BAB I
PENDAHULUAN
satu jenis dari interferometer, yaitu suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan
suatu pola interferensi dan ini merupakan alat, yang paling umum digunakan
Secara umum alat ini berfungsi memecah sebuah berkas cahaya menjadi dua
gelombang datang bersama pada suatu tempat. Jika hasil interferensi ingin diamati
maka syarat yang harus dipenuhi adalah dua sumber cahaya harus koheren dan
memiliki beda fase yang selalu tetap (memiliki frekuensi dan ampiltudo yang
sama) (Abdul, 2014). Hasil interferensi ini disebut dengan princing. Namun,
Dari hal inilah sehingga dilakukan praktikum ini, untuk mengetahui proses
x
1.2 Rumusan Masalah
menghasilkan princing ?
teori ?
1.3 Tujuan
princing.
1.4 Manfaat
menghasilkan princing.
dengan teori.
x
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Interferensi
bertemu pada satu titik ruang. Hasil interferensi yang berupa pola-pola cincin
dapat digunakan untuk menentukan beberapa besaran fisis yang berkaitan dengan
interferensi, misalnya panjang gelombang suatu sumber cahaya, indeks bias, dan
prinsip optika fisis, yaitu cahaya dipandang sebagai perambatan gelombang yang
tiba pada suatu titik yang bergantung pada fase dan amplitudo gelombang
koheren, yaitu gelombang-gelombang harus berasal dari satu sumber cahaya yang
sama. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari
sumber celah tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat
diumpamakan sebuah gelombang cahaya jatuh pada suatu lempeng kaca yang
tipis. Sebagian dari gelombang akan diteruskan dan sebagian lagi akan
gelombang yang lebih kecil dari gelombang sebelumnya. Ini dapat dikatakan
bahwa amplitudo telah terbagi. Jika kedua gelombang tersebut bisa disatukan
x
kembali pada sebuah layar, maka akan dihasilkan pola interferensi, yang dapat
Dalam gambar 2.1 Oktiviano (2006), menjelaskan bahwa permukaan beam splitter
beam splitter yang kemudian menuju ke layar. Adapun bagian yang ditransmisikan
oleh M2 juga akan dipantulkan kembali ke beam splitter, kemudian bersatu dengan
cahaya dari M1 menuju layar, sehingga kedua sinar akan berinterferensi yang
ditunjukkan dengan adanya pola-pola cincin gelap terang. Pengukuran jarak yang
menghitung cincin yang bergerak atau berpindah, dengan acuan suatu titik pusat.
= (2.1)
2
x
Menurut Setyaningsi (2010), untuk interferometer Michelson, panjang koherensi
sama dengan dua kali panjang lintasan optic antara kedua lengan pada
interferometer Michelson, diukur pada saat penampakan frinji sama dengan nol.
ketika movable mirror digerakkan, maka kedua berkas laser yang melewati L1 dan
berkas adalah 2L1 dan 2L2. Jadi beda lintasan optisnya adalah :
= 22 21 = 2(2 1 ) (2.2)
interferometer ini juga sangat berguna dalam pengukuran indeks bias dan jarak.
Prinsip kerja dari percobaan yang dilakukan oleh Albert Abraham Michelson telah
sumber cahaya putih melalui setengah silvered cermin yang digunakan untuk
membagi cahaya datang menjadi dua berkas. Setelah keluar dari beams splitter,
cermin. Hasil pantulan kedua cermin ini akan berinterfensi satu sama lain
x
sehingga akan membentuk pola interferensi berbentuk cincin pada layar. Jika
bumi bergerak melalui media eter, maka akan ada keterlambatan salah satu
pantulan cahaya di salah satu permukaan beams splitter. Akibat keterlambatan ini
akan menghasilkan pola yang cacat pada layar. Sedikit perubahan dalam waktu
menghasilkan pola interferensi yang tajam, jelas dan jarak antar pola frinjinya
lebih sempit. Pola interferensi untuk berbagai sumber cahaya yang dihasilkan dari
Gambar 2.2 Pola interefensi (a) Sumber laser He-Ne (b) sumber laser dioda (c)
sumber laser dioda merah II dan (d) sumber laser dioda hijau
Pada gambar 2.2 dapat dilihat bahwa pola interferensi yang dihasilkan oleh laser
He-Ne (a) mempunyai pola interferensi berupa lingkaran yang membentuk cincin
interferensi dan memiliki pusat pola ditengah cincin yang lebih tajam
dibandingkan dengan laser dioda merah dan laser dioda hijau. Ketika sumber
berupa laser dioda merah (b) dan (c) pola interferensi gelap dan terangnya terpisah
dengan jelas dan bisa di amati dengan baik sehingga jarak antar frinji gelap
maupun terangya dapat di ukur. Sedangkan untuk pola interferensi yang di bentuk
x
oleh laser dioda hijau, pola yang di peroleh lebih rapat dan tajam dari pola
interferensi pada sumber laser diode merah. Hal ini disebabkan karena panjang
gelombang laser dioda hijau lebih pendek. Semakin pendek panjang gelombang
suatu sumber cahaya, maka semakin pendek pula jarak pemisahan antara pola-
Gambar 2.3 Sistem frinji dengan menggunakan kaca preparat berlapis (ZnO)
(Nugroho, 2007)
Dari gambar 2.3 dapat dilihat bahwa pola interferensi perincing yang dihasilkan
adalah tidak jauh berbeda dengan pola perincing yang dihasilkan dengan
menggunakan kaca biasa yang tidak dilapisi (ZnO), di mana dihasilkan pola gelap
x
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu :
4. Permukaan bidang kaca pertama berfungsi untuk menangkap cahaya dari laser
dan memantulkannya kembali pada pusat tabung laser pointer.
