gar
Jor
ow
PEMBUATAN TEPUNG TULANG RAWAN AYAM PEDAGING
MENGGUNAKAN PENGERING DRUM DENGAN
PENAMBAHAN BAHAN PEMUTIE.
SKRIPSI
VANNY HARDIANTO
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
JURUSAN ILMU PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002RINGKASAN
VANNY HARDIANTO. 2002. Pembuatan Tepung Tulang Rawan Ayam
Pedaging Menggunakan Pengering Drum dengan Penambahan Bahan Pemutih.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Tlmu Produksi Teak,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama: Ir. Suhut Simamora, MS
Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si
Hasil ikutan temak adalah hasil sampingan dari teak yang dapat diolah
menjadi produk yang lebih bermanfaat, Tulang rawan adalah hesil ikutan ternak
yang kalsiumnya tinggi dan harganya murah, Kalsium merupakan komponen gizi
yang penting bagi pertumbuhan. Agar lebih fleksibel untuk diolah selanjutnya,
iulang rawan diolah menjadi tepung, tetapi tepung tulang rewan derajat putihnya
rendah. Penelitian ini bertyjuan untuk menentukan jenis bahan pemutih yang paling
baik dan menentukan waktu pemutihan yang optimal untuk memperbaiki wama
tepung tulang rawan, juga untuk menganalisa pengaruh penambahan bahan pemutib
tethadap sifat fisik, organoleptik dan kandungan nutrisi tepung tulang rawan. Bahan
pemutih yang digunakan adalah asam askorbat 0,02% dan natrium metabisulfit
0.005%, sedangkan waktu pemutihan yang dilakukan adalala 30 dan 60 meni
Penelitian ini diawali dengan proses pembuatan tepung tulang rawan dengan dan
tanpa bahan pemutih, dan selanjutnya diamati sifatfistk, orgenoleptik dan kandungan
utrisinya, Data sifat fisik tepung tulang rawan yang mendapat perlakuan dengan
bahan pemutih dianalisa secara statistik menggunakan Analisis Ragam, kemudian
dibandingkan secara deskriptif dengan kontrol. Sifat onganoleptik dianalisa dengan
‘ji ranking, kermudian data yang diperoleh dianalisa menggunakan Analisis Ragam
dan data kandungan nutrisi dianalisa secara deskriptif.
sil penelitian menunjukkan bahwa dalam penghitungan rendemen, waktu
pemutihan tidak berpengaruh nyata, sedangkan jenis baban pemutih berpengarh
Sangat nyata. Derajat putih tepung tulang rawan menunjukkan bahwa tepung yang
dipurihkan tidak lebih putin dari kontrol. Jenis behan pemutih yang berbeda tidak
berpengaruh nyata, sedangkan waktu pemutihan yang berbeda berpengaruh sanget
nyata, Kehalusan tepung menunjukkan bahwa jenis baban pemutih, walt
pemutihan yang berbeda dan interaksi Kedua perlakuan berpengaruh sangat nate
Daya larut tepung tulang rawan dalam air juga menunjukkan bahwa jenis bahan
pemutih dan waktu pemutihan yang berbede memberikan pengaruh yang sangat
hyata, sedangkan interaksi Kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yeng nyata,
Pengujian sifat organoleptik wama tepung twlang rawan di ates menunjukkan
hasil yang sama dengan uji sifat fisik secara obyektif. Dari pengujian aroma
didapatkan hasil sampel tepung tulang rawan yang diputihkan dengan natrium
metabisulfit selama 60 menit adalah yang paling terase aroma khas ayarn,
Kandungan nutrisi rate-rata tepung tulang rawan yang dihasilkan dalam
peneltian ini cakup baik untuk konsumsi manusia Karena mengandung abu 11.51%
Ralsium 3.43%, fosfor 2,01%, protein 71,72%, lemak 3,01% dan karbohidrat
13.96%. Kandungan nuttisi tepung tulang rawan ini dapat digunakan untuk
meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tubuh manusia,
Kata Kunci: tepung, tulang rawan, pengering drum, bahan pemutihABSTRACT
VANNY HARDIANTO. 2002. The Production of Broiler Cartilage Flour by
Adding Bleaching Agents, Using Drum Dryer Machine. Script. Study Program
of Animal Product Technology, Department of Animal Production, Faculty of
Animal Husbandry, Bogor Agricultural University.
Advisor: Ir. Suhut Simamora, MS
Co-Advisor : Zakiah Wulandari, 8.TP, M.Si
‘Animal by-product will not be considered as waste products, as long as they can
be processed into more useful products. Cartilage bones are animal products, which
are high in calcium and affordable to buy. The calcium mineral is an important
nutritional component for the growth. In order to have these cartilage bones more
flexibles for further processing, the bones must be tumed into flour, although its
whiteness are still low, This research was done to determine which type of bleaching
agents is most suitable and to determine the optimal whitening time to produce the
right colour of the cartilage bones, The research was also done to analyse the effects
of adding bleaching agents on its physical properties, the organoleptic, and to analyse
the nutritional content of the cartilage flour. The bleaching agents used were
ascorbic acid and nattium metabisulfite, while the whitening time applied were 30
and 60 minutes.
This research was first conducted by producing cartilage flour with and without
adding bleaching agents, end then continued by observations of its physical
properties, organoleptic, and the nutritional content, Data on physical properties of
the bleached cartilage were analysed statistically using the analysis of variance, and
then compared descriptively with the controlled data, Organoleptic properties were
analysed by ranking test and then were analysed using the analysis of variance,
whereas the data on the nutritional content were analysed descriptively.
The results showed that in sample counting the bleaching time did not have
gnificant effect, while the type of bleaching agents used have a very significant
effect. Whiteness levels of the cartilage flour showed that the bleached flour were
not as white as the controlled. Different type of bleaching agents did not have
significant effect, while different bleaching time had a very significant effect, The
fineness of flour showed that type of bleaching agents, different bleaching time, and
interaction of both treatments had a very significant effect. Cartilage flour solubility
in water also showed that the different type of bleaching agents and bleaching time
had a very significant effect and that interaction between both treatments showed
significant effect.
The test of organoleptic property on the colour of the cartilage showed similar
result with physical property test objectively. The flavour test on the cartilage flour
bleached with sodium metabisulfite for 60 minutes resulted flour with the most
chicken flavoured taste.
The average nutritional content of the flour in this research is good enough for
human consumption because it has 11.31% ash, 3,43% calcium, 2.01% phosphor.
71.72% protein, 3.01% fat, and 13,96% carbohydrate. Nutritional value of this
cartilage flour can be used to increase the nutritional requirements of the human
body.
Key Words : flour, cartilage, drum dryer, bleaching agentsPRAKATA
Assalarnu ‘alatkum Wr.We.
Alhamdulillah, puji syukur Penulis panjatkan’ ke hadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat, hidayah serta ridho-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima Kasih dan penghargean
kepada Ir. Suhut Simamora, MS. sebagai dosen Pembimbing Utama dan Zakiah
Wulandari, S.TP, M.Si, sebagai dosen Pembimbing Anggota atas segala bimbingan
dan arahan selama Penulis melaxukan penelitian hingga penyusunan skripsi, Kepada
DrJr Ibnu Katsir Amrullah, MS. dan Tuti Suryati, S.Pt, M.Si. sebagai dosen Penguji,
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala masukan dan
saran yang telah diberikan untuk melengkapi skripsi Tak lupa Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ir. B. Nenny Polii, SU. sebagai dosen peneuji
seminar yang telah banyak memberikan masukan dan saran, Dr.Ir. Rarah Ratih Adjie
Maheswari, DEA, serta seluruh dosen dan staf Fakultas Peternakan IPB atas segala
arahan dan bimbingan kepada Penulis selama kuliah di Fakultas Peternakan IPB.
Penulis juga mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga
kepada Bapak, Ibu, dan kedua nenek tercinta yang telah melimpahkan doa, naschat,
kasih sayang dan dorongan semangat kepada Penulis, Selain itu terima kesih pula
untuk Mira tersayang yang telah melimpahkan doa, memberikan semangat dan telah
setia mendampingi Penulis, juga kepada Bapak Atang Sumantri, Ibu Yeyet
Ruchiyati, Mamih, Mbak Wiwik, Mas Kari, Mas Geri, Mas Medi, Mbak Puput, Mas
Yohan, Mas Her, Mas Andika, Olik, Adek Rika, Teteh Wiwit, serta si kecil Ayu,
Indah dan Icha dan seluruh keluarga yang juga telah memberikan dukungan dan doa.
