Anda di halaman 1dari 29

MINI PROJECT

Gambaran Faktor Risiko Kejadian Campak Di Puskesmas Singkawang


Timur I

Kecamatan Singkawang Timur I Februari-April 2017

Disusun Oleh

dr. Nining Inggrid Fransiska Purba

Pendamping

dr. Ricka Sandra Naibaho

UPT PUSKESMAS SINGKAWANG TIMUR I


DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Penyakit campak masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di negara-negara


berkembang termasuk di Indonesia dengan dilaporkannya endemi/wabah atau kejadian luar
biasa(KLB) campak dibeberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup
tinggi.

Penyakit Campak atau morbili atau measles adalah suatu penyakit yang menyerang
khususnya anak-anak, bersifat akut yang disebabkan oleh virus measles dan sangat menular.
Campak dapat menyajikan masalah serius karena kadang-kadang disertai kejadian ensefalitis.
Sekitar 1 (satu) dalam setiap 1.000 2.000 anak dengan campak terjadi ensefalitis akut, 50%
dari kasus ensefalitis akan meninggal dan sekurang-kurangnya 25% akan menderita
gangguan neurologis serius.

Campak seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) pada wilayah tertentu dimana
terdapat kelompok rentan, hal ini dapat mengakibatkan banyak anak terserang penyakit
campak, bahkan seringkali diikuti terjadinya kematian akibat demam yang sangat tinggi
penyebab kejang demam dan ensefalitis, status gizi yang buruk serta adanya komplikasi yang
menyertai seperti bronkopneumonia dan diare. Di dunia, kematian akibat campak yang
dilaporkan pada tahun 2002 sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya di ASEAN serta 15%
kemtian campak tersebut di Indonesia (depkes, 2006).

Pada tahun 2011 jumlah kasus penyakit campak yang menyerang di propinsi Banten
mencapai 1741 kasus, dengan kota Tangerang sebagai kota paling banyak mengalami
serangan campak dengan total kasus 866 kasus campak. Laporan KLB campak masih sering
didapatkan di propinsi Banten, beberapa laporan KLB campak dipropinsi Banten diantaranya
tahun 2011 KLB campak terjadi tujuh kali di kabupaten Serang dengan 73 kasus, di
kabupaten Lebak tahun 2010 KLB campak terjadi tiga kali di kecamatan Sajira dengan 64
kasus campak dan kecamatan Cipanas KLB campak terjadi tahun 2004 di desa Pasir Haur
dan tahun 2013 di desa Harumsari dengan jumlah 4 kasus (depkes, 2011 & pkm Cipanas
2013).

1
Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan status imunisasi, Imunisasi campak
efektif untuk memberi kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.Tanpa
imunisasi, penyakit ini dapat menyerang setiap anak, dan mampu menyebabkan cacatdan
kematian karena komplikasinya. Imunitas terhadap campak juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya gizi. Gizi yang baik menunjukan serokonversi terhadap imunisasi campak
lebih tinggi dibandingkan dengan gizi buruk. Kematian campak sering terjadi pada penderita
yang malnutrisi dengan case fatality rate (CFR) 3,5% dan dapat mencapai 40% pada
penderita dengan gizi buruk. Menurut penelitian Casaeri (2003) setidaknya ada enam lima
resiko yang berkaitan dengan kejadian campak di Indonesia yaitu status imunisasi campak,
status gizi kurang, riwayat kontak dengan penderita campak, usia rentan kondisi sosial
ekonomi.
Faktor resiko campak penting diketahui untuk melihat potensi terjadinya KLB campak
disuatu daerah sehingga bisa dilakukan pencegahan dini agar tidak terjadi KLB. Diwilayah
cakupan DTP puskesmas Cipanas kejadian KLB campak baru-baru ini terjadi di desa
Harumsari yaitu pada November 2013dengan jumlah 4 kasus. Berdasarkan kejadian tersebut
penting diketahui gambaran faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari Kecamatan
Cipanas untuk melihat potensi kejadian KLB campak sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya KLB campak berulang di desa Harumsari.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :

Bagaimana gambaran faktor resiko (status imunisasi campak, status gizi kurang, riwayat
kontak dengan penderita campak, usia rentan dan kondisi sosial ekonomi) kejadian campak di
Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulanFebruari- April
2017?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. TujuanUmum

Untuk mengetahui gambaran faktor resiko kejadian campak di di Puskesmas

Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.

2
2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran status imunisasi campak sebagai faktor resiko campak di


Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari-
April 2017.

b. Diketahuinya gambaran status gizi kurang sebagai faktor resiko campak di


Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari-
April 2017.

c. Diketahuinya gambaran riwayat kontak dengan penderita campak sebagai faktor


resiko campak di Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang
Timur I bulan Februari- April 2017.

d. Diketahuinya gambaran usia rentan sebagai faktor resiko campak di Puskesmas


Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April
2017.

e. Diketahuinya gambaran kondisi sosial ekonomi sebagai faktor resiko campak di


Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari-
April 2017.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Untuk masyarakat: menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang gambaran


faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari kecamatan Cipanas

Untuk institusi: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk
mengetahui lebih lanjut faktor resiko kejadian campak di desa Harumsari dan menjadi dasar
acuan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan campak di daerah cakupan puskesmas
DTP kecamatan Cipanas.

