Anda di halaman 1dari 44

Pancasila sebagai falsafah negara merupakan landasan idiil dari pungutan pajak.

Pancasila
yang bersifat kekeluargaan dan kegotong royongan sudah terjelma dalam peraturan perpajakan.
Pajak-pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan
masyarakat umum sudah nyata berdasarkan kegotong royongan dan kekeluargaan. Gotong
royong yang mengandung sifat secara bersama melakukan usaha atau membiayai kepentingan
umum, tanpa secara langsung mendapatkan imbalan tersimpul dalam pengertian pajak. Rasa
kekeluargaan menimbulkan pengertian dan kesukarelaan pada setiap bangsa Indonesia untuk ikut
serta dalam pembiayaan untuk kepentingan umum. Pancasila mendapatkan penjabarannya dalam
pajak-pajak, Karena pajak itu tidak lain daripada penjelmaan kekeluargaan dan kegotong
royongan rakyat, dimana rakyat memberikan baktinya berupa uang dengan tiada mendapatkan
imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-
pengluaran untuk kepentingan masyarakat umum, yang akhirnya juga mencakup kepentingan
individu.
PENJABARAN SILA PANCASILA DALAM PERPAJAKAN
Hubungan Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dengan pajak adalah bahwa pajak
yang dipungut oleh negara merupakan ciptaan manusia, tidak bertentangan dengan ketuhanan,
karena dalam alquran atau kitab suci lainnya, Tuhan juga memerintahkan manusia untuk
membayar zakat atau sepersepuluhan untuk digunakan bagi kepentingan orang-orang yang
miskin atau untuk kepentingan masyarakat umum tanpa mendapatkan imbalan secara langsung.
Sila Kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, tersirat dalam segi yuridis dari pajak.
Pajak selain harus memenuhi keadilan juga harus sesuai dengan peradaban manusia. Keadilan
yang merupakan salah satu syarat yuridis dari pajak tercermin dalam prinsip non-diskriminasi,
prinsip daya pikul, artinya bahwa orang dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang
sama, dan tidak dibenarkan mengadakan perlakukan yang berlainan terhadapnya,tidak pandang
bangsa, golongan, aliran, ideologi dan lain sebagainya. Kemanusiaan artinya bahwa perlakukan
wajib harus secara manusiawi tidak boleh melanggar HAM dan harus layak bagi manusia dan
tindakan sewenang-wenang terhadap wajib pajak harus dihindarkan.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia dijabarkan dalam pajak-pajak karena pajak merupakan
sumber keuangan utama untuk mempertahankan persatuan yang telah diproklamairkan, karena
hidup suatu bangsa tergantung pada adanya pendapatannegara yang merupakan jiwa untuk
kelangsungan dan kesinambungan hidup bangsa.
Sila Keempat, Kerakyatan Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan
dalamPermusyawaratan/ Perwakilan, dimana hal ini tertera dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945
yang menyebutkan bahwa semua pajak untuk kegunaan kas Negara berdasarkan UU. Kerakyatan
mengandung arti bahwa rakyat ikut menentukan adanya pungutan yang disebut pajak. Rakyat
dalam ikut menentukan pajak-pajak tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui wakil-
wakilnya dalam DPR yang dipimpin secara langsung dan demokratis oleh rakyat sendiri.
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sudah terjabar dalam pajak-
pajak. Pajak merupakan suatu alat untuk pembiayaan masyarakat, yaitu untuk membiayai
pengeluaran untuk kepentingan masyarakat umum. Pembangunan yang sebagian besar dibiayai
dari hasil pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, tidak melihat apakah rakyat itu turut
membayar pajak atau tidak. Pemerataan pembangunan yang dibiayai oleh dengan pajak
dilaksankan melalui 8 jalur pemerataan:
1. Pemerataan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, perumahan.
2. Pemerataan kesempatan memperoleh
3. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khusunya generasi muda dan kaum
wanita
4. Pemertaan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
5. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
6. pendidikan dan pelayanan kesehatan
7. Pemerataan pembagian pendapatan
8. Pemerataan kesempatan kerja
9. Pemerataan kesempatan berusaha

http://ziajaljayo.blogspot.co.id/2012/02/falsafah-pajak.html

falsafah pajak adalah pemungutan pajak dapat dipaksakan dan tidak


memberikan imbalan secara langsung dapat di tunjuk ,maka pemungutan
pajak harus terlebih dahulu mendapat persetujuan langsung dari rakyat
(melalui DPR) hal ini sesuai dengan pasal 23 ayat 2 UUD 1945

https://brainly.co.id/tugas/7753988

1. Falsafah Pajak

Pengertian Pajak menurut Rochmat Soemitro


Pajak adalah perlihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplus nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber
utama untuk membiayai public investment.

1. Pengertian Pajak menurut PJA Andriani


Pajak adalah pungutan yang oleh penguasa digunakan untuk memeperoleh uang dengan
paksaan juridis, guna membiayai peneluaran Negara terhadap mana tidak dapat ditunjuk adanya
suatu jasa timbal.

2. Pengertian Pajak menurut HJ. Hofstra


Pajak adalah sumbangan paksaan dari rumah tangga (keuangan) swasta kepada penguasa,
yang tidak mempunyai jasa timbal pribadi secara langsung, dari pihak pemerintah, dan yang
dipungut berdasarkan peraturan umum, lain dari pada sebagai hukuman karena melanggar
hukum pidana.

3. Pengertian Pajak menurut SELIGMAN


Pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari perorangan kepada pemerintah untuk membiayai
pengeluaran yang bertalian dengan kepentingan orang banyak (umum) tanpa dapat ditunjukkan
adanya keuntungan khusus terhadapnya.

4. Pengertian Pajak menurut Reichsabgabenordnung RAO


Pajak adalah pembayaran uang sekaligus atau berulang ulang yang tidak mempunyai suatu
jasa timbal balik terhadap suatu jasa khusus dari rakyat, yang dipungut oleh suatu Badan Hukum
Umum dari setiap orang, untuk memperoleh pendapatan, bila dipenuhi Tatbestand yang
diwajibkan oleh Undang Undang.

5. Pengertian pajak berdasarkan pasal 1 Undang undang no.14 tahun 2002


Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk be masuk dan
cukai, dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan perundang undangan
yang berlaku.

b. Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum


pajak adalah perikatan yang timbul karena UU yang mewajibkan seseorang yang memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan oleh UU (tatbestand) untuk membayar sejumlah uang kepada kas
negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat
ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan
pembangunan) dan yang digunakan sebagai alat (pendorong- penghambat) untuk mecapai
tujuan diluar bidang keuangan.
c. Pajak Ditinjau Dari Segi Mikro Ekonomi
Mengurangi income individu, mengurangi daya beli seseorang, mengurangi kesejahteraan
individu, mengubah pola hidup wajib pajak.
d. Pajak Ditinjau Dari Segi Makro Ekonomi
Pajak merupakan income bagi masyarakat (negara) tanpa menimbulkan kewajiban negara
terhadap wajib pajak. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluran umum,
pengeluaran rutin untuk kelangsungan negara.

FALSAFAH PAJAK
Falsafah pajak ini berdasarkan falsafah negara yaitu pancasila. Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 :
Segala pajak untuk kegunaan kas negara berdasarkan undang-undang
Walaupun pasal 23 ayat 2 UUD 1945, merupakan dasar hukum pungutan pajak, tapi pada
hakekatnya pada ketentuan ini terdapat falsafah pancasila. Pajak harus berdasarkan ketentuan
UU karena pajak menyayat daging tubuh kita sendiri. Pajak tidak memberikan imbalan yang
secara langsung dapat ditunjuk atau secra ekstrim dapat dikatakan bahwa pajk tidak memberikan
imbalan. Oleh karena itu pajak harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan rakyat. Dimana
persetujuan ini didapatkan dari DPR sebgai wakil rakyat.
Inggris : no taxation without representation
USA : taxation without representation is robbery.
III. 2. PANCASILA DAN PAJAK
Pancasila sebagai falsafah negara merupakan landasan idiil dari pungutan pajak. Pancasila yang
bersifat kekeluargaan dan kegotong royongan sudah terjelma dalam peraturan perpajakan.
Pajak-pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan
masyarakat umum sudah nyata berdasarkan kegotong royongan dan kekeluargaan. Gotong
royong yang mengandung sifar secara bersama melakukan usaha atau membiayai kepentingan
umum, tanpa secara langsung mendapatkan imbalan tersimpul dalam pengertian pajak. Rasa
kekeluargaan menimbulkan pengertian dan kesukarelaan pada setiap bansa Indonesia untuk ikut
serta dalam pembiayaan untuk kepentingan umum. Pancasila mendapatkan penjabarannya
dalam pajak-pajak, Karena pajak itu tidak lain daripada penjelmaan kekeluargaan dan kegotong
royongan rakyat, dimana rakyat memberikan baktinya berupa uang dengan tiada mendapatkan
imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-
pengluaran untuk kepentingan masyarakat umum, yang akhirnya juga mencakup kepentingan
individu.

2. Sila-sila
Hubungan sila pertama ketuhanan yang maha esa dengan pajak adalah bahwa pajak yang
dipungut oleh negara merupakan ciptaan manusia, tidak bertentangan dengan ketuhanan,
karena dalam alquran atau kitab suci lainnya Tuhan juga memerintahkan manusia untuk
membayar zakat atau sepersepuluhan untuk digunakan bagi kepentingan orang-orang yang
miskin atau untuk kepentingan masyarakat umum tanpa mendapatkan imbalan secara langsung.
Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab, tersirat dalam segi yuridis dari pajak. Pajak
selain harus memenuhi keadilan juga harus sesuai dengan peradaban manusia. Keadilan yang
merupakan salah satu syarat yuridis dari pajak tercermin dalam prinsip non-diskriminasi, prinsip
daya pikul, artinya bahwa orang dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama,
dan tidak dibenarkan mengadakan perlakukan yang berlainan terhadapnya,tidak pandang
bangsa, golongan, aliran, ideologi dan lain sebagainya. Kemanusiaan artinya bahwa perlakukan
wajib harus secara manusiawi tidak boleh melanggar HAM dan harus layak bagi manusia dan
tindakan sewenag-wenang terhadap wajib pajak harus dihindarkan.
Sila ketiga, persatuan Indonesia dijabarkan dalam pajak-pajak karena pajak merupakan sumber
keuangan utama untuk mempertahankan persatuan yang telah diproklamairkan, karena hidup
suatu bangsa tergantung pada adanya pendapatan Negara yang merupakan jiwa untuk
kelangsungan dan kesinambungan hidup bangsa.
Sila keempat, kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, dimana hal ini tertera dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
semua pajak untuk kegunaan kas Negara berdasarkan UU. Kerakyatan mengandung arti bahwa
rakyat ikut menentukan adanya pungutan yang disebut pajak. Rakyat dalam ikut menentukan
pajak-pajak tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui wakil-wakilnya dalam DPR yang
dipimpin secara langsung dan demokratis oleh rakyat sendiri.
Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sudah terjabar dalam pajak-pajak.
Pajak merupakan suatu alat untuk pembiayaan masyarakat, yaitu untuk membiayai pengeluaran
untuk kepentingan masyarakat umum. Pembangunan yang sebagain besar dibiayai dari hasil
pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, tidak melihat apakah rakyat itu turut membayar
pajak atau tidak.