Ucapan terima Kasih juga Penulis sampaikan kepada Ibu Sri Wahyuni sebagai
teknisi Laboratorium Teknologi Hasil Temak, Bapak Basti sebagai teknisi
Laboratorium AP4, Bapak Nurwanto sebagai teknisi Laboratorium Pilot Plant PAU
dan Bapak Sofyan sebagai teknisi Laboratorium Imu dan Teknologi Pakan yang
telah banyak membantu dan memberikan masukan selama Penulis melakukan
penelitian. Penulis juga mengueapkan terima kasih kepada teman seperjuangan dan
satu bimbingan; Asep dan Nanang; Ferry. Anto, Agung, Iwan gendut, Ari, Eman,
Usip, Agan, Hesti, Wahyu, Yanny, Sigit, Yeni dan seluruh rekan-rekan mahasiswaTHT angkatan 35, sertra teman-teman Arema-IPB, teman-teman SMUN 5 Malang
dan temanku Ovan di Donomulyo yang telah banyak membantu, memberikan
dukungan dan doa selama Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT selalu meridhoi dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat,
Wassalamu’alaikum Wr.W0.
Bogor, Juli 2002
PenulisPEMBUATAN TEPUNG TULANG RAWAN AYAM PEDAGING
MENGGUNAKAN PENGERING DRUM DENGAN
PENAMBAHAN BAHAN PEMUTIH.
VANNY HARDIANTO
D.04498074
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Falcultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
JURUSAN ILMU PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002PEMBUATAN TEPUNG TULANG RAWAN AYAM PEDAGING
MENGGUNAKAN PENGERING DRUM DENGAN
PENAMBAHAN BAHAN PEMUTI
Oleh
VANNY HARDIANTO
1D.04498074
disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 26 Juli 2002
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Aut hy
Tr. Suhut Simamora, MS Zakiah Wilandari, S.TP, M.Si
rh
Dr.r. Rarah Ratih A.M, DEARIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1980 di Blitar, Jawa Timur dan
dibesarkan di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan
Bapak Hari Budi Harto dan Ibu Lasminanik.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 1986 di TK
PGRI 01 Donomulyo, Malang dan kemudian melanjutkan ke pendidikan desar di
SDN 01 Donomulyo, Malang dan selesai pada tahun 1992, Pendidikan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 1995 di SMPN 01 Donomulyo, Malang. Setelah itu
Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 05 Malang dan
diselesaikan pada tahun 1998.
Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 1998 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program
Studi Teknologi Hasil Temak, Jurusan IImu Produksi Temak, Fakultas Petermaken,
Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen Mata
Kuliah Kimia Pangan Hasil Ternak.DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL,
DAFTAR GAMBAR .....+ 2
DAFTAR LAMPIRAN Saray wx
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA.
Hasil Ikutan Ternak
Tulang Rawan
Bahan Pernutih (Bleaching Agents)
Pengering Drum (Drum Dryer)
Tepung
Kandungan Nutrisi Bahan Makanan
Kebutuhan Kalsium Tubuh Manusia
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Materi
Metode z
Peubah yang Diamati
Analisa Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik
Sifat Organoleptik
Kandungan Nutrisi
Perbandingan Kalsium ~ Fosfor
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN ....DAFTAR TABEL
‘Nomor
8.
Beberapa Bahan Makanan yang Memiliki Kandungan Protein,
Kalsium dan Fosfor Cukup Tinggi «..---sss-- ce
Data Kebutuhan Kalsium bagi Tubuh Manusia pada Tahun.
1981
Rata-rata Nilai Rendemen Tepung Tulang Rawan
Rata-rata Nilai Derajat Putih Tepung Tulang Rawan
Rata-rata Nilai Kehalusan Tepung Tulang Rawan yang Lolos
Mesh 60
Rata-rata Ni
(i Daya Larut Tepung Tulang Rawen dalam Air...
‘Urutan Sifat Organoleptik Tepung Tulang Rawan dari yang Paling
Tinga amps yang Paling Rendah Berdasarkan Penilaian
Panelis See
Kandungan Nutrisi Tepung ag Rawan yang Pipa kan
Selama 60 Menit
Halaman
10
23
25
27
29DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Susunan Polipeptida pada Peayusin Kolagen yang Membentuk
Untaian te : 5
2. Struktur Kimia Asam Askorbat «os... aH
3. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit : 7
4. Potongan Tulang Paha yang Digunakan dalam Penelitian 12
5. Presto (Alat Bertekanan) dengan Merk KORIMAT yang
Digunaken dalam Proses Pelunekan Tulang Rawan 13
6. Double~Drum Dryers dengan Merk R. SIMON yang Digunakan
dalam Pengeringan Tulang Rawan ve saieneaa
7. Disk Mill yang Digunakan dalam Penggilingan Tepung .. 15
8, Bagan Alir Proses Pembuatan Tepung Tulang Rawan 16
9. Tepung Tulang Rawan yang Dihasilkan 28DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Formulir Uji Ranking Hieeaeias octets
2. Analisis Ragam Rendemen Tepung Tulang Rawan 44
3. Analisis Ragam Derajat Putih Tepung Tulang Rawan 44
4, Analisis Ragam Kehalusan Tepung Tulang Rawan 44
5. Analisis Ragam Daya Larut Tepung Tulang Rawan dalam A\ 44
6. Analisis Ragam Sifat at Organolept Wama Tepuna Tulang
Rawan 45
7. Analisis Ragam Sifat Organoleptik Warna Tepung Tt lang
Rawan oeeeeeeeeeeeseerstesetensssenstaaeeneesnneeen 45PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil ikutan temak adalah hasil sampingan dari teak yang
fianggap Kurang
berharga dan merupakan limbah bagi industri pangan hasil teak. Hasil ikutan
ternak ini meliputi darah, bulu, rambut, kulit, kepala, kuku, kaki, lemak, isi perut,
jah menjadi
tulang dan tulang rawan, Beberapa hasil ikutan temak tersebut dapat
produk yang lebih bermanfaat dan berharga, baik produk pangan maupun produk
nonpangan,
Tulang ayam pedaging bagian paba merupakan salah satu contoh hasil ikutan
tomak sisa deboning di industri pangan hasil ternak dan rumah pemotongan ayam.
Tulang paha ini dapat diperoleh dengan harga yang murah, yaitu + Rp 3000,-/kg.
Pada bagian ujung tulang paha tersebut terdapat tulang rawan yang kaya mineral dan
protein (Dellmann dan Brown, 1989).
Kalsium adalah salah satu mineral yang terdapat dalam tulang rawan. Kalsium
dari tulang rawan ini merupakan mineral organik, sehingga lebih aman dikonsumsi
karena tidak tercemar oleh logam-logam berat seperti yang sering terjadi pada
mineral dari pertambangan.
Kalsium merupakan salah satu komponen gizi yang penting bagi tubuh manusia,
arena diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Pada tahun 1981 kebutuhan
kalsium untuk anak-anak berusia 0-8 tahun adalah 600 mg/hari dan pada usia 9-14
tahun adalah 700 mg/hari. Kebutuhan kalsium remaja berusia 15-17 tahun adalah
600 mg/hari, sedangkan pada usia dewasa (di atas 18 tehun) kebutuban kalsium
menurun, yaitu menjadi 500 mg/hari, tetapi ibu hamil pada usia kehamilan 3 balan
terakhir hingga menyusui membutuhkan 1200 mg/heri (Gaman dan Sherrington,
1992). Menurut Muchtadi et al. (1993) Kebutuhan Kalsium manusia dewasa kini
meningkat menjadi 800 mg/hari, dan pada ibu hamil dan menyusui Kebutuhannya
tetap 1200 mg/hari.
Kebutuhan kaisium tubuh manusia dapat terpenuhi dari berbagai macam bahan
makanan, misalnya susu, daging, sayur-sayuran atau buah-buahan, tetapi kalsium
yang berasal dari bahan pangan nabati tidak mudah diserap oleh tubuh karena terikat
oleh fitat yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (Muchtadi ef af., 1993).
Kalsium juga dapat diperoleh dari bahan alternatif, seperti tulang rawan. Kandungankalsium pada tulang rawan ini dibarapken dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tubuh manusia sehari-hari.
Bentuk fisik bahan pangan yang paling fleksibel untuk dapat diolah selanjutnya
adalah tepung. Bahan pangan dalam bentuk tepung dapat dengan mudah
nakanan
ditambehkan atau dieampurkan pada makanan, misalnya kue, ingan,
makanan bayi, jamu ataupun minuman, Kendala yang ada dari penampilan tepung
tulang rawan adalah derajat putihnya rendah. Derajat putih tepung tulang rawan
perlu ditingketkan agar tidak menggenggu produk akhir yang kita inginkan.
Bleaching atau pemnutihan adalah suatu metode yang diharapkan dapat meningkatkan
derajat putih tepung tulang rawan,
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis bahan pemutih yang paling baik
dan menentukan waktu pemutihan yang optimal untuk memperbaiki penampilan
tepung tulang rawan, Perelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa pengaruh
penambahan bahan pemutih terhadap sifat fisik, sifat organoleptik dan kandungan
tepung tulang rawan.‘TINJAUAN PUSTAKA.
‘Hasil Ikutan Ternak
Hasil ikutan ternak adalah hasil sampingan dari hasil utama ternak yang
dianggap kurang berharga, bahkan menjadi limbah dan merupakan masalah bagi
industri dan lingkungan. Menurut Cooke dan Pugh (1980), jenis hasil ikutan ternak
yang dapat diolah dan dimanfaatkan antara lain adalah tulang, tulang rawan, darah,
bulu, rambut, kulit, kepala, kuku, kaki, lemak dan isi perut.
