Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang
berjudul PERLAWANAN RAKYAT DI DAERAH-DAERAH DI INDONESIA TERHADAPA VOC.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Suryadiputro, M.Pd, selaku kepala sekolah Westbatavia, yang memberikan bimbingan, saran
kepada kami sehingga kami bisa membuat makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pak guru sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dompu,29 November 2017

Penulis

M fajrin
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana penderitaan bangsa Indonesia
ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah untuk
menusir para penjajah, khususnya para penjajah Belanda.
Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas, bukan hanya dalam
bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan
agama. Penetrasi dan dominasi yang semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia
menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan penindasan dan penjajahan
bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa
telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu,
rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada
kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua periode, yaitu
perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun 1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan
untuk memudahkan pemahaman mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa
Barat tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram, Perlawanan Rakyat
Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati. Sedangkan perlawanan sesudah
tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore), Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang
Paderi, Perang Aceh, Perang Bali, Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan cukup tergambarkan dalam
satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa
merupakan saksi yang masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.
B. Rumusan Masalah
1) apa saja sebab terjadinya perlawanan rakyat di Indonesia ?
2) Bagaimana strategi yang dilakukan di setiap daerah untuk melawan Belanda?
3) Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
4) Kapan peristiwa tersebut berlangsung?
5) Apakan perlawanan yang mereka lakukan dapat berhasil mengusir para penjajah?
C. Tujuan Pembahasan
1) Supaya kita dapat mengetahui susah payahnya para pejuang yang peduli akan keadaan Bangsa Indonesia.
2) Supaya mengetahui bagaimana sebab terjadinya perlawanan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. BERLANGSUNGNYA PENJAJAHAN BELANDA DI NUSANTARA
B. PERLAWANAN TERHADAP PEMERINTAHAN HINDIA-BELANDA
PERANG TONDANO
PERLAWANAN RAKYAT MALUKU DIBAWAH PIMPINAN PATTIMURA (1817)
PERANG PADERI (1821 1838)
PERANG DIPONEGORO
PERANG BALI
PERANG BANJAR
PERANG ACEH BERJIHAD
PERANG BATAK

C. KELEMAHAN PERJUANGAN BANGSA INDONESIA


a. Perlawanan Rakyat Kesultanan Makassar
b. Perlawanan Rakyat Kesultanan Banten
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

PERLAWANAN TERHADAP KOLONIAL BELANDA


A. BERLANGSUNGNYA PENJAJAHAN BELANDA DI NUSANTARA
Kedudukan Belanda di Nusantara berlangsung antara 1596-1942 diawali dengan kedatangan armada
dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang berlabuh di Banten.
Mulanya mencari barang dagangan atau rempah rempah akan tetapi kemudian Belanda bukan sekedar
ingin berdagang biasa, melainkan ingin menguasai dan menjajah Nusantara. Tahun 1596 awal penjajahan
Belanda di Nusantara dengan mendirikan persekutuan dagang yang bernama VOC (Vereeningde Oost-
indische Compagnie) atau persekutuaan dagang India timur yang dibantu oleh pemerintahan Belanda.
VOC menguasai dan mengekploitasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1602 1799.
Ketika terjadi peselisihan antara pangeran Jayakarta dan Banten dengan Belanda pada tahun 1619, kota
Jayakarta dibakar oleh Belanda dibawah pmpinan Jan Pieterzoon Coen. Tahun 1619 Belanda membangun
kota di atas puing-puing Jayakarta yang diberi nama Batavia. Kekuasaan Belanda tahun 1799 diambil alih
oleh pemerintah Belanda dari VOC. VOC mengalami kerugian yang besar yang menyebabkan
kebangkrutan dan dibubarkan. Sebelumnya penjajahan Belanda atas Indonesia dilakukan oleh VOC, sejak
tahun 1799 secara resmi dilakukan oleh pemerintahan Belanda.
Berdasarkan convention of london 1814 Belanda berkuasa kembali di Indonesia setelah sempat
sebelumnya tahun 1811 Inggris menyerang Hindia Belanda menaklukkan kota Batavia. Jendral Belanda
Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris. Tahun 1814 Inggris mengembalikan semua daerah jajahan
Belanda ke pihak Belanda lagi. Peristiwa ini karena kalahnya Napoleon Bonapoarte kaisar Prancis dalam
pertempuran di Leipzing Inggris menyerahkan Indonesia pada Belanda pada tahun 1816 saat itu yang
menjadi pemimpin Inggris di Indonesia adalah Letnan Gubernur Jhon Fendhal. Penjajahan dan eksploitasi
manusia dan sumber daya alam manusia dimulai lagi oleh pemerintah Belanda. Sistem eksploitasi yang
dilakukan oleh Belanda disebut sistem tanan paksa. Pada masa dimana modal modal swasta liberal masuk
ke Indonesia dan masa penerapan politik etis.

