isi abdomen pada rongga thorak.
Dorong latihan napas dalam. Bantu batuk dan menekan insisi
Rasional : meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga
menurunkan resiko atelektasis, pneumonia
Ubah posisi secara periodik dan ambulasi sedini mungkin
Rasional : meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan
sekret.
Beri bantalan pada pagar tempat tidur dan ajar pasien menggunakaannya untuk istrahat tangan
Rasional : penggunaan pagar tempat tidur memungkinkan istrahat tangan untuk ekspansi dada
lebih besar
Gunakan bantal kecil di bawah kepala bila diindikasikan
Rasional : pasien gemuk mempunyai lejer besar dan tebal. Menggunakan bantal banyak dan
besar menghambat jalan napas
Menghindari penggunaan pengikat abdomen
Rasional : dapat mempatasi ekspansi paru.
Kolaborasi
1. Berikan o2 tambahan.
Rasional : memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran da penurunan kerja napas.
2. Membantu penggunaan IPPB dan/ alat pernapasan mis ; spirometer insentif, tiupan botol.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru, menurunkan atelektasis.
3. Awasi atau gambarkan seri GDA/ nadi oksimetri bila diindikasikan.
Rasional : menunjukan ventilasi atau oksigenasi dan stastus asam basa. Digunakan sebagai dasar
evaluasi yang perlu untuk/ keefektifan terapi napas
6. Dx 6 : hypertermi b.d pelepasan bakteri dan toksin
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu pasien kembali normal
Kriteria hasil :
tidak ada tanda- tanda hipertermi
Renpra :
Pantau suhu pasien (derajat dan pola ) ; perhatikan bunyi menggigil / diaforesis.
Rasional : suhu 38,9 derajat sampai 41 derajat menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam dapat membantu dalam diagnosis.
Pantau suhu lungkunagn, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Rasional : suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat ; hindari penggunaan alkohol
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
Kolaborasi :
1. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol).
Rasional : digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus,
meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
2. Berikan selimut pendingin.
Rasional : untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5 40 derajat c. pada waktu
terjadi kerusakan / gangguan pada otak.
7. Dx 7 : gangguan pola tidur b.d nyeri
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola tidur pasien dapat kembali normal
Kriteria hasil :
tidak gelisah saat tidur
Renpra :
Berikan kesempatan untuk beristrahat atau tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari,
turunkan aktifitas mental atau fisik pada sore hari.
Rasional : karna aktifitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat
meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulasi yang berlebihan yang
meningkatkan waktu tidur.
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus.
Rasional : sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istrahat.
Evaluasi tingkat stres atau orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.
Rasional : peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif
(sindrom sundowner)dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.
Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.
Rasional : penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan.
Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
Turunkan jumlah minuman pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar mandi atau berkemih
selama malam hari.
Putarkan musik yang lembut atau suara yang jernih .
Rasional : menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara laindari lingkunagn
sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi :
Antidepresi, seperti amitreptilin (elavil); doksepin (senequan), dan trasolon (desyrel ).
Rasional :
Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan
untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan bingung dan memperburuk kognitif dan
efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.
Koral hidrat ; oksazepam (serax) ; triazolam (halcion)
Rasional : gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi
insomnia atau sindrom sindowner.
Hindari penggunaan difenhidramin (benadril)
Rasional : bila digunakan untuk tidur obat ini sekarang di kontraindikasikan karena obat ini
mempengaruhi produksi asetikolin yang sudah di hambat dalam otak pasien dengan DAT ini.
8. Dx 8 : risiko kekurangan volume cairan b.d output meningkat
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan kembali normal
Kriteria hasil :
pasien tidak mual muntah
Renpra :
Kaji TTV, catat perubahan tekanan darah (postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit,
pengisian kapiler, dan kelembaban membran mukosa.
Rasional : indikator dehidrasi/hipovolemia, keadekuatan penggantian cairan.
Awasi masukan dan keluaran, catat dan ukur kehilangan dari pengisapan NG.
Rasional : perubahan pada kapasitas gaster / motilitas usus dan mual sangat mempengaruhi
masukan dan kebutuhan cairan, peningkatan resiko dehidrasi.

Evaluasi kekuatan/tonus otot. Observasi tremor otot.


Rasional : Kehilangan gaster besar dapat mengakibatkan penurunan magnesium dan kalsium,
mengakibatkan kelemahan/tetani neuromuskular.
Penuhi kebutuhan individu/ganti jadwal.
Rasional : penentuan dengan jumlah ukuran yang hilang/perkiraan kehilangan yang tak tampak
dan tergantung pada kapasitas lambung.
Dorong meningkatkan masukan oral bila mampu.
Rasional : memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan invasif dan mempengaruhi
kembalinya fungsi usus normal.
Kolaborasi :
1. Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi
Rasional : menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase
segera pasca operasi dan/atau pasien mampu untuk memenuhi cairan per oral.
2. Awasi elektrolit dan gantikan sesuai indikasi
Rasional : penggunaan selang NG dan / atau muntah, timbulnya diare dapat menurunkan
elektrolit, mempengaruhi fungsi organ.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker
kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik
pada pria maupun wanita ( Cancer Facts and Figures, 1991). Insidensnya meningkat sesuai
dengan usia , kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang
ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulseratif atau
poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering
pada wanita, sedangkan lesi pada rectum lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian bagian kolon adalah sebagai berikut :
1. Asendens : 25 %
2. Transversa : 10 %
3. Desendens : 15 %
4. Sigmoid : 20 %
5. Rectum : 30 %
B. Saran
1. Bagi para pembaca, diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas,
dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarakat sehingga dapat mencegah
terjadinya kanker Colon
2. Bagi mahasiswa, diharapkan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang
keperawatan.
3. Bagi dosen pembimbing, diharapkan dapat memberi masukan, baik dalam proses penyusunan
maupun dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan pembuatan
makalah kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.
Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Vol.
1, Edisi 6, EGC, Jakarta, 2005.
Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . Jakarta : EGC
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI : Jakarta.
Penyakit inflamasi usus :kolitis ulseratif ,enteritas regional ,(penyakit crohon,ileokolitis)

