MULTIVARIATE
Oleh
WISNU SETIA NUGROHO
166090500011004
Hair, et al, memberikan langkah-langkah dalam membentuk analisis korelasi kanonik, yaitu:
Tidak ada multikolinieritas antar anggota kelompok peubah, baik peubah tidak bebas
maupun peubah bebas. Ada dua metode untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas,
yaitu metode informal dan formal. Metode formal dengan melihat nilai VIF.
Memilih fungsi kanonikMaksimum fungsi kanonik yang terbentuk adalah minimum
jumlah peubah dalam setiap kumpulan. Penentuan fungsi yang akan dipilih adalah
berdasarkan tingkat signifikansinya. Ketika semua fungsi signifikan dapat melihat
korelasi kanoniknya, tidak ada ukuran yang pasti mengenai seberapa besar hubungan
yang harus terbentuk, faktor loading mungkin menjadi alternatif dalam menentukan
ukuran yang bermakna. Faktor loading lebih besar dari 0,5. Selain hal ini, jika dilihat
masih terlalu banyak fungsi yang harus didefenisikan, maka dapat melihat redundancy-
nya. Jhonson dan Wichern, 2002 menyatakan dapat menggunakan ukuran yang terdapat
pada analisis komponen utama mengenai keragaman kumulatif dari pasangan peubah
kanonik dalam menerangkan keragaman data yang akan dianalisis lebih lanjut yaitu
minimum keragaman kumulatif sebesar 80 persen.
Menginterpretasikan peubah kanonik.
Ada tiga metode yang dapat digunakan antara lain canonical weight (bobot kanonik),
canonical loading (beban kanonik), dan canonical cross-loading.
1. Bobot kanonik
2. Beban kanonik
Beban kanonik juga disebut sebagai korelasi struktur, mengukur korelasi linier yang
sederhana antara data observasi di peubah independen atau dependen dengan
kumpulan peubah kanoniknya. Dalam SPSS, nilai beban kanonik dapat dilihat pada
korelasi antara peubah dependen maupun peubah independen dengan peubah
kanoniknya. Peubah asal yang memiliki nilai beban kanonik besar (>0,5) akan
dikatakan memiliki peranan besar dalam kumpulan peubahnya. Sedangkan tanda
beban kanonik menunjukkan arah hubungannya. Semakin besar nilai beban kanonik
maka akan semakin penting peranan peubah asal tersebut dalam kumpulan
peubahnya. Beban kanonik lebih baik dalam menginterpretasikan hubungan antar
peubah dari pada bobot kanonik karena kelemahan-kelamahan yang ada pada bobot
kanonik.
3. Canonical cross-loading
Bobot kanonik dan beban kanonik hanya melihat kontribusi dan korelasi terhadap
peubah kanoniknya dalam satu kumpulan. Sedangkan cross loading digunakan untuk
melihat korelasi antar peubah asal dalam satu kumpulan dengan peubah kanonik pada
kumpulan yang lainnya. Semakin besar nilai ini, maka dapat menggambarkan
semakin erat pula hubungan antara kedua kumpulan.
STUDI KASUS ANALISIS KORELASI KANONIK
HUBUNGAN ANTARA INDIKATOR GIZI BURUK DENGAN FASILITAS KESEHATAN
No Kabupaten/kota X1 X2 X3 X4 Y1 Y2
1 Nias 28,99 83,43 14,1 5,8 21 66
2 Mandailing Natal 48,45 78,76 13,6 10,41 45 141
3 Tapanuli Selatan 16,25 94,82 7,7 3,12 35 58
4 Tapanuli Tengah 27,74 92,38 6,8 5,85 47 73
5 Tapanuli Utara 52,14 54,85 11,1 11,52 81 104
6 Toba Samosir 10,33 94,28 3,1 3,67 27 108
7 Labuhan Batu 33,95 86,48 8,3 25,67 23 180
8 Asahan 15,45 74,73 4,9 4,14 61 174