B. PERLAWANAN TERHADAP PEMERINTAHAN HINDIA-BELANDA


Sewenang-wenang yang dilakukan VOC ternyata kembali dilanjutkan oleh pemerintah Kolonial Hindia
Belanda. Hal ini menyebabkan kemarahan rakyat hingga akhirnya terjadilah pemberontakan yang
dilakukan beberapa daerah berikut.
a. PERANG TONDANO

LATAR BELAKANG

Di tahun 1808 sampai 1809 terjadilah sebuah perang di wilayah Danau Tondano, Sulawesi
Utara. Perang Tondano ini merupakan perang yang dimana melibatkan suku Minahasa dengan
pemerintah kolonial Belanda. Untuk penyebab perang Tondano sendiri ialah diacbutnya Perjanjian
Verbond yang dibuat pada tanggal 10 Januari 1679.

Yang Perjanjian Verbond sendiri menandakan sebuah ikatan persahabatan-persahabatan


antara Minahasa dan Belanda yang diingkari sendiri oleh pihak Belanda. Orang Minahasa yang sejak
dulu dikenal tetap konsisten dalam mempertahankan nilai-nilai budaya yang berorientasi pada
kebenaran dan keadilan, serta tidak kenal kompromi kepada siapapun yang melanggar komitmen adat
tersebut.

SEBAB

Merasa bahwa pihak Belanda telah melakukan pengingkaran terhadap Perjanjian Verbond
telah menjadi bagian dari adat Minahasa yang menjamin kelanjutan hidup orang Minahasa. Oleh
karena itu mereka menganggap bahwa pengingikaran yang dilakukan pihak Belanda ini merupakan
suatu penghinaan fantastis terhadap nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

PEPERANGAN

Perang Tondano Satu

Perang Tonando satu terjadi pada masa kekuasaan VOC pada saat datangnya bangsa Barat,
orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa Tondano, Sulawesi Utara. Orang-orang
Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam
penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa ialah Fransiscus Xaverius.Hubungan dagang orang
Minahasa dan Spanyol terus berkembang, tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya
mulai terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil menanamkan
pengaruhnya di Ternate. Bahkan Gubernur Ternate, Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari
Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol Simon Cos kemudian menempatkan
kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawasi pantai timur Minahasa.Para pedagang Spanyol dan juga
Makassar yang bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol harus
meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina VOC berusaha memaksakana kehendak
agar orang-orang Minahasa menjuala berasnya kepada VOC, karena VOC sangat membutuhkan
beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras di Sulawesi Utara. Orang-orang Minahasa
menentang usaha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-
orang Minahasa.

Perang Tondano Dua

Perang Tondano dua sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19 yakni pada masa
pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal
Daendels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris, sehingga memerlukan pasukan dalam
julam besar. Untuk menambah jumlah pasukan maka direkrutlah pasukan dari kalanagan pribumi.
Mereka dipilih dari suku-suku yang memiliki keberanian berperang, seperti suku Madura, dayak dan
Minahasa.

Atas perintah Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan
para ukung, seorang pemimpin dalam suatu wilayah/distrik. Dari Minahasa ditarget untuk
mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-
orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda
Minahasa sebagai pasukan kolonial.

Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah, mereka justru ingin mengadakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano,
Minawanua. Salah seorang pemimpin perlawanan itu ialah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat
Minahasa harus melawa kolonial Belanda sebagai bentuk penolakan terhadap progaram pengiriman
2.000 pemuda Minahasa ke Jawa serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar rakyat
menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada Belanda.