5. Permukaan bidang kaca kedua berfungsi untuk menangkap salah satu cahaya
cahaya yang dibagi oleh beam splitter.
6. Beam splitter berfungi sebagai pembelok atau pembagi cahaya dari sumber ke
cermin.
x
3.3 Prosedur Kerja
Keterangan
A. Bangku optik
B. Laser pointer
F. Lensa konvergen
G. Layar
x
A. Tabung laser pointer
x
2. Pengaturan interferometer
D. Mengatur ketinggian cermin kedua sehingga bagian lain dari kaca pembagi
sinar menembus cermin dan dipantulkan kembali oleh kaca pembagi sinar,
sinar akan diteruskan menembus pusat lensa konvergen yang membentuk
dua titik terang merah pada layar.
F. Mengusahakan agar kedua titik terang merah dari kaca pertama dan kaca
kedua tergabung menjadi datu pada layar sehingga akan terbentuk princing-
princing pada layar.
x
BAB IV
x
C. Hasil pola princing pada literatur
x
4.2 Pembahasan
Interferometer Michelson adalah salah satu jenis dari interferometer, yaitu suatu
terjadi ketika dua buah gelombang datang bersama pada suatu tempat. Jika pola
koheren dengan memiliki beda fase yang selalu tetap dan memiliki amplitudo
Percobaan kali ini menggunakan, sumber cahaya yang digunakan adalah sinar
laser pointer. Adapun proses merangkai komponen dengan mengatur posisi sinar
laser agar mengenai tepat pada tengah cermin (M1) kemudian dipantulkan kembali
tepat berada di tengah sumber cahaya (laser). Sinar hasil pemantulan tersebut
ditangkap oleh kaca pembagi sinar yang menyebabkan sinar terbagi menjadi dua,
yang membentuk sudut 450 terhadap arah berkas cahaya yakni sebagian menuju
cermin M1, yang dipantulkan secara tegak lurus ke layar dan sebagian menuju
cermin M2 yang dipantulkan pula menuju layar. Sinar yang bertemu pada satu
titik akan difokuskan oleh lensa konveks sehingga akan terbentuk pola
interferensinya.
x
Pada proses merangkai inilah sehingga seberkas cahaya monokromatik yang
berkas dibuat melewati dua panjang lintasan yang berbeda dan kemudian
disatukan kembali melalui pantulan dari dua cermin yang letaknya saling tegak
lurus dengan titik pembagi berkas tersebut setelah berkas cahaya monokromatik
tersebut disatukan, maka akan terlihat pola interferensi akibat penggabung antara
dua buah gelombang dan akan teramati pola lingkaran gelap dan terang.
untuk gambar 4.1 kurang jelas penyatuan dari kedua sinar sehingga pola yang
terbentuk kurang bagus, pada pengamatan yang kedua untuk gambar 4.2 sudah
terlihat penyatuan kedua sinar namun, princing yang terbentuk sejajar bukan
yang terbentuk dari hasil pengamatan, yaitu berupa lingkaran yang terdiri dari
pola-pola gelap dan terang, pola-pola interferensi yang terdapat pada literatur
dapat dilihat pada gambar 4.3. Dari hal inilah sehingga dapat dikatakan bahwa
sinar laser pointer tidak mengenai titik tengah lensa pembagi sehingga sinar laser
kurang terfokus pada saat mengenai cermin M2 dan lensa konveks yang tidak
x
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
mengenai tepat pada tengah cermin (M1) kemudian dipantulkan kembali tepat
ditangkap oleh kaca pembagi sinar yang menyebabkan sinar terbagi menjadi
dua, yang membentuk sudut 450 terhadap arah berkas cahaya yakni sebagian
menuju cermin M1, yang dipantulkan secara tegak lurus ke layar dan sebagian
menuju cermin M2 yang dipantulkan pula menuju layar. Sinar yang bertemu
pada satu titik akan difokuskan oleh lensa konveks sehingga akan terbentuk
pola interferensinya.
dikarenakan penyatuan sinar dari M1 dan M2, dimana pada percobaan ini
x
5.2 Saran
ini sehingga ketika praktikan tidak menemukan pembentukan pola gelap dan
x
DAFTAR PUSTAKA
Falah, M., 2008, Analisis Pola Interferensi pada Interferometer Michelson Untuk
Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya, Skripsi S1 FMIPA UNDIP,
Semarang.
Nugroho., 2007, Penentuan Tebal Bahan Transparan (ZnO) Menggunakan
Interferometer Michelson, Skripsi S1 FMIPA UNHAS, Makassar.
Tippler, P.A., 1991, Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Tippler, P.A., 1996, Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 1, Erlangga, Jakarta.
x
x