http://fussylaint.blogspot.co.id/2011/04/1.html

DASAR FALSAFAH dan ASAS PEMUNGUTAN PAJAK KETUHANAN YANG MAHA ESA MASY
IND BUKAN MASY ATHEIS MASY IND BUKAN MASY ATHEIS ADA KEPATUHAN AGAMA ADA
KEPATUHAN AGAMA DAN NEG BERWUJUD DAN NEG BERWUJUD ZAKAT DAN PAJAK ZAKAT
DAN PAJAK UU 39/1999 TTG PENGE UU 39/1999 TTG PENGE LOLAAN ZAKAT LOLAAN
ZAKAT
PENERAPAN SILA KE II PANCASILA Penerapannya dilakukan pd wakt menyusun maupun
pelaks. pelaks. ADAM SMITH : Wealth of nation , setiap perat. Per-uu-an hrs perat. Per-uupenuhi 4
syarat ( the four cannons of Adam Smith/ the four maxims), yaitu : 1. EQUALITY AND EQUITY
EQUALITY (kesamaan), YI memberi perlakuan yg sama thd org yg (kesamaan), dlm kondisi sm (org
punya pkp yg sama dikenakan pajak sm) sm) EQUITY (kepatutan ), yi men Sir Paul Vinogradov dlm
buku Common (kepatutan Sense of Law , bhw`Equity dlm hk berfungsi: berfungsi: IUS ADJUVENDI,
YI menyesuaikan hk; hk; IUS SUPPLENDI, Yi menambah hk; hk; IUS CORRIGENDI, YI mengoreksi
hk Mungkin suatu ketent. Hk sec umum sdh dirasa adil krn sdh ketent. memenuhi syarat yg sama
(equality), tp pd suatu keadaan ttt mungkin dirasa tdk adil dan tdk patut (tdk equity), contoh jual beli
rumah yg musnah. musnah. Sedangkan pelaksanaan hk nya juga hrs berkemanusiaan, krn itu
berkemanusiaan, mestinya penerimaan dr pajak langsung hrs nya lbh besar drpd pen. dr pajak tidak
langsung
2. CERTAINTY (KEPASTIAN) UU hrs ada kepastian hk, krn itu pembuatnya hrs hk, menguasai
legal drafting. Yg hrs menjadi perhatian dlm membuat uu yi : a. UU hrs jelas, tegas tdk mengandung
arti ganda; jelas, ganda; b. Definisi hrs jelas agar tdk diselundupi hk; hk; c. Berikan pd psl 1
penafsiran yg otentik d. Uraian hrs limitatif, jng enunsiatif limitatif, e. Ada jaminan hk yg berupa
perlind. Wapa perlind. f. Ada kepastian subyek maupun obyek g. Ada kepastian ttg jumlah pajak yg
terutang h. Ada kepastian ttg tata cara membayar i. dll
3. CONVENIENCE OF PAYMENT Maksudnya adl pajak hrs dipungut pd saat yg setepat-tepatnya,
yi pd saat setepatwapa mempunyai uang 4. ECONOMIC OF COLLECTION Hrs diperhitungkan bhw
biaya pemungutan hrs relatif lbh kecil dibandingkan dg pajak yg masuk
PENERAPAN SILA III PANCASILA Maksudnya pajak merup. Alat pemersatu bgs, yg mengikat bgs
dan yg memberikan hidup kpd bgs.Pajak berasal dr rakyat, oleh rakyat dan dipergunakan unt
kepent. Bersama, krn itu uang yg dikumpulkan sec. bersama-sama oleh rakyat unt membiayai
kepent. Umum, merup usaha bersama yg sangat erat yg dikoordinasikan oleh pem. Kewajiban
membayar pajak merup kewajiban setiap warga yg merup kewajiban nasional dan ini merupakan
daya pemersatu bgs.
PENERAPAN SILA IV PANCASILA Dlm sila ke IV ini sdh dijabarkan di dlm Psl 23 iatur dg g A UUD
1945 : Pajak dan pungutan lain yg bersifat memaksa unt keperluan neg diatur dg uu. Dlm Psl 23A
tersurat sumber hk dan sekaligus falsafah pajak Antara pajak dg rakyat berhub. Sangat erat, artinya
setiap penarikan uang yg membebani rakyat hrs sepengetahuan rakyat juga, yg terkenal dg
semboyan No taxation without representation PENERAPAN SILA V PANCASILA Bhw hsl pajak
berasal dr sebagian kecil rakyat, sedangkan sebagian besar rakyat tdk kena pajak (anak2 dan org
tdk mampu), namun hasil pajak dipergunakan unt semua orang
ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK ARISTOTELES DLM BUKUNYA RETHORICA MENYATAKAN
BHW TUGAS HK UNT MEWUJUDKAN KEADILAN.KRN ITU TUJUAN HK PAJAK ADL
MEWUJUDKAN KEADILAN DLM PEMUNGUTAN PAJAK, BAIK DLM PERUNDANG2ANNYA
MAUPUN DLM PELAKSANAANNYA, WALAUPUN ADIL ITU RELATIF DLM RANGKA
MEWUJUDKAN KEADILAN DLM PERPAJAKAN ITU, SEBAIKNYA DITEMPUH BHW
PEMUNGUTAN PAJAK DISELENGGARAKAN SECARA UMUM DAN MERATA. UNTUK ITU
TIMBUL ASAS-ASAS DLM PEMUNGUTAN PAJAK, YAITU : ASASASAS RECHTSFILOSOFISCH
(ASAS MEN. FALSAFAH HK) TUJUAN HK PAJAK UNT KEADILAN, MASALAHNYA APAKAH OLEH
SUATU NEG BERDASARKAN PULA PD KEADILAN??, ATAU APA DSR HK UNT MELAKSANAKAN
KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK PD NEG??, ATAU ATAS DASAR APA NEG SEAKAN2 MEMBERI
HAK KPD DIRINYA UNT MEMBEBANI RAKYAT DG PAJAK??? DIDINILAH TIMBUL BERBAGAI
TEORI UNT MEMBERIKAN DASAR HK (JUSTIFIKASI) KPD NEG DLM MEMUNGUT PAJAK 1.
TEORI ASURANSI PEMBAYARAN PAJAK DIANGGAP SBG PREMI ASURANSI YG HRS DIBAYAR
OLEH SETIAP MAYS PD WKT2 TERTENTU, KRN DLM PEMUNGUTAN INI MERUPAKAN TUGAS
NEG UNT MELINDUNGI ORANG2 DG SEGALA KEPENTINGAN, KESELAMATAN, KEAMANAN
JIWA DAN HARTA BENDANYA. TEORI KEPENTINGAN NEG MENGENAKAN PAJAK KPD
RAKYATNYA KRN NEG TELAH MELINDUNGI KEPENTINGAN RAKYAT. TEORI INI MENGUKUR
BESARNYA PAJAK SESUAI DG BESARNYA KEPENT. WAPA YG DILINDUNGI. LEBIH BESAR
KEPENT YG DILINDUNGI MAKA LBH BESAR PULA PAJAK YG HRS DIBAYAR. TEORI INI
MENYAMAKAN PAJAK DG RETRIBUSI TEORI BAKTI (TEORI KEWAJIBAN PAJAK MUTLAK)
DIDASARKAN PD TEORI ORGANISCH STAATSLEER YG MENGAJARKAN BHW JUSTRU KRN
NEG LAH MAKA TIMBUL HAK UNT MEMUNGUT PAJAK, KRN ORANG TDK BISA BERDIRI
SENDIRI. TEORI DAYA BELI PAJAK BERFUNGSI SBG POMPA YG MENYEDOT DAYA BELI
RUMAH TANGGA MASY YG KMD DIKEMBALIKAN LG KPD MASY UNT MEMELIHARA MASY
MENUJU TUJUAN YG DIHARAPKAN
TEORI DAYA PIKUL DSR KEADILAN PEMUNGUTAN PAJAK TERLETAK PD JASA2 YG
DIBERIKAN OLEH NEG KPD RAKYATNYA, YI PERLINDUNGAN ATAS JIWA DAN HARTA BENDA
RAKYAT. UNT ITU DIPERLUKAN BIAYA-BIAYA YG DIPIKUL OLEH SEGENAP BIAYAORANG YG
MENIKMATI PERLINDUNGAN ITU, YI DLM BENTU K PAJAK YG HRS DIBAYAR MENURUT DAYA
PIKUL SESEORANG. DAYA PIKUL ADL KEKUATAN SESEORANG UNT MEMIKUL SUATU BEBAN
DR APA YG TERSISA, SETELAH SELURUH PENGHASILANNYA DIKURANGI DG
PENGELUARAN2 YG MUTLAK UNT KEHIDUPAN PRIMER DIRI SENDIRI BESERTA KELUARGA
2. ASAS YURIDIS HK PAJAK HRS`DPT MEMBERI JAMINAN HK YG PERLU UNT MENYATAKAN
KEADILAN YG TEGAS, BAIK UNT NEG MAUPUN UNT WARGANYA, KRN ITU PAJAK HRS
DIDASARKAN PD UNDANG2 3. ASAS EKONOMIS PAJAK DIPERGUNAKAN UNT MENENTUKAN
POL. PEREKONOMIAN NEG, KRN TDK MUNGKIN NEG MENGHENDAKI MEROSOTNYA
EKONOMI RAKYAT. ARTINYA DG PAJAK JANGAN SAMPAI MENGHAMBAT PRODUKSI DAN
JANGAN MENGHALANGI RAKYAT MENUJU KEBAHAGIAAN.
4. ASAS FINANSIAL SESUAI DG FUNGSI BUDGETER, YI MEMASUKKAN UANG
SEBANYAK2NYA KE KAS NEG, MAKA BIAYA-BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK HRS SEKECIL2NYA
DIBANDINGKAN DG BIAYAPENDAPATANNYA. MENGINGAT PAJAK MERUPAKAN PUNGUTAN
PAKSA YG DILAKUKAN OLEH PEM THD WAPA TANPA KONTRA PRESTASI INDIVIDUAL YG
LANGSUNG DITUNJUK, MAKA DLM ASAS INI HRS DIPENUHI ASAS2 SBB : A. ASAS LEGAL :
HRS BERDASARKAN UU; B. ASAS KEPASTIAN HK : TDK BOLEH MENIMBULKAN KERAGUAN;
C. ASAS EFISIEN : BIAYA PUNGUT HRS LBH KECIL DRPD BIAYA PUNGUT; D. ASAS
NONDISTORSI : PUNGUTAN PAJAK TDK BOLEH MENIMBULKAN KELESUAN EKONOMI E.
ASAS KESEDERHANAAN : ATURAN PAJAK HRS DPT DIMENGEERTI SEMUA PIHAK; F. ASAS
ADIL : HRS MENCERMINKAN KEADILAN; 5. ASAS PENGENAAN PAJAK MEMBICARAKAN TTG
YURISDIKSI DR SUATU NEG BERHADAPAN DG NEG LAIN. TERDIRI DARI TIGA MACAM CARA
PEMUNGUTAN PAJAK, SBB :
ASAS TEMPAT TINGGAL (DOMISILI) ASAS PEMUNGUTAN PAJAK YG PENENTUANNYA
TERGANTUNG PADA TEMPAT TINGGAL WAPA DI SUATU NEG (DIDASARKAN PD WORLD
WIDE INCOME) A. B. ASAS SUMBER ASAS PEMUNGUTAN PAJAK YG PENENTUANNYA
TERGANTUNG KPD ADANYA SUATU SUMBER DI SUATU NEG (TDK MENGHIRAUKAN TEMPAT
WAPA BERADA) C. ASAS KEBANGSAAN PAJAK YG DIKENAKAN OLEH SUATU NEG KPD
ORANG2 YG MEMPUNYAI KEBANGSAAN DR NEG ITU; (NEG BERWENANG MEMUNGUT
PAJAK ATAS` SEMUA WARGANYA DIMANA SAJA)
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK MENURUT WAKTU PEMUNGUTAN 1. VOORHEFFING :
PEMUNGUTAN PAJAK PADA AWAL TAHUN PAJAK 2. NAHEFFING : PEMUNGUTAN PAJAK YG
DILAKUKAN PD AKHIR TAHUN PAJAK DIKENAL DUA TAHUN PAJAK, YAITU TAHUN TAKWIM ( 1