Dalam suasana yang semakin kritis, tidak ada pilihan lain bagi gubernur Prediger kecuali
mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano, Minawanua.
Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung Sungai Temberan. Prediger juga
membentuk 2 pasukan tangguh, pasukan yang satu dipersiapkan menyerang dari Danau Tondano dan
pasukan yang lain menyerang Minawanua dari darat.

AKHIR PERLAWANAN

Pada tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar, pasukan Belanda yang berpusat
di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan merusak apagar bambu berduri yang membatasi
danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di
Manwanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan
dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah, pasukan Belanda merasa kewalahan.
b. PERLAWANAN RAKYAT MALUKU DIBAWAH PIMPINAN PATTIMURA (1817)
LATAR BELAKANG DAN SEBAB
Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil
memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada Belanda.
Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan pembangkang.
Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi
yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut.
1. Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku
dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan
dan peraturan. Apabila perubahan itu menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan yang kurang,
sudah barang tentu akan menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan.
2. Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib. Pada
zaman pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien,
herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan pula tarif
berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang sudah
berlaku di Maluku, menambah kegelisahan rakyat.
4. Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu
(Tentara) Belanda.
JALANNYA PERANG MALUKU
Protes rakyat di bawah pimpinan Pattimura diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan
kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan
Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira
seratus orang, di antaranya Pattimura berkumpul di hutan Warlutun dan memutuskan untuk
menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua penghuninya. Pada tanggal 9 Mei
berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut. Dipilihnya Pattimura sebagai
kapten.
Serangan perang maluku dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di
Porto. Residen Van den Berg dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi. Keesokan harinya rakyat
mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh
termasuk residen Van den Berg beserta keluarga dan para perwira lainnya. Rakyat Maluku berhasil
menduduki benteng Duurstede. Setelah kejadian itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari
Ambon lengkap dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini berangkat
tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal 20 Mei 1817 pasukan itu
tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan Pattimura. Pasukan Belanda dapat
dihancurkan dan Mayor Beetjes mati tertembak.
Belanda berusaha mengadakan perundingan dengan Pattimura namun tidak berhasil sehingga
peperangan di maluku terus berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah pertahanan
Pattimura dengan meriam, sehingga benteng Duurstede terpaksa dikosongkan. Pattimura mundur,
benteng diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam benteng menjadi sulit karena terputus
dengan daerah lain. Belanda minta bantuan dari Ambon. Setelah bantuan Belanda dari Ambon yang
dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan besar-besaran
(November 1817).
AKHIR PERANG MALUKU
Serangan Belanda tersebut, menyebabkan pasukan Pattimura saat perang maluku semakin
terdesak. Banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda. Para pemimpinnya juga banyak yang
tertangkap yaitu Rhebok, Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina, dan Johanes
Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di Siri Seri yang kemudian dibawa ke Saparua.
Belanda membujuk Pattimura untuk diajak kerja sama, namun Pattimura menolak. Oleh karena itu,
pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon.
Sebelum digantung, Pattimura berkata Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi sekali
waktu kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah berani tersebut menyebabkan
perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai oleh
Belanda.

c. PERANG PADERI (1821 1838)