kolitis ulseratif (KU) adalah kondisi kronis yang tak diketahui penyebabnya biasanya mulai pada
rektum dan bagian distal kolon dan mungkin menyebar keatas dan melibatkan sigmoid dan kolon
disenden atau diseluruh kolon.ini biasanya hilang timbul (akut eksaserbasi dengan remisi panjang),tetapi
beberapa indivindu ( 30 % -40%) mengalami gejala terus menerus .

Enteritas regional (penyakit crohn,ileokolitis).Ditemukan pada bagian saluran pencernaan dari mulut
sampai anus paling umum ditemukan pada usus halus (ileum terminal ).ini maju dengan perlahan
sebagai penyakit kronis yang tak diketahui penyebabnya dengan episode akut hilang timbul .

Ku dan enteritis regional mempunyai gejala umum berbeda derajat berat dan komplikasi .sehingga
diberikan disini data dasar yang terpisah .

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

AKTIVITAS / ISTIRAHAT : kelemahan ,kelelahan ,malaise,cepat lelah .insomnia,tidak tidur semalaman

karena diare .merasa gelisah dan ansietas .pembatasan aktivitas/kerja


sehubungangan dengan efek proses penyakit

SIRKULASI /tanda : takikardia (respon terhadap demam,dehidrasi,proses infalamasi ,dan nyeri)

Kemerahan ,area ekimosis (kekurangan vitamin k).

TD : Hipotensi ,termasuk postural

Kulit /membran mukosa :turgor buruk ,kering,lidah pecah-pecah

( dehidrasi/malnutrisi)

INTEGRITAS EGO /Gejala : asietas ,ketakutan ,emosi kesal,perasaan tak berdaya /tak ada harapan .

Faktor stres akut/kronis .mis ,hubungan dengan keluarga /perkerjaan,

Pengobatan yang mahal.faktor budaya peningkatan prevalensi pada

Populasi yahudi .

Tanda : menolak ,perhatian menyempit,depresi


ELIMINASI

GEJALA :Tekstur fases bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair.episode diare

Berdarah.hilang timbul,sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 -30 kali defekasi/hari:

Perasaan dorongan /kram ( tenesmus ):defekasi berdarah /pus/mukosa dengan atau

Tanpa keluar feses .pendaharan per rektal.

TANDA : menurutnya bising usus,tak ada paristatik atau adanya paristalatik yang dapat dilihat.

Hemoroid,fisural anal ( 25 % ): fistula perianal (lebih sering pada crohn)

MAKANAN / CAIRAN

Gejala : anoreksia ,mual /muntah ,penurunan berat badan

Tidak toleran terhadap diet/sensitif mis,buah segar/sayur ,produk susu,makanan berlemak.

Tanda : penurunan lemak subkutan / masa otot

Kelemahan ,tonus otot dan turgor kulit buruk.

Membran mukosa pucat;luka,infalamasi rongga mulut

HIGIENE

Tanda : ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri.

Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin.bau badan

NYERI / KENYAMAAN

Gejala : nyeri/nyeri tekan pada kuadrat kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi )

Titik nyeri berpindah,nyeri tekan ( artritis).nyeri mata,fotofobia( iritis)

Tanda : nyeri tekan abdomen / distensi

KEAMANAN

Gejala : riwayat lupus eritematosus,anemia hemolitik,vaskulitis .artritis (memperburuk gejala dengan

Eksaserbasi penyakit usus)

Peningkatan suhu 39,6-40 (eksaserbasi akut)

Penglihat kabur
Tanda : lesi kulit mungkin misalnya ,eritema nodusum ( meningkatn,nyeri tekan,kemerahan,dan

Membengkak ) pada tangan ,muka : pioderma gangrenosa ( lesi tekan purulen / lepuh
dengan batas keuguan ) pada paha ,kaki dan mata kaki

SEKSUALITAS

Gejala : frekuensi menurun/ menghindari aktivitas seksual

INTERAKSI SOSIAL

Gejala : masalah hubungan /peran sehubungan dengan kondisi.ketidakmampuan aktif

Dalam sosial

PENYULUHAN /pembelanjaran

Gejala : riwayat keluarga berpenyakit infalamasi usus

Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,1 hari

Rencana pemulangan : bantuan dengan program diet ,program obat,dukungan psikologis


Analisa data

Ds : Klien mengatakan khawatir dengan kondisi kesehatannya


klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang bagian bawah.
klien mengatakan merasa mual dan muntah
Klien mengatakan nafsu makan kurang
Klien mengatakan kurang mampu melaksanakan aktivitas seperti biasa
Klien mengatakan terjadi perubahan kebiasaan BAB, diare : konstipasi, nampak

darah pada tinja ataupun mukus, nampak perut kembung, feses encer, .

Do : Perut nampak kembung


Penurunan berat badan
Nyeri tekan pada daerah abdomen
Ekspresi wajah meringis
Feses encer Nampak darah pada tinja ataupun mukus
nyeri tekan pada daerah abdomen

Anda mungkin juga menyukai