JANUARI 2000 S/D 31 PAJAK, DESEMBER 2000) DAN TAHUN BUKU (1 APRIL 2000 S/D 31
MARET 2001) A. B. MENURUT DASAR PENETAPAN PAJAK 1. STELSEL/SISTEM FIKTIF
(ANGGAPAN) PEMUNGUTAN PAJAK DIDASARKAN PD SUATU FIKSI HK ATAU ANGGAPAN
TERTENTU, KRN ITU SISTEM INI MEMAKAI CARA PEMUNGUTAN PAJAK VOORHEFFING;
ANGGAPAN DISINI BUKAN BERARTI NGAWUR, TETAPI MEMAKAI CARA DG MENGANGGAP
BHW PENGHASILAN YG DITERIMA WAPA SAMA BESARNYA UNT SETIAP TH PAJAK (PBB) 2.
STELSEL/SISTEM RIIL (NYATA) PEMUNGUTAN PAJAK DIDASARKAN ATAS KEADAAN ATAU
PENGHASILAN YG NYATA YI PENGHASILAN YG DITERIMA YG SEBENARNYA DLM THN PAJAK
YANG BERSANGKUTAN, SISTEM INI MEMAKAI NAHEFFING.
3. STELSEL/SISTEM CAMPURAN MERUPAKAN KOMBINASI ANTARA SISTEM ANGGAPAN DAN
SISTEM NYATA, SEKALIGUS MERUPAKAN UPAYA MENGHILANGKAN KELEMAHAN2 DR
KEDUA SISTEM TERSEBUT (MISAL: PPh) C. MENURUT YANG MENETAPKAN PAJAKNYA 1.
OFFICIAL ASSESMENT SYSTEM SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK YG MEMBERI WEWENANG
KPD FISCUS UNT. MENENTUKAN BESARNYA PAJAK YG TERUTANG OLEH WAPA. SISTEM INI
DITERAPKAN PD JENIS PAJAK YG MELIBATKANMASY LUAS YG DIPANDANG BELUM MAMPU
DISERAHI TANGGUNGJAWAB UNT MENGHITUNG DAN MENETAPKAN PAJAKNYA (PBB) 2.
SELF ASSESMENT SYSTEM SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK YG MEMBERI EWENANG KPD
WAPA UNT MENENTUKAN SENDIRI BESARNYA PAJAK YG TERUTANG. SISTEM INI
DITERAPKAN PD JENIS PAJAK YG WAPA NYA DIPANDANG CUKUP MAMPU UNT
MENGHITUNG DAN MENETAPKAN PAJAKNYA SENDIRI (PPh, PPN, PPnBM) SISTEM INI AGAR
BERHASIL HRS DIPENUHI SYARAT : TAX CONCIOUSNESS, KEJUJURAN, TAX MINDEDNESS,
TAX DICIPLINE.
3. WITH HOLDING SYSTEM SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK YG MEMBERI WEWENANG KPD
PIHAK KETIGA UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PAJAK YG TERUTANG OLEH WAPA; MISAL
PPh. PASAL 21, DIMANA PEMBERI KERJA, BENDAHARAWAN PEM, DANA PENSIUN DSB YG
DISERAHI TANGGUNG JAWAB UNT MEMOTONG PAJAK THD PENGHASILAN YG MEREKA
BAYARKAN
ALUR PEMAJAKAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
PEMBUKUAN PAJAK PEMERIKSAAN PAJAK PENYIDIKAN PAJAK SURAT KETETAPAN PAJAK
(SKP) UTANG PAJAK SURAT SETORAN PAJAK SANKSI PAJAK SURAT TAGIHAN PAJAK
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) ADALAH SUATU SARANA DLM ADMINISTRASI
PERPAJAKAN YG DIPERGUNAKAN SBG TANDA PENGENAL DIRI ATAU IDENTITAS WAPA, YG
BERFUNGSI : 1. SBG IDENTITAS WAPA (TERDAFTAR DI DITJEN PAJAK) 2. UNT MENJAGA
KETERTIBAN DLM PEMBAYARAN PAJAK DAN DLM PENGAWASAN ADMINISTRASI
PERPAJAKAN SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) ADL SURAT YG OLEH WAPA DIGUNAKAN UNT
MELAPORKAN PERHITUNGAN DAN PEMBAYARAN PAJAK YG TERUTANG MENURUT
KETENTUAN PERUNDANG2AN PERPAJAKAN YG BERLAKU. SPT DIPERGUNAKAN DLM
PAJAK2 LANGSUNG DAN MERUPAKAN BENTUK KERJASAMA ANTARA WAPA DG DIRJEN
PAJAK UNT MENENTUKAN BESARNYA JUMLAH PAJAK YG TERUTANG SPT DIBAGI DUA,
YAITU SPT MASSA DAN SPT TAHUNAN. MENGISI SPT MERUPAKAN PERBUATAN HUKUM KRN
ITU SPT WAJIB DIISI SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP) ADL SURAT KEPUTUSAN YG
MENETAPKAN JUMLAH PAJAK TERUTANG; SKP DAPAT BERUPA : SKPKB, SKPKBT, SKPLB,
SKPN.; TDK SEMUA PAJAK MEMPUNYAI SKP (KOHIR) HANYA PAJAK LANGSUNG YG
MENGGUNAKAN SKP
PEMBUKUAN PSL 6 KUHD ADA KEWAJIBAN PEMBUKUAN BG PERSH, NAMUN JIKA TDK
MEMBUAT PEMBUKUAN TDK ADA SANKSI HANYA TERKENA KONSEKUENSI SAJA, HAL INI
TIDAK BISA DIPAKAI DLM PAJAK. BERDASARKAN UU N0 6 TH 1983 SEBAGAIMANA
BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DG UU N0 16 TH 2000 DIADAKAN KETENTUAN YG LBH
TEGAS TTG SIAPA2 YG WAJIB MEMBUAT PEMBUKUAN, YAITU : PERSEROAN YG
MELAKUKAN USAHA; BADAN2 KOPERASI YG MENJADI SUBYEK PPh WAPA PRIBADI
MEMPUNYAI MODAL TERTENTU YANG LAINNYA HANYA DIWAJIBKAN MEMBUAT NORMA
PENGHITUNGAN PEMBUKUAN HRS DISIMPAN 10 TAHUN DAN AKAN DIKENAKAN SANKSI BG
YG TIDAK MEMBUAT PEMBUKUAN (PEMBUKUAN GANDA) DSB, SANKSINYA DIPIDANA MAKS.
3 TAHUN DAN DENDA SETINGGI2NYA 4 KALI JUMLAH PAJAK YG KURANG/TIDAK DIBAYAR.
PEMERIKSAAN ADL SERANGKAIAN KEGIATAN UNT MENCARI, MENGUMPULKAN DAN
MENGOLAH DATA DAN ATAU KETERANGAN LAIN DLM RANGKA PENGAWASAN KEPATUHAN
PEMENUHAN MKEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN PERAT. PERUNDANGAN PAJAK.
DLM MELAKUKAN PEMERIKSAAN , BIASANYA FISCUS MENGAJAK SERTA POLISI
PEMERIKSAAN DIMAKSUDKAN UNT MENEMUKAN DATA2 YG BENAR YG DIPERLUKAN UNT
MENETAPKAN JUMLAH PAJAK WAPA YG SESUAI DG KEADAAN YG SEBENARNYA, KRN ITU
YG JADI SASARAN ADL : 1. INTERPRETASI UU YG TDK BENAR; 2. KESALAHAN HITUNG; 3.
PENGGELAPAN PENGHASILAN SECARA KHUSUS; 4. PEMOTONGAN DANPENGURANGAN
TDK SESUNGGUHNYA, YG DILAKUKAN WAPA DLM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN
PERPAJAKANNYA. PENYIDIKAN PAJAK ADL SERANGKAIAN TINDAKAN PENYIDIK UNT
MENCARI SERTA MENGUMPULKAN BUKTI YG DIPERLUKAN AGAR SEMUA LBH JELAS TTG
TINDAK PIDANA DI BID. PERPAJAKAN YG TERJADI. SELAIN ITU JUGA UNT MENEMUKAN
TERSANGKA SERTA MENGETAHUI BESARNYA PAJAK TERUTANG YG DIDUGA DIGELAPKAN.
PSL 1 KE-1 JO PASAL 6 KUHAP DITENTUKAN BHW PENYIDIK (UMUM) ADL : KE1. PEJABAT
POLISI NEG RI; 2. PEJABAT PNS TERTENTU YG DIBERI WEWENANG KHUSUS OLEH UU DLM
MELAKSANAKAN TUGAS PENYIDIK PNS DIBAWAH KOORDINASI PENYIDIK POLISI
UTANG PAJAK ADL PAJAK YG MASIH HRS DIBAYAR, TERMASUK SANKSI ADMINISTRASI
BERUPA BUNGA, DENDA ATAU KENAIKAN TARIF YG TERCANTUM DLM SKP ATAU SURAT
SEJENISNYA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG2AN PERPAJAKAN. TIMBULNYA
UTANG PAJAK A. AJARAN MATERIIL SUATU UTANG PAJAK TIMBULNYA BUKAN KRN
KETETAPAN FISCUS MELAINKAN KRN UU, YAITU KRN ADANYA TAATBESTAND, YAITU
TAATBESTAND, SUATU KEADAAN, PERBUATAN DAN PERISTIWA YG DPT MENIMBULKAN
UTANG PAJAK MENURUT AJARAN INI, JIKA SEBELUM KETETAPAN KELUAR WAPA
MENINGGAL DUNIA, MAKA UTANG PAJAK BERALIH KPD AHLI WARISNYA B. AJARAN FORMAL
TIMBULNYA UTANG PAJAK KRN DIKELUARKANNYA SKP OLEH FISCUS. JADI SEBELUM ADA
SKP MAKA UTANG PAJAK TDK PERNAH ADA, SHG ORG YG MENINGGAL DUNIA
SEBELUMADANYA SKP KELUAR, MK ORANG TSB BEBAS DR PENGENAAN PAJAK
KEGUNAAN MENGETAHUI SAAT TIMBULNYA UTANG PAJAK : 1. PEMBAYARAN/PENAGIHAN; 2.
MEMASUKKAN SURAT KEBERATAN; 3. PENENTUAN DALUARSA; 4. MENERBITKAN SKP, SKP
TAMBAHAN. HAPUSNYA UTANG PAJAK. 1. PEMBAYARAN; 2. KOMPENSASI; 3. DALUARSA; 4.
PEMBEBASAN; 5. PENGHAPUSAN; 6. PENUNDAAN PENAGIHAN PERLAWANAN PAJAK
DIANTARA RAKYAT TDK AKAN PERNAH MERESAPI DAN MENGHAYATI BHW MEMBAYAR
PAJAK MERUPAKAN SUATU KEWAJIBAN, SHG KALAUPUN ADA KESEMPATAN UNT
MELOLOSKAN DIRI DR KEWAJIBAN MEMBAYAR PAJAK, MAKA IA AKAN MENGGUNAKAN
KESEMPATAN ITU. KEADAAN DMK ITU DINAMAKAN PERLAWANAN TERHADAP PAJAK
PERLAWANAN THD PAJAK ADA DUA , YAITU : 1. PERLAWANAN PASIF : YAITU TERJADI JIKA
MENGHAMBAT DAN MEMPERSULIT PUNGUTAN PAJAK YG DISEBABKAN OLEH : STRUKSUR
EKONOMI SUATU NEG; PERKEMBANGAN INTELEKTUAL DAN MORAL MASY; TEKNIK
PEMUNGUTAN PAJAK. 2.PERLAWANAN AKTIF THD PAJAK MAKSUDNYA, BILA
PERBUATAN/USAHA UNT MEMPERSULIT PUNGUTAN PAJAK YG SEC. LANGSUNG ITU
DITUJUKAN KPD FISCUS DAN BERTUJUAN UNT MENGHINDARI PAJAK PERLAWANAN INI
BERBENTUK : A. TAX AVOIDANCE : YAITU USAHA MERINGANKAN BEBAN PAJAK DG TDK
MELANGGAR UU. DILAKUKAN DG CARA SUROGAT, YAITU MENGURANGI ATAU MENEKAN
KONSUMSINYA THD BARANG2 YG DIKENAKAN PAJAK (TDK MELAKUKAN HAL2 YG
DIKENAKAN PAJAK) B. TAX EVASION : USAHA MERINGANKAN BEBAN PAJAK DG CARA
MELANGGAR UU; C. MISAL : PENGELAKAN/PENYELUNDUPAN PAJAK : SUATU
PERB./TINDAKAN SEDEMIKIAN RUPA AGAR TDK DIKENAKAN PAJAK, KALAUPUN TERPAKSA
HRS MEMBAYAR, PAJAK DITEKAN SEDEMIKIAN RUPA, MISAL : TDK JUJUR DLM MENULIS
PENGHASILANNYA MISAL MALALAIKAN PAJAK (ACUH TAK ACUH MEMBAYAR PAJAK)

