Anda di halaman 1dari 16

Keracunan Paraquat

Paraquat (1,1-dimethyl-4,4'-bipyridylium chloride), Bipyridyl


Compound, merupakan suatu herbisida golongan bipyridylium. Komposisi kimia
dari paraquat adalah C12H14N2 .

Paraquat merupakan herbisida yang paling umum digunakan dari


golongan ini. Angka kematian akibat toksisitas dari paraquat sangat tinggi
dikarenakan toksisitasnya secara langsung dan belum adanya pengobatan
yang efektif. Belum ada pedoman yang diterima secara luas untuk
penatalaksanaan pasien dengan keracunan paraquat dan pengobatan keracunan
paraquat bervariasi mulai dari bantuan suportif sendiri sampai dengan
berbagai kombinasi seperti modulasi sistem imun (immune-modulation),
terapi anti-oksidan, hemoperfusi dan hemodialisis. Bagaimanapun, angka
kematian masih tinggi sekitar > 50% pada center yang sering merawat intoksikasi
paraquat secara intensif.3,7,8,9
Paraquat merupakan zat yang sangat toksik dan dapat memasuki
tubuh dengan beberapa cara, terutama dengan cara tertelan tiba-tiba, atau melalui
kulit yang rusak, mungkin juga melalui inhalasi. Beribu kematian
dijumpai/muncul karena menelan (bunuh diri) atau kontak kulit (biasanya
karena pekerjaan) paraquat. Paraquat sangat bersifat korosif terhadap kulit, dan
sekali kulit itu terluka, maka paraquat akan sangat mudah terabsorbsi
kedalam tubuh. Seorang petani meninggal hanya dalam 3.5 jam setelah
menyemprot paraquat yang sudah diencerkan dengan luka pada tangan dan kaki
yang tidak terutup. Beribu/lebih banyak para pekerja yang pernah terpapar
paraquat baik akut dan kronik dan terkena efek dari paraquat tersebut. 2,3
Di negara berkembang, paraquat sering digunakan dengan
sembarangan (tidak memperhatikan bahaya), serta tidak memperhatikan label
peringatan sehingga menyebabkan angka keterpaparan yang tinggi. Hanya
dengan sedikit sendokteh paraqua, amaka dapat menyebabkan kematian.
Kematian dikarenakan kegagalan pernafasan, dan mungkin bisa dijumpai
dalam beberapa hari setelah keracunan bahkan sampai beberapa bulan kemudian.
Tidak ada antidotum. Paraquat merusak paru-paru, jantung, ginjal, kelenjar
suprarenalis, susunan saraf pusat, hati, otot, dan limfa, sehingga menyebabkan
multiple organ failure, serta melukai mata dan kulit. 2.3

Pendekatan Toksilologis Intoksikasi Paraquat


Paraquat sangat cepat diabsorbsi dengan inhalasi dan melalui usus
setelah tertelan. Absorpsi setelah intake oral sekitar 10%. Tempat absorbsi utama
dari paraquat adalah di usus halus, sedangkan penyerapan melalui lambung
sangatlah sedikit. Walaupun absorpsi hanya 10%, sifat korosif dari paraquat akan
menyebabkan erosi dari mukosa saluran cerna, sehingga paraquat akan semakin
banyak diabsorbsi hingga 90%. Hanya sekitar 10-30% paraquat yang tidak
diabsorpsi. Sistem absorpsinya menggunakan carrier-mediated transport system
pada brush border membrane. Absorpsi melewati kulit yang utuh cukup
rendah, hanya sekitar 0.5%, namun secara substansial akan meningkat jika
kulit rusak, dan dapat menyebabkan kematian (kemi 2006). Setelah intake oral,
Paraquat memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan dengan perfusi yang
banyak, seperti paru-paru, otak, jantung, hati, dan ginjal, dan kemudian meurun.
Konsentrasi plasma relatif stabil (sama) selama 30 jam. Paraquat dapat
dideteksi di dalam urin setelah 1 jam tertelan. Konsentrasi puncak di plasma akan
tercapai dalam waktu 4 jam dan mungkin juga dalam 2 jam setelah
intoksikasi (Proudfoot 1995).
Smith et al melaporkan bahwa konsentrasi paraquat di plasma cenderung
konstan selama 30 jam pada tikus percobaan. Selama masa ini, konsentrasi di paru
meningkat secara progresif beberapa kali lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi di plasma. Jika dalam 30 jam pertama, konsentrasi paraquin di
plasma diturunkan secara drastis dengan menurunkan absorpsi herbisida dari
GI tract atau meningkatkan eliminasi dengan tekhnik extracorporeal dari plasma,
konsentrasi lethal tidak akan mencapai paru (Smith et al.1974). Ketika
konsentrasi puncak tercapai dalam waktu 2 jam, kemudian kadarnya akan
menurun, waktu paruh dari paraquat adalah sekitar 5 jam. LD50 pada manusia
diperkirakan sekitar 3-5mg/kg, yang mana jika dikonversi sekitar 10-15mL pada
larutan paraquat 20%.1,2,9,10. 90% paraquat yang diadsorpsi, diekskresikan
dalam bentuk yang tidak berubah via urin dalam waktu 12-24 jam setelah
teringesti. 1 jam setelah teringesti, paraquat sudah bisa dideteksi di dalam urin.