‘Tulang dapat ditemukan di tempat pemotongan hewan, industri pangan hasil
ternak, rumah makan dan rumah tangga. Tulang masih mengandung zat gizi dan
dapat diolah menjadi tepung tulang yang biasa digunakan sebagai penyusun pakan
temak, yaitu sebagai sumber mineral. Hal ini ditegaskan oleh Judge ef al. (1989)
bahwa hasil ikutan pengolahan daging masih memiliki nutrisi, yaitu protein, lemak
dan mineral.
Usaha pemanfaatan hasil ikutan dan limbah dari pemotongan temak telah
banyak dilakukan, baik untuk kepentingan manusia, untuk pakan temak maupun
untuk keperluan industri, Hasil yang sudah diperoleh selama ini adalah dalam
bentuk tepung tulang, tepung daging dan tulang, tepung darah, tepung bulu, lem
(glue) dan gelatin. Beberapa produk olahan hasil ikutan ternak tersebut sudah
meningkat daya gunanya dan bernilai ekonomis lebih tinggi. Bagien yjung tulang
paha ayam pedaging adalah tulang rawan yang diharapkan dapat ditingkatkan daya
guna dan nilai ekonomisnya.
Tulang Rawan
‘Menurut Forrest (1975), tulang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung sel-
sel, elemen fibrosa dan matriks ekstrasclular. Matriks ekstraselular pada tulang
terdiri dari matriks organik dan anorganik. Matriks organik tulang terdiri dart zat-zat
yang mengandung kompleks molekul protein yang dikelilingi serat-serat kolagen.
Matriks anorganik terdiri dari garam kalsium fosfat. Kristal garam-garam ini
disimpan dalam matriks organik diantara serat-serat kolagen.
Menurut Dellmann dan Brown (1989), tulang memiliki sel-sel antara lain
lan osteoklas. Osteoblas adalah sel pembentuk tulang yang dapat
osteoblas, osteosit
mensintesis dan mensekresi matriks organik yang penting untuk proses mineralisasiBahan organik yang dihasilkan antara lain adalah serabut kolagen. Osteoblas yang,
dikelilingi oleh pengapuran matriks akan menjadi osteosit, Osteosit dapat
menghasilkan enzim lisosom yang dapat mempertahankan kandungan mineral dalam
matriks, Osteoklas dapat dikatakan berperan utama dalam penyerapan tulang karena
osteoklas dapat mengeluarkan zat yang mampu menurunkan pH cairan jaringan di
sekitarnya, sehingga lingkungan asam menyebabkan Kristal kalsium fosfat tulang.
yang sulit larut, mampu diubah menjadi mineral yang mudah larut, Dengan kata
lain, mineral pada tulang dapat dilarutkan dengan pengaruh keasaman,
Dellmann dan Brown (1989) juga menyatakan bahwa tulang rawan adalah
bentuk jaringen ikat khusus yang berfungsi sebagai penunjang yang terdiri dari sel-
sel yang disebut kondrosit, serabut dan matriks yang memiliki daya regang tinggi.
Daya regang yang tinggi ini disebabkan adanya jalinan serabut kolegen yang elastik
dalam bahan antarsel, Kondrosit memiliki inti bulat dengan-satu atau dua nukleolus.
Di dalam kondrosit segar banyak terdapat glikogen dan lipid.
Setiap jaringan ikat sebagian besar penyusunnya adalah Kolagen dan kolagen ini
merupakan protein (Forrest, 1975). Selain itu, Soeparno (1992) juga menyatakan
bahwa kolagen merupakan protein struktural pokok pada jaringan ikat. Kolagen
merupakan Komponen utama dari tendo, ligamen, tulang dan tulang rawan. Kolagen
juga mengandung karbobidrat, hal ini ditegaskan oleh Forest ef al. (1975) dan
Swatland (1984), bahwa kolagen merupakan glikoprotein yang mengandung gula,
seperti glukosa dan galaktosa.
Menurut Lehninger (1982), polipeptida pada penyusun kolagen merupakan
struktur heliks tiga untai (triple helix). Ketiga polipeptida heliks yang saling
bergulung tersebut memiliki ukuran yang sama. Bentuk untaian ini menyebabkan
kolagen tidak mudah larut dan tidak mudah dicerna. Hidrolisis beberapa ikatan
kovalen pada kolagen menyebabkan kolagen mengalami transformasi menjadi
gelatin yang mudah larat.
Menurut Bennion (1980), hidrolisis kolagen juga dapat terjadi pada kondisi
keasaman yang tinggi. Kolagen yang terhidrolisis tersebut mengembang dan
menyebar dalam larutan asam, Susunan polipeptida pada penyusun kolagen yang
membentuk untaian dapat dilihat pada Gambar 1.Gambar 1. Susunan Polipeptida pada Penyusun Kolagen yang Membentuk
Untaian (Lehninger, 1982)
Berdasarkan perbedaan struktur serabut dan bahan dasamya, Dellmann dan
Brown (1989) membagi tulang rawan menjadi tiga tipe, yaitu :
1) tulang rawen hialin, terdapat pada permukaan persendian tulang yang menunjang
hidung, pangkal tenggorokan, trakhea dan bronki. Pada fetus muda, sebagian
besar tulang terdiri dari tulang rawan hialins
2) tulang rawan elastik, terdapat pada tempat yang membutuhkan faktor elastisitas
serta kekuatan, seperti pada daun telinga, saluran telinga luar dan pada sebagian
pangkal tenggoroken (larings). Tulang rawan elastik memiliki jalinan serabut
elastik yang lebih pekat, tidak seperti pada tulang rawan hialin;
3) tulang rawan fibrosa, jumlahnya paling sedikit, merupakan peralihan dari tulang
rawan hialin, tendon serta ligamen. Tulang rawan fibrosa terdapat pada diskus
intervertebralis dan miniskus. Tulang rawan fibrosa memiliki serabut kolagen
dalam matriks lebih banyak.
Menurut Hartono (1989), tulang rawan fibrosa mempunyai serabut kolagen
pekat dan jumlah matriks relatif sedikit. Tulang rawan fibrosa terdapat pada diskus
intervertebralis, miniskus, serta pada tempat pertautan ligamen atau tendon pada
tulang, Tulang rawan pada permukaan persendian memiliki fibril kolagen banyak,
meski strukturnya sebagai tulang rawan hialin tetapi sering digolongkan dalam
tulang rawan fibrosa,
Jenis tulang rawan yang dapat diolah menjadi tepung tulang rawan adalah tulang
rawan hialin dan tulang rawan fibrosa. Tulang rawan yang dapat digolongkan ke
dalam tulang rawan hialin dan tulang rawan fibrosa misalnya adalah tulang rawan
yang terdapat pada persendian kaki ayam pedaging.Bahan Pemutih Bleaching Agents)
Menurut Departemen Kesehatan (1988), bahan pemutih adalah bahan tambahan
makanan yang dapat lebih memutihkan wama tepung yang dihasilkan, sebingga
dapat memperbaiki penampakannya, Winaro (1995) menyebutkan bahwa bahan
pemutih sering digunakan dalam memutihkan wama bahan makanan, tetapi
penggunaan yang berlebih pada tepung akan menghasilkan adonan roti yang pecah-
pecah, butirannya tidak merata, warna keabu-abuan dan volumenya menyusut.
Menurut Kirk dan Othmer (1985), bahan pemutih dapat bekerja pada suatu
bahan melalui proses fisik dan kimia, Proses ini melibatkan proses oksidasi, reduksi
atau adsorbsi yang membuat bahan berwarna atau kotor menjadi mudah dilepaskan
dan dihilangkan selama proses pemutihan. Senyawa yang menyebabkan wama
secara umum merupakan komponen organik yang memiliki ikatan rangkap. Proses
ekolorisasi terjadi akibat hancurnya satu atau lebih ikatan rangkap tersebut.
Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995), pemutih yang boleh digunakan
untuk memutihkan tepung adalah amonium persulfat maksimum 0,025%, aseton
peroksida secukupnya, benzoil peroksida maksimum 0,015% dan kalium bromat
maksimum 0,005%, Sclain itu juga dapat digunakan asam askorbat maksimum
0,02% dan natrium metabisulfit maksimum 0,005%. Amonium persulfat, aseton
peroksida, benzoil peroksida dan kalium bromat bersifat toksik dan dapat
menyebabkan kerusekan pada saluran pemapasan dan pencernaan (Lewis, 1995)
Selain itu, bahan-bahan tersebut juga tidak mudah didapatkan dan harganya relatif
mahal, sedangkan asam askorbat dan natrium metabisulfit lebih aman dan lebih
mudah didapatkan dengan harga yang cukup murah.
‘Asam askorbat dengan rumus molekul CcHgQs, Asam askorbat mumi biasa
disebut Vitamin C Uncoated, berbentuk kristal putih, larut dalam air, larut dalam
alkohol (etanol), tetapi_ tidak larut dalam ether, cloroform, benzene, petroleum dan
lemak, Asam askorbat sering digunakan dalam makanan sebagai antioksidan,
penambah nutrisi dan sebagai bahan pengawet (Lewis, 1995; Igoe dan Hui, 1996).