https://dokumen.tips/documents/dasar-falsafah-pajak.html

FUNGSI PAJAK

Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara,


khususnya pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan
negara dalam membiayai seluruh pengeluaran yang dibutuhkan,
termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak
mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)


Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara
mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk
membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya.
Sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang
memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan
pendapatan negara.

2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)


Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan
negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut
antara lain:

Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.


Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan
ekspor, seperti: pajak ekspor barang.
Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap
barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).
Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang
membantu perekonomian agar semakin produktif.

3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)


Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan
antara pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan
masyarakat.

4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan
perekonomian, seperti: untuk mengatasi inflasi, pemerintah
menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau
deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang
beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.

Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum
dijumpai di berbagai negara. Untuk Indonesia saat ini pemerintah lebih
menitik beratkan kepada 2 fungsi pajak yang pertama. Lembaga
Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.

Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota


masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai
dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan
Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak, sesuai fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan, penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan
kepada masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut,
Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal
Pajak.

https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya
Ada beberapa fungsi pajak yaitu:

Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak
merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam
negeri pada APBN.
Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah
pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.

Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat
digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga
dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan
dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.

Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka
kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

http://pajakkoe.blogspot.co.id/2013/01/fungsi-dan-klasifikasi-pajak.html

A. Fungsi Pajak

Pajak memegang peranan yang sangat penting bagi suatu negara, karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara, yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kegiatan ekonomi dan sebagai
pemerataan pendapatan masyarakat. Pajak mempunyai fungsi utama sebagai berikut.

1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)


Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara yang menghimpun dana ke kas negara untuk
membiayai pengeluaran negara atau pembangunan nasional. Jadi, fungsi pajak adalah sebagai sumber
pendapatan negara, yang bertujuan agar posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran mengalami
keseimbangan (balance budget).

2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)


Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial. Fungsi mengatur (regulered) tersebut antara lain:
memberikan proteksi terhadap barang produksi dalam negeri, misalnya PPN (Pajak Pertambahan
Nilai);
pajak dapat dipakai untuk menghambat laju inflasi;
pajak dipakai sebagai alat untuk mendorong ekspor, misalnya pajak ekspor barang 0%;
untuk menarik dan mengatur investasi modal yang dapat menunjang perekonomian yang
produktif.

3. Fungsi Pemerataan (Fungsi Distribusi)


Pajak mempunyai fungsi pemerataan artinya dapat digunakan untuk menyeimbangkan dan
menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pajak
berfungsi untuk pemerataan pendapatan masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan ekonomi, misalnya dengan menetapkan pajak yang
tinggi, pemerintah dapat mengatasi inflasi, karena jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Dan, untuk
mengatasi deflasi atau kelesuan ekonomi, pemerintah dapat menurunkan pajak . Dengan menurunkan
pajak, jumlah uang yang beredar dapat ditambah sehingga kelesuan ekonomi yang di antaranya ditandai
dengan sulitnya pengusaha memperoleh modal dapat diatasi. Dengan demikian, perekonomian
diharapkan senantiasa dalam keadaan stabil

http://www.zonasiswa.com/2015/01/fungsi-jenis-jenis-pajak.html

PAJAK DAN PANCASILA

Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi
pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan
menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus
berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance
(kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat
terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan
perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun
yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang
kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara maksimal.
Pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai
falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak
dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban
kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban itu.
Berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar
pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif.
Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih memungkinkan. Dari begitu banyak
dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu orang
yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan
atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri.

BAB II
RUMUSAN MASALAH

Pajak adalah utang anggota masyarakat kepada masyarakat itu sendiri, dan di Indonesia falsafah pajak adalah
Pancasila dan sila silanya dijabarkan dalam undang undang pajak. Pajak yang dipungut oleh pemerintah harus
berdasarkan undang undang dan hal ini dilaksanakan berdasarkan sumber hukum formal pajak yang terdapat
dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Republik Indonesia yang menyatakan : Segala pajak untuk kegunaan kas negara
berdasarkan undang undang dan juga cerminan dari sila ke empat Pancasila.
Yang mana sifat daripada pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada
imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk, namun karena sifat pajak yang seperti inilah maka pajak dalam
kata sehari - hari hampir menyerupai perampasan, perampokan atau pemberian hadiah, sehingga untuk
memberikan paying hukum kepada kegiatan pemungutan pajak maka harus mendapat persetujuan dari rakyat yang
mana dengan membentuk Undang Undang pajak tersebut, namun kenapa harus Undang Undang hal ini
dikarenakan Undang Undang merupakan Produk dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang dipilih secara
langsung dan demokrasi oleh rakyat, sehingga apa yang dibuat dan disetujui oleh DPR maka dianggap rakyat juga
setuju. Namun penerimaan uang pajak tersebut harus digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang
diklasifikasikan kedalam pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Dan untuk mengetahui bagaimana penggunan uang pajak tersebut dijalankan maka Pemerintah membuat
rancangan APBN yang diajukan kepada DPR untuk mendapat pengesahan dan dituangkan dalam bentuk undang
undang, dan kemudian pemerintah diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan APBN
tersebut untuk mendapat pengesahan dari DPR dan dimuat dalam undang undang formal.
Dalam pajak ada juga pengecualian, hal ini berdasarkan pada sila kelima Pancasila yang menyatakan Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sehingga pengenaan pajak harus berdasarkan pada rasa keadilan, sehingga
anak anak, wanita dan tidak mempunyai penghasilan atau pendapatannya berada dibawah pendapatan rata rata
yang ditentukan PPh maka tidak dikenakan pajak. Dan bagi mereka diluar dari hal tersebut haruslah wajib membayar
pajak yang mana hal ini sebenarnya hampir sama dengan zakat.
Pajak dapat dipaksakan dan bersanksi denda dan/ atau sita sedangkan zakat sanksi berupa Dosa yang akan
diperhitungkan saat kita di akhirat bagi mereka yang percaya akan Tuhan dan cerminan dari sila kesatu Pancasila.
Karena sifat pajak yang dapat dipaksakan maka agar kemanusian yang adil dan beradab yang merupakan cerminan
dari sila kedua Pancasila maka undang undang yang merupakan payung hukum dari pajak haruslah dirancang dan
susun secara hati hati, adil dan lain-lain

BAB III
PEMBAHASAN

1. Beberapa ahli memberikan pengertian antara pajak antara yang satu dengan yang lainnya.

Diantara beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli adalah sebgai berikut.
a) Menurut Sommerfeld: pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta
kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imabalan kemabali yang langsung dan
seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas tugasnya dalam pemerintahan
b) Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro: pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepad negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk
membiayai public investment. Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak ialah:
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya;
Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat dikenakan sanksi;
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra[restai secara langsung oleh pemerintah;
Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah;
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus,
dipergunakan untuk membiayai public investment.

