Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN PERAWATAN PASIEN

DENGAN PENYAKIT MENULAR

RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN


KABUPATEN MUSI RAWAS
Jl. Yos Sudarso No.13 Telp. (0733) 321013
Lubuklinggau Kode Pos 31611
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan Panduan Perawatan Pasien dengan Penyakit Menular di
Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas ini dapat diselesaikan. Kami sampaikan juga terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Komite PPI, serta semua pihak dari berbagai latar belakang
keahlian yang telah berkontribusi aktif dalam proses penyusunan Pedoman ini.
Panduan Perawatan Pasien dengan Penyakit Menular ini merupakan salah satu faktor
pendukung yang sangat penting dalam pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Komite PPI Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas.
Semoga Panduan Perawatan Pasien dengan Penyakit Menular ini dapat digunakan sebagaimana
mestinya.

Lubuklinggau, 9 Agustus 2017


DIREKTUR

Dr. H. RM. NAWAWI


NIP. 19600617 200003 1 001
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
SK PANDUAN PERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR
BAB I DEFINISI.....1
BAB II RUANG LINGKUP2
A. ICRA INTERNAL.....3
B. ICRA EKSTERNAL..3
BAB III TATA LAKSANA.3
A. PENGELOLAAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR........3
B. STANDAR RUANG ISOLASI. .......6
BAB IV DOKUMENTASI....11
LAMPIRAN FORMULIR AUDIT RUANG ISOLASI
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS
RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN
Jl. Yos Sudarso No.13 Telp. (0733) 321013 Fax: (0733) 324973 Lubuklinggau Kode Pos 31611

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN


NOMOR : 35/KPTS/RS.DS.V.4 /VIII/2017

TENTANG

PANDUAN PERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS

DIREKTUR RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN KAB MUSI RAWAS


Menimbang : 1. Bahwa Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas dituntut
untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku.
2. Bahwa pelayanan usaha pencegahan dan pengendalian infeksi
perlu dioptimalkan dan terus ditingkatkan sebagai upaya
pelayanan sosial untuk memberikan kepuasan pada masyarakat.
3. Bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional khususnya
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit dr.
Sobirin Kabupaten Musi Rawas perlu dibuat Panduan Perawatan
Pasien dengan Penyakit Menular di Rumah Sakit dr. Sobirin
Kabupaten Musi Rawas.
4. Bahwa Panduan Perawatan Pasien dengan Penyakit Menular di
Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas seperti dimaksud
butir di atas, perlu diatur dan ditetapkan melalui keputusan
Direktur Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/
Menkes/Per/XI/2006 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di Lingkungan Departemen Kesehatan
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 270 Tahun 2007 tentang
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/Menkes/SK/III/2007 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
7. Surat Edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Nomor
HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PANDUAN PERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT
MENULAR DI RUMAH SAKIT Dr. SOBIRIN KABUPATEN MUSI
RAWAS
KEDUA : Panduan Perawatan Pasien dengan Penyakit Menular di Rumah Sakit
dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas sebagaimana tercantum dalam
lampiran keputusan ini.

KETIGA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan


ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Lubuklinggau
Pada Tanggal : 09 Agustus 2017
DIREKTUR

Dr. H. RM. NAWAWI


PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 19601130 1988 01 1001
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT Dr. SOBIRIN KABUPATEN
MUSI RAWAS
TANGGAL : 09 AGUSTUS 2017
NOMOR : 35/KPTS/RS.DS.V.4 /VIII/2017
TENTANG : PANDUAN PERAWATAN PASIEN
DENGAN PENYAKIT MENULAR

BAB I
DEFINISI

Penyakit Menular merupakan penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh
produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit
penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan;
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui
vektor atau melalui lingkungan.
Dalam medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah sebuah penyakit yang disebabkan
oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti
luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang
besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif tinggi
dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan
menyerang semua lapisan masyarakat. Penyakit jenis ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya
yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan
hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi (Widoyono, 2011: 3)
Suatu infeksi dapat ditransmisikan melalui :
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara ( Airbone Desease )
4. Melalui common vehicle ( makanan, air, obat dan peralatan )
5. Melalui vektor ( nyamuk, lalat dan tikus )
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Kewaspadaan Transmisi melalui kontak