Menurat Suhardjo dan Kusharto (1988), asam askorbat merupakan suatu bahan yang,
dapat digolongkan ke dalam golongen karbohidrat, karena merupakan derivat dari
heksosa. Struktur kimia asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 2.ii
ee ae ee
saa OH OH
|
OH OH
Gambar 2, Struktur Kimia Asam Askorbat (Suhardjo dan Kusharto,1988)
Igoe dan Hui (1996) juga menyatakan bahwa asam askorbat merupakan vitamin
C yang dapat mencegah penyakit, membantu menjaga daya tahan tubuh dari infeksi,
dan diperlukan untuk kesehatan tulang dan gigi. Asam askorbat kering tidak reaktif,
namun bila berbentuk larutan mudah bereaksi dengan oksigen di udara dan bahan
oksidan lainnya.
Winarno dan Rahayu (1991) menyatakan bahwa natrium metabisulfit dapat
digunakan dalam bahan makanan sebagai bahan pengawet, antioksidan dan sebagai
pemutih (bleaching agent). Lewis (1995); Igoe dan Hui (1996) menyatakan bahwa
atrium metabisulfit yang mempunyai rumus molekul NazS;0s merupakan bahan
pengawet dan antioksidan yang berbentuk kristal berwarna putib, larut dalam air dan
mempunyai bau seperti sulfur dioksida. Kemudian Igoe dan Hui (1996)
menambahkan bahwa natrium metabisulfit dapat digunakan pada buah kering untuk
mempertahankan aroma, wame dan untuk menghambat pertumbuhan mikrobe.
Struktur kimia natrium metabisulfit dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit (Cotton dan Wilkinson,1989)Pengering Drum (Drum Dryer)
Menurut Moore (1995), double-drum dryers digunakan untuk pengeringan
bahan.makanan, Sebagian besar produk makenan yang dikeringkan memiliki
karakteristik dengan bentuk cair atau pasta dengan Kepadatan cukup yang sensitif
tethadap panas. Bahan dikeringkan melalui panas yang mengalir dalam drum
Pertimbangan utama dalam penggunaan drum dryer mengacu pada kealamian produk
yang dikeringkan dan penggunaan alat pengering yang ekonomis dan efisien.
Moore (1995) juga menyatakan bahwa drum dryer fleksibel dalam
pengoperasiannya dan menyajikan satu jenis peralatan dengan seluruh variabel yang
dapat diubah tanpa mempengaruhi variabel lainnya. Terdapat empat variabel dalam
operasional drum dryer, yaitu temperatur medium panas yang menentukan
temperatur permukaan drum, kecepatan rotasi yang menunjukkan waktu Kontak
antara bahan yang dikeringkan dengan permukaaan pemanes, ketebalan film (bahan
yang sudah kering berbentuk lembaran tipis menyerupai film) yang dapat ditentukan
engan jarak antar drum dan kondisi bahan makanan. Temperatur dan kecepatan
rotasi drum yang digunakan dalam proses pengeringan bahan makanan disesuaikan
dengan kondisi bahan tersebut. Bahan makanan yang mudah rusak oleh panas
biasanya dikeringkan pada temperatur yang cukup tinggi dan dengan kecepatan
rotasi drum yang tinggi pula, demikian juga sebaliknya.
Selanjutnya Moore (1995) menyebutkan bahwa drum merupakan alat yang vital
dalam drum dryer. Drum dibuat dari baja dan tersedia dalam berbagai bentuk.
Berdasarkan desain mesin modem, drum dibuat stabil dengan berbagai kemudahan
operasional. Drum tersebut dilengkapi mesin yang disesuaikan diameter dan
panjangnya, sehingga operasi double-drum dryers lebih nyaman dan stabilitas
temperatur dapat terjaga dengan baik. Drum dryer menggunakan tenaga penggerak
yang lebih rendah, oleh karena itu tenaga listrik yang terpakai minimum dan biaya
‘tenaga kerja rendah, schingga menjadikan alat ini lebih ekonomis dan efisien
Tepung
Menurut Dewan Standardisasi Nasional (1992), tepung singkong merupakan
pati yang diperoleh dari singkong. Tepung singkong sangat halus dan berwarnaputih cerah, Tepung singkong memiliki kadar air maksimum 12%, kehalusan
mum 90% lolos mesh 80 dan derajat putih minimum 85%.
‘Tepung tulang merupakan tepung yang diperoleh dengan cara memproses “
tulang, Dalam tepung tulang mengandung beberapa zat outrisi, seperti kalsium
sebanyak 30,14%, fosfor 14,53%, protein 7,5% dan lemak 1,2%. Komposisi nutrisi
dalam tepung tulang tersebut dapat bervariasi tergantung bahan mentah yang
digunakan dan proses pengolahannya (Morrison, 1959). Menurut Dewan
Standardisasi Nasional (1992), tepung tulang dapat dimasukkan kriteria mutu I jika
memiliki kehalusan minimum 90% lolos mesh 25, kadar air maksimum 8%, kadar
lemak maksimum 3%, kadar kalsium minimum 20% dan kadar fosfor minimum 8%.
Kandungan Nutrisi Bahan Makanan
Bahan makanan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Kita harus
‘mengkonsumsi beraneka macam bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
tubuh setiap hari. Menurut Direktorat Gizi (1989), untuk memenubi kebutuhan
protein, maka kita dapat mengkonsumsi bahan makenan yang tinggi kandungan
proteinnya, seperti daging, susv, ikan, kacang-kacangan dan lain sebagainya
Selain kebutuhan protein yang harus terpenuhi, kita juga harus memenuhi
Kebutuhan nutrisi yang lain, misainya karbohidrat, lemak, kalsium dan fosfor.
Beberapa bahan makanan yang memiliki kandungan protein, kalsium dan fosfor yang
cukup tinggi dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Beberapa Bahan Makanan yang Memiliki Kandungan Protein,
Kalsium dan Fosfor Cukup Tinggi
Bahan Pangan Kader Protein _KadarKalsium__Kadar Fosfor
e — am
Bungkil kacang tanah 37,40 0,73 047
Kedelai 34,90 0,23, 0,59
Daging ayam 18,20 001 0,20
Daging sapi 18,80 0.01 0,17
Telur ayam 12,80 0,05 0,18
Keju 22,80 0,78 034
Ketumbar 14,10 0,63 0,37
Sarang Burung 37,50 049 0,02
Bayam 3,50 027 0,06
Daun pete cina 12,00 1,50 0,10
Katul beras 12,60 0,03 200
Sumber : Direktorat Gizi (1989)Kebutuhan Kalsium Tubuh Manusia
Kalsium merupakan salah satu komponen gizi yang penting bagi tubuh manusia,
karena diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi, untuk membantu kontraksi
dan relaksasi otot, untuk membantn penyerapan dan pengikatan asam amino dan
banyak lagi fungsi kalsium yang lain (Muchtadi ef al., 1993), Menurut Fehily et al
(1992), kepadatan mineral dalam tulang manusia selain dipengaruhi oleh masukan
kalsium, juga dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vitamin D dalam tubuh, aktivitas
olan raga dan konsumsi alkohol. Vitamin D dalam tubuh akan membantu
penyerapan kalsium, sehingga semakin banyak jumlahnya akan meningkatkan
kepadatan mineral dalam tulang manusia. Semakin tinggi aktivitas olah raga juga
akan menyebabkan meningkatnya kepadatan mineral dalam tulang manusia, tetapi
konsumsi alkohol oleh manusia tersebut dapat menurunkan kepadatan mineral dalam
tulang.
Menurut Gaman dan Sherrington (1992), diketahui bahwa pada tahun 1981
kebutuhan kebutuhan kalsium bagi tubuh untuk masing-masing tingkatan usia
berbeda-beda. Data kebutuhan kalsium bagi tubuh pada tahun 1981 dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Kebutuhan Kalsium bagi Tubuh Manusia pada Tahun 1981
Usia Kebutuhan Kalsium
(mgfhari)-
Anak-anak (0-8 tahun) 600
‘Anak-anak (9-14 tahun) 700
Remaja (15-17 tahun) ; 600
Dewasa (di atas 18 tahun) 500
Ibu hamil (3 bulan terakhir) dan menyusui 1200 He
Sumber ; Gaman dan Sherrington (1992)
Menurut Muchtadi er a/. (1993) kebutuhan kalsium manusia dewase kini
meningkat menjadi 800 mg/hari, dan pada ibu hamil pada usia kehamilan 3 bulan
terahir sampai menyusui kebutuhannya 1200 mg/hari.
10MATERI DAN METODE PENELITIAN
‘Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di empat tempat, yaitu Laboratorium Pilot Plant Pusat
Antar Universitas IPB, Laboratorium AP4 (Agricultural Product Processing Pilot
Plant Project) IPB, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi
Ternak, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Jurusan [mu Nutrisi dan Makanan Temak, Fakultas Peternakan [PB. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2002.
Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa bahan dan
peralatan untuk pengolahan tulang rawan menjadi tepung, untuk analisis sifat fisik,
sifat organoleptik dan untuk analisis kendungan nutrsi
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
antara lain tulang rawan,
asam askorbat, natrium metabisulfit, BaSO, dan bahan-bahan untuk analisis
kandungan nuttisi, yaitu akuades, emonium oksalat, indikator merah metil, amonia,
asam asetat, KMn04, larutan molibdat, asam aminonaftolsulfonat, KsPOs, K2SO.,
HO, HzS0,, NaOH, HCI, asam borat dan petroleum ether.
Alat
Alatalat yang digunakan untuk penelitian ini adalah presto (alat bertekanan),
blender, drum dryer, disk mil, timbangan, panci, gelas, saringan, Kolorimeter, gelas
piala, sendok, piting kecil.dan alat-alat untuk analisis Kandungan nutri, yeitt oven,
cawen aluminium, eawan porselin, tasur"listik,” gélas “piala, “Kertas saring,
spektrofotometer, labu ukur, desikator, labu Kjeldahl 100 mi, labu destruksi, labu
destilasi, erlenmeyer, buret, selongsong pengekstrak, labu soxhlet, waterbath dan
timbangan analitik.
Metode
Pada penelitian ini dilakukan pembuetan tepung tulang rawan kontrol dan
tepung tulang rawan yang mendapat perlakuan dengan bahan pemutih. Tepungtulang rawan yang digunakan sebagai kontrol adalah tepung yang dibuat tanpa
menggunaken bahan pematih, Pembuatan tepung tulang rawen kontrol ini dilakukan
untuk membandingkan secara deskriptif dengan tepung tulang rawan yang mendapat
periakuan dengan bahan pemutih, Pembuatan tepung tulang rawan kontrol dibagi
menjadi beberapa tahap, yaity pengumpulan tulang, pemasaken, pemisahan tulang
rawan, pelunakan_tulang rawan, penggilingantulang rawan, pengeringan. dan
penggilingan serta penyaringan balan yang sudah keting.
Pembuatan tepung tulang rawan yang mendapat perlakuan dengan bahan
pemutih prosesnya sama dengan tepung tulang rawan kontrol, tetapi sebelum proses
ingan tulang rawan dilakukan proses pemutihan. Pemutihan yang dilakukan
peng
yaitu dengan asam askorbat 0,02% selama 30 dan 60 menit dan natrium metabisulfit
0,005% selama 30 dan 60 menit. Konsentrasi bahan pemutih yang digunakan adalah
berdasarkan batasan maksimum mefurut Badan Standardisasi Nasional (1995)
Pembuatan tepung tulang rawan kontrol dan tepung tulang rawan yang mendapat
perlakuan dengan bahan pemutih ini dilakukan dengan tiga kali ulangan.
Pengumpulan Tulang
Pengumpulan tulang dilakukan di PT Sierad Produce. Tulang yang
dikumpulken adalah tulang ayam pedaging bagian paha yang merupakan hasil ikutan
dari proses deboning. Ayam tersebut dipotong pada umur enam minggu. Potongan
tulang paha yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Potongan Tulang Paha yang Digunakan dalam PenelitianPemasakan
Pemasakan dilakukan untuk mempermudah pemisahan tulang rawan dari tulang
dan daging. Pemasakan dilakukan dengan cara mengukus tulang paha dengan subu
+ 80°C selama + 60 menit,
Pemisahan Tulang Rawan
Pemisahan tulang rawan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terbawanya
tulang, sumsum tulang dan daging. Hal ini dihindari karena dapat mempengaruhi
sifat fisik dan kandungan nutrisi tepung tulang rawan yang dihasilkan.
Pelunakan Tulang Rawan
Pelunakan tulang rawan menggunakan presto (alat bertekanan) pada subu
121 °C dengan tekanan 2 atm selama 2 jam. Presto dengan merk KORIMAT yang
digunakan dalam proses pelunakan tulang rawan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Presto (Alat Bertekenan) dengen Merk KORIMAT yang
Digunakan dalam Proses Pelunakan Tulang Rawan
13Penggilingan Tulang Rawan
Penggilingan tulang rawan dilakukan menggunakan blender. Penggilingan
tulang rawan bertujuan untuk memperoleh tulang rawan yang halus dan homogen
ager pada saat dikeringkan tidak menyumbat.
Pemutihan
Pemutihan dilakukan dengan cara mencampurkan bahan pemutih pada tulang
rawan yang akan dikeringkan, Bahan pemutih yang digunakan adalah asam askorbat
dengan konsentrasi 0,02% dan natrium metabisulfit 0,005%. Konsentrasi bahan
pemutih yang digunakan adalah menurut batas maksimum dalam Badan
Standardisasi Nasional (1995). Waktu pemutian yang dilakukan adalah 30 dan 60
menit, Faktor jenis bahan pemutih dan faktor waktu pemutihan merupakan
kombinasi perlakuan.
Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan double-drum dryers dengan suhu
+80 °C untuk memperoleh bahan yang kering. Double-drum dryers dengan merk
R. SIMON yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Double-Drum Dryers dengan Merk R. SIMON yang Digunakan
dalam Pengeringan Tulang Rawan
14Penggilingan dan Penyaringan
Penggilingan dan penyaringan dilakukan dengan disk mill atau blender untuk
memperkecil dan menyeragamkan ukuran tepung. Jika proses penyaringan
dilakukan dengan disk mill, maka penyeringan langsung terjadi dalam alat tersebut,
sedangkan jika menggunakan blender, maka setelah proses penggilingan dilakukan
proses penyaringan, Disk Mill yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7. Disk Mill yang Digunakan dalam Penggilingan Tepung Tulang
Rawan
Bagan alir proses pembuatan tepung tulang rawan dapat dilihat pada Gambar 8.Pengumpulan tulang
v
Pemasakan
v
Pemisahan tulang rawan
v
Pelunakan dengan presto (subu 121 °C, tekanan 2 atm, 2 jam)
v
-| Penggilingan dengan blender
Pemutihan
v
>| Pengeringan dengan drum dryer
Y
Pengilingan dengan disk mill atau blender
Keterangan —_: (+) Pada tepung tulang rawan konto! tidak dilakukan proses pemutihan
Gambar 8, Bagan Alir Proses Pembuatan ‘Tepung Tulang Rawan
16Peubah yang Diamati
Sifat Fisik Tepung Tulang Rawan
Sifat fisik yang diamati antara lain adalah rendemen, derajat putih, kehalusan
tepung dan daya larut tepung dalam air.
Rendemen (Association of Offi
Analytical Chemist, 1995). Penghitungan
rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan tepung tulang
rawan, Persentase rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Bobot tepung tulang rawan
Rendemen (%) = — -- x 100%
Bobot tulang rawan segar + Bahan tambahan
Derajat Putih Tepung (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sampel
dimasukkan ke dalam tabung kolorimeter dan diratakan permukaannya. Cahaya dari
kolorimeter dipancarkan pada permukaan sampel dan diukur cahaya yang
dipantulkan kembali. Jumlah cahaya yang dipantulkan tersebut ditampilkan dalam
bentuk persentase derajat putih pada alat kolorimeter. Dilakukan pengerjaan yang
sama terhadap BaSO, sebagai pembanding yang mempunyai nilai 100%.
Kehalusan Tepung (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sampel ditimbang
sebanyak 100 gram, kemudian diayak selama 10 menit dengan ukuran ayakan mesh
60. Tepung yang tertinggal dalam ayakan kemudian ditimbang. Kehalusan mesh
tepung dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Wi
Kehalusan mesh (%) = {100 - ( Xx so»)
w
Keterangan: W
Ww
Bobot sampel
Bobot tepung yang tertinggal dalam ayakan
Daya Larut Tepung dalam Air (Dewan Standardisasi Nasional, 1992). Sampel
tepung tulang rawan ditimbang sebanyak 20 gram, lalu dimasukkan ke dalam gelas
piala. Ditambahkan air mendidih sebanyak 200 ml, kemudian diaduk hingga larut.
Kertas saring Whatman no, 42 dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C dan
ditimbang hingga berat Konstan. Larutan disaring dengan kertas saring yang sudah
ering, lalu dibilas dengan air panas, Kertas saring berisi endapan dikeringkan pada
coven 105 °C, didinginkan dan ditimbang hingga berat konstan.
7Daya larut tepung dalam air dapat dihitung dengan ramus berikut :
wy, - W;
Daya larut (%)= 100% - x 100%
w
Keterangan: W
Ww
We
Bobot sampel
Bobot botol timbang + kertas saring berisi endapan
Bobot botol timbang + kertas saring kosong
Sifat Organoleptik (Rahayu, 1998)
Sift organoleptik dianalisa menggunakan uji ranking, Sift yang diamati
adalah warna dan aroma tepung tulang rawan. Sampel dinilai oleh panelis, kemudian
diurutkan berdasarkan tingkat mutunya. Wama paling putih adalah urutan ke-1, dan
yang paling tidak putih urutan ke-5. Aroma khas ayam yang paling terasa adalah
urutan ke-1 dan yang paling tidak terasa urutan ke-5, Panelis yang digunakan dalam
analisis ini adalah panelis agak terlatih sebanyak 30 orang, Formulir uji ranking
dapat dilibat pada Lampiran 1.