LATAR BELAKANG TERJADINYA PERLAWANAN KAUM PADRI
Kaum Adat di Minangkabau mempunyai kebiasaan yang kurang baik yaitu minum-minuman
keras, berjudi, dan menyabung ayam. Kebiasaan itu dipandang oleh kaum Padri sangat bertentangan
dengan agama Islam. Kaum Padri berusaha menghentikan kebiasaan itu, tetapi Kaum Adat
menolaknya maka kemudian terjadilah pertentangan antara kedua golongan tersebut. Gerakan Padri
di Sumatera Barat, bermula dengan kedatangan tiga orang haji asal Minangkabau dari Mekkah tahun
1803. Ketiga haji tersebut adalah Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Ketiga haji itu
membawa perubahan baru dalam masyarakat Minangkabau dan sekaligus ingin menghentikan
kebiasaan yang dianggapnya menyimpang dari ajaran agama Islam.
Dalam masyarakat Minangkabau ada dua golongan yaitu kaum padri dan kaum Adat. Kaum Adat
mempunyai kebiasaan buruk yaitu menyabung ayam, berjudi, minum-minuman keras, dan lain lain.
Oleh karena itu kaum padri (Islam) berusaha mengadakan gerakangerakan pembaruan untuk
memurnikan ajaran Islam. Namun ditentang kaum Adat, sehingga pecah Perang padri.
Tujuan gerakan Padri adalah untuk membersihkan kehidupan agama Islam dari pengaruh-pengaruh
kebudayaan dan adat istiadat setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam. Diberantasnya
perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang dianggap merusak kehidupan beragama.
Gerakan ini kemudian terkenal dengan nama Gerakan Wahabi. Kaum adat tidak tinggal diam,
tetapi mengadakan perlawanan yang dipimpin oleh Datuk Sati, maka terjadilah perang
saudara.Perang saudara mulai meletus di Kota Lawas, kemudian menjalar ke kota-kota lain, seperti
Bonjol, Tanah Datar, dan Alahan Panjang. Tokoh-tokoh kaum Padri yang terkenal adalah Tuanku
Imam Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Pasaman, dan Tuanku Hitam. Kaum adat mulai terdesak.
Ketika Belanda menerima penyerahan kembali daerah Sumatera Barat dari Inggris, kaum adat
meminta bantuan kepada Belanda menghadapi kaum Padri. Oleh karena itu, kaum Padri juga
memusuhi Belanda.
SEBAB TERJADINYA PERANG PADRI ADALAH:
1. Pertentangan antara kaum Padri dan kaum adat.
2. Belanda membantu kaum adat.
Perang pertama antara kaum Padri dan kaum adat terjadi di Kota Lawas, kemudian meluas ke kota
lain. Pemimpin kaum Padri antara lain Dato Bandaro, Tuanku Nan Cerdik, Tuanku Nan Renceh,
Dato Malim Basa (Imam Bonjol). Adapun kaum adat dipimpin oleh Dato Sati. Pada perang tersebut
kaum adat terdesak, kemudian minta bantuan Belanda.
PEPERANGAN PADRI
Jalannya Perang Padri yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
1. Tahap I (tahun 1803 1821)
Ciri perang tahap pertama ini adalah murni perang saudara dan belum ada campur tangan pihak
luar, dalam hal ini Belanda. Perang ini mengalami perkembangan baru saat kaum Adat meminta
bantuan kepada Belanda. Sejak itu dimulailah Perang padri melawan Belanda.
2. Tahap II (tahun 1822 1832)
Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda berhasil mengadakan
perjanjian dengan kaum padri yang makin melemah. Pada tahun 1825, berhubung dengan adanya
perlawanan Diponegoro di Jawa, pemerintah Hindia Belanda dihadapkan pada kesulitan baru.
Kekuatan militer Belanda terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan
kaum padri dan perlawanan Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian
perdamaian dengan Kaum padri. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi
masalah gencatan senjata di antara kedua belah pihak. Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda
kembali menggempur
kaum padri di bawah pimpinan Letnan KolonelEllout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh
pasukan yang dipimpin Mayor Michiels.
3. Tahap III, tahun 1832 1838
Perang pada tahap ini adalah perang semesta rakyat Minangkabau mengusir Belanda. Sejak tahun
1831 kaum Adat dan kaum padri bersatu melawan Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Imam
Bonjol.
Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan diduduki Belanda. Tuanku
Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran itu berakhir dengan penangkapan Tuanku Imam, yang
langsung dibawa ke Padang. Selanjutnya atas perintah Letkol Michiels, Tuanku Imam diasingkan ke
Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian pada tahun 1839 dipindah ke Ambon. Tiga tahun