Untuk peneliti:sebagai prasyarat tugas Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) pada


Program Internsip Dokter Indonesia periode 14 April 2014 s.d 14 April 2015 di kabupaten
Lebak Banten.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Campak


Penyakit Campak dikenal juga dengan istilah morbili dalam bahasa latin dan measles
Dalam bahasa Inggris. Campak, pada masa lalu dianggap sebagai suatu hal yang harus
dialami oleh setiap anak, mereka beranggapan, bahwa penyakit Campak dapat sembuh
sendiri bila ruam sudah keluar, sehingga anak yang sakit Campak tidak perlu diobati.
Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam keluar semakin baik. Bahkan ada upaya dari
masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam, dan ada pula kepercayaan bahwa
penyakit Campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan
muncul dirongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru-paru, perut atau usus. Hal
ini diyakini akan menyebabkan sesak napas atau diare yang dapat menyebabkan
kematian.
Penyakit Campak adalah yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah, penyakit
ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi Campak. Tanpa imunisasi, 90% dari
mereka yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita Campak. Dengan cakupan
Campak yang mencapai lebih dari 90% dan merata sampai ke tingkat desa diharapkan
jumlah kasus Campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan kelompok
(herd immunity).

2.2. Penyebab Penyakit Campak


Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan
paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140
mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya
terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, sa tu protein yang
berada di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.

4
2.2.1. Sifat Virus
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat, apabila
berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar virus
Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 5 hari.Tanpa media protein
virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar ultraviolet.
Virus Campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena
selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama
10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku, relatif
stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8C; 35,6-46,4F)
secara aman selama setahun atau lebih.Vaksin yang telah dipakai harus dibuang dan
jangan dipakai ulang.

2.3. Cara Penularan Penyakit Campak


Virus Campak ditularkan dari orang ke orang, manusia merupakan satu-satunya
reservoir penyakit Campak .Virus Campak berada disekret nasoparing dan di dalam
darah minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat setelah timbulnya
ruam.Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan sekresi hidung atau
tenggorokan dan jarang terjadi oleh kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi
dengan sekresi hidung dan tenggorokan.
Penularan dapat terjadi antara 1 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4
hari setelah timbul ruam. Penularan virus Campak sangat efektif sehingga dengan virus
yang sedikit sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

2.4. Masa Inkubasi Penyakit Campak


Masa inkubasi berkisar antara 8 13 hari atau rata-rata 10 hari.

2.5. Epidemiologi Penyakit Campak


Epidemiologi penyakit Campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.5.1. Distribusi Frekuensi Penyakit Campak


a. Orang

5
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak
berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari
kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban
yang berpenduduk padat transmisi virus Campak sangat tinggi.
b. Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah
perkotaan siklus epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di
daerah pedesaan penyakit Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat
penyakit Campak maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok
umur yang rentan.12 Berdasarkan profil kesehatan tahun 2008 terdapat jumlah kasus
Campak yaitu 3424 kasus di Jawa barat, di Banten 1552 kasus, di Jawa tengah 1001
kasus.
c. Waktu
Dari hasil penelitian retrospektif oleh Jusak di rumah sakit umum daerah Dr.
Sutomo Surabaya pada tahun 1989, ditemukan Campak di Indonesia sepanjang
tahun, dimana peningkatan kasus terjadi pada bulan Maret dan mencapai puncak
pada bulan Mei, Agustus, September dan oktober.

2.5.2. Faktor Risiko Penyakit Campak


Penyebaran kasus Campak erat sekali dengan prilaku, keadaan lingkunganm
pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan, status gizi, dan keadaan cakupan
imunisasi campak. Anak-anak yang malnutrisi bila terserang campak akan menjadi
lebih berat dan dapat menimbulkan kematian dibandingkan anak-anak yang gizinya
baik. Begitu pula pada rumah tangga yang padat akan memudahkan terjadinya infeksi
sekunder.
Beberapa faktor risiko terjadinya penyakit campak yang telah dilaporkan para ahli
adalah:
1. Status Tidak Imunisasi
Imunisasi campak dapat menekan angka kesakitan penyakit campak.Kematian
yang disebabkan oleh penyakit campak lebih tinggi dibandingkan dengan anak
yang sudah mendapatkan imunisasi.Kematian karena campak pada anak yang