2. Makna sila kemanusiaan yang adil dan beradab ( sila kedua )

Pokok pikiran dari sila kemanusiaan yang adil dan beradap sbb:
Menempatkan manusia sesuai dengan tempatnya sebagai mahluk tuhan,Maksudnya itu mempunyai sifat universal.
Menjunjung tinggi kmerdekaan sebagai hak segala bangsa.ini juga universal,bila di terpkan di indonesia barang
tentu bangsa indonesia menghargai dari setiap warga negara dalam masyarakat indonesia.sila ini mengandung
prinsip menolak atau menjauhi suatu yang bersumber pada ras.dan mengusahakannn kebahagiaan lahir dan batin.
Mewujudkan keadilan dan peradapan yang tidak lemah.yang dituju bangsa indonesia adalah keadilan dan
peradapan yang tidak pasif.,yaitu perlu pelurusan dan penegakan (hukum) yang kuat jika terjadi
penyimpangan.keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan masyarakat.
Hak kebebasan dan kemerdekaan dijunjung tinggi.dengan adanya prisip ini jika dalam masyarakat ada kelompok
ras,kita tidak boleh bersifat ekslusif menyendiri satu sama lain.Di indonesia dasar hidup masyarakat persatuan dan
kesatuan yang jika di hubungkan dengan prinsip kemanusiaan itu,maka rasionalismeharus tidak ada.oleh karena
itudi indonesia diharapkan selalu tumbuh dan berkembang kebahagiaan lahir dan batin.
Mewujudkan keadilan dan peradapan yang tidak lemah berarti diusahakan perwujudannya secara positif.jika ada hal
yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku,harus dilakukan tindakan yang setimpal.Prinsip
manusia adalah nilai-nilai yara di masyarakat indonesia sudah terpelihara sejak dahulu.nilai itu di perkuat dengan
datangnya agama besar di indonesia dan di anut bangsa indonesia.suasana demikian itu menumbuhkan suasana
keakrapan,walaupun pada masa dahulu semangat ini mulai kendor,karena fenomena disintregasi yang menampilkan
konflik yang disertai dengan tindakan anarkis kekerasaan,dan tindakan yang merendahkan martabat
manusia.landasan kehidupan masyarakat indonesia beranjak dari senasib dan sepenanggungan dan kemanusiaan
dalam arti luaspersaudaraan dalam arti luas dan meneruskan kebiasaan setia secara mufakat.

A. Ketentuan Umum
Subjek pajak tidak dapat disamakan dengan wajib pajak, dalam UU No.16 tahun 2000 pasal 1 huruf (a) dikatakan
bahwa wajib pajak sebagai orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan,
ditentukan melakukan kewajiban pajak, dan pasal 2 ayat (1) UU PPh menentukan yang menjadi subjek PPh adalah
orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan dan bentuk usaha tetap yang memenuhi syarat syarat subjektif
dan sekaligus menjadi wajib pajak jika memenuhi syarat syarat objektif.
Pajak memiliki masa pajak sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang yang kurang dari satu tahun
atau 12 bulan berturut turut dan khusus orang luar negeri menurut traktat menyatakan dalam waktu lebih 183 hari
berada di Indonesia dianggap sebagai wajib pajak dalam negeri. Dan untuk mengetahuinya ada surat pemberitahuan
yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang sesuai
peraturan perpajakan. Dan dalam surat pemberitahuan masa atau SPT untuk memberitahukan pajak yang terutang
dalam suatu masa/ bagian dari satu tahun. Kemudian ada surat pemberitahuan tahunan mengenai pemberitahuan
data yang relevan dan jumlah pajak yang terutang dalam satu tahun pajak hanya untuk PPh, ada juga surat setoran
pajak yang digunakan melakukan pembayaran pejak yang terutang dikas Negara, dan surat tagihan pajak (STP)
untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau untuk menagih sanksi yang berupa bunga atau denda administrasi,
kemudian ada surat ketetapan pajak yang menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang
harus dibayar, dan selanjutnya ada surat ketetapan pajak tambahan (SKPT) yang menambah kumlah pajak yang
telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak, dan ada juga surat keputusan kelebihan pembayaran pajak (SKKPP)
yang menentukan kelebihan pembayaran pajak yang telah dibayar/ dipotong/ dipungut karena pajak yang telah
dibayar, dipotong/ dipungut lebih besar dari pajak yang terutang. Dan ada surat pemberitaan dari Direktorat jenderal
pajak kepada wajib pajak yang memberitahu bahwa jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak
yang sudah dibayar. Dan ada juga pajak yang terutang yang mana harus dibayar pada suatu saat dalam masa tahun
pajak sesuai dengan peraturan pajak.
Ada juga berupa surat paksa yang berbentuk ketetapan/ beschiking untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan
pajak yang mengaturnya, dan ada berupa kredit pajak untuk memperhitungkan jumlah pajak yang telah dibayar
sendiri oleh wajib pajak dengan pajak yang terutang, dan kemudian ada pekerjaan bebas (profesi) yang mana
pekerjaan bebas yang dilakukan seseorang yang mempunyai keahlihan khusus dalam suatu bidang tertentu sebagai
usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat dalam suatu hubungan kerja, dan yang terakhir adalah
tindakan pemerikasaan yang dilakukan oleh petugas perpajakan dalam ragka melaksanakan pemeriksaan terhadap
wajib pajak untuk mencari bahan bahan guna perhitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus
dibayar.

B. Subjek Pajak dan Wajib Pajak

Dalam hal subjek pajak terbagi atas beberapa bagian yakni subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri
(pasal 2 ayat (4) UU No. 17 tahun 2000 yang bermula dan berakhirnya subjek pajak tidak ditentukan dalam undang
undang melainkan ditentukan dalam penjelasan. Warisan yang belum terbagi mulai menjadi subjek pajak
penghasilan pada saat timbulnya warisan, yakni pada saat pewaris meninggal dunia, dan pada subjek badan usaha
milik Negara / daerah, yayasan, koperasi dan bentuk usaha tetap yang juga merupakan subjek pajak pada saat
badan usaha milik Negara/ daerah, yayasan, koperasi dan bentuk usaha tetap tersebut didirikan dan berdomisili di
Indonesia.
Dan kemudian dalam hal wajib pajak hampir sama dengan subjek pajak dimana terdapat wajib pajak dalam negeri
dan wajib pajak luar negeri yang mana harus memenuhi syarat syarat objektif.

C. Objek Pajak

Yang dapat dijadikan objek pajak sangatlah banyak baik itu keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Dan objek pajak
ada yang objek pajak langsung yang dikenakan pda objek dapat dipengaruhi keadaan wajib pajak dan objek pajak
tidak langsung tidak dipengarui oleh keadaan wajib pajak tetapi objek pajak saja yang menentukan. Objek pajak
haruslah didefenisikan dengan tepat dan jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran lain diluar peraturan
perundang undangan, dan objek pajak yang pernah berlaku di Indonesia terdiri dari :
1. Objek pajak pendapatan (Ordonansi PPd 1944, stb 1944 No.17)
2. Objek pajak perseroan (Pasal 1 dan 3 Ordonansi 1925, stb 1925 No. 319)
3. Objek pajak penghasilan ( Undang Undang No. 7 Tahun 1983, LN 1983 No. 50)
4. Objek pajak kekayaan (Stb. 1932 No.405) tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986
5. Objek pajak penjualan (pajak tidak langsung, Undang Undang No.19 Drt. Tahum 1951, LN 1951 No.94) tidak
berlaku lagi
6. Objek pajak pertambahan nilai (Undang Undang No. 8 tahun 1983)
7. Objek pajak rumah tangga (Stb. 1908 No.13) tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986
8. Objek pajak kendaraan bermotor (Stb. 1934 No.718)
9. Objek bea balik nama kendaraan bermotor (Perpu No. 27 tahun 1959 No.144)
10. Objek pajak anjing (lembaran kotapraja Jakarta raya No. 24 tahun 1959) pajak sepeda (lembaran kotapraja
Jakarta raya no. 6 tahun 1958)
11. Objek pajak jalanan (lembaran kotapraja Jakarta raya No. 25 tahun 1959) tidak berlaku lagi mulai 01-01-1986

D. Lembaga Perpajakan, Unsur Pajak dan Lembaga Administrasi Pajak

Pembuatan undang undang pajak merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan berkesinambungan sepanjang
masa, selalu bekerja dalam membuat pajak baru, mengadakan perubahan perundang undangan pajak atau
menghapuskan pajak pajak yang lama dan dibuat penjelasannya guna mendapat kejelasan dan kepastian hukum.
Dan agar Negara dapat mengenakan pajak dengan tepat diperlukan data data dari wajib pajak, baik mengenai
objeknya maupun subjeknya disamping undang undang yang bersangkutan.
Dan untuk mencegah penyeludupan data tersebut Direktorat jenderal pajak membentuk lembaga pengumpulan data
yang pada waktunya dapat digunakan untuk mengadakan pengecekan kebenaran surat pemberitahuan wajib pajak.
Yang mana surat pemberitahuan pajak (SPT) merupakan alat untuk realisasi kerja sama antara wajib pajak dan
administrasi pajak dan kemudian diolah dan dikeluarkannya surat ketetapan pajak dan proses ini dilakukan lembaga
pemberitahuan pajak, namun tidak semua hutang pajak mempunyai surat ketetapan pajak (SKP).
Pajak juga mempunyai Lembaga keberatan pajak yang menjadi saran dan saluran hukum yang member kesempatan
kepada wajib pajak untuk mencari keadilan apabila ia merasa bahwa dirinya diperlakukan tidak sebagaimana
mestinya dan tidak diberlakukan adil oleh pihak administrasi pajak. Selain itu ada juga lembaga peradilan pajak yang
memberikan perlindungan pada wajib pajak.
Hukum pada umumnya memaksa karena hukum tanpa sifat paksa tiada gunanya, dan dalam hukum pajak yang
merupakan hukum public alat paksa tersebut dapat diterpakan secara langsung tanpa ada proses pesidangan di
pengadilan inilah yang disebut parate executie, yang mana kepala inspeksi pajak dapat mengeluarkan surat paksaan
tentang penagihan hutang pajak. Namun dalam pajak ada juga pengawasan yang sangat penting dalam manajemen
perpajakan. Dan pajak akan terealisasi jika ada lembaga pelaksananya, dan pada dasarnya disebut dengan
administrasi pajak, yang merupakan bagian dari Departement keuangan yang terdiri dari Direktorat Jenderal Pajak
dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan pada sila kelima Pancasila yang menyatakan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, jadi
pajak harus mengaacu terhadap sila-sila yang berlaku di negeri ini, agar supaya masyarakat di indonesia bisa
merasakan manisnya hidup di tanah air tercinta ini.
Maka dengan pembayaran wajib pajak setidaknya harus lebih fokus pada orang-orang yang berpenghasilan di atas
rata-rata. Supaya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia benar-benar menjadi bukti bahwa pancasila itu
mementingkan pihak yang lemah dan yang paling membutuhkan.