Toksisitas paraquat
WHO (2010) merekomendasikan klasifikasi untuk paraquat adalah Kelas
II, toksisitas sedang. Bagaimanapun ini tidak sesuai, karena toksisitas akut yang
ditimbulkan, efek jangka panjang, dan tidak adanya antidotum, maka
seharusnya WHO mengklasifikasikan sebagai kelas 1a atau 1b.2.9.10.
Toksisitas akut karena inhalasi dikategorikan sebagai kategori 1, toksisitas
akut karena intake oral dikategorikan sebagai kategori II, toksisitas sistemik oleh
absorpsi dermal dikategorikan sebagai kategori III, iritasi mata sebagai
kategori II, iritasi kulit sebagai kategori IV.

Mekanisme Toksisitas dari paraquat


Paraquat mengiduksi toksisitas dikarenakan kemampuannya untuk
mempengaruhi siklus redox dan membentuknya Reactive Oxygen species
(ROS). Paraquat dimetabolisme oleh beberapa sistem enzim seperti NADPH-
Cytochrome p450 reductase, Xantin oksidase, NADH, dan ubiquinone
oxidoreductase, dan nitric oxide synthase. Metabolisme paraquat melalui
sistem enzim ini menyebabkan terbentuknya paraquat mono-cation radical (PQ+)
di dalam se. PQ+ secara cepat di reoksidasi menjadi PQ2+ dan proses ini
mencetuskan terbentuknya superoxide (O2-). O2 bertindak sebagai reseptor
elektron dan NADP bertindak sebagai donor elektron pada reaksi ini. Reaksi
ini lebih jauh membentuk Hydroxyl free radical (HO). NO kombinasi dengan
O2 membentuk peroxinitrite (ONOO-) yang merupakan oksidan yang sangat kuat.
NO secara enzimatis diproduksi dari L-arginine oleh NO synhase, dan Paraquat
juga secara langsung atau tidak langsung menginduksi NO synthase yang
memediasi produksi nitrit oxide. Terbentuknya oksigen reaktif dan nitrite
menyebabkan toksisitas pada kebanyakan organ namun toksisitas paling berat
dijumpai di paru mengikuti gradien konsentrasi. Pada intinya Paraquat merupakan
bahan reduksi alternatif dan reoksidasi berulang akan menyebabkan terbentuknya
oksigen free radicals, seperti superoxide, hidrogen peroksida, dan hidroksil
radikal, yang menyebabkan kerusakan oksidatif kepada lemak, protein, dan
DNA. Siklus redoks juga menyebabkan berkurangnya jumlah NADPH dan Thiol
intraselular (SH).3
Lipid peroksidase terbentuk dari radikal bebas elektrofilik yang
mengekstrak atom hidrogen
dari asam lemak poliunsaturasi. Paraquat terbukti dapat menginduksi lipid
peroksidase. Lipid peroksidase menyebabkan gangguan fungsi sel membran dan
dapat mencetuskan apoptosis. Lipid peroksidase juga dianggap sebagai salah satu
kunci utama proses patofisiologi pertama kali apada intoksikasi paraquat.3
Toksisitas mitokondria disebabkan karena berkurangnya kompleks
NADH-ubiquinone oxidoreductase di mitochondria sehingga mencetuskan
terbentuknya superoxide/ Paraquat juga meningkatkan permeabilitas membran
mitokondria bagian dalam (dikarenakan lipid peroksida) sehingga
menyebabkan depolarisasi membran, dan pembengkakan matriks
mitokondria.3
Apoptosis yang diinduksi paraquat oleh karena produksi ROS dan aktivasi
NF-kB. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA. Peroxinitrite juga berekasi
dengan protein, lipid, dan DNA sehingga mengganggu pathway enzim dan
menyebabkan gangguan hemostasis dan apoptosis.3