6
belum mendapatkan imunisasi terbesar 14,5% lebih tinggi disbanding anak yang
sudah mendapat imunisasi sebesar 6,8%.
Dalam dasawarsa 1960-an laporan tentang kegagalan vaksin sama banyaknya
dengan keberhasilannya. Pada suatu studi tahun 1972 di Xaounde, Cameroon,
hanya 7 diantara 100 dosis vaksin campak berhasil mencegah satu kasus campak.
Perbaikan sasaran secara lebih baik, dan latihan serta supervise secara teratur, telah
memperbaiki kualitas pemberian vaksin ini. Dalam studi Gambia, kemajuan vaksin
ialah 89%, dimana luas jangkauan vaksin campak bertambah dari 42% pada tahun
1979 menjadi 71% pada tahun 1982, diperkirakan 16.200 kasus campak dan 648
kematian karena campak tercegah setiap tahunnya.
2. Status Gizi
Sebgian besar dari kematian anak di negara yang sedang berkembang, disebabkan
oleh penyakit infeksi yang biasanya tidak penting, tetapi menjadi berat karena anak
kurang gizi. Suatu penyakit misalnya campak (morbili), cacar air atau bahkan
pilek, tidak dapat sembuh karena daya tahan tubuh anak menurun disebabkan oleh
defisiensi gizi. Komplikasi penyakit campak seringkali dikaitkan dengan status gizi
penderita, pada penderita yang mengalami malnutrisi infeksi sekunder lebih sering
terjadi.Kematian pada penderita campak dengan malnutrisi 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak-anak dengan status gizi cukup.
Hbungan antara virus vampak dengan vitamin A sangat menarik. Tampaknya
infeksi akut seperti campak bisa mengakibatkan penurunan kadar vitamin A dalam
tubuh. Disamping itu, dalam studi komunitas, peningkatan status vitamin A dapat
menurunkan mortalitas karena campak. Hasil sedikitnya empat studi klinik acak
terkontrol menunjukkan bahwa anak yang menderita campak aktif berat disertai
komplikasi, suplemen vitamin A berhasil menurunkan 50% mortalitas selama di
Rumah Sakit. Penurunan itu disertai pengurangan berat, lama penyakit dan
komplikasi, seperti pneumonia dan diare.
Menurunnya berat badan anak akibat penyakit campak akan menyebabkan
rendahnya daya tahan, sehingga akan dengan mudah dihinggapi penyakit. Penyakit
ini juga akan menyebabkan lebih menurunnya berat badan dan seterusnya. Makan
terdapat lingkaran setan antara menurunnhya berat badan, rendahnya daya tahan
tubuh dan kejadian infeksi.Keadaan ini mungkin berakhir dengan kematian.
3. Kondisi Lingkungan

7
Menurut Asby dkk (1984), attack rate lebih tinggi pada anak yang tinggal di rumah
yang padat penghuni, dibandingkan dengan anak-anak yang tinggal di rumah yang
tidak padat penghuni.Disamping rumah tempat tinggal, tempat-tempat umum
seperti sekolah-sekolah dasar dan tempat-tempat berkumpulnya anak dapat
merupakan bagian yang mempengaruhi intensitas penyakit. Berdasarkan laporan
tim PE Subdinas P2M Dinkes Propinsi Jawa Tengah pada KLB Campak di Dukuh
Moundong, Desa Tlagasana, Kecamatan Wutukumpul, Kabupaten Pemalang tahun
2001 menyebutkan, bahwa kondisi lingkungan seperti tipe rumah non permanen,
jenis lantai dari tanah, ventilasi, pencahayaan yang kurang memenuhi syarat dan
penggunaan air bersih secara bersama-sama merupakan faktor risiko terhadap
kejadian penyakit menular yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
4. Faktor Umur
Angka insidensi campak di Indonesia pada semua kelompok umur dari laporan
rutin Puskesmas dan Rumah Sakit pada tahun 1992-1998 cenderung turun,
terutama terjadi penurunan yang sangat tajam pada kelompok umur < 1 tahun dari
20,5 menjadi 0,8 per 10.000 dan 1-4 tahun dari 18,4 menjadi 0,7 per 10.000,
namun insidensi pada kelompok tersebut paling tinggi dibanding kelompok umur
yang lebih tua.
Menurut hasil penelitian Yuwono dan Lubis, bahwa anak-anak yang telah
mendapat imunisasi campak, setelah umur 2 tahun titer antibody yang ada dalam
tubuhnya akan menurun, sehingga anak setelah umur 2 tahun dapat tertular
campak. Pola umur infeksi campak sebagian menyebabkan perbedaan mortalitas
pada mereka yang terkena. Beberapa faktor menentukan insidensi menurut umu,
yaitu: kepadatan penduduk, mobilitas, pola interaksi dan praktek pengasuhan anak.
5. Kondisi Sosial Ekonomi
Di Negara-negara berkembang terdapat petunjuk jelas tentang deferensial tingkat
kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan pendidikan ibu. Data dari
Amerika Latin (1976 dan 1978), Afrika (1979 dan 1982) dan Asia (1980 dan 1981)
semuanya menunjukkan hubungan negative antara tingkat pendidikan ibu dengan
tingkat kematian anak, kendati banyak sedikitnya pendidikan yang dibutuhkan
untuk menurunkan mortalitas secara berarti berbeda-beda dari budaya satu
kebudaya yang lain.
Interaksi antara pendidikan dan pendapatan keluarga, walau belum banyak kajian
yang mengontraskan secara efektif pendidikan ibu dan dampat relatif pendapatan

8
keluarga terhadap tingkat mortalitas anak.Namun hendaknya diperhatikan bahwa
para isteri yang berpendidikan cenderung berbeda di rumah tangga yang lebih kaya
bukan hanya karena kontribusi yang mungkin diberikan pada pendapatan keluarga,
tetapi juga (dan ini yang mungkin lebih signifikan) karena wanita berpendidikan
mampu mendapatkan suami yang berpenghasilan tinggi. Sementara itu berdasarkan
laporan Badan Kesehatan Dunia, WHO tahun 1979 menunjukkan bahwa, system
pemberian dan pemanfaatan masyarakat akan program imunisasi diidentifikasi
sebagai kendala yang membatasi penggunaan vaksin dewasa ini.