Kewaspadaan ini bertujuan untuk memurunkan resiko timbulnya Healtcare Assosiated
infections (HAIs) terutama resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi diakibatkan
oleh kontak langsung atau tidak langsung
a. Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang terbuka dengan kulit
terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya pada saat petugas membalikkan tubuh pasien,
memandikan,membantu pasien bergerak, mengganti perban, merawat pasien Herpes
Simplek Virus (HSV) tanpa sarung tangan.
b. Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi
yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci atau benda mati
dilingkungan pasien, misalnya jarum, kassa,mainan anak dan sarung tangan yang tidak
diganti
c. Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas kebersihan tangan
d. Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh hidung, mata dan mulut saat memakai
sarung tangan terkontaminasi
2. Kewaspadaan Transmisi melalui Droplet
Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 m yang dikeluarkan pada saat
batuk, bersin, muntah, bicara,selama prosedur suction, bronkhoskopi, melayang di udara dan
akan jatuh dalam jarak < 2 m dan mengenai mukosa atau konjungtiva, untuk itu dibutuhkan
APD atau masker yang memadai, bila memungkinkan dengan masker 4 lapis atau yang
membunuh kuman. Jenis percikan ini dapat terjadi pada kasus antara lain common cold,
respiratory syntical virus (RSV), Adenovirus, H5N1 dan H1N1.
2. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara ( Air-borne precautions)
Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila seseorang menghirup percikan
partikel nuklei yang berdiameter 1-5 m yang mengandung mikroba penyebab infeksi.
Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara < 2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu
yang rentan di ruang yang sama. Penting mengupayakan pertukaran udara >12 x/ jam.
BAB III
TATA LAKSANA

A. PENGELOLAAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR


1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin kohorting, bila keduanya
tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi mikrobanya dan populasi pasien.
Tempatkan dengan jarak >1 meter (3 kaki) antar TT (tempat tidur). Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
b. Transport pasien
Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperlukan pasien keluar
ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi ke pasien lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke ruang pasien,
ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius (feses, cairan drain),
lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien untuk melindungi
baju dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan, barang diruang pasien, cairan
diare pasien, ileostomy, colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar
ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan
infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting. Bila keduanya tidak
mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar TT dan jarak dengan pengunjung.
Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan mengenakan masker
pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat kontak erat.
Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut, dipakai saat memasuki ruang rawat
pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai ; tekanan negative, pertukaran
udara 6-12 X /jam sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat lain di Rumah Sakit dr.
Sobirin Kabupaten Musi Rawas. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang
terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap
mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan jarak >2
meter. Konsultasikan dengan Komite PPI Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi
Rawas sebelum menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan kohorting tidak
memungkinkan.
b. Transport pasien
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja. Bila perlu untuk
pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas
Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada efisiensi 95%) saat masuk ruang
pasien atau suspek TB paru. Orang yang rentan seharusnya tidak boleh masuk ruang
pasien yang diketahui atau suspek campak, cacar air kecuali petugas yang telah imun.
Bila terpaksa harus masuk maka harus mengenakan masker respirator untuk pencegahan.
Orang yang pernah sakit campak atau cacar airtidak perlu memakai masker.
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan Komitebul aerosol maka APD yang
digunakan adalah masker bedah, gaun, goggle, dan sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC Guideline for
Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities
Kebijakan pencegahan dan pengendalian TB antara lain :
Pasien dengan batuk langsung diberikan masker bedah dan edukasi etika batuk.
Pasien rawat inap TB BTA (+) dan belum mendapat pengobatan dirawat di ruang
isolasi.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan selama 2 minggu, dirawat di ruang
perawatan non isolasi
Alat pelindung diri : masker bedah dan masker N95
B. STANDAR RUANG ISOLASI
Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang merawat pasien dengan
kondisi medis tertentu yang terpisah dari pasien lain ketika mereka mendapat perawatan medis (Sabra
L.Katz-Wise,2006)
Ruang Isolasi adalah ruang yang digunakan untuk perawatan pasien dengan penyakit resiko yang
dapat ditularkan pada orang lain seperti penyakit penyakit infeksi antara lain HIV/AIDS,SARS,Flu
Burung dll (Kemkes RI)