Paru merupakan target primer dari toksisitas paraquat, baik akut dan
kronik. Hal ini dikarenakan kerusakan alveolar dari intake oral dan kerusakan
saluran nafas bagian atas dikarenakan inhalasi (EC 2003). Patogenesis utama
terjadinya kerusakan paru adalah melalui terbentuknya radikal bebas dengan
oxidative damage kepada jaringan paru. Edem paru akut dan kerusakan paru
bisa muncul dalam hitungan jam dikarenakan paparan yang berat, kerusakan
paru kemudian berkembang menjadi fibrosis paru, yang merupakan
penyebab tersering kematian, dan muncul biasanya pada hari ke 7-14 setelah
mengkonsumsi. Pada pasien yang mengkonsumsi dalam jumlah yang sangat
besar, beberapa akan mengalami kematian lebih cepat (dalam waktu 48 jam)
dikarenakan kegagalan sirkulasi. Toksisitas dikarakteristikkan dengan
munculnya edema pulmonum, kerusakan membran alveoli paru, dan
terjadinya fibrosis paru. Kematian biasanya terutama karena kegagalan
pernafasan dikarenakan gagal nafas dari edem paru atau fibrosis paru tergantung
dosis yang dikonsumsi (Wesseling et al 2001). Kedua tipe pneumosit tipe I
dan II muncul secara selektif mengumpulkan/mengakumulasi paraquat.
Biotransformasi paraquat pada sel pneumosit ini menyebabkan terbentuknya
oksigen free radikal dan menyebabkan terbentuknya lipid peroksidase dan
kerusakan sel. Edema cairan hemoragik dan infiltrasi leukosit ke dalam
ruangan alveolar, kemudian disertai dengan proliferasi jaringan fibroblast.
Kemudian akan terjadi gangguan kapasitas pertukaran oksigen arteri dan difusi
CO2, sehingga menyebabkan gangguan pertuakran gas sehingga proliferasi
jaringan ikat fibrosa semakin progresif di alveoli dan menyebabkan asfiksia
dan anoxia jaringan. 1,3,10
Kerusakan kulit lokal termasuk dermatitis kontak. Kontak yang berlama-
lama akan menyebabkan erythema, kulit terasa panas, abrasi dan ulserasi, dan
perubahan warna kuku. Walaupun absorpsi melalui kulit yang utuh sangat rendah,
kulit yang abrasi atau erosi akan menyebabkan absorpsi semakin efisien.1,10
Traktus gastrointestinal merupakan tempat awal kerusakan yang
ditandai dengan kerusakan permukaan mukosa usus oleh karena paraquat.
Toksisitas ini bermanifestasi seperti mukosa yang edem dan membengkak, dan
ulserasi pada mulut, faring, esofagus lambung, dan usus yang sangat nyeri.
Dengan kadar yang lebih tinggi, toksisitas gastrointestinal termasuk kerusakan
hepatoselular, yang mana menyebabkan peningkatan kadar bilirubin, dan
enzim hepatoselular seperti AST, ALT, dan LDH.1,10
Kerusakan pada tubulus renal proksimal juga bisa dijumpai, namun lebih
bersifat reversibel jika dibandingkan dengan kerusakan jaringan paru.
Gangguan fungsi ginjal memainkan peranan penting untuk menentukan
outcome dari keracunan paraquat. Normalnya, sel tubulus ginjal secara aktif
mengekskresikan paraquat kedalam urin, secara efisien membersihkan paraquat
dari dalam darah. Bagaimanapun, kadar paraquat yang sangat tinggi dalam darah
akan menyebabkan kerusakan/hancurnya jaringan. Nekrosis fokal pada
miokardium dan otot skelet meruapakan gambaran toksisitas pada jaringan
otot. Telah dilaporkan juga bahwa paraquat menyebabkan edema serebri dan
kerusakan jaringan otak. 1.10