2.6. Gejala Klinis Penyakit Campak


Penyakit campak dibagi dalam tiga stadium.
2.6.1. Stadium Kataral atau Prodromal
Biasanya berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk dan
mata merah. Pada akhir stadium, kadang-kadang timbul bercak Koplik`s (Koplik
spot) pada mukosa pipi/daerah mulut, tetapi gejala khas ini tidak selalu dijumpai.
Bercak Koplik ini berupa bercak putih kelabu, besarnya seujung jarum pentul
yang dikelilingi daerah kemerahan.Koplik spot ini menentukan suatu diagnose
pasti terhadap penyakit campak.
2.6.2. Stadium Erupsi
Batuk pilek bertambah, suhu badan meningkat oleh karena panas tinggi,
kadan-kadang anak kejang-kejang, disusul timbulnya rash (bercak merah yang
spesifik), timbul setelah 3 7 hari demam. Rash timbul secara khusus yaitu mulai
timbul di daerah belakang telinga, tengkuk, kemudian pipi, menjalar keseluruh
muka, dan akhirnya ke badan.Timbul rasa gatal dan muka bengkak.
2.6.3. Stadium Konvalensi atau penyembuhan
Erupsi (bercak-bercak) berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang
disebut hiperpigmentation, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. panas badan
menurun sampai normal bila tidak terjadi komplikasi.

2.7. Komplikasi Penyakit Campak


Adapun komplikasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan daya tahan tubuh
secara umum sehingga mudah terjadi infeksi tumpangan. Hal yang tidak diinginkan
adalah terjadinya komplikasi karena dapat mengakibatkan kematian pada balita, keadaan

9
inilah yang menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti : Otitis media
akut, Ensefalitis, Bronchopneumonia, dan Enteritis.

2.7.1. Bronchopneumonia
Bronchopneumonia dapat terjadi apabila virus Campak menyerang epitel
saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan disebut radang paru-paru atau
Pneumonia. Bronchopneumonia dapat disebabkan virus Campak sendiri atau oleh
Pneumococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus yang menyerang epitel pada
saluran pernafasan maka Bronchopneumonia ini dapat menyebabkan kematian
bayi yang masih muda, anak dengan kurang kalori protein.

2.7.2. Otitis Media Akut


Otitis media akut dapat disebabkan invasi virus Campak ke dalam telinga
tengah.Gendang telinga biasanya hyperemia pada fase prodormal dan stadium
erupsi.Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi
virus terjadi otitis media purulenta.

2.7.3. Ensefalitis
Ensefalitis adalah komplikasi neurologic yang paling jarang terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4 7 setelah terjadinya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1
dalam 1.000 kasus Campak, dengan CFR berkisar antara 30 40%. Terjadinya
Ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung
virus Campak ke dalam otak.
2.7.4. Enteritis
Enteritis terdapat pada beberapa anak yang menderita Campak, penderita
mengalami muntah mencret pada fase prodormal.Keadaan ini akibat invasi virus
ke dalam sel mukosa usus.

2.8. Pencegahan dan Penanggulangan Campak


2.8.1. Pencegahan Campak
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak.Sasaran dari pencegahan
primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko

10
yang tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit
Campak.Edukasi kepada orang tua anak sangat penting peranannya dalam
upaya pencegahan primordial.Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi dan penataan
rumah yang baik.

b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi
untuk terkena penyakit Campak. Pada pencegahan primer ini harus mengenal
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Campak dan upaya untuk
mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
b.1. Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai
pengetahuan mengenai Campak.Disamping kepada penderita Campak,
edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok
masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan
kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien
Campak adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang
berpengaruh pada timbulnya Campak dan upaya-upaya menekan
Campak, pengelolaan Campak secara umum, pencegahan dan
pengenalan komplikasi Campak.

b.2. Imunisasi
Di Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak
dilakukan dengan vaksinasi Campak secara rutin yaitu diberikan pada
bayi berumur 9 15 bulan.Vaksin yang digunakan adalah Schwarz
vaccine yaitu vaksin hidup yang dioleh menjadi lemah.
Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml. vaksin
campak tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan TBC
yang tidak diobati, penderita leukemia.
Vaksin Campak dapat diberikan sebagai vaksin monovalen atau
polivalen yaitu vaksin measles-mumps-rubella (MMR).vaksin

11
monovalen diberikan pada bayi usia 9 bulan, sedangkan vaksin
polivalen diberikan pada anak usia 15 bulan.
Penting diperhatikan penyimpanan dan transportasi vaksin
harus pada temperature antara 2C - 8C atau 4C, vaksin tersebut
harus dihindarkan dari sinar matahari. Mudah rusak oleh zat pengawet
atau bahan kimia dan setelah dibuka hanya tahan 4 jam.

c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan
efektif.Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin
dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.Edukasi dan
pengelolaan Campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien berobat.

c.1. Diagnosa Penyakit Campak


Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnese, gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium.
c.1.1. Kasus Campak Klinis
Kasus Campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di
tubuh berbentuk macula popular selama tiga hari atau lebih disertai panas
badan 38C atau lebih (terasa panas) dan disertai salah satu gejala bentuk
pilek atau mata merah (WHO).
c.1.2. Kasus Campak Konfirmasi
Kasus Campak konfirmasi adalah kasus Campak klinis disertai salah
satu kriteria yaitu:
a. Pemeriksaaan laboratorium serologis (IgM positif atau kenaikan titer
antiantibodi 4 kali) dan atau isolasi virus Campak positif.
b. Kasus Campak yg mempunyai kontak langsung dengan kasus
konfirmasi, dalam periode waktu 1 2 minggu.

