Disusun Oleh
Pendamping
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Penyakit Campak atau morbili atau measles adalah suatu penyakit yang menyerang
khususnya anak-anak, bersifat akut yang disebabkan oleh virus measles dan sangat menular.
Campak dapat menyajikan masalah serius karena kadang-kadang disertai kejadian ensefalitis.
Sekitar 1 (satu) dalam setiap 1.000 2.000 anak dengan campak terjadi ensefalitis akut, 50%
dari kasus ensefalitis akan meninggal dan sekurang-kurangnya 25% akan menderita
gangguan neurologis serius.
Campak seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) pada wilayah tertentu dimana
terdapat kelompok rentan, hal ini dapat mengakibatkan banyak anak terserang penyakit
campak, bahkan seringkali diikuti terjadinya kematian akibat demam yang sangat tinggi
penyebab kejang demam dan ensefalitis, status gizi yang buruk serta adanya komplikasi yang
menyertai seperti bronkopneumonia dan diare. Di dunia, kematian akibat campak yang
dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya di ASEAN serta 15%
kemtian campak tersebut di Indonesia (depkes, 2006).
Pada tahun 2011 jumlah kasus penyakit campak yang menyerang di propinsi Banten
mencapai 1741 kasus, dengan kota Tangerang sebagai kota paling banyak mengalami
serangan campak dengan total kasus 866 kasus campak. Laporan KLB campak masih sering
didapatkan di propinsi Banten, beberapa laporan KLB campak dipropinsi Banten diantaranya
tahun 2011 KLB campak terjadi tujuh kali di kabupaten Serang dengan 73 kasus, di
kabupaten Lebak tahun 2010 KLB campak terjadi tiga kali di kecamatan Sajira dengan 64
kasus campak dan kecamatan Cipanas KLB campak terjadi tahun 2004 di desa Pasir Haur
dan tahun 2013 di desa Harumsari dengan jumlah 4 kasus (depkes, 2011 & pkm Cipanas
2013).
1
Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan status imunisasi, Imunisasi campak
efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.Tanpa
imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacatdan
kematian karena komplikasinya. Imunitas terhadap campak juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya gizi. Gizi yang baik menunjukan serokonversi terhadap imunisasi campak
lebih tinggi dibandingkan dengan gizi buruk. Kematian campak sering terjadi pada penderita
yang malnutrisi dengan case fatality rate (CFR) 3,5% dan dapat mencapai 40% pada
penderita dengan gizi buruk. Menurut penelitian Casaeri (2003) setidaknya ada enam lima
resiko yang berkaitan dengan kejadian campak di Indonesia yaitu status imunisasi campak,
status gizi kurang, riwayat kontak dengan penderita campak, usia rentan kondisi sosial
ekonomi.
Faktor resiko campak penting diketahui untuk melihat potensi terjadinya KLB campak
disuatu daerah sehingga bisa dilakukan pencegahan dini agar tidak terjadi KLB. Diwilayah
cakupan DTP puskesmas Cipanas kejadian KLB campak baru-baru ini terjadi di desa
Harumsari yaitu pada November 2013dengan jumlah 4 kasus. Berdasarkan kejadian tersebut
penting diketahui gambaran faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari Kecamatan
Cipanas untuk melihat potensi kejadian KLB campak sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya KLB campak berulang di desa Harumsari.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana gambaran faktor resiko (status imunisasi campak, status gizi kurang, riwayat
kontak dengan penderita campak, usia rentan dan kondisi sosial ekonomi) kejadian campak di
Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulanFebruari- April
2017?
1. TujuanUmum
2
2. Tujuan Khusus
Untuk institusi: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk
mengetahui lebih lanjut faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari dan menjadi dasar
acuan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan campak di daerah cakupan puskesmas
DTP kecamatan Cipanas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2.1. Sifat Virus
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat, apabila
berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar virus
Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 5 hari.Tanpa media protein
virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet.
Virus Campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena
selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama
10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif
stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8C; 35,6-46,4F)
secara aman selama setahun atau lebih.Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan
jangan dipakai ulang.