2. Saran-saran
a. Agar indonesia mendahulukan masyarakat yang lemah, demi membangun indonesia lebih maju
b. Agar pembayaran pajak di hususkan bagi kalangan menengah ke atas
c. Apabila masyarakat yang kurang mampu tidak membayar pajak, sanksinya di tiadakan
d. Pemerintah seharusnya membuat UU tentang perlindungan pajak bagi orang tidak mampu
e. Bagaimana pancasila di korelasikan dengan UU yang akan di berlakukan.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

- Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,


Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung
- Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung
Muqodim, 2000. Perpajakan Buku Satu, UII Press dan Ekonesia , Jogyakarta
Brotodiharjo Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung
- Alrasid,Harun. Naskah UUD 1945, 2003. Universitas Indonesia, UII Press
Hostaritua, Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
http://umar-faruq.blogspot.co.id/2012/12/hubungan-pancasila-dengan-pajak.html

FALSAFAH PAJAK DI INDONESIA


A. PAJAK DAN PANCASILA
Pancasila merupakan dasar falsafah segala sesuatu yang hidup dimasyarakat Indonesia,
dan sumua perangkat hukum berdasarkan Pancasila. Hukum pajak yang tertuang dalam
perundang-undangan pajak dengan sendirinya harus berlandaskan Pancasila.
Pajak Harus berdasarkan Pancasila, karena Pancasila merupakan landasan Idiil negara
untuk mencapai tujuannya yaitu : suatu masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan material
yang merata. Untuk mencapai tujuan itu diperluakan uang, dan pajak merupakan sumber
keuangan utama untuk mencapai tujuan itu. Pajak yang merupakan realisasi bakti rakyat kepada
pemerintah dalam hidup bersama mengandung sifat kegotong-royongan dan kekeluargaan yang
juga terdapat dalam Pancasila.
Pajak sebagai sarana utama di sampung minyak untuk mencapai tujuan negara tidak
semata-mata digunakan fungsinya yang budgeter, tetapi juga digunakan fungsinya yang
mengatur. Jadi baik Pancasila maupun pajak merupakan dua unsure yang sangat memegang
peranan dalam pembangunan masyarakat Indonesia.
Pancasila dapat dijabarkan dalam pajak, karena pajak tidak lain adalah merupakan
penjelmaan dari kekeluargaan dan gotong-royong rakyat, dimana memberikan baktinya berupa
uang dengan tidak mendapatkan imbalan yang secara langsung, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran untuk kepentingan umum, yang akhirnya mencakup kepentingan
individu. Apa yang berasal dari wajib pajak yang hanya merupakan sebagian hasil dari
masyarakat, digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat, juga untuk kepentingan mereka yang
tidak membayar pajak, sehingga Nampak adanya pemerataan.

B. TRANSFORMASI PANCASILA DAN PAJAK


1. Hubungan Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa dengan Pajak,
bahwa pajak yang dipungut oleh negara tidaklah bertentangan dengan Ketuhanan yang Maha
Esa, karena dalam Kitab Suci agama yang diakui di Indonesia, Tuhan juga memerintahkan
manusia untuk membayar zakat atau sepersepuluh untuk diguunakan bagi kepentingan orang
miskin atau kepentingan masyarakat umum, tanpa imbalan secara langsung.
2. Hubungan Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dengan Pajak. Hubungan ini tersirat
dalam segi hukum dari pajak. Pajak selain harus memenuhi keadilan harus juga sesuai dengan
peradaban manusia, khususnya peradaban yang terdapat di Indonesia. Keadilan yang merupakan
salah satu syarat hukum dari pajak tercermin dalam perinsip non diskriminasi, prinsip daya pikul,
artinya bahwa orang dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama, dan tidak
dibenarkan mengadakan perlakuan yang berlainan terhadapnya, tidak memandang bangsa,
ideology, dan aliran lainnya. Kemanusiaan artinya bahwa perlakuan terhadap wajib pajak harus
secara manusiawi. Perlakuan manusiawi tidak boleh melanggar hak asasi manusia dan harus
layak bagi manusia dan tindakan sewenang-wenangan terhadap wajib pajak harus dihindarkan.
Pungutan yang melampaui batas sehingga tidak memungkinkan manusia hidup secara layak
adalah melanggar kemanusiaan yang beradab. Atau dapat dikatakan pajak yang memenuhi
syarat-syarat kemanusiaan yang adil dan beradab tidak saja tercakup dalam undang-undang saja
tetapi juga tersimpul dalam pelaksanaannya, khususnya mengenai sikap pajabat yang
mempunyai tugas melaksanakan peraturan perpajakan.
3. Hubungan Sila Ketiga, Persatuan Indonesia dengan Pajak.
Sila ketiga dijabarkan dalam pajak, karena pajak merupakan sun-mber keuangan utama untuk
mempertahankan persatuan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 yang menjadikan
komitmen bangsa untuk membangun Indonesia, karena hidup suatu bangsa tergantung pada
adanya pendapatan negara yang merupakan jiwa untuk kelangsungan dan kesinambungan hidup
bangsa. Tanpa pendapatan yang sebagian besar berasal dari Pajak, bangsa Indonesia sebagai
persatuan yang nyata tidak mungkin tetap mandiri dan langsung hidup. Dengan cara berfikir
yang demikian maka pajak merupakan alat pemersatu bangsa yang mutlak.
4. Hubungan Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat dan Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan dengan Pajak.
Hal ini tercermin dalam pasal 23 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa semua pajak untuk
negara berdasarkan undang undang. Kerakyatan mengandung arti bahwa rakyat dalam ikut
menentukan pajak tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui wakilnya dalam DPR
( Dewan Perwakilan Rakyat) yang merupakan representative rakyat yang dipilih secara langsung
dan demokrasi oleh rakyat itu sendiri.
5. Hubungan Sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dengan Pajak. Pajak
merupakan suatu alat untuk pembiayaan masyarakat, yaitu untuk membiayai pengeluaran untuk
kepentingan masyarakat umum. Tidak semua orang bertempat tinggal di Indonesia membayar
Pajak, tetapi hanya sebagian saja yang membayar. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari pajak itu
digunakan untuk kepentingan bersama, juga untuk kepentingan rakyat yang tidak membayar
pajak. Disinilah letak pemerataan dari pajak. Pembangunan yang sebagian besar dibiayai dari
hasil pajak dinikmati oleh seluruh Rakyat Indonesia, tidak pandang apakah rakyat itu ikut
memikul beban pajak atau tidak.

C. PAJAK DAN KONSTITUSI


Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik
untuk negara selaku pemungut pajak ( fiscus) maupun kepada rakyat selaku wajib pajak.
Di negara-negara yang menganut paham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak
harus ditetapkan dalam undang undang. Dalam Konstitusi kita yakni Undang-Undang Dasar
1945 dicantumkan pasal 23 ayat (2) sebagaimana telah diamandemen ke tiga menjadi pasal
23(A) sebagai dasar hukum pemungutan pajak oleh negara, dalam pasal itu ditegaskan bahwa
pengenaan dan pemungutan pajak untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan
undang-undang. Yang menjadi pertanyaan Apa rationya sehingga pemungutamn pajak harus
berdasarkan undang-undang?
Sebagaimana diketahui bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari sector swasta ke
sector pemerintah (untuk membiayai keperluan negara) tanpa ada jasa timbale (tegen prestasi)
yang langsung ditunjuk. Jadi pajak di sini adalah merupakan kekayaan rakyat yang diserahkan
kepada negara.
Biasanya peralihan kekayaan dari sector satu, ke sector lain tanpa adanya kontraprestasi
(jasa timbal), hanya dapat terjadi, bila terjadi suatu hibah, kekerasan, dan perampasan atau
perampokan.
Maka dari itu sebabnya di Inggris berlaku suatu dalil yang berbunyi No taxation
representation (tidak ada pajak tanpa undang-undang) dan Amerika : Taxation without
representation is rubbery ( pajak tanpa undang-undang adalah perampokan).[5]
pasal 23 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana telah diamandemen ke tiga menjadi pasal
23(A) mempunyai arti yang amat dalam yaitu menetapkan nasib rakyat. Berbagai caranya rakyat,
sebagai bangsa, akan hidup dan dari mana didapatnya belanja hidup, harus ditetapkan oleh rakyat
itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai wakil atau representative
rakyat Indonesia.
Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.Oleh karena
penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala
tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak, harus ditetapkan dengan
undang-undang dengan persetujuan wakil-wakil mereka yang duduk di lembaga Legislatif.
Itulah sebabnya mengapa rakyat selalu berusaha untuk memilih wakil-wakil mereka yang
dipandang mampu dan sanggup memperjuangkan cita-cita dan perjuangan mereka. Suatu
undang-undang misalnya, undang-undang pajak, meskipun masyarakat merasakannya sebagai
beban, tetapi karena sudah disetujui oleh wakil mereka maka ini diterima sebagai suatu undang-
undang yang sah mengikat mereka.
Dengan ditetapkannya pajak dalam bentuk undang-undang ini, berarti pajak bukan
merupakan perampasan hak/kekayaan rkyat karena sudah disetujui oleh wakil-wakil rakyat. Juga
tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran sukarela, oleh karena pajak mengandung kewajiban
bagi rakyat untuk mematuhinya dan bila rakyat tidak memenuhi kewajibannya dapat dikenakan
sanksi.
Kalau pajak didasarkan kepada kesukarelaan saja, maka sudah dapat dipastikan bahwa
uang yang masuk ke kas negara mungkin tidak berarti sama sekali, bahkan dapat dikatakan
rakyat tidak akan berkeinginan menyerahkan begitu saja hasil yang diperolehnya dengan susah
payah tanpa ada jasa timbale (kontraprestasi).
Disamping adanya UU yang memebrikan jaminan hukum kepada wajib pajak agar
keadilan dapat diterapkan, maka faktor lainnya yang harus diperhitungkan oleh negara adalah
agar pembuatan peraturan pajak diusahakan agar mencerminkan rasa keadilan, bagi wajib pajak,
sebab tingkat kehidupan serta daya pikul anggota masyarakat tidak sama. Anggota masyarakat
ada yang mampu, kurang mampu dan tidak mampu.[6]
http://3rp98.blogspot.co.id/2012/03/sedikit-pengetahuan-tentang-pajak-dan.html

PAJAK

II. Peran pajak sebagai alat pengatur kebijakan sosial


Pajak merupakan salah satu penghasilan atau penerimaan yang sangat penting bagi
pemerintah untuk mencapai tujuan ekonomi, sosial, politik. Peranan pemerintah yang sangat
menonjol dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang sangat membutuhkan biaya yang
cukup besar menyebabkan pemerintah cenderung untuk memungut pajak sampai mencapai
tingkat penerimaan pajak yang sangat optimal. Pajak yang ditarik ini terutama untuk
pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik saat ini
sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak dan dua penyumbang penerimaan terbesar
adalah pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn).
Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi
mengatur. Dalam fungsi ini pajak mengarahkan atau digunakan sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi sosial. Melalui pajak pemerintah bisa
mengatur pertumbuhan ekonomi, karena pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya: dalam rangka menarik penanaman modal baik dari dalam negeri maupun luar
negeri diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, Pemerintah menerapkan bea masuk untuk produk luar negeri.
Fungsi pajak sebagai regulasi atau pengatur berkaitan dengan pajak untuk mengatur
alokasi sumber-sumber ekonomi, stabilitasi, distribsi pendapatan dari berbagai kelompok
masyarakat. Dalam hal ini pajak merupakan salah satu instrument yang dapat digunakan untuk
mengatur ekonomi, sehingga dinamika nasional berjalan sesuai yang diharapkan. Pemanfaatan
dana pajak dalam APBN didistribusikan ke masing-masing departemen selaku penanggungjawab
dalam memanfaatkan dana. Artinya pajak yang dibayarkan akan dikembalikan kepada
masyarakat dalam bentuk fasilitas umum yang diberikan pemerintah misalnya perbaikan jalan
yang rusak dan pembangunan jalan tol, penyelenggaraan pendidikan nasional, pemeliharaan
kesehatan masyarakat, penanggulangan bencana alam, penyelenggaraan pertahanan dan
keamanan.
http://winnoviyana.blogspot.co.id/2012/10/makalah-peran-pajak-sebagai-alat-untuk.html

PENERAPAN FUNGSI PAJAK


MENGATUR (REGULEREND)
POSTED BY FATCHUR ROCHMAN MAY 19, 2016 LEAVE A COMMENT

FILED UNDER FUNGSI MENGATUR, FUNGSI PAJAK, PAJAK

Fungsi regulerend atau fungsi mengatur merupakan fungsi tambahan, karena fungsi ini hanya sebagai

pelengkap dari fungsi utama pajak. Fungi regulerend/ pengaturan yaitu pajak digunakan sebagai
pengatur/ melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang sosial, ekonomi, dan lainya dalam

mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Adapun penerapan fungsi regulerend pajak

diantara dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri, diberikan berbagai macam

fasilitaskeringana pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan

bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri; pajak atas minuman keras ditinggikan untuk

mengurangi kosumsi.[1]

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam

pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai

semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Secara Umum, penerapan fungsi pajak

sebagai alat pengatur (regelend) dalam bidang sosial dan ekonomi, antara lain

1. Menunda Penghasilan

Misalnya, pembukuan perusahaan ditutup pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Desember tersebut

terdapat lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah harus

dibayar paling lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya. Di samping itu, angsuran PPh Pasal 25 tahun

berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila memungkinkan, pengusaha dapat melakukan

pendekatan kepada konsumen dan menjual barangnya pada awal bulan Januari tahun berikut. Dengan

demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun.[2]


1. Mempercepat Pembebanan Biaya

Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat

segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor.

Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat

menunda pembayaran pajak setahun. Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan biaya

seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal

4 (2) sudah harus dilakukan. Untuk itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan aspek perpajakan

yang satu ini. Ketika perusahaan untung, alternatif mempercepat pembebanan biaya seperti di atas

akan lebih efektif karena PPh Badan dapat diturunkan sampai dengan 30% dari total biaya yang

dibebankan, sedangkan dari sudut PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4(2), perusahaan harus memotong

pajak sebesar masing-masing 6% atau 7,5% dan 10%.[3]


1. Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar

Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, perusahaan harus memperoleh keyakinan yang cukup bahwa pajak

yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas

negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan karena pada saat pemeriksaan pajak petugas akan

menempuh prosedur konfirmasi ke bank tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut

disetorkan atau ke KPP tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya. Salah satu caranya
adalah dengan melakukan ekualisasi setiap bulan antara bukti fisik pemungutan PPh 22 dan/atau

pemotongan PPh 23 dengan Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika timbul selisih,

atas selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti dengan cara meminta pihak pemungut/pemotong

pajak untuk menyerahkan bukti pemungutan/ pemotongannya.[4]


1. Mengajukan Permohonan Pengurangan Pembayaran Angsuran

Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan perusahaan,

Kepala KPP tidak memberikan keputusan, permohonan tersebut dianggap diterima dan perusahaan

dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang

tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam tahun pajak berjalan perusahaan

mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut

lebih dari 150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25,

besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus

dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh perusahaan sendiri

atau Kepala KPP terdaftar.[5]


1. Mengelola Transaksi yang Biayanya Tidak Boleh Dikurangkan Secara Fiskal

Seringkali staf akunting perusahaan menggunakan istilah yang kurang tepat untuk biaya-biaya

tertentu sehingga pada waktu pemeriksaan pajak biaya-biaya tersebut tidak dapat dikurangkan.

Contohnya:

1. Biaya promosi, biaya keamanan, biaya pemasaran dibukukan dengan nama sumbangan.
Berdasarkan pasal 9 (1) huruf g UU PPh, sumbangan tidak diperkenankan dikurangkan sebagai
biaya.
2. Biaya perjalanan dinas dibukukan sebagai biaya perjananan direksi yang mengesankan
sebagai biaya liburan direksi.
3. Biaya latihan pegawai dibukukan sebagai biaya rekreasi pegawai.
4. Pemberian uang tips kepada oknum di institusi tertentu atau dalam rangka pengurusan
dokumen dicatat sebagai biaya lain-lain atau biaya entertainment yang tak bisa didukung dengan
daftar entertainment. [6]
5. Penyertaan pada Perseroan Terbatas Dalam Negeri

Penyertaan modal saham pada PT dalam negeri dapat dilakukan atas nama PT atau perorangan.

Apabila modal saham atas nama perorangan, dividen yang diperolah perorangan tersebut dikenakan

PPh Pasal 23. Akan tetapi, apabila modal sahamnya atas nama PT dan atau BUMN/D, sebagaimana

diatur di dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh, penerimaan dividen tersebut bukan merupakan objek

pajak sepanjang dipenuhi kriteria berikut:

1. Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan


2. Kepemilikan saham Perseroan Terbatas dan BUMN/D pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor, dan
3. Perseroan Terbatas dan BUMN/D tersebut harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham
tersebut. [7]
Syarat yang tercantum di butir a di atas mengandung pengertian bahwa kalau ternyata dividennya

tidak dibagikan dari Retained Earning, tapi dari konversi agio saham, dividen tersebut otomatis

menjadi objek pajak. Untuk PT dan BUMN/D yang hanya bersifat sebagai investment holding dan

memperoleh penghasilan hanya dari dividen anak perusahaan, sesuai dengan persyaratan di atas,

dividen tersebut menjadi objek pajak. Agar dividen tersebut diperlakukan sebagai non objek pajak,

investment holding company tersebut harus punya usaha aktif secara minimal.[8]
1. Merger antara Perusahaan yang Terus Menerus Rugi dengan Perusahaan yang Laba

Dalam satu kelompok usaha kadangkala terdapat perusahaan yang terus merugi selama beberapa

tahun, sedangkan perusahaan lainnya mudah menghasilkan laba. Secara kelompok perusahaan harus

membayar PPh Badan atas laba yang lebih besar dari laba sebenarnya. Menurut Surat Edaran Dirjen

Pajak Nomor: SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999, bila kedua perusahaan tersebut digabungkan,

akumulasi kerugian perusahaan yang merugi tersebut dapat dialihkan ke perusahaan gabungan

sepanjang sebelumnya telah dilakukan revaluasi aktiva tetap. Bila kedua perusahaan tersebut

digabungkan, secara konsolidasi perusahaan membayar atas laba sebenarnya.[9]


1. Transaksi Afiliasi
1. Jenis transaksi afiliasi yang sangat berisiko bila ditinjau dari aspek perpajakan[10], di
antaranya: :
2. Untuk transaksi usaha, Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya
penghasilan dan biaya untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak
yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
3. Untuk pinjaman, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan tingkat bunga yang wajar
atas transaksi utang piutang antar pihak yang mempunyai hubungan isitimewa. Hal ini berarti
akan merugikan perusahaan karena perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 berdasarkan
tingkat bunga wajar dan ada kemungkinan dikenakan sanksi oleh pihak pajak karena kurang
memotong. Bagi perusahan induk, atas penghasilan bunga tersebut akan dikoreksikan positif
sehingga laba kena pajak akan lebih tinggi.
4. Atas transaksi utang piutang berupa reimbursment cost yang biasa dilakukan antar
induk dan anak perusahaan memiliki kemungkinan adanya implikasi perpajakan berupa
kewajiban memungut PPN dan/ atau memotong PPh Pasal 23. Hal ini dapat terjadi apabila
pihak pajak mengindikasikan adanya objek pemungutan PPN dan objek pemotongan pajak
atas transaksi utang piutang affiliasi tersebut.
5. Hal-hal yang harus dilakukan[11]:
2. Diupayakan semaksimal mungkin agar transaksi pembelian barang atau pun pemanfaatan
jasa, yang biasanya dilakukan melalui induk perusahan, dapat dilakukan langsung oleh perusahaan
yang menggunakannya. Dengan demikian, tidak muncul adanya transaksi utang afiliasi antara
anak perusahaan dengan induk perusahaan. Dengan cara ini, dapat diminimalkan risiko adanya
pemungutan PPN maupun pemotongan PPh Pasal 23 karena transaksi utang piutang afiliasi.
3. Dalam hal dilakukan pemberian pinjaman kepada anak perusahaan tanpa bunga, harus
terpenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam Surat Dirjen Pajak No. S-165/PJ.312/1992 tanggal
15 Juli 1992 yaitu :
Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan
bukan berasal dari pihak lain;
Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan
penerima pinjaman telah setor dalam keadan seluruhnya;
Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi;
Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan
usahanya.
Apabila salah satu dari keempat unsur di atas tidak terpenuhi, atas pinjaman tersebut akan

dilakukan koreksi oleh kantor pajak dan menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar. Hal ini

akan menambah beban biaya bagi perusahaan. Karena itu, apabila ada transaksi pinjam meminjam

antara perusahaan dengan induk perusahaan, perlu dibuat perjanjian pinjaman yang sekurang-

kurangnya memuat tentang pokok pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga yang dibebankan.

Seandainya tidak ada pembebanan bunga, hal tersebut harus secara tegas dinyatakan di dalam

perjanjian tersebut.[12]
1. Piutang Tak Tertagih

Menurut UU PPh pasal 6 (1) huruf h, piutang yang nyata-nyata tidak dapat tagih dapat

dibebankan sebagai biaya dengan syarat :

1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan rugi-laba komersial;


2. Telah diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antar
kreditur dan debitur yang bersangkutan;
3. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DirjenPajak.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif, sedangkan syarat kedua dan ketiga tersebut tidak

mudah dilakukan oleh perusahaan. Syarat kedua dapat dilakukan dengan memberitahukan bukti

publikasi yang sudah didapatkan. Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu dengan menjual piutang

kepada pihak lain (debt factoring) dengan harga setelah dikurangi penghapusan piutang yang tertagih

tersebut dan mengurangkan kerugian penjualan tersebut sebagai beban.[13]


1. Bunga Pinjaman dan Deposito

Seringkali uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau dua bulan perusahaan

investasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 131 tahun 2000[14], atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat

final sebesar 20%. Bila perusahaan tidak mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan

tetapi, bila perusahaan tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat

bunga deposito, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran

Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan

sebagai biaya.[15]
1. Biaya Entertaiment

Seringkali perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal langsung melakukan koreksi fiskal

positif atas biaya entertainment. Dengan demikian, perusahaan akan membayar pajak lebih besar

30% dari total biaya entertainment yang dikoreksi positif. Untuk menghindari beban pajak yang

seharusnya, perusahaan membuat Daftar Nominatif dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh

Badan serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian,
perusahaan akan memperoleh penghematan pajak sebesar 30% dari biaya entertainment yang boleh

dikurangkan.[16]

Beberapa contoh lain mengenai penerapan fungsi pajak sebagai fungsi pengatur (regelend)

dalam bidang sosial dan ekonomi adalah:

1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup
konsumtif.
2. Tarif Pajak Progresif dikenakan atas penghasilan agar pihak yang memperoleh penghasilan
tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan
pendapatan
3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, hal ini dilakukan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa Negara.

Penerapan fungsi pajak sebagai alat pengatur (regulerend) dalam bidang sosial dan ekonomi juga

dapat dilihat dari banyak aspek. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam

negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka

melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar

negeri; Pajak atas minuman keras ditinggikan untuk mengurangi konsumsi.