12
c.2. Pengobatan penyakit campak
Penderita Campak tanpa komplikasi dapat berobat jalan.Tidak ada obat
yang secara langsung dapat bekerja pada virus Campak. Anak memerlukan
istirahat di tempat tidur, kompres dengan air hangat bila demam tinggi.
Anak harus diberi cukup cairan dan kalori, sedangkan pasien perlu
diperhatikan dengan memperbaiki kebutuhan cairan, diet disesuaikan
dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per oral satu
kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan
1500 IU tiap hari. Dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan
pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :
Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,
maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan kebutuhan
untuk mengurangi oedema otak, di samping peomberian kortikosteroid,
perlu dilakukan koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.
Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum
obat per oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda.
Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan
dehidrasi.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan
akibat komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan
dari komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini
mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien
dengan dokter mapupun antara dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya.Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak. Dalam penyuluhan ini
yang perlu disuluhkan mengenai :
d.1. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik

13
d.2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
d.3. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan
keadaan hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
juga sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli
sesama disiplin ilmu.

2.8.2. Penanggulangan Campak


Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit
Campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/reservoir Campak hanya
pada manusia serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi
vaksin 85% dan dirperkirakan eradikasi dapat dicapai 10 15 tahun setelah
eliminasi.
Word Health Organisation (WHO) mencanangkan beberapa tahapan dalam
upaya eradikasi (pemberantasan) penyakit Campak dengan tekanan strategi yang
berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :
a. Tahap Reduksi
Tahap ini dibagi dalam 2 tahap :
a 1. Tahap Pengendalian Campak
Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi
Campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbitas
Campak yang tinggi.Daerah ini masih merupakan daerah endemis Campak,
tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola
epidemiologi kasus Campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.
a 2. Tahap Pencegahan KLB
Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi 80% dan merata, terjadi
penurunan tajam kasus dan kematian, insidens Campak telah bergeser
kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.

b. Tahap Eliminasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi 95% dan daerah-daerah dengan cakupan
imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya, kasus Campak sudah sangat
jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan
(tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi Campak.

14
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus Campak sudah tidak
ditemukan pada sidang The World Health Assambley (WHA) tahun 1998,
menetapkan kesepakatan Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Tetanus
Noenatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM). Kemudian pada Technical
Consultative Groups (TGC) Meeting di Dakka Bangladesh tahun 1999,
menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi
dengan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB).
Strategi operasional yang dilakukan ditingkat Puskesmas untuk
mencapai reduksi Campak tersebut adalah :
a. Imunisasi rutin pada bayi 9 11 bulan (UCI Desa 80%)
b. Imunisasi tambahan (suplemen)
b.1 Catch up compaign : memberikan imunisasi Campak sekali saja pada
anak SD kelas 1 s/d 6 tanpa memandang status imunisasi.
b.2 Selanjutnya untuk tahun berikutnya secara rutin diberikan imunisasi
Campak pada murid kelas 1 SD (bersama dengan pemberian DT )
pelaksanaan secara rutin dikenal dengan istilah BIAS (bulan imunisasi anak
sekolah) Campak. Tujuannya adalah mencegah KLB pada anak sekolah dan
memutuskan rantai penularan dari anak sekolah kepada balita.
b.3 Crash program Campak : memberikan imunisasi Campak pada anak
umur 6 bulan - > 5 tahun tanpa melihat status imunisasi di daerah risiko
tinggi campak.
b.4 Ring vaksinasi : Imunisasi Campak diberikan dilokasi pemukiman di
sekitar lokasi KLB dengan umur sasaran 6 bulan (umur kasus campak
termuda) tanpa melihat status imunisasi.
c. Surveilans (surveilan rutin, system kewaspadaan dini dan respon kejadian luar
biasa).
d. Penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa
Setiap kejadian luar biasa harus diselidiki dan dilakukan penanggulangan
secepatnya yang meliputi pengobatan simtomatis pada kasus, pengobatan
dengan antibiotika bila terjadi komplikasi, pemberian vitamin A dosis tinggi,
perbaikan gizi dan meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi
(program cepat, sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.

15
e. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap reduksi Campak dengan pencegahan kejadiaan luar biasa,
pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 15 kasus baru pada setiap
kejadiaan luar biasa.

Pemantauan kegiatan reduksi Campak pada tingkat Puskesmas dilakukan


dengan cara kenaikan sebagai berikut :
1. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Imunisasi untuk mengetahui pencapaian
cakupan imunisasi.
2. Pemetaan kasus Campak untuk mengetahui penyebaran lokasi kasus Campak.
3. Pemantauan data kasus Campak untuk melihat kecenderungan kenaikan kasus
Campak menurut waktu dan tempat.
4. Pemantauan kecenderungan jumlah kasus Campak yang ada untuk melihat
dampak imunisasi Campak.