5
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak
berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari
kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban
yang berpenduduk padat transmisi virus Campak sangat tinggi.
b. Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah
perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di
daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat
penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok
umur yang rentan.12 Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008 terdapat jumlah kasus
Campak yaitu 3424 kasus di Jawa barat, di Banten 1552 kasus, di Jawa tengah 1001
kasus.
c. Waktu
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr.
Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang
tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret dan mencapai puncak
pada bulan Mei, Agustus, September dan oktober.
6
belum mendapatkan imunisasi terbesar 14,5% lebih tinggi disbanding anak yang
sudah mendapat imunisasi sebesar 6,8%.
Dalam dasawarsa 1960-an laporan tentang kegagalan vaksin sama banyaknya
dengan keberhasilannya. Pada suatu studi tahun 1972 di Xaounde, Cameroon,
hanya 7 diantara 100 dosis vaksin campak berhasil mencegah satu kasus campak.
Perbaikan sasaran secara lebih baik, dan latihan serta supervise secara teratur, telah
memperbaiki kualitas pemberian vaksin ini. Dalam studi Gambia, kemajuan vaksin
ialah 89%, dimana luas jangkauan vaksin campak bertambah dari 42% pada tahun
1979 menjadi 71% pada tahun 1982, diperkirakan 16.200 kasus campak dan 648
kematian karena campak tercegah setiap tahunnya.
2. Status Gizi
Sebgian besar dari kematian anak di negara yang sedang berkembang, disebabkan
oleh penyakit infeksi yang biasanya tidak penting, tetapi menjadi berat karena anak
kurang gizi. Suatu penyakit misalnya campak (morbili), cacar air atau bahkan
pilek, tidak dapat sembuh karena daya tahan tubuh anak menurun disebabkan oleh
defisiensi gizi. Komplikasi penyakit campak seringkali dikaitkan dengan status gizi
penderita, pada penderita yang mengalami malnutrisi infeksi sekunder lebih sering
terjadi.Kematian pada penderita campak dengan malnutrisi 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak-anak dengan status gizi cukup.
Hbungan antara virus vampak dengan vitamin A sangat menarik. Tampaknya
infeksi akut seperti campak bisa mengakibatkan penurunan kadar vitamin A dalam
tubuh. Disamping itu, dalam studi komunitas, peningkatan status vitamin A dapat
menurunkan mortalitas karena campak. Hasil sedikitnya empat studi klinik acak
terkontrol menunjukkan bahwa anak yang menderita campak aktif berat disertai
komplikasi, suplemen vitamin A berhasil menurunkan 50% mortalitas selama di
Rumah Sakit. Penurunan itu disertai pengurangan berat, lama penyakit dan
komplikasi, seperti pneumonia dan diare.
Menurunnya berat badan anak akibat penyakit campak akan menyebabkan
rendahnya daya tahan, sehingga akan dengan mudah dihinggapi penyakit. Penyakit
ini juga akan menyebabkan lebih menurunnya berat badan dan seterusnya. Makan
terdapat lingkaran setan antara menurunnhya berat badan, rendahnya daya tahan
tubuh dan kejadian infeksi.Keadaan ini mungkin berakhir dengan kematian.
3. Kondisi Lingkungan
7
Menurut Asby dkk (1984), attack rate lebih tinggi pada anak yang tinggal di rumah
yang padat penghuni, dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di rumah yang
tidak padat penghuni.Disamping rumah tempat tinggal, tempat-tempat umum
seperti sekolah-sekolah dasar dan tempat-tempat berkumpulnya anak dapat
merupakan bagian yang mempengaruhi intensitas penyakit. Berdasarkan laporan
tim PE Subdinas P2M Dinkes Propinsi Jawa Tengah pada KLB Campak di Dukuh
Moundong, Desa Tlagasana, Kecamatan Wutukumpul, Kabupaten Pemalang tahun
2001 menyebutkan, bahwa kondisi lingkungan seperti tipe rumah non permanen,
jenis lantai dari tanah, ventilasi, pencahayaan yang kurang memenuhi syarat dan
penggunaan air bersih secara bersama-sama merupakan faktor risiko terhadap
kejadian penyakit menular yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
4. Faktor Umur
Angka insidensi campak di Indonesia pada semua kelompok umur dari laporan
rutin Puskesmas dan Rumah Sakit pada tahun 1992-1998 cenderung turun,
terutama terjadi penurunan yang sangat tajam pada kelompok umur < 1 tahun dari
20,5 menjadi 0,8 per 10.000 dan 1-4 tahun dari 18,4 menjadi 0,7 per 10.000,
namun insidensi pada kelompok tersebut paling tinggi dibanding kelompok umur
yang lebih tua.