Kandungan Nutrisi Tepung Tulang Rawan
Pengukuran kandungan nutrisi hanya dilakuken pada tepung tulang rawan
kontrol dan pada tepung tulang rawan yang diputihkan sclama 60 menit, karena
diasumsikan pemutihan selama 60 menit menghasilkan sifat fisik dan sifat
organoleptik yang lebih baik dari pada pemutihan selama 30 menit. Kandungan
nutrisi yang diukur adalah air, abu, kalsium, fosfor, protein, lemak dan karbohidrat,
Kadar Air (Association of Official Analytical Chemist, 1995). Kadar air
ditentukan secara langsung dengan oven pada suhu 105 °C. Sampel seberat 3 gram
dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya, kemudian
dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam hingga beratnya Konstan. Kadar air sampel
dihitung dengan rumus sebagai berikut
Bobot sampel awal - Bobot sampel akhir
- x 100%
Kadar air (%) =
Bobot sampel awal
Kadar Abu (Association of Official Analytical Chemist, 1995). Sampel seberat 5
gram dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya dan
dibokar, kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 400-600 °C
selama 24 jam. Setelah selesai, cawan dikeluarkan dan dimasukkan desikator untuk
18didinginkan, lalu ditimbang. Persentase kadar abu dihitung dengan rumus berikut :
Bobot sampel akhir
Kadar abu (%) = x 100%
Bobot sampel awal (kering)
Kadar Kalsium (Apriantono ef al., 1989), Bahan organik pada sampel tepung
tulang rawan dihilangkan dengan pengabwan kering dalam tanur, lalu dimasukkan
20-100 ml larutan abu ke dalam gelas piala dan jika perlu ditambahkan 25-50 ml
akuades, Ditambahkan 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator
merah metil. Ditambahkan amonia encer agar larutan sedikit basa, kemudian
). Larutan
ditambahkan asam asetat sampai waa larutan mereh muda (pH
dipanaskan sampai mendidih, lalu didiamkan 4-24 jam. Larutan disaring dengan
kertas saring Whatman no, 42 dan dibilas dengan akuades sampai filtrat bebas
oksalat, Ujung kertas saring dilubangi, dibilas dan dipindahkan endapan dengan
H,SOs encer panas ke dalam gelas piala, kemudian dibilas sekali lagi dengan air
panas. Dilakukan titrasi dengan larutan KMnO, 0,01 N sampai larutan berwarna
merah jambu permanen periama, Kertas sering dimasukkan dan titrasi dilanjutkan
sampai waa menjadi merah jambu permanen kedua. Kadar kalsium dapat dihitung
dengan rumus berikut :
Hasil titrasi x 0,2 x Vol. total larutan abu x 100
mg Ca/ 100 g sampel =
Vol. Lar. abu dipakai x Bobot sampel diabukan (kering)
Bobot kalsium diperoleh
x 100%
Kadar kalsium (%) =
100 g sampel (kering)
Kadar Fosfor (Apriantono et af,, 1989). Dibuat larutan abu 5 ml dari sampel yang
diabukan, Kemudian ditambahkan 5 mi lerutan molibdat dan dicampur hingga
merata, Ditambahkan 2 ml asam aminonaftolsulfonat, dicampur hingga merata dan
diencerkan sampai volume 50 ml. Disiapkan larutan blanko dengan cara yang sama
dengan akuades sebagai pengganti larutan abu. Larutan didiamkan 10 menit, lalu
diukur kadar fosfor menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 650
am (blanko =
ml larutan KsPO menjadi 50 mi dengan akuades. Larutan dimasukkan pada labu
00% transmisi). Kurva standar dibuat dengan cara mengencerkan 10
kur sebanyak 5, 10, 20, 30 dan 40 ml, kemudian ditambahkan 5 ml molibdat dan 2
ml asam aminonafiosulfonat, dan diencerkan sampai volume 50 mil. Absorbandiukur pada masing-masing larutan dan dibuat kurva hubungan konsentrasi dengan
absorban, Kadar Fosfor dihitung dengan rumus berikut :
img P dari kurva standar x Vol. total larutan Abu x 100
mg P/ 100 g sampel
Vol. alikuot dipakai x Bobot sampel diabukan (Kering)
Bobot fosfor diperoleh
Kadar fosfor (%) = x 100%
100 g sampel (kering)
Kadar Protein (Association of Official Analytical Chemist, 1995). Sampel
seberat 0,2 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 2
gram KaSO, dan HigO (1:1) dan 2 ml HzSO, pekat, Dilakukan destruksi selama 30
menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Setelah dingin, ditambahkan 35 ml air
suling dan 10 ml NaOH pekat sampai berwama coklat kehitaman lalu didestilasi
Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 3 ml asam borat
Hasil destilasi yang terlampung kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N dengan
menggunakan indikator. Hal yang sama dilakukan untuk blanko. Persentase
nitrogen dan kadar protein kaser dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(HCI-blanko) x N HCI x 14,007
x 100%
Kadar Nitrogen (%) =
mg sampel (Kering)
Kadar protein (%) = 6,25 x Kadat Nitrogen
Kadar Lemak (Association of Official Analytical Chemist,1995). Sampel tepung
tulang rawan seberat 5 gram dimasukkan dalam selongsong pengekstrak, kemudian
dimasukkan dalam labu soxhlet dan diekstraksi dengan petroleum ether di atas
waterbath selama 16 jam. Setelah selesei, pelarut yang ada dalam labu pengekstrak
didestilosi kemudian labu tersebut dipanaskan dalam oven 105 °C selama 1 jam dan
ditimbang, Persentase kadar lemak dapat dibitung dengan rumus sebagai berikut
Bobot labu akhir — Bobot labu awal
x 100%
Kadar lemak (%) =
Bobot sampel (Kering)
Kadar Karbohidrat (By Difference). Kadar karbohidrat dihitung dengan cara
pengurangan terhadap kadar abu Kering, kadar protein kering dan kadar lemak
kering. Perhitungan kadar karbohidrat adalah sebagai berikut :
Kadar karbohidrat (%) = 100% — kadar protein ~ kadar abu ~ kadar lemakAnalisa Data
Sifat Fisikc
tepung tulang rawan dilakukan pada tepung tulang rawan
Pengukuran sifat fi
yang mendapat perlakuan dengan bahan pemutih dan pada tepung tulang rawan
kontrol. Perlakuan yang diamati adalah jenis bahan pemutih yang digunakan dan
waktu pemutihan yang dilakukan, Jenis bahan pemutih yang digunakan adalah asam
askorbat dengan konsentrasi 0,02% dan natrium metabisulfit dengan konsentrasi
0,005%, sedangkan waktu pemutihan yang dilakukan adalah 30 dan 60 menit.
Data hasil pengamatan sifa fisik tepung tulang rawan yang mendapat perlakuan
dengan bahan pemutih dalam penelitian ini dianalisa secara statistik dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola fektorial 2 x 2. Analisis yang digunakan
adalah Analisis Ragam. Jika diketahui berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uj
wilayah berganda Duncan, Setelah data sifat fisik tepung tulang rawan yang
mendapat perlakuan dengan bahan pemutih dianalisa secara statistik, kemudian
dibandingkan secara deskriptif dengan tepung tulang rawan kontrol.
Berdasarkan Steel dan Torrie (1991), model matematis dati Rancangan Acak
Lengkap pola faktorial adalah sebagai berikut :
Yin = 2+ i+ Bj (OB) y Fee
Keterangan
Yuje = Variabel yang diukur
“ cfek rata-rata
eijx efek galat percobaan
ai efek faktor jenis bahan pemutih ke i
By efek faktor waktu pemutihan ke j
(a) 3 efek interaksi faktor jenis bahan pemutih ke i
dengan faktor waktu pemutihan ke j
Dimana
i = 1,2
j 1,2
k 1,23
Sifat Organoleptik
Analisa sifat organoleptik dilakukan pada tepung tulang rawan kontrol dan
tepung tulang rawan yang mendapat perlakuan dengan bahan pemutih. Sifat
organoleptik tepung tulang rawan dianelisa menggunakan wi ranking, kemudian datayang diperoleh dianalisa menggunakan Analisis Ragam dan jika diketahui berbeda
nyata, maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Rahayu, 1998).
Kandungan Nutrisi
Pengukuran kandungan nuttisi hanya dilakukan pada tepung tulang rawan
kontrol dan pada tepung tulang rawan yang diputihkan selama 60 menit. Data hasil
pengukuran kandungan nutrisi yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif.HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dimulai dengan pembustan tepung tulang rawan untuk kemudian
dianalisa, Pembuatan tepung tulang rawan dimulai dengan pengumpulan tulang,
pemasakan, pemisaban tulang rawan, pelunakan tulang rawan, penggilingan tulang
rawan, pemutihan, pengeringan dan penggilingan serta penyaringan. Analisis yang
dilakukan adalah analisis sifat fisik, sifat organoleptik dan analisis kandungan nutrisi
tepung tulang rawan.