9 Simalungun 32,49 76,37 12,1 1,12 49 245
10 Dairi 30,37 76,05 4,9 21,1 24 79
11 Karo 43,45 85,19 7,1 2,11 54 116
12 Deli Serdang 41,95 91,39 5,2 0 71 963
13 Langkat 36,72 77,6 9,7 7,11 89 210
14 Nias Selatan 66,33 0 15,9 12,13 63 38
15 Humbang Hasundutan 14,65 64,91 8,4 8,37 17 47
16 Pakpak Bharat 67,09 85,78 7,4 23,26 9 36
17 Samosir 57,71 99,99 1,5 35,56 24 76
18 Serdang Bedagai 27,96 97,23 11,5 1,26 30 260
19 Batu Bara 47,94 98,12 12 0,28 36 65
20 Padang Lawas Utara 85,05 78,6 14,3 17,94 17 77
21 Padang Lawas 33,01 83,92 12,6 9,9 28 66
22 Labuhan Batu Selatan 39,6 40,83 9,1 1,66 25 104
23 Labuhan Batu Utara 74,83 64,68 12,3 17,79 25 155
24 Nas Utara 7,97 73,09 23,8 21,83 44 12
25 Nias Barat 10,2 39,36 17,2 23,95 29 10
26 Sibolga 78,55 85,05 8,8 0 27 124
27 Tanjung Balai 8,58 60,32 8,5 4,96 22 83
28 Pematang Siantar 11,75 54,58 3,4 0,35 42 222
29 Tebing Tinggi 36,35 83,71 5,9 0 23 180
30 Medan 26,22 83,32 4,2 0 172 3750
31 Binjai 13,98 99,36 13,5 0,13 37 212
32 Padang Sidempuan 60,29 75,33 11,3 0,16 24 77
33 Gunung Sitoli 67,79 57,95 3 3,07 36 20
Ket:
X1= Persentase balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif
X2= Persentase balita yang tidak mendapat Vitamin A
X3= Persentase balita yang kurang energi protein
X4= Persentase rumah tangga yang sumber air minum
Y1= Jumlah Clinic
Y2= Jumlah Dokter
HASIL ANALISIS MENGGUNAKAN SOFTWARE R
> cc1$cor
[1] 0.3590543 0.3164000
Interpretasi :
Korelasi kanonik pertama, ru1v1 = 0.3590543, nilainya cukup tinggi. Sedangkan korelasi
kanonik kedua ru2v1=0.3164000. Dari sini dapat dilihat bahwa nilai korelasi kanonik pertama
dan kedua memiliki tinggi yang sama. Angka koefisien korelasi kanonik ini bukan
menunjukkan keeratan hubungan antara himpunan variabel. Angka ini menunjukkan keeratan
hubungan antar dua variabel kanonik yang masing-masing merupakan kombinasi liner.
$xcoef
[,1] [,2]
X1 -0.002272846 0.01080968
X2 -0.037429280 0.01000656
X3 0.093722498 0.10206597
X4 -0.031550675 0.07831101
$ycoef
[,1] [,2]
Y1 0.053534352 -0.0214308177
Y2 -0.002601105 -0.0006164063
Interpretasi :
Dari output di atas dapat dituliskan kombinasi linier bagi variabel kanonik U dan variabel
kanonik V sebagai berikut :
V1 = 0.053534352 X1-0.002601105 X2
V2 = -0.0214308177 X1 -0.0006164063 X2
3. Menguji Koefisien Kanonik (Uji Dimensi)
Pengujian I
H0 : 1 = 1 = 1 = 0
H1 : i 0
Jika pengujian I memberikan hasil yang signifikan, maka lanjut ke pengujian II, sedangkan
jika hasil pengujian I tidak signifikan, maka proses selesai.
Pengujian II
H0 : 2 = 3 = 0
H1 : i 0
Jika pengujian II memberikan hasil yang signifikan, maka lanjut ke pengujian III, sedangkan
jika hasil pengujian II tidak signifikan, maka proses selesai.
Pengujian III
H0 : 3 = 0
H1 : 3 0
Interpetasi :
Dari hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa nilai p untuk pengujian pertama
bernilai lebih besar dari taraf nyata 0.05 (signifikan), sedangkan pada pengujian kedua nilai p
value lebih besar dari 0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
hanya rU1V1 saja yang signfikan. Dengan kata lain, variabel kanonik yang digunakan hanya
pada dimensi pertama, yakni U1 dan V1.