Menurut hasil penelitian Yuwono dan Lubis, bahwa anak-anak yang telah
mendapat imunisasi campak, setelah umur 2 tahun titer antibody yang ada dalam
tubuhnya akan menurun, sehingga anak setelah umur 2 tahun dapat tertular
campak. Pola umur infeksi campak sebagian menyebabkan perbedaan mortalitas
pada mereka yang terkena. Beberapa faktor menentukan insidensi menurut umu,
yaitu: kepadatan penduduk, mobilitas, pola interaksi dan praktek pengasuhan anak.
5. Kondisi Sosial Ekonomi
Di Negara-negara berkembang terdapat petunjuk jelas tentang deferensial tingkat
kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan pendidikan ibu. Data dari
Amerika Latin (1976 dan 1978), Afrika (1979 dan 1982) dan Asia (1980 dan 1981)
semuanya menunjukkan hubungan negative antara tingkat pendidikan ibu dengan
tingkat kematian anak, kendati banyak sedikitnya pendidikan yang dibutuhkan
untuk menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari budaya satu
kebudaya yang lain.
Interaksi antara pendidikan dan pendapatan keluarga, walau belum banyak kajian
yang mengontraskan secara efektif pendidikan ibu dan dampat relatif pendapatan
8
keluarga terhadap tingkat mortalitas anak.Namun hendaknya diperhatikan bahwa
para isteri yang berpendidikan cenderung berbeda di rumah tangga yang lebih kaya
bukan hanya karena kontribusi yang mungkin diberikan pada pendapatan keluarga,
tetapi juga (dan ini yang mungkin lebih signifikan) karena wanita berpendidikan
mampu mendapatkan suami yang berpenghasilan tinggi. Sementara itu berdasarkan
laporan Badan Kesehatan Dunia, WHO tahun 1979 menunjukkan bahwa, system
pemberian dan pemanfaatan masyarakat akan program imunisasi diidentifikasi
sebagai kendala yang membatasi penggunaan vaksin dewasa ini.
9
inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media
akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis.
2.7.1. Bronchopneumonia
Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel
saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau
Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh
Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang epitel pada
saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian
bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori protein.
2.7.3. Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 40%. Terjadinya
Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung
virus Campak ke dalam otak.
2.7.4. Enteritis
Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita
mengalami muntah mencret pada fase prodormal.Keadaan ini akibat invasi virus
ke dalam sel mukosa usus.
10
yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit
Campak.Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam
upaya pencegahan primordial.Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan
rumah yang baik.
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi
untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk
mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
b.1. Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan mengenai Campak.Disamping kepada penderita Campak,
edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok
masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan
kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien
Campak adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang
berpengaruh pada timbulnya Campak dan upaya-upaya menekan
Campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan
pengenalan komplikasi Campak.
b.2. Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak
dilakukan dengan vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada
bayi berumur 9 15 bulan.Vaksin yang digunakan adalah Schwarz
vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin
campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC
yang tidak diobati, penderita leukemia.
Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau
polivalen yaitu vaksin measles-mumps-rubella (MMR).vaksin
11
monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin
polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin
harus pada temperature antara 2C - 8C atau 4C, vaksin tersebut
harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet
atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan
efektif.Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin
dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.Edukasi dan
pengelolaan Campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien berobat.