Fasilitas dan persyaratan Ruang Isolasi untuk Transmisi Airborne


Pertukaran udara 12 kali/jam
Arah aliran udara terkontrol
Ventilasi : alami atau mekanis
Tekanan Negatif Untuk ventilasi mekanis
Ada kamar mandi pasien didalam
Ada tempat cuci tangan
Memiliki anteroom
Ada tempat linen kotor
Pertukaran udara alamiah (natural ventilation) dapat dikombinasikan dengan pertukaran
udara mekanis yang menggunakan kipas angin dan ekshaust fan untuk mengatur udara di
dalam suatu ruangan agar menghindari/meminimalkan terjadinya penularan. Hal ini selaras
dengan rekomendasi dari WHO.
Langkah-langkah penerapan kewaspadaan transmisi melalui udara antara lain:
a) Pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien dan ventilasi mekanis di dalam
suatu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih yang masuk dan keluar.
b) Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapatkan terapi OAT, harus dipisahkan
dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah mendapat terapi OAT secara efektif
berdasarkan analisis resiko tidak berpotensi menularkan TB baru dapat dikumpulkan
dengan pasien lain.
c) Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan
APD pada pasien, petugas dan pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan
rawat pasien sesuai kewaspadaan transmisinya.
d) Ruang rawat pasien TB/MDR TB sebaiknya menggunakan ruangan
bertekanan negatif.
Untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang tersebut, harus memiliki ruang dengan
ventilasi yang memadai, minimal terjadi pertukaran udara 12x/jam (diukur dengan alat
Vaneometer).

DENAH RUANG ISOLASI

Jenis transmisi airborne ini dapat terjadi pada kasus antara


lain tuberkulosis, measles/campak, SARS. Transmisi juga terjadi
pada Tuberkulosis, untuk pencegahan dan pengendaliannya
dilakukan strategi TEMPO. Strategi TEMPO merupakan strategi yang
mengutamakan pada komponen administratif pengendalian infeksi
TB. Kunci utama dari strategi TEMPO adalah menjaring,
mendiagnosis dan mengobati TB segera dan tepat sehingga dapat
mengurangi penularan TB secara efektif. Penerapannya mudah
dan tidak membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk diterapkan
oleh layanan kesehatan primer dengan keterbatasan sumber daya
yang belum dapat menjalankan komponen PPI lainnya secara
lengkap. Dengan menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi
risiko penularan kasus TB dan TB Resistan Obat yang belum
teridentifikasi.
Penelitian menunjukkan bahwa melalui cara aktif untuk
menemukan pasien TB yang sebelumnya tidak terduga TB, dapat
dilakukan melalui surveilans batuk secara terorganisasi di faslilitas pelayanan
primer. Untuk mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan Obat yang tidak
terdiagnosis, dilaksanakan strategi TEMPO dengan skrining bagi semua pasien dengan
gejala batuk.
BAB IV
DOKUMENTASI

Perawatan pasien dengan penyakit menular sesuai dengan pedoman dan standar prosedur
operasional yang telah ditetapkan akan mencegah timbulnya penularan baik dari pasien ke pasien yang
lain, ataupun dari pasien ke petugas.
Untuk memantau ruang isolasi agar sesuai standar, dilakukan audit/monitoring penggunaan ruang
isolasi setiap bulan dan dilaporkan pada Direktur setiap tiga bulan.

Ditetapkan di : Lubuklinggau
Pada Tanggal : 09 Agustus 2017
DIREKTUR

Dr. H. RM. NAWAWI


PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 19601130 1988 01 1001

Anda mungkin juga menyukai