Sifat Fi
Pengukuran sifat fisik tepung tulang rawan dilakukan pada tepung tulang rawan
Kontrol dan tepung tulang rawan yang mendapat perlakuan dengan bahan pemutih,
Sifat fisik yang diukur adalah rendemen tepung tulang rawan, derajat putih tepung
tulang rawan, kehalusan tepung tulang rawan dan daya larut tepung tulang rawan
dalam air.
Rendemen Tepung Tulang Rawan
Penghitungan rendemen dilakukan dengan tyjuan untuk mengetahui efisiensi
proses penepungan tulang rawan. Semakin besar persentase rendemen, berarti
semakin besar pula efisiensi proses penepungan tersebut, demikian juga sebaliknya.
Rendemen tepung tulang rawan yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan jenis
bahan pemutih dan waktu pemutihan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Rata-rata Nilai Rendemen Tepung Tulang Rawan
Jenis Bahan Pemutih
. W aku —Asam~S~”~*~«WNatrium—S~SséRata-rata Kontrol
seituruines Askorbat Metabisulfit
0,02% 0,005%
(%
Gmenit)
30 26,01 40,18 26,83 40,91 -
60 26252033 26,96 £0,80 a
~Ratarata_—_ 27,66 £0.93 « 13£0.278
Keterangan- subskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda
sangat nyata (P<0.01)Basil anslisis rendemen tepung tulang rawan menunjukkan bahwa waktu
pemutihan tidak berpengaruh terhadap rendemen tepung tulang rawan yang
dihasilkan, Jenis bahan pemutih menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap
rendemen tepung tulang rawan yang dihasilkan,
Wojud tulang rawan yang akan dikeringkan adalah cair. Rendemen sangat
dipengaruhi oleh kandungan cairan dalam tulang rawan. Asam askorbat yang
ditambahkan adalah 0,02%, sehingga tulang rawan harus dikurangi sebanyak 0,02%
untuk digenti dengan asam askorbat. Penambahan asam askorbat menyebabkan
kandungan cairan dalam tulang rawan menurun, Karena asam askorbat yang
digunakan dalam bentuk serbuk, akibatnya rendemen tepung tulang rawan
meningkat, Selain itu Bennion (1980) menyatakan bahwa suasana asam dapat
menyebabkan kolagen terhidrolisis, sehingga menjadi mengembang dan menyebar.
Hal ini berpengeruh terhadap bobot tepung tulang rawan, sehingga mempengaruhi
rendemen tepung tulang rawan yang dihasilkan.
‘Natrium metabisulfit yang digunakan sebanyek 0,005%, schingga tulang rawan
yang dikurangi hanya sebanyak 0,005%. Natrium metabisulfit juga dalam bentuk
serbuk, namun konsentrasi yang dipakai lebih rendah, sehingga tulang rawan yang
dikurangi lebih sedikit dan ini berarti bahwa cairan yang berkurang juga sedikit
Sedikitnya penurunan cairan dalam tulang rawan menyebabkan rendemen tepung
tulang rawan yang diputihkan dengan natrium metabisulfit persentasenya lebih
rendah dibanding dengan tepung tulang rawan yang diputihkan dengan asam
askorbat.
Pada kontrol tidak ditambahkan bahan pemutih, sehingga total padatan dalam
tulang rawan yang akan dikeringkan tidak bertambah. Hal ini menyebabkan tepung
tulang rawan kontrol (tidak diputihkan) memiliki persentase rendemen paling rendah.
Perbedaan rendemen menurut Winarno (1993) juga dipengaruhi perbedaan kadar air
akibat proses pemanasan.
Derajat Putih Tepung Tulang Rawan
Pengukuran nilai derajat putih tepung twlang rawan dilakuken dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat warna putih dari tepung tulang rawan yang dihasilkan
dalam penelitian ini, Tepung yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam Gambar 9.
24Keterangan ; Ky Kontrol
Nu = Tepung tulang rawan yang diputihkan dengan natrium
metabisulfit selamna 60 menit
No = Tepung tulang rawan yang diputihkan dengan natrium
metabisulfit selama 30 menit
‘An = Tepung tulang rawan yang diputihkan dengan asam
askorbat selama 60 menit
An = Tepung tulang rawan yang diputihkan dengan asam
askorbat selama 30 menit
Gambar 9. Tepung Tulang Rawan yang Dihasilkan
Semakin tinggi persentase derajat putih tepung tulang rawan, maka semakin
putih pula wama tepung tulang rawan tersebut, demikian juga sebaliknya. Derajat
putih tepung tulang rawan yang dihasilkan dari Kombinasi perlakuan jenis bahan
pemutih dan waktu pemutihan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4, Rata-rata Nilai Derajat Putih Tepung Tulang Rawan
Jenis Bahan Pemutih
Waktu ‘Asam| ‘Natrium
Pemutihan Askorbat Meiabisulfit —_ beudee
0,02% 0,005%
Geni) i)
30 39.40 + 1,02 40,03 £2,34 39,72 £1,654 -
60 41,95 + 0,90 43,2240,86 42.58£105—
Rataraia40,6841,64, 41,63 £2.35. 4430+ 1,17
iKeterangan : subsktip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan hasi! berbeda
sangat nyata (P<0,01)
25Hasil analisis derajat putih tepung tulang rawan menunjukkan bahwa jenis
bahan pemutih yang berbeda tidak mempunyai pengaruh terhadap derajat putih
tepung tulang rawan, karena kedua bahan tersebut mempunyai karakteristik yang
sama, yaitu bersifat antioksidan dan dapat digunakan sebagai pemutih. Kedua bahan
pemutih tersebut bersifat reduktor yang Kuat, sehingga dapat digunakan untuk
mereduksi wama atau kotoran yang menempel pada tulang rawan (Lewis, 1995; Igoe
dan Hui, 1996).
Hasil analisis derajat putih tepung tulang rawan juga menunjukkan bahwa waktu
pemutihan yang berbeda mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap derajat
putih tepung tulang rewan. Masing-masing jenis bahan pemutih yang digunakan
‘mempunyai waktu yang optimal untuk dapat bereaksi dengan tulang rawan. Data di
atas menunjukkan bahwa semakin lama woktu pemutihan, maka semakin tinggi pula
nilai derajat putih tepung tulang rawan yang dihasilkan
Persentase derajat putih tepung yang tertinggi dari beberapa perlakuan di atas
(natrium metabisulfit, 60 menit) menunjukkan tidak lebih putih dari kontrol. Hal ini
diduga terjadi akibat bahan pemutih yang digunakan kurang sesuai. Asam askorbat
dan natrium metabisulfit biasa digunakan sebagai pemutih tepung singkong, sagu dan
kentang (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Singkong, sagu dan kentang diduga
mengandung wama atau pigmen yang berbeda dengan wama atau pigmen yang
terdapat dalam tulang rewan, sehingge asam askorbat dan natrium metabisulfit yang
bekerja sebagai reduktor tidak dapat mereduksi pigmen dalam tulang rawan.
Derajat putih tepung tulang rawan yang dihasilkan dalam penelitian ini sangat
rendah bila dibandingkan dengan standar mutu derajat putih tepung singkong.
Tepung singkong mempunyai derajat putih minimum 85% (Dewan Standardisasi
Nasional, 1992), sedangkan tepung tulang rawan yang dihasilkan dalam penclitian
ini paling tinggi hanya 44,30%. Rendabnya nilai derajat putih ini disebabkan adanya
Karbohidrat dan protein dalam tulang rawan yang menyebabkan terjadinya reaksi
pencoklatan nonenzimatis, yaitu reaksi Maillard yang terjadi antara asam amino
dengan gula-gula pereduksi yang menyebabkan terbentuknya pigmen coklat
(melanoidin) (Winarno, 1995).
Derajat putih juga sangat dipengaruhi temperatur alat pengering dan kecepatan
rotasinya. Semakin tinggi temperatur dalam drum menyebabkan warna tepung lebih
26gelap, karena reaksi pencoklatan nonenzimatis juga dipengaruhi oleh temperatur.
Semakin tinggi
cepat (Winamo, 1995). Semakin lambat rotasi drum berakibat semakin lama pula
femperatur, maka reaksi pencoklatan nonenzimatis terjadi lebih
Kontak antara bahan dengan permukaan drum yang panas (Moore, 1995), sehingga
hal ini juga dapat mempercepat reaksi pencoklatan nonenzimatis,
Kehalusan Tepung Tulang Rawan
Pengukuran kehalusan tepung dityjukon untuk mengetahui tingkat kehalusan
halus
tinggi persentase kehalusan tepung, berarti semal
butiran tepung. Semal
atau semakin kecil ukuran butiran tepung tersebut. Kehalusan tepung tulang rawan
yang dihasilkan dari kombinasi perlekuan jenis behan pemutih dan waktu pemutihan
yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Nilai Kehalusan Tepung Tulang Rawan yang Lolos Mesh 60
Jenis Bahan Pemutih.