12
c.2. Pengobatan penyakit campak
Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan.Tidak ada obat
yang secara langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan
istirahat di tempat tidur, kompres dengan air hangat bila demam tinggi.
Anak harus diberi cukup cairan dan kalori, sedangkan pasien perlu
diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet disesuaikan
dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu
kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan
1500 IU tiap hari. Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan
pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :
Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,
maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan kebutuhan
untuk mengurangi oedema otak, di samping peomberian kortikosteroid,
perlu dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.
Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum
obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda.
Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan
dehidrasi.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan
akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan
dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini
mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien
dengan dokter mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya.Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak. Dalam penyuluhan ini
yang perlu disuluhkan mengenai :
d.1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik
13
d.2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan
keadaan hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli
sesama disiplin ilmu.
b. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi 95% dan daerah-daerah dengan cakupan
imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus Campak sudah sangat
jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan
(tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi Campak.
14
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak
ditemukan pada sidang The World Health Assambley (WHA) tahun 1998,
menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus
Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical
Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999,
menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi
dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk
mencapai reduksi Campak tersebut adalah :
a. Imunisasi rutin pada bayi 9 11 bulan (UCI Desa 80%)
b. Imunisasi tambahan (suplemen)
b.1 Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada
anak SD kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.
b.2 Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi
Campak pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT )
pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak
sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak sekolah dan
memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada balita.
b.3 Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada anak
umur 6 bulan - > 5 tahun tanpa melihat status imunisasi di daerah risiko
tinggi campak.
b.4 Ring vaksinasi : Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di
sekitar lokasi KLB dengan umur sasaran 6 bulan (umur kasus campak
termuda) tanpa melihat status imunisasi.
c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar
biasa).
d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa
Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan
secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan
dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi,
perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi
(program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.
15
e. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadiaan luar biasa,
pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 15 kasus baru pada setiap
kejadiaan luar biasa.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
17
4. Umur
Umur seorang anak berdasarkan ulang tahun terakhir pada saat data dikumpulkan.
5. Riwayat kontak
Pernah berada dalam satu rumah, sekolah, atau tetangga dekat dengan orang yang
pernah menderita campak sebelum menderita manifestasi campak.
6. Kondisi sosial ekonomi
Kondisi yang secara tidak langsung mendukung terjadinya penularan penyakit
campak:
a. Tingkat pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan terakhir yang dialami
sampai dengan tamat, dengan kategori tinggi bila tamat SMA/sederajat atau
rendah bila tidak tamat SMA/sederajat.
b. Persepsi adalah anggapan ibu tentang imunisasi campak, dengan kategori baik
bila mendukung pelaksanaan imunisasi campak dan jelek jika tidak
mendukung pelaksanaan imunisasi campak.
c. Pendapatan orang tua adalah pendapatan rata-rata gabungan orang tua setiap
bulan mengacu pada standar upah minimum kota (UMK) Kota Singkawang
tahun 2017 yaitu Rp.2.000.000,-
b. Populasi studi
Populasi studi pada penelitian ini adalah anak-anak yang mengalami KLB
campak di Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I
bulan Februari- April 2017.
c. Seleksi Kasus
4. Kasus diambil dari anak-anak kurang dari 15 tahun yang didiagnosis secara klinis dan
hiperpigmentasi positif menderita campak yang berada di Puskesmas Singkawang
Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.
18
Kriteria inklusi
1. Anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang telah ditetapkan sebagai penderita campak
dan dicurigai menderita campak, bertempat tinggal di Puskesmas Singkawang Timur
I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.
Kriteria eksklusi
Anak-anak usia 15 tahun atau lebih yang telah ditetapkan sebagai penderita
campak klinis atau pun yang tidak menderita campak klinis, bertempat tinggal di
Kelurahan Pajintan dan nyarungkop yang berkunjung ke Puskesmas Singkawang
Timur I.
19
BAB IV
A. Status Imunisasi
Pada grafik cakupan imunisasi campak diatas menunjukan bahwa 89% penderita KLB
campak di Puskesmas Singkawang Timur I tidak mendapatkan vaksinasi campak dan
hanya 11% penderita yang mendapatkan imunisasi campak.