Evaluasi kegiatan reduksi Campak dilakukan dengan menggunakan beberapa


indikator yaitu:
a. Cakupan imunisasi tingkat desa/kelurahan. Apakah cakupan imunsasi Campak
sudah > 90%
b. Jumlah kasus Campak (laporan W2). Diharapkan kelengkapan laporan W2 >
90%.
c. Indikator manajemen kasus Campak dengan kecepatan rujukan. Diharapkan
CFR < 3%.
d. Indikator tindak lanjut hasil penyelidikan. Dimana cakupan sweeping hasil
imunisasi di daerah potensial KLB > 90%, dan cakupan sweeping vitamin A dosis
tinggi > 90%.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian


3. Jenis penelitian yang dipakai adalah deskriptif. Dengan metode deskriptif dapat
mempelajari bagaimana gambaran faktor resiko kejadian campak di Puskesmas
Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April
2017dengan mempelajari data sekunder yang telah ada dan kuesioner. Jenis penelitian
ini dipilih atas dasar:

1. Relatif murah dan mudah dilakukan


2. Hasil dapat diperoleh dalam waktu yang relatif cepat
3. Tidak menghadapi kendala etik

3.2 Variabel Penelitian


1. Status tidak imunisasi
2. Status gizi
3. Riwayat kontak
4. Umur
5. Kondisi sosial dan ekonomi
a. Tingkat pendidikan orang tua
b. Persepsi orang tua
c. Penghasilan orang tua

3.3 Definisi Operasional


1. Penyakit campak
Penyakit dengan gejala bercak kemerahan di tubuh didahului dengan demam,
batuk pilek, mata merah, dan meninggalkan hiperpigmentasi setelahnya.
2. Status tidak diimunisasi
Dosis imunisasi campak yang diterima seorang anak sebelumnya.
3. Status gizi
Angka kecukupan gizi seorang anak dengan mengacu pada pengukuran
antropometri.

17
4. Umur
Umur seorang anak berdasarkan ulang tahun terakhir pada saat data dikumpulkan.
5. Riwayat kontak
Pernah berada dalam satu rumah, sekolah, atau tetangga dekat dengan orang yang
pernah menderita campak sebelum menderita manifestasi campak.
6. Kondisi sosial ekonomi
Kondisi yang secara tidak langsung mendukung terjadinya penularan penyakit
campak:
a. Tingkat pendidikan ibu adalah tingkat pendidikan terakhir yang dialami
sampai dengan tamat, dengan kategori tinggi bila tamat SMA/sederajat atau
rendah bila tidak tamat SMA/sederajat.
b. Persepsi adalah anggapan ibu tentang imunisasi campak, dengan kategori baik
bila mendukung pelaksanaan imunisasi campak dan jelek jika tidak
mendukung pelaksanaan imunisasi campak.
c. Pendapatan orang tua adalah pendapatan rata-rata gabungan orang tua setiap
bulan mengacu pada standar upah minimum kota (UMK) Kota Singkawang
tahun 2017 yaitu Rp.2.000.000,-

3.4 Bahan Penelitian


1. Populasi penelitian
a. Populasi target
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak-anak berusia kurang dari 15
tahun yang tinggal di wilayah di Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan
Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.

b. Populasi studi
Populasi studi pada penelitian ini adalah anak-anak yang mengalami KLB
campak di Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I
bulan Februari- April 2017.

c. Seleksi Kasus
4. Kasus diambil dari anak-anak kurang dari 15 tahun yang didiagnosis secara klinis dan
hiperpigmentasi positif menderita campak yang berada di Puskesmas Singkawang
Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.

18
Kriteria inklusi
1. Anak-anak usia kurang dari 15 tahun yang telah ditetapkan sebagai penderita campak
dan dicurigai menderita campak, bertempat tinggal di Puskesmas Singkawang Timur
I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.

Kriteria eksklusi
Anak-anak usia 15 tahun atau lebih yang telah ditetapkan sebagai penderita
campak klinis atau pun yang tidak menderita campak klinis, bertempat tinggal di
Kelurahan Pajintan dan nyarungkop yang berkunjung ke Puskesmas Singkawang
Timur I.

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang berasal dari Puskesmas Singkawang Timur I.

3.6 Teknik pengambilan sampel


Pengambilan sample dilakukan dengan cara purposive sampling, maksudnya adalah
dengan mengambil sample yang sesuai criteria yang dimau oleh peneliti tanpa
memakai minimal jumlah ataupun maksimal jumlah.

3.7 Analisis data


Analisis data menggunakan analisis univariat yang dulakukan pada masing-masing
variabel untuk mengetahui proporsi dari masing-masing faktor risiko kasus campak.
Analisis univariat adalah suatu metode penyaringan awal yang sederhana untuk
memperoleh variabel-variabel penting dengan analisis univariat juga dapat diketahui
gambaran data yang dikumpulkan baik berupa distribusi frekuensi, rata-rata, proporsi,
standar deviasi varians, median, modus dan sebagainya.

19
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

A. Status Imunisasi

5. Hasil dari penelusuran data sekunder puskesmas DTP Singkawang Timur


memperlihatkan cakupan imunisasi pada penderita KLB campak di Puskesmas
Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017
sebagai berikut

6. Grafik.1 Cakupan status imunisasi campak penderita KLB Campak di di di


Puskesmas Singkawang Timur I Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari-
April 2017.

Pada grafik cakupan imunisasi campak diatas menunjukan bahwa 89% penderita KLB
campak di Puskesmas Singkawang Timur I tidak mendapatkan vaksinasi campak dan
hanya 11% penderita yang mendapatkan imunisasi campak.