kemudian dipindah ke Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November 1964 pada usia 92
tahun.
Jalannya Perlawanan Kaum Padri Musuh kaum Padri selain kaum adat adalah Belanda. Perlawanan
dimulai tahun 1821 dengan serbuan ke berbagai pos Belanda dan pencegatan terhadap patroli
Belanda. Pasukan Padri bersenjatakan senjata tradisional, sedangkan pihak musuh menggunakan
meriam dan jenis senjata lainnya. Pertempuran berlangsung seru sehingga banyak menimbulkan
korban kedua belah pihak. Pasukan Belanda mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar diberi
nama Fort Van Der Capellen.
Benteng pertahanan kaum Padri dibangun di berbagai tempat, antara lain Agam dan Bonjol yang
diperkuat dengan pasukan yang banyak jumlahnya.
Tanggal 22 Januari 1824 diadakan perjanjian Mosang dengan kaum Padri, namun kemudian
dilanggar oleh Belanda. Pada April 1824 Raaf meninggal digantikan oleh Kolonel De Stuers. Dia
membangun Benteng Fort De Kock, di Bukit Tinggi. Tanggal 15 November 1825 diadakan
perjanjian Padang. Kaum Padri diwakili oleh Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Pasaman. Seorang
Arab, Said Salimuljafrid bertindak sebagai perantara. Pada hakikatnya berulang-ulang Belanda
mengadakan perjanjian itu dilatarbelakangi kekuatannya yang tidak mampu menghadapi serangan
kaum Padri, di samping itu bantuan dari Jawa tidak dapat diharapkan, karena di Jawa sedang pecah
Perang Diponegoro.
Tahun 1829 daerah kekuasaan kaum Padri telah meluas sampai ke Batak Mandailing, Tapanuli. Di
Natal, Tapanuli Baginda Marah Husein minta bantuan kepada kaum Padri mengusir Gubernur
Belanda di sana. Maka setelah selesai perang Diponegoro, Natal di bawah pimpinan Tuanku Nan
Cerdik dapat mempertahankan serangan Belanda di sana. Tahun 1829 De Stuers digantikan oleh
Letnan Kolonel Elout, yang datang di Padang Maret 1931. Dengan bantuan Mayor Michiels, Natal
dapat direbut, sehingga Tuanku Nan Cerdik menyingkir ke Bonjol. Sejak itu kampung demi
kampung dapat direbut Belanda. Tahun 1932 datang bantuan dari Jawa, di bawah Sentot
Prawirodirjo. Dengan cepat Lintau, Bukit, Komang, Bonjol, dan hampir seluruh daerah Agam dapat
dikuasai oleh Belanda. Melihat kenyataan ini baik kaum Adat maupun kaum Padri menyadari arti
pentingnya pertahanan. Maka bersatulah mereka bersama-sama menghadapi penjajah Belanda.
AKHIR PERLAWANAN PERANG PADRI
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda, serangan ditujukan langsung ke
benteng Bonjol. Membaca situasi yang gawat ini, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk
berdamai. Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini disertai dengan penyerahan. Tetapi Imam
Bonjol berpendirian lain. Perundingan perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat
mengatur pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan pertahanan dalam
benteng dengan luar benteng, di samping untuk mengetahui kekuatan musuh di luar benteng.
Kegagalan perundingan ini menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12
Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki benteng Bonjol, yang didahului
dengan pertempuran yang sengit. Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak menolong, karena
musuh berada dalam jarak dekat. Perkelahian satu lawan satu tidak dapat dihindarkan lagi. Korban
berjatuhan dari kedua belah pihak. Pasukan Padri terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh
pasukan Belanda menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah pada
tanggal
25 Oktober 1937. Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan kaum
Padri telah dapat dipadamkan. Perlawanan masih terus berlangsung dipimpin oleh Tuanku Tambusi
pada tahun 1838. Setelah itu berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh
Belanda
.
d. PERANG DIPONEGORO
Akibatnya pada tanggal 25 Juli 1825 pasukan Belanda menyerbu Tegalrejo dan kemudian
direspon oleh pasukan Diponegoro dengan balik melawan. Beliau dan keluarganya berhasil
melepaskan diri dari serangan Belanda dan bersama pasukannya menyingkir ke Gua Selarong, barat
daya Yoryakarta. Di tempat itu, Pangeran Diponegoro bersama pasukannya menyusun rencana untuk
menyerang Belanda. Di tempat itu juga, beliau mendapat bantuan dari warga-warga sekitar yang
telah lama menderita karena ulah kolonial.