20
B. Status Gizi
Variabel status gizi yang dinilai berdasarkan persentase berat badan aktual
terhadap berat badan ideal berdasarkan usia anak sesuai dengan kriteria CDC 2000.
Didapatkan hasil sebagai berikut
C. Usia Rentan
Usia rentan yaitu anak yang berumur 2 14 tahun dan tidak rentan adalah
anak yang berumur dibawah 2 tahun.
Hasil penelitian menunjukan dari total penderita KLB campak yang menjadi
responden penelitian 89% berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) dan 11%
berada kelompok tidak rentan (< 2 tahun)
21
Semua responden (100%) memiliki pendidikan terakhir setingkat SD. Sesuai tabel 2
dibawah ini
Tabel 2
Tidak 0 0
sekolah
SD 9 100
SMP 0 0
SMU 0 0
PT 0 0
Total 9 100
Tabel 3
Total 9 100
22
(c). Variabel Persepsi tentang imunisasi campak
Tabel 4
Baik 7 77,7
Tidak 0 0
baik
Tidak 2 22,3
tahu
Total 9 100
4.2 PEMBAHASAN
Pada hasil penelitian menunjukan bahwa anak yang mengalami kejadian KLB
88.8% tidak mendapatkan imunisasi campak. Kondisi ini menunjukan bahwa
kelompok anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak memiliki risiko untuk
mengalami campak.Berdasarkan berbagai literatur kejadian penyakit campak
sangat berkaitan dengan status imunisasi, Imunisasi campak efektif untuk memberi
kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.Imunisasi campak
dapat menekan angka kesakitan penyakit campak.Kematian yang disebabkan oleh
penyakit campak lebih tinggi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi
campak dibandingkan dengan anak yang sudah mendapatkan imunisasi.Kematian
karena campak pada anak yang belum mendapatkan imunisasi terbesar 14,5% lebih
tinggi disbanding anak yang sudah mendapat imunisasi sebesar 6,8%.
Berdasarkan sebaran usia penderita KLB campak di Puskesmas Singkawang
menunjukan mayoritas anak berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) yaitu
88.8% responden. Pada penelitian sebelumnya menurut Yuwono dan Casaeri
23
mengenai kelompok usia rentan memiliki hubungan yang bermakna terhadap risiko
penularan campak hal ini didasarkan bahwa pada anak-anak yang telah mendapat
imunisasi campak setelah 2 tahun titer antibodi yang ada dalam tubuhnya akan
menurun, sehingga anak setelah umur 2 tahun dapat tertular penyakit campak. Pola
umur infeksi campak sebagian menyebabkan perbedaan mortalitas pada mereka
yang terkena. Selain itu pada anak umur diatas dua tahun biasanya sudah
berinteraksi lebih banyak dengan teman sebayanya, hal ini menyebabkan anak
mudah tertular dan atau menularkan penyakit akibat kontak dengan teman-teman
sekitarnya.
Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, didapatkan 100% tingkat pendidikan rendah
yaitu lulusan SD. Hal tersebut berbanding lurus dengan banyaknya jumlah anak
yang tidak mendapatkan imunisasi di desa Harumsari. Dengan rendahnya tingkat
pendidikan mempengahuri terhadap pengetahuan dan pemahaman ibu terhadap
penyakit campak sehingga mempengaruhi kesadaran ibu untuk pencegahan,
pengobatan ataupun untuk mencegah komplikasi dari penyakit campak.
Berdasarkan penghasilan keluarga didapatkan 77,7% penghasilan dari seluruh
responden adalah di bawah UMK dan 22,3 % adalah sesuai UMK. Hal tersebut
mempengaruhi terhadap kesadaran para orangtua terhadap pencegahan, pengobatan
maupun mencegah komplikasi sakit campak karena dianggap beratnya biaya untuk
membawa anak ke fasilitas kesehatan. Berdasarkan persepsi keseluruhan responden
didapatkan 77,7% baik dan 22,3% tidak baik, artinya sebagian besar responden
memiliki persepsi baik mengenai imunisasi campak tetapi hal ini berbanding
terbalik dengan jumlah anak yang diimunisasi di desa Harumsari yaitu sebagian
kecil saja yang mendapat imunisasi campak. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor salah satunya yang sudah ada dalam penelitian ini yaitu tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi. Hal lainnya seperti budaya atau adat setempat yang
mempunyai persepsi tidak baik terhadap imunisasi campak.