20
B. Status Gizi

Variabel status gizi yang dinilai berdasarkan persentase berat badan aktual
terhadap berat badan ideal berdasarkan usia anak sesuai dengan kriteria CDC 2000.
Didapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 1 Hasil pemeriksaan status gizi pasien KLB campak di Puskesmas


Singkawang Timur I

No. Nama Status Gizi (BB/U) Keterangan

1 Ela 82% Gizi baik

2 Sakti 93% Gizi baik

3 Novi 88% Gizi baik

4 Amel 86% Gizi baik

5 Ikbar 76% Gizi kurang

6 Aji 88% Gizi baik

7 Najli 82% Gizi baik

8 M Evan 83% Gizi baik

9 M Fajriadin 88% Gizi baik

C. Usia Rentan

Usia rentan yaitu anak yang berumur 2 14 tahun dan tidak rentan adalah
anak yang berumur dibawah 2 tahun.

Hasil penelitian menunjukan dari total penderita KLB campak yang menjadi
responden penelitian 89% berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) dan 11%
berada kelompok tidak rentan (< 2 tahun)

D. Kondisi Sosial Ekonomi

(a). Pendidikan orang tua

21
Semua responden (100%) memiliki pendidikan terakhir setingkat SD. Sesuai tabel 2
dibawah ini

Tabel 2

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan orang tua

Pendidikan Frekuensi Persen

Tidak 0 0
sekolah

SD 9 100

SMP 0 0

SMU 0 0

PT 0 0

Total 9 100

(b). Penghasilan keluarga

Variabel ini mengacu pada UMK Kota Singkawang yaitu sebesar2.200.000.


Didapatkan hasil 2 responden yang memiliki pendapatan sesuai UMK, sedangkan 7
responden lainnya masih memiliki pendapatan dibawah UMK. Sesuai tabel berikut
ini.

Tabel 3

Distribusi responden menurut penghasilan keluarga

Pendapatan Frekuensi Persentase

di bawah UMK 7 77,7

Sesuai UMK 2 22,3

Total 9 100

22
(c). Variabel Persepsi tentang imunisasi campak

Dari 9 responden, sebanyak 7 orang (77,7%) berpendapat bahwa imunisasi


baik untuk dilakukan, 2 responden (22,3%) menjawab tidak tahu,dan 0 responden
yang berpendapat imunisasi tidak baik dilakukan. Gambaran dapat dilihat pada tabel
berikut ini.

Tabel 4

Distribusi responden menurut pendapat orang tua tentang imunisasi

Pendapat Frekuensi Persen


tentang
Imunisasi

Baik 7 77,7

Tidak 0 0
baik

Tidak 2 22,3
tahu

Total 9 100

4.2 PEMBAHASAN

Pada hasil penelitian menunjukan bahwa anak yang mengalami kejadian KLB
88.8% tidak mendapatkan imunisasi campak. Kondisi ini menunjukan bahwa
kelompok anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak memiliki risiko untuk
mengalami campak.Berdasarkan berbagai literatur kejadian penyakit campak
sangat berkaitan dengan status imunisasi, Imunisasi campak efektif untuk memberi
kekebalan terhadap penyakit campak sampai seumur hidup.Imunisasi campak
dapat menekan angka kesakitan penyakit campak.Kematian yang disebabkan oleh
penyakit campak lebih tinggi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi
campak dibandingkan dengan anak yang sudah mendapatkan imunisasi.Kematian
karena campak pada anak yang belum mendapatkan imunisasi terbesar 14,5% lebih
tinggi disbanding anak yang sudah mendapat imunisasi sebesar 6,8%.
Berdasarkan sebaran usia penderita KLB campak di Puskesmas Singkawang
menunjukan mayoritas anak berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) yaitu
88.8% responden. Pada penelitian sebelumnya menurut Yuwono dan Casaeri

23
mengenai kelompok usia rentan memiliki hubungan yang bermakna terhadap risiko
penularan campak hal ini didasarkan bahwa pada anak-anak yang telah mendapat
imunisasi campak setelah 2 tahun titer antibodi yang ada dalam tubuhnya akan
menurun, sehingga anak setelah umur 2 tahun dapat tertular penyakit campak. Pola
umur infeksi campak sebagian menyebabkan perbedaan mortalitas pada mereka
yang terkena. Selain itu pada anak umur diatas dua tahun biasanya sudah
berinteraksi lebih banyak dengan teman sebayanya, hal ini menyebabkan anak
mudah tertular dan atau menularkan penyakit akibat kontak dengan teman-teman
sekitarnya.
Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, didapatkan 100% tingkat pendidikan rendah
yaitu lulusan SD. Hal tersebut berbanding lurus dengan banyaknya jumlah anak
yang tidak mendapatkan imunisasi di desa Harumsari. Dengan rendahnya tingkat
pendidikan mempengahuri terhadap pengetahuan dan pemahaman ibu terhadap
penyakit campak sehingga mempengaruhi kesadaran ibu untuk pencegahan,
pengobatan ataupun untuk mencegah komplikasi dari penyakit campak.
Berdasarkan penghasilan keluarga didapatkan 77,7% penghasilan dari seluruh
responden adalah di bawah UMK dan 22,3 % adalah sesuai UMK. Hal tersebut
mempengaruhi terhadap kesadaran para orangtua terhadap pencegahan, pengobatan
maupun mencegah komplikasi sakit campak karena dianggap beratnya biaya untuk
membawa anak ke fasilitas kesehatan. Berdasarkan persepsi keseluruhan responden
didapatkan 77,7% baik dan 22,3% tidak baik, artinya sebagian besar responden
memiliki persepsi baik mengenai imunisasi campak tetapi hal ini berbanding
terbalik dengan jumlah anak yang diimunisasi di desa Harumsari yaitu sebagian
kecil saja yang mendapat imunisasi campak. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor salah satunya yang sudah ada dalam penelitian ini yaitu tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi. Hal lainnya seperti budaya atau adat setempat yang
mempunyai persepsi tidak baik terhadap imunisasi campak.
Berdasarkan hasil status gizi didapatkan sebanyak 89% gizi baik dan 11% gizi
buruk pada seluruh penderita. Hal ini belum bisa melihat adanya hubungan status
gizi dengan kejadian campak di desa Harumsari. Sedangkan pada penelitian yang
sudah ada, status gizi dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penderita
juga komplikasi yang dapat dialami.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