Tanda dan Gejala Keracunan Paraquat


Gambaran klinis intoksikasi paraquat tergantung dari rute paparan. Tanda
dan gejala awal dari keracunan oleh karena teringesti adalah perasaan terbakar di
mulut, tenggorokan, dan dada, dan abdomen bagian atas, dikarenakan efek
korosif dari paraquat pada mukosa saluran cerna. Diare, terkadang berdarah
juga bisa dijumpai. Nyeri kepala, demam, nyeri otot, letargi, koma dan kelainan
susunan saraf pusat juga bisa dijumpai. Hematuria, piuria, dan azotemia
merefleksikan kerusakan ginjal. Oliguria dan anuria mengindikasikan
nekrosis tubular akut.1.10
Oleh karena ginjal merupakan rute eliminasi paraquat yang utama dari
tubuh, maka kegagalan ginjal dalam mengekskresikan paraquat akan
menyebabkan meningkatnya kadar paraquat di dalam jaringan secara agresif.
Namun sayangnya, keadaan ini muncul pada beberapa jam pertama setelah
menelan paraquat, dan terkadang penderita datang lebih lama, sehingga
konsentrasi letal dari paraquat di jaringan paru semakin tinggi. 1.10
Batuk, dispnoe, takipnoe, biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah
mengkonsumsi paraquat, namun bisa tertunda sampai 14 hari. Sianosis yang
progresif dan dispnea menggambarkan gangguan pertukaran gas pad ajaringan
paru yang rusak. Pada beberapa hal, batuk berdarah merupakan tanda awal edema
paru dan merupakan manifestas kerusakan paru akibat paraquat.1,10
Gangguan pada kulit merupakan gangguan yang awam pada pekerja
pertanian dengan keracunan paraquat yang akut. Dalam bentuk konsentrat,
paraquat menyebabkan kerusakan jaringan pada jaringan yang terpapar.
Keracunan yang fatal oleh karena jaringan kulit, bisa dijumpai ketika kulit
abrasi, erosi atau ada penyakit kulit yang lain. Inhalasi (terhirupnya)
paraquat tidak menyebabkan toksisitas sistemik, dikarenakan rendahnya
kadar paraquat ketika berada di udara. Namun beberapa literatur mengatakan
bahwa inhalasi paraquat yang berlama-lama menyebabkan kerusakan/iritasi
saluran pernafasan. Kontaminasi pada mata menyebabkan konjungtivitis yang
berat dan terkadang menyebabkan kerusakan kornea yang fatal. Kerusakan pada
hati oleh karena paraquat bisa menjadi berat dan dapat menyebabkan jaundice,
yang menandakan kerusakan hati yang berat. Bagaimanapun hepatotoksisitas
jarang menentukan outcome/hasil dari pengobatan.1,10
Beberapa pengalaman klinis memberiakan gambaran mengenai gejala
dan prognosa yang mungkin dijumpai pada intoksikasi paraquat dapat
dirangkum pada tabel berikut:9.10
Pada beberapa pusat kesehatan, tes colorimetric sederhana dapat
digunakan untuk mengidentifikasi paraquat di urin, dan memberikan
gambaran indikasi mengenai kisaran dosis paraquat yang diabsorpsi/. Hal ini
dilakukan dengan cara 0.5 cc urin segar ditambahkan 1% preparat sodium
dithionate (sodium hidrosulfite) yang dilarutkan dalam sodium hidroksida (1,0
N NaOH). Kemudian amati warna yang terbentuk setelah 1 menit. Warna biru
mengindikasikan bahwa dijumpai paraquat lebih dari 0.5 mg/liter. Ketika urin
dikumpulkan selama 24 jam, tes dithionite bisa mempunyai nilai prognostik:
konsentrasi kurang dari 1 miligram/L (tidak berwarna sampai biru terang) bisa
menggambarkan daya tahan penderita, dimana konsentrasi lebih dari 1
mg/L/hari (biru laut sampai biru gelap) biasanya outcome lebih buruk dan
fatal. Paraquat dan diquat juga dapat diukur didalam darah dan urin dengan
menggunakan spektofotometrik, dan gas kromatografik, liquid kromatografik,
dan metode radioimunoassay.1