Waktu ‘Asam Natrium
Pemutihan —_Askorbat Metabisulfit Reta-rata Kontrol
0,02% 0,005%
(menit) )-
30 76,0840,18* — 73,05£0,15% 74,57 £1,664 -
60 76,83+0,18° 74964017 75,90 1,03 5 7
Ratarata76,450,44q 74,01 £1,065 75,26 0,31
Keterangan : subskrip berbeda pada beris atau kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda
ssangat nyata (P<0,01)
superskrip berbeda pada baris dan kolom yang sama atau berbeda
‘menunjukkan hasil interaksi berbeda sangat nyata (P<0,01)
Hasil analisis kehalusan tepung tulang rawan menunjukkan bahwa jenis bahan
pemutih, waktu pemutinan yang berbeda dan interaksi kedua perlakuan memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai kehalusan tepung tulang rawan.
Kehalusan tepung tulang rawan sangat dipengaruhi kandungan nutrisi di dalam
bahan asalnya, Bahan tepung yang tinggi kandungan protein dan lemak, akan
memberikan hasil tepung yang kurang halus Karena bahan keringnya tidak mudah
untuk digiling dan saat proses pengukuran kehaluson, butiran tepung tulang rawan
lengket, sehingga banyak yang tidak lolos saringan, Dalam tulang rawan
mengandung protein yang cukup tinggi karena tulang rawan merupakan bentuk
jaringan ikat khusus yang sebagian besar disusun oleh kolagen (Dellmann danBrown, 1989). Kolagen ini merupakan protein utama penyusun jaringan ikat
(Forrest, 1975).
Penambahan bahan pemutih sangat berpengaruh terhadap kandungan tepung
tulang rawan, Hal ini terbukti pada interaksi perlakuan di atas yang menunjukkan
kehalusan tepung tulang rawan berbeda sangat nysta, Bahan pemutih diduga
bereaksi dengan tulang rawan dan mempengaruhi kandungan nutrisi, khususnya
protein dan leak.
Hasil analisis kehalusan tepung tulang rawan menunjukkan bahwa tepung yang
mempunyai tingkat kehalusan tertinggi adalah tepung yang diputihkan dengan asam
askorbat, yang kedua adalah tepung yang tidak diputihkan (Kontrol) dan yang paling
rendah adalah tepung yang diputihken dengan natrium metabisulfit. Kadar protein
tepung tulang rawan yang tidak diputihkan (Kontrol) adalah sebesar 71,93%, tepung
tulang rawan yang diputihkan dengan asam askorbat 0,02% selama 60 menit adalah
sebesar 68,63% dan tepung tulang rawan yang diputihkan dengan natrium
metabisulfit 0,005% selama 60 menit adalah sebesar 74,61%. Persentase kadar
protein tersebut berbanding terbalik dengan tingkat Kehalusan tepung tulang rawan.
Semakin rendah kadar protein tepung tulang rawan, tingkat kehalusannya semakin
tinggi. Dengan demikian, diduga protein adalah zat nutrisi yang paling berperan
dalam tingkat kehalusan tepung tulang rawan, Dibandingkan dengan tepung
singkong yang sebagian besar tersusun dari karbohidrat, rendahnya tingkat kehalusan
tepung tulang rawan ini Karena tepung tulang rawan sebagian besar tersusun dari
protein yang menyebabkan bahan keringnya tidak mudah untuk digiling dan seat
proses pengukuran kehalusan, butiran tepung tulang rawan lengket, sehingga bansek
yang tidak lolos saringan.
Kehalusan tepung tulang rawan pada penelitian ini sangat Kecil bila
dibandingkan dengan standard mutu tepung singkong. Standard mutu kehalusan
tepung singkong minimum lolos mesh 80 sebanyak 85% (Dewan Standardisesi
Nasional, 1992), sedangkan tepung tulang rawen, kehalusan tertinggi hanya lolos
mesh 60 sebanyak 76,83%, tetapi nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengen
tepung tulang untuk pakan terak yang sebesar 90% lolos mesh 25. Semakin tinggi
nilai mesh saringan atau ayakan yang digunakan berarti semakin kecil lubang pada
saringan tersebut. Semakin tinggi nilai mesh saringan yang digunakan dan semakin
28tinggi persentase tepung tulang rawan yang lolos bererti kehalusan tepung tulang
rawan semakin tinggi pula, demikian juga scbaliknya.
Daya Larut Tepung Tulang Rawan dalam Air
Pengukuran daya larut tepung tulang rawan dalam air ditujukan untuk
mengetahui jumlah tepung tulang rawan yang dapat larut dalam air. Semakin besar
persentase daya larut tepung tulang rawan dalam air, berarti semakin banyak jumlah
tepung tersebut yang dapat larut dalam air. Daya larut tepung tulang rawan dalam air
yang dihasilkan dari kombinasi antara perlakuan jenis bahan pemutih dengan waktu
pemutihan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Nilai Daya Larut Tepung Tulang Rawan dalam Air
‘Jenis Bahan Pemutih
Waktu ‘Asara atrium
Pemutihan _Askorbat Metabisulfit = Raterate poate
0,02% 0,005%
(meni) C—
30 36654025 33,9620,11° 35304148, 9 —
60 379240,13° _34.7920,144 3635+ 1,728 7
Rata-rata_3728+0,72,, 343720475 22,53 £0,12
Keterangan : subskrip berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda
‘sangat nyata (P<0,01)
superskrip berbeda pada baris dan kolom yang sama atau berbeda
‘menunjukkan hasil interaksi berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisis daya larut tepung tulang rawan menunjukkan bahwa jenis bahan
pemutih dan waktu pemutihan yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat
nyata terhadap daya larut tepung tulang rawan dalam air, sedangkan interaksi kedua
perlakuan menunjukkan berpengaruh nyata.
Daya larut tepung dalam air yang terendah adalah tepung yang tidak diputihken
(kontrol), urutan kedua adalah tepung yang diputihkan dengan natrium metabisulfit
dan yang tertinggi adalah tepung yang diputihkan dengan asam askorbat. Tepung
yang tidak diputihkan (kontrol) memiliki daya larut terendah karena tulang rawan
merupakan bentuk jaringan ikat khusus yang sebagian besar disusun oleh kolagen
en tersusun dari polipeptida yang mempunyai
(Dellmann dan Brown, 1989). Kol
struktur heliks tiga untai (triple helix) yang saling bergulung menyebabkan kolagen
tidak mudah larut (Lehninger, 1982).
29Tepung tulang rawan yang diputihkan dengan natrium metabisulfit mengalemi
peningkatan daya larut bila dibandingkan dengan Kontrol (tepung yang tidak
diputihkan), namun peningkatannya tidak sebanyek tepung yang diputihkan dengan
asam askorbat. Peningkatan daya larut yang lebih sedikit ini disebabkan konsentrasi
natrium metabisulfit yang digunakan lebih rendah. Sifat natrium metabisulfit yang
mudah larut dalam air (Lewis, 1995; Igoe dan Hui, 1996) hanya sedikit
meningkatkan daya larut tepung karena konsentrasi yang digunakan rendah.
Tepung tulang rawan yang diputihkan dengan asam askorbat mencapai daya
larut tertinggi Karena asam askorbat tersebut sifatnya larut dalam air (Lewis, 1995;
Igoe dan Hui, 1996) dan penambahannya pada tulang rawan sebanyak 0,02% dapat
membantu daya larut tepung. Selain itu, peningkatan daya larut tepung ini
disebabkan oleh sifat keasaman dari asam askorbat yang dapat mempermudah
larutnya mineral dalam tulang rawan (Dellmann dan Brown, 1989).
Hasil analisis daya larut tepung tulang rawan juga menunjukan bahwa semekin
lama waktu pemutihan menyebabkan peningkatan daya larut tepung dalam air. Hal
ini diduga terjadi Karena semakin lama reaksi bahan pemutih dengan tulang rawan
menyebabkan kolagen dalam tulang rawan yang tidak larut menjadi mudah lerut
karena tulang rawan yang terhidrolisis semakin besar.
Daya larut tepung tulang rawan hasil penelitian ini sangat rendab, yaitu berkisar
antara 22-38%. Daya larut yang rendah ini juga dipengeruhi oleh tingkat kehalusan
tepung yang rendah pula, Selain itu, kandungan lemaknya yang sebesar + 3.01%
menyebabkan tepung tulang rawan tidak mudah larut dalam air karena lemak tiéak
dapat larut dalam semua pelarut polar seperti air. Lemak hanya dapat larut dalam
benzene, ether, kloroform, alkohol panas dan pelarut organik lainnya (Soedarmo er
al, 1988). Ketidak Jarutan lemak dalam air berasal dari struktur kimia molekul
lemak yang bersifat hidrofobik (membenci ait) (Muchtadi et al., 1993).
Sifat Organoleptik
Pengamatan sifat organoleptik bertujuan untuk mengurutkan tepung
rawan berdasarkan tingkatan mutu sesuai penilaian panelis. Urutan hasil an:
sifat organoleptik tepung tulang rawan dapat dilihat pada Tabel 7.