7. Dari hasil penelitian Gambaran Faktor Risiko Penyakit Campak di Puskesams


Singkawang Timut Kecamatan Singkawang Timur I bulan Februari- April 2017.

adalah sbb :

1. Berdasarkan status imunisasi 89% penderita KLB campak di Kelurahan Pajintan


dan Nyarumkop tidak mendapatkan vaksinasi campak dan hanya 11% penderita
yang mendapatkan imunisasi campak.
2. Berdasarkan status gizi 89% penderita KLB campak di Puskesmas Singkawang
Timur gizi baik dan 11% penderita gizi buruk
3. Hasil penelitian menunjukan dari total penderita KLB campak yang menjadi
responden penelitian 89% berada pada kelompok usia rentan (2-14 tahun) dan
11% berada kelompok tidak rentan (< 2 tahun)
4. Berdasarkan tingkat pendidikan 100% tingkat pendidikan rendah Berdasarkan
tingkat sosial ekonomi 77,7% penghasilan dibawah UMK dan 22,3% sesuai UMK
5. Berdasarkan persepsi responden mengenai imunisasi campak 77,7% memiliki
persepsi baik dan 22,3% memiliki persepsi tidak baik

5.2 SARAN

1. Perlu adanya studi lanjutan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orangtua


mengenai penyakit dan imunisasi campak selain gambaran faktor risiko yang
sudah dipaparkan diatas

2. Perlu adanya edukasi yang tepat bagi warga wilayah kerja Puskesmas
Singkawang Timur I mengenai penyakit campak untuk meningkatkan partisipasi
anak mendapatkan imunisasi campak.

3. Pada penelitian ini belum diketahui hubungan faktor risiko campak dengan
kejadian KLB campak di desa Harumsari sehingga perlu adanya penelitian

25
lanjutan untuk melihat hubungan faktor risiko campak dengan kejadian campak di
desa Harumsari.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ringkasan data dan informasi kesehatan Propinsi Banten tahun 2012. Jakarta: Pusat
data dan informasi Kemenkes RI.2012. hal 37-40.
2. Ganjar W, Jajang. Laporan Surveilans KLB Campak desa Harumsari November
2013. PKM Cipanas.2013.
3. Casaeri. Faktor-faktor risiko kejadian campak di Kabupaten Kendal tahun 2002.
Semarang.2003.
4. Soegeng Soegijanto. Campak. Dalam : ed. Sumarno S. Poorwo Soedarmo, Herry
Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit
Tropis. Edisi I. 2002. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Jakarta. p 125-136.
5. Herry Garna, Alex Chaerulfatah, Azhali MS, Djatnika Setiabudi,. Morbili (Campak,
Rubeola, Measles). Dalam : ed. Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira.Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. 2005. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNPAD : Bandung. p 234-236.
6. Mayo Clinic. Measles. 2007. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/measles.html. 10
Maret 2008.
7. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I.
Terjemahan. 2005.Salemba Medika : Jakarta.
8. Hooker, Edmond., Stppler, Melissa Conrad. Measles (Rubeola).
2008www.Medicinenet.Com/Measles_Rubeola/Article.Htm. 10 Maret 2008
9. Wikipedia. Measles. 2008. (http://en.wikipedia.org/wiki/measles.htm) 10 Maret 2008.
10. Phillips, Carol.F. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Terjemahan. 1993. EGC : Jakarta. p
198- 203

27
RAW DATA

No. Nama Usia Nama anak Usia anak Pendidikan ibu Pekerjaan ibuAnak ke Penghasilan Kontak Imunisasi Pendapat BB TB BB/U
1 Nurhaeni 27 Ela 4 SD Rumah tangga 2 Dibawah (+) (-) Baik 12.3 0.88 82%
2 Sukemah 45 Sakti 3.5 SD Rumah tangga 5 Dibawah (+) (+) Baik 13 0.96 93%
3 Rumsi 34 Novi Aulia 5 SD Rumah tangga 2 Dibawah (+) (+) Baik 15 1.01 88%
4 Lia 22 Amel 2.8 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 12 0.88 86%
5 Mini 30 Ikbar 1.5 SD Rumah tangga 3 sesuai (+) (-) Tidak tahu 9 0.83 76%
6 Mini 30 Aji 4 SD Rumah tangga 2 sesuai (+) (-) Tidak tahu 14 1.02 88%
7 Dian 23 Najili 3 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 11.5 0.98 82%
8 Nurhayati 23 M. Evan 2 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 10 0.85 83%
9 Jamsuni 28 M. Fajriadin 4 SD Rumah tangga 1 Dibawah (+) (-) Baik 14 1.05 88%

28

Anda mungkin juga menyukai