Berdasarkan hasil status gizi didapatkan sebanyak 89% gizi baik dan 11% gizi
buruk pada seluruh penderita. Hal ini belum bisa melihat adanya hubungan status
gizi dengan kejadian campak di desa Harumsari. Sedangkan pada penelitian yang
sudah ada, status gizi dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penderita
juga komplikasi yang dapat dialami.
24
BAB V
5.1 KESIMPULAN
adalah sbb :
5.2 SARAN
2. Perlu adanya edukasi yang tepat bagi warga wilayah kerja Puskesmas
Singkawang Timur I mengenai penyakit campak untuk meningkatkan partisipasi
anak mendapatkan imunisasi campak.
3. Pada penelitian ini belum diketahui hubungan faktor risiko campak dengan
kejadian KLB campak di desa Harumsari sehingga perlu adanya penelitian
25
lanjutan untuk melihat hubungan faktor risiko campak dengan kejadian campak di
desa Harumsari.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ringkasan data dan informasi kesehatan Propinsi Banten tahun 2012. Jakarta: Pusat
data dan informasi Kemenkes RI.2012. hal 37-40.
2. Ganjar W, Jajang. Laporan Surveilans KLB Campak desa Harumsari November
2013. PKM Cipanas.2013.
3. Casaeri. Faktor-faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Kendal tahun 2002.
Semarang.2003.
4. Soegeng Soegijanto. Campak. Dalam : ed. Sumarno S. Poorwo Soedarmo, Herry
Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit
Tropis. Edisi I. 2002. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Jakarta. p 125-136.
5. Herry Garna, Alex Chaerulfatah, Azhali MS, Djatnika Setiabudi,. Morbili (Campak,
Rubeola, Measles). Dalam : ed. Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira.Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. 2005. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD : Bandung. p 234-236.
6. Mayo Clinic. Measles. 2007. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/measles.html. 10
Maret 2008.
7. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I.
Terjemahan. 2005.Salemba Medika : Jakarta.
8. Hooker, Edmond., Stppler, Melissa Conrad. Measles (Rubeola).
2008www.Medicinenet.Com/Measles_Rubeola/Article.Htm. 10 Maret 2008
9. Wikipedia. Measles. 2008. (http://en.wikipedia.org/wiki/measles.htm) 10 Maret 2008.
10. Phillips, Carol.F. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Terjemahan. 1993. EGC : Jakarta. p
198- 203
27
RAW DATA
No. Nama Usia Nama anak Usia anak Pendidikan ibu Pekerjaan ibuAnak ke Penghasilan Kontak Imunisasi Pendapat BB TB BB/U
1 Nurhaeni 27 Ela 4 SD Rumah tangga 2 Dibawah (+) (-) Baik 12.3 0.88 82%
2 Sukemah 45 Sakti 3.5 SD Rumah tangga 5 Dibawah (+) (+) Baik 13 0.96 93%
3 Rumsi 34 Novi Aulia 5 SD Rumah tangga 2 Dibawah (+) (+) Baik 15 1.01 88%
4 Lia 22 Amel 2.8 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 12 0.88 86%
5 Mini 30 Ikbar 1.5 SD Rumah tangga 3 sesuai (+) (-) Tidak tahu 9 0.83 76%
6 Mini 30 Aji 4 SD Rumah tangga 2 sesuai (+) (-) Tidak tahu 14 1.02 88%
7 Dian 23 Najili 3 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 11.5 0.98 82%
8 Nurhayati 23 M. Evan 2 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 10 0.85 83%
9 Jamsuni 28 M. Fajriadin 4 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 14 1.05 88%
28