Penatalaksanaan Intoksikasi Paraquat


Dekontaminasi kulit dan mata. Kulit yang merah/meradang harus dicuci
segera dengan air yang mengalir. Material-material yang mengenai mata harus
segera dibersihkan dengan tekhnik irigasi yang berkesinambungan dengan air
bersih. Mata yang terkontaminasi harus segera diterapi oleh oftalmologist. Reaksi
kulit ringan biasanya respon bila tidak ada kontak dengan pestisida lebih lanjut.
Kerusakan yang berat seperti inflamasi, infeksi sekunder, ataupun kerusakan
kuku harus diterapi oleh dermatologist.1
Dekontaminasi gastrointestinal dengan menggunakan adsorbent sangatlah
efektif untuk kasus yang mana kejadian ingsetinya < 2 jam. Bentonite
(suspensi 7.5%) dan Fullers earth (suspensi 15%) sangat efektif, namun sulit
untuk didapatkan.1,2,3

Activated charcoal dikatakan efektif, dan dapat digunakan secara


luas. Kumbah lambung tidak menunjukkan efektivitas dan tidak boleh
dilakukan kecuali pasien baru mengkonsumsi paraquat dalam hitungan 1
jam. Kumbah lambung menginduksi resiko terjadinya perdarahan, perforasi,
dan terbentuknya jaringan ikat dikarenakan trauma tambahan kepada jaringan
yang sebelumnya sudah mengalami trauma.2.3
Jangan memberikan suplemen oksigen sampai kita jumpai pasien
mengalami hipoxemia berat. Oksigen konsentrasi tinggi akan meningkatkan
kerusakan paru yang diinduksi paraquat. Inhalasi nitric oxide diharapkan
dapat diajdikan metode untuk mempertahankan oksigenasi jaringan, namun
efikasi masih dipertanyakan. Cairan sangat esensial dalam mempertahankan
urin output yang cukup. Pemberian cairan intravena: salin isotonik, Ringer
solution, atau glukosa 5% di air. Hal ini digunakan untuk mengkoreksi dehidrasi
dan mengkoreksi gangguan keseimbangan asam basa, mempercepat eksresi
toksin, mengurangi konsentrasi paraquat di tubulus ginjal, dan mengkoreksi
asidosis metabolik. Monitoring urin secara rutin untuk melihat protein dan sel-
sel, dan untuk memperhatikan kemungkinan terjadinya nekrosis tubular akut.
Cairan intravena harus dihentikan bila gagal ginjal terjadi, dan hemodialisis
ekstracorporeal diindikasikanm Hemodialisis tidak efektif untuk membersihkan
paraquat dari jaringan.4,6
Cairan. dengan cellphone-coated activated charcoal mungkin bisa
dipertimbangkan. Prosedur ini sudah banyak digunakan pada berbagai
keracunan paraquat dikarenakan adsorbent sangat efisien memindahkan
paraquat dari darah yang diperfusikan. Namun beberapa penelitian
sebelumnya mengemukakan bahwa hemoperfusi tidak mengurangi mortalitas.
Alasan kenapa hal ini terjadi, oleh karena hanya sedikit proporsi paraquat yang
mengalir di dalam sirkulasi darah walaupun baru beberapa jam paraquat
tersebKontrol Kejang. Kejang dan gangguan psikotik dapat dijumpai pada
intoksokasi paraquat dan dapat dikontrol dengan lorazepam, diberikan secara
intravena perlahan-lahan.1
Banyak obat yang telah diteliti pada hewan atau diberikan pada
manusia yang mengalami intoksikasi paraquat: corticosteroid, superoxide
dismutase, propranolol, cyclophophamide, vitamin E, vitamin C, riboflavin,
niacin, desferrioxamine, N-actylcysteine. Baru-baru ini penggunaan
cyclophosphamide dan methyprednisolone dianggap mungkin efektif dalam
mengurangi mortalitas yang berhubungan dengan keracunan paraquat yang
sedang sampai dengan berat. Dosis yang digunakan untuk siklofosfamid dan
metilprednisolon adalah 1 gram perhari untuk 2 hari dan 1 gram perhari
untuk 3 hari dan diberikan setelah hemoperfusi.5,6,7,8,11
Kontrol nyeri dapat dengan menggunakan morfin sulfat. Biasanya
digunakan untuk mengontrol nyeri yang berhubungan dengan erosi mukosa yang
dalam di mulut, faring, dan esofagus, dan juga enteritis.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Pond SM. Manifestations and management of paraquat poisoning.