$corr.X.xscores
[,1] [,2]
X1 -0.02052392 0.35264756
X2 -0.87100650 -0.02623309
X3 0.60930968 0.57055033
X4 -0.14828625 0.85992851
$corr.Y.xscores
[,1] [,2]
Y1 0.08279512 -0.3078732
Y2 -0.13344109 -0.2937377
$corr.X.yscores
[,1] [,2]
X1 -0.007369204 0.111577690
X2 -0.312738658 -0.008300149
X3 0.218775282 0.180522131
X4 -0.053242822 0.272081390
$corr.Y.yscores
[,1] [,2]
Y1 0.2305922 -0.9730505
Y2 -0.3716460 -0.9283745
LAMPIRAN SYNTAX ANALISIS KORELASI KANONIK PADA SOFTWARE R
> wsn<-read.csv("D:/wisnu.csv",sep=';',header=TRUE)
> wsn
X1 X2 X3 X4 Y1 Y2
1 28.99 83.43 14.1 5.80 21 66
2 48.45 78.76 13.6 10.41 45 141
3 16.25 94.82 7.7 3.12 35 58
4 27.74 92.38 6.8 5.85 47 73
5 52.14 54.85 11.1 11.52 81 104
6 10.33 94.28 3.1 3.67 27 108
7 33.95 86.48 8.3 25.67 23 180
8 15.45 74.73 4.9 4.14 61 174
9 32.49 76.37 12.1 1.12 49 245
10 30.37 76.05 4.9 21.10 24 79
11 43.45 85.19 7.1 2.11 54 116
12 41.95 91.39 5.2 0.00 71 963
13 36.72 77.60 9.7 7.11 89 210
14 66.33 0.00 15.9 12.13 63 38
15 14.65 64.91 8.4 8.37 17 47
16 67.09 85.78 7.4 23.26 9 36
17 57.71 99.99 1.5 35.56 24 76
18 27.96 97.23 11.5 1.26 30 260
19 47.94 98.12 12.0 0.28 36 65
20 85.05 78.60 14.3 17.94 17 77
21 33.01 83.92 12.6 9.90 28 66
22 39.60 40.83 9.1 1.66 25 104
23 74.83 64.68 12.3 17.79 25 155
24 7.97 73.09 23.8 21.83 44 12
25 10.20 39.36 17.2 23.95 29 10
26 78.55 85.05 8.8 0.00 27 124
27 8.58 60.32 8.5 4.96 22 83
28 11.75 54.58 3.4 0.35 42 222
29 36.35 83.71 5.9 0.00 23 180
30 26.22 83.32 4.2 0.00 172 3750
31 13.98 99.36 13.5 0.13 37 212
32 60.29 75.33 11.3 0.16 24 77
33 67.79 57.95 3.0 3.07 36 20
> colnames(wsn) <- c("X1", "X2", "X3", "X4", "Y1", "Y2")
> summary(wsn)
X1 X2 X3
Min. : 7.97 Min. : 0.00 Min. : 1.500
1st Qu.:16.25 1st Qu.:64.91 1st Qu.: 5.900
Median :33.95 Median :78.76 Median : 8.800
Mean :38.00 Mean :75.53 Mean : 9.491
3rd Qu.:52.14 3rd Qu.:86.48 3rd Qu.:12.300
Max. :85.05 Max. :99.99 Max. :23.800
X4 Y1 Y2
Min. : 0.000 Min. : 9.00 Min. : 10.0
1st Qu.: 1.120 1st Qu.: 24.00 1st Qu.: 66.0
Median : 4.960 Median : 30.00 Median : 104.0
Mean : 8.613 Mean : 41.12 Mean : 246.4
3rd Qu.:12.130 3rd Qu.: 47.00 3rd Qu.: 180.0
Max. :35.560 Max. :172.00 Max. :3750.0
> giziburuk <- wsn[, 1:4]
> fakes <- wsn[, 5:6]
> ggpairs(giziburuk)
> ggpairs(fakes)
> # correlations
> matcor(giziburuk, fakes)
$Xcor
X1 X2 X3 X4
X1 1.000000000 -0.10548606 0.002739422 0.17882667
X2 -0.105486065 1.00000000 -0.277427760 -0.09963742
X3 0.002739422 -0.27742776 1.000000000 0.18651784
X4 0.178826672 -0.09963742 0.186517837 1.00000000
$Ycor
Y1 Y2
Y1 1.0000000 0.8176566
Y2 0.8176566 1.0000000
$XYcor
X1 X2 X3 X4
X1 1.000000000 -0.10548606 0.002739422 0.17882667
X2 -0.105486065 1.00000000 -0.277427760 -0.09963742
X3 0.002739422 -0.27742776 1.000000000 0.18651784
X4 0.178826672 -0.09963742 0.186517837 1.00000000
Y1 -0.110270007 -0.06403862 -0.125209280 -0.27702631
Y2 -0.100847152 0.12393370 -0.248899098 -0.23280596
Y1 Y2
X1 -0.11027001 -0.1008472
X2 -0.06403862 0.1239337
X3 -0.12520928 -0.2488991
X4 -0.27702631 -0.2328060
Y1 1.00000000 0.8176566
Y2 0.81765665 1.0000000
$ycoef
[,1] [,2]
Y1 0.053534352 -0.0214308177
Y2 -0.002601105 -0.0006164063
$corr.Y.xscores
[,1] [,2]
Y1 0.08279512 -0.3078732
Y2 -0.13344109 -0.2937377
$corr.X.yscores
[,1] [,2]
X1 -0.007369204 0.111577690
X2 -0.312738658 -0.008300149
X3 0.218775282 0.180522131
X4 -0.053242822 0.272081390
$corr.Y.yscores
[,1] [,2]
Y1 0.2305922 -0.9730505
Y2 -0.3716460 -0.9283745