Fasilitas perpajakan sebagai perwujudan dan fungsi pajak regulerend yang terdapat dalam UU No. 1

tahun 1967[17] tentang Penanaman Modal Asing jo UU No.11 tahun 1970[18] adalah Bea Materai

Modal, Bea Masuk dan Pajak Penjualan, Bea Balik Nama, Pajak Perseroan seperti kompensasi kerugian

seperti yang diatur alam pasal 7 ayat 1 Ordonansi Pajak Perseroan 1925.

Fasilitas perpajakan sebagai perwujudan dari fungsi pajak regulerend yang terdapat pada pasal 16 UU

No. 11 tahun 1970 ditujukan kepada badan-badan baru yang menanam modalnya di bidang produksi

yang mendapat prioritas dari Pemerintah, Menteri Keuangan berwenang memberikan pembebasan

pajak perseroan untuk jangka waktu 2 tahun masa bebas pajak terhitung dari saat perusahaan

tersebut mulai berproduksi.

Fungsi regulerend dalam tax raform 1983 dapat ditemukan dalam memberikan kesempatan kepada

koperasi supaya berkembang. Ditentukan bahwa penghasilan Koperasi dari dan untuk anggota tidak

dianggap sebagai penghasilan. Juga kepada wajib pajak yang menanamkan modalnya di daerah

terpencil dapat memperoleh kemudahan dalam penyusutan harta yang dimiliki dan dipergunakan

dalam perusahaan.

Demikian pula unsur regulered pada UU PPN 1984 dapat ditemukan tarif 0% untuk barang-barang

esensial dan tarif 10% dan 35% untuk barang mewah. Dalam UU PPB 1985 dapat ditemukan ketentuan

tentang pengurangan pajak karena sebab-sebab tertentu.


Selanjutnya dalam tax reform tahun 1994, dapat ditemukan dalam pasal 31A, disebutkan bahwa

Kepada wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di

daerah-daerah tertentu, dapat diberikan fasilitas perpajakan yang diatur dengan peraturan

pemerintah. Pasal ini memberi wewenang yang sangat luas kepada pemerintah, karena fasilitas

perpajakan yang disebutkan dalam pasal ini tidak secara limitatif atau spesifik diuraikan. Dalam

perkembangannya, atas kuasa pasal 31A ini, Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah memberikan

fasilitas berupa Pajak Penghasilan Ditanggung pemerintah kepada perusahaan-perusahaan tertentu

disebut sebagai tax holiday, akan tetapi pada dasarnya karena wajib pajak yang bersangkutan tidak

akan membayar Pajak Pengahasilan karena Pajak Penghasilannya ditanggung Pemerintah, maka pada

hakikatnya fasilitas tersebut adalah tax holiday. Hal ini menimbulkan berbagai distorsi dan ketidak

adilan dalam perpajakan. Dalam reformasi pajak tahun 2000, ketentuan yang memberikan wewenang

begitu luas kepada Pemerintah berupa pemberian fasilitas pajak yang ditanggung pemerintah telah

dicabut. Jenis fasilitas telah disebut jelas batasannya, spesifik dan limitatif seperti akan diuraikan di

bawah ini.

Fungsi regulerend dalam tax reform 2000 diatur dalam pasal 31A UU No. 17 tahun 2000 yaitu Kepada

wajib pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau daerah

tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk:

1. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% (tiga puluh persen dari jumlah penanaman
yang dilakukan;
2. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat;
3. Kompensasi kerugian yang lebih lama tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun; dan

Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 sebesar 10%

(sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih

rendah.

[1] Literatur kuliah hukum pajak Bapak Rizal Nugroho

[2] Soemitro, Rochmad, hlm 54

[3] Ibid, hlm 64

[4] Ibid, hlm 71

[5] Tjahjono, Achmad Husein, hlm. 47

[6] Ibid, hlm. 51


[7] Ibid, hlm. 53

[8] Ibid, hlm. 64

[9] Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung : Refika Aditama,2003, hlm.30-36.

[10] Bohari, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Jakarta : Rajawali Persada, 1995, hal. 23.

[11] Santoso Brotodiharjo, Op.Cit, hal.74

[12] Bahari U, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, HIm. 165.

[13] Ibid, hlm. 167

[14] UntukSelanjutnya disebut PP atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan

[15] Bahari U, Op. Cit., hlm. 173

[16] Ibid, hlm. 175

[17] Untuk selanjutnya disebut UU Penanaman Modal Asing

[18] Untuk selanjutnya disebut UU Bea Materai Modal, Bea Masuk dan Pajak Penjualan, Bea Balik

Nama, Pajak Perseroan


https://constituendum.wordpress.com/2016/05/19/penerapan-fungsi-pajak-mengatur-regulerend/

Sektor penerimaan keuangan negara yang pokok salah satunya adalah pajak yang sangat
berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi di negara kita. Perpajakan yang eifisien
dilaksanakan dengan suatu cara yang dapat membantu pembagian pendapatan yang lebih merata,
dapat membantu untuk memberikan dorongan tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat
kebijaksanaan pengeluaran anggaran yang dilaksanakan oleh sistem administrasi.
Karena begitu pentingnya pajak, apabila pajak ternyata dimanipulasi unuk kepentingan
beberapa pihak sehingga merugikan negara baik dilakukan secara sengaja maupun bersifat illegal
maka secara tidak langsung akan banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi dan
pertumbuhan pembangunan di Indonesia. Pertama, seperti pengaruhnya pada produksi sebagai
keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan, dan investasi.
Apabila investasi dapat diarahkan dengan baik, maka akan dapat membuat pekerjaan lebih
produktif. Investasi berupa materiil memberikan kepada para pekerja alat-alat materiil untuk
dapat bekerja lebih produktif dan lebih efisien. Sedangkan investasi dalam bentuk sumber daya
manusia dapat dalam bentuk tingkat kesehatan yang lebih baik, skill, pengetahuan khusus dan
sebagainya. Kedua investasi tersebut hanya mungkin terjadi bila ada tabungan dalam
masyarakat.
Pengaruh yang kedua adalah pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam
penggunaan faktor produksi, yaitu penggunaan yang seharusnya dapat menghasilkan produksi
yang maksimum menuju kearah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit.
Ketiga, pada pajak perseorangan yaitu yang dikenakan pada suatu kelompok tertentu tanpa
mengingat aktivitasnyab berpengaruh terhadap pendapatan (yang menjadi berkurang setelah
pembayaran pajak), tabungan, atau kedua-duanya. Pajak ini pada akhirnya mempengaruhi
kepuasan seseorang untuk melakukan konsumsi dan menabung.
Di negara kita dalam prakteknya, baik sistem maupun administrasi perpajakan seringkali
menemui permasalahan-permasalahan. Seperti kasus pada PT. Asian Agri Group yang terbukti
merugikan negara sebesar 1,3 trilyun rupiah secara otomatis akan berdampak pada perekonomian
nasional. Yaitu yang seharusnya dari pajak tersebut dapat memberikan sumbangan pembangunan
masyarakat menjadi tidak jelas akibat penggelapan pajak penghasilan untuk badan usaha dari
SPTnya. Prosesi hukum tentunya harus dijalankan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Karena bagaimanapun juga pertanggungjawaban pajak ini harus adil dan transparan.
Apabila terjadi kesalahan maka pihak yang berkaitan harus membayar ganti rugi untuk negara
dan demi kepentingan nasional bangsa.
http://wulanarumsari.blogspot.co.id/2012/09/pengaruh-pajak-terhadap-perekonomian.html

NETRALITAS PAJAK

Rumitnya hukum dan aturan yang menentukan pajak bagi perusahaan asing dan laba yang dihasilkan di
luar negeri sebenarnya berasal dari beberapa konsep dasar.Konsep ini mencakup istilah netralitas pajak
dan ekuitas pajak. Netralitas pajak berarti bahwa pajak tidak memiliki pengaruh (atau netral) terhadap
keputusan alokasi sumber daya. Dengan kata lain, keputusan bisnis didorong oleh fundamental ekonomi ,
seperti tingkat imbalan, dan bukan pertimbangan pajak.
Ekuitas pajak berarti wajib pajak yang menghadapi situasi yang mirip serupa semestinya membayar pajak
yang sama, tetapi terdapat ketidaksetujuan antar bagaimana menginterpretasikan konsep ini. Dalam
kasus ini, laba yang berasal dari luar negeri harus dikenakan pajak dengan jumlah yang sama dengan
perusahaan lain di negara itu, yaitu berdasarkan tariff pajak negara asing.
https://harapanbunde.wordpress.com/

DALAM konteks pajak internasional, efisiensi ekonomi merujuk pada desain


sistem pajak internasional yang bersifat netral. Netralitas dapat dicapai jika
suatu sistem pajak tidak mendistorsi pilihan-pilihan ekonomi dari subjek pajak.

Terdapat dua netralitas utama yang dituju dalam kebijakan pajak internasional,
yaitu: (i) capital export neutrality dan (ii) capital import neutrality.

Kebijakan capital export neutrality merupakan netralitas yang dimaksudkan agar


suatu negara mengenakan beban pajak yang sama terhadap subjek pajak dalam
negeri yang melakukan investasi di negaranya sendiri (domestic investment)
maupun ketika subjek pajak dalam negeri tersebut melakukan investasi di
negara lain (foreign investment). Dengan demikian, dalam capital export
neutrality, investor tidak diperlakukan berbeda jika melakukan aktivitas
investasi di dalam maupun di luar negeri.

Pada umumnya, negara-negara maju lebih memilih untuk menerapkan


kebijakan capital export neutrality. Sebaliknya, negara-negara berkembang
cenderung memilih untuk menerapkan kebijakan capital import neutrality.
Adapun yang dimaksud dengan capital import neutrality yaitu agar suatu negara
mengenakan beban pajak yang sama atas penghasilan yang bersumber di suatu
negara tanpa membedakan negara yang menerima penghasilan tersebut. Atau
dengan kata lain, dalam capital import neutrality, perlakuan pajak suatu negara
atas investasi yang masuk dari dalam maupun luar negeri adalah sama.

Perlu diperhatikan bahwa netralitas di atas tidak bergantung pada ketentuan


domestik satu negara saja, namun juga dipengaruhi oleh ketentuan domestik
negara lain. Hal ini menjadi semakin relevan di era globlisasi ini, di mana dana
investasi dapat secara bebas mengalir dari satu negara ke negara
lainnya. Dengan demikian, ketentuan domestik suatu negara dapat saja
mendistorsi pilihan ekonomi subjek pajak di negara lain.

Fakta bahwa belum terdapatnya koordinasi kebijakan pajak secara global,


menyebabkan sering terjadinya distorsi dalam pilihan ekonomi. Implikasinya,
akan timbulnya kompetisi pajak antar satu negara dengan negara lainnya.

Ulasan di atas berdasarkan referensi buku Pajak Internasional: Panduan,


Interpretasi, dan Aplikasi (Editor: Darussalam dan Danny Septriadi), Penerbit
DDTC, yang direncanakan terbit pada Juli 2016.

http://news.ddtc.co.id/artikel/6782/seri-pajak-internasional-netralitas-dalam-pajak-internasional/

Anda mungkin juga menyukai