Paraquat and Diquat Poisoning Chapter 12. Med J Aust; 152:256-9
npic.orst.edu/RMPP/rmpp_ch12.pdf
2. Bismuth C, Garnier R, Dally S, et al. Prognosis and Treatment of paraquat
poisoning: A review of 28 cases. J toxicol Clin Toxicol 1982; 19:461-74
3. Gawaramma Indika, Buckley N. Medical management of paraquat
ingestion. University of New South Wales, Sydney, Australia. British
Journal of Clinical Pharmacology doi: 10.1111/1365-2125.2011.04026.x
4. Hong Sae Y et al. Effect of haemoperfusion on plasma paraquat
concentration in vitro and in vivo. Department of Internal Medicine
and Clinical Research Institute, Soonchunhyang University College of
Medicine, Cheonan, Korea. Toxicology and Industrial Health 2003; 19:
17-23
5. Moon Jeong, Chun byeong J. The Efficacy of high doses of vitamin C in
patients with paraquat poisoning. Human and Experimental Toxicology
30(8) 844-850.sagepub.com
6. Hong Sae Y et al. Effects of N-Acetyl-Lcysteine and Glutathione on
antioxidant status of human serum and 3T3 Fibroblasts. The korean
academy of medical sciences. J korean Med sci 2003; 18: 649-54 ISSN
1011-8934
7. Elmi A et al. Hepatoprotective role of captopril on paraquat induced
hepatotoxicity. Department of pharmacology. School of medicine,
Medical Sciences/University of Tehran, Iran. Human and
Experimental Toxicology (2007) 26: 789-794. http://het.sagepub.com
8. Newstead C G. Cyclophosphamide treatment of paraquat poisoning.
Thorax 1996;51:659-660
9. Hong Sae-Y et al. Paraquat intoxication in Korea. Archives of
Enviromental and Occupational Health; Mar/Apr 2002; 57, 2; ProQuest
pg. 162
10. Dinis-Oliveira R. J. Paraquat Poisonings: Mechanisms of Lung
Toxicity, Clinical Features, and Treatment. Critical Reviews in
Toxicology, 38:13-71, 2008. Copyright 2008 informa Healthcare USA. Inc
11. Eizadi-Mood et al. Effect of Antioxidants on the Outcome of Therapy in
Paraquat-intoxicated Patients. Tropical Journal of Pharmaceutical
Research February 2011.http://www.tjpr.org
12. World Health Organization. Childrens Health and the Environment.
WHO Training Package for he Health Sector. www.who.int/ceh. July 2008
version
13. Al-Jaghbir Madi. Toxicity of Pesticides. USAID From the American
People. 2009
14. Watts Meriel. Paraquat poisoning. http://www.stop-paraquat.net

Anda mungkin juga menyukai