Bergabung juga para Ulama, salah satunya adalah Kyai Mojo, seorang ualam asal Surakarta. Istilah
"Perang Sabil" dikumandangkan ke segenap wilayah baik itu yang berada di Gua Selarong, maupun
ditempat-tempat lain.
Pertempuran-pertempuran yang terjadi pada kurun waktu 1825-1826 berhasil dimenangkan oleh
beliau dan pasukannya.
LATAR BELAKANG PERANG DIPONEGORO.
1. Semangat yang tinggi dari pasukan.
2. Siasat gerilya yang sangat rapi dan belum tertandingi.
3. Pasukan Belanda masih belum terkumpul karena sebagaian masih di Sumatra Barat untuk
menjalani Perang Padri.
SEBAB UMUM
1. Rakyar terlilit berbagai hutang dan berbagai bentuk pajak.
2. Pemerintah kolonial Belanda ikut campur dalam kehidupan politik kerajaan.
3. Rakyat menderita, sementara kehidupan kerajaan berhura-hura.
SEBAB KHUSUS
1. Pangeran Diponegoro tersingkir dari kalangan elit kekuasaan karena menolak berkompromi
dengan pemerintah kolonial. Pangeran Diponegoro memilih untuk mengasingkan diri ke Tegalrejo.
2. Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan yang menerobos makam
leluhur dari Pangeran Diponegoro.
PEPERANGAN DIPONEGORO
Pasukan Diponegoro semakin kuat dan menjadi salah satu pasukan yang ditakuti oleh
Belanda waktu itu. Medan pertempuran yang semakin meluas serta berbagai kemenangan yang diraih
oleh Diponegoro dan pasukannya membuat Belanda menjadi ketar-ketir, untuk itu Belanda
menggelar berbagai siasat-siasat untuk melemahkan Diponegoro dan Pasukannya. Berikut siasat-
siasat yang Belanda lakukan.
1. Sultan HB II (Sultan Sepuh) yang senelumnya dibuang Raffles ke Penang dipulangkan
kembali ke Yogyakarta guna mendatangkan perdamaian sehingga para bangsawan yang memihak
Diponegoro mau kembali ke keraton. Namun siasat tersebut gagal karena Sultan Sepun tidak
memiliki wibawa lagi dan tidak lama setelah itu ia meinggal.
2. Jendral de Kock melakukan bujuk rayu kepada para pengikut Diponegoro khususnya orang
yang memiliki kekuasaan sebelumnya. Mereka dijanjikan akan mendapat uang dan kedudukan yang
mereka inginkan. Siasat tersebut akhirnya berhasil, satu persatu mereka kembali lagi ke Ibu Kota dan
meninggalkan Pangeran Diponegoro.
3. Siasat yang dilakukan selanjutnya adalah dengan membangung benteng-benteng di daerah-
daerah yang berhasil direbut, tujuannya adalah agar ruang gerak dari pasukan Diponegoro semakin
sedikit.
4. Setelah terdesak, Belanda melakukan pendekatan agar Diponegoro mau untuk diajak damai.
Namun terjadi kegagalan.
AKHIR DARI PERANG DIPONEGORO
De Kock semakin ketar-ketir karena kian hari pasukan Diponegoro semakin banyak dari
warga Magelang, disisi lain pemerintahnya menuntutnya untuk bisa secepatnya menghentikan
serangan-serangan yang dilakukan oleh Diponegoro.
Melalui sebuah perundingan, akhirnya pangeran Diponegoro ditangkap dan kemudian diasingkan ke
Makasar hingga beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855.

e. PERANG BALI
LATAR BELAKANG TERJADINYA PERANG BALI
Bali pada saat itu dikenal sebagai Jawa kecil adalah salah satu pulau di Kepulauan Sunda
yang berada di timur Jawa, jarak bentang pulau ini 105 mil geografis dan berpenduduk 700.000 jiwa.
Cornelis de Houtman pernah mendatangi pulau itu dan diterima baik namun dalam
perkembangannya kesepahaman kurang terjalin; pada tahun 1841 dan 1843 sebuah persetujuan
diputuskan antara kerajaan setempat dan pemerintah Hindia-Belanda tetapi penduduk Bali segera
menunjukkan permusuhan. Khususnya RajaBuleleng berkali-kali melanggar semua butir perjanjian
itu dan bendera Belanda dihinakan; sehingga atas tanggung jawabnya, ia harus mengalah atas sikap
arogansinya, dan pemerintah tidak dapat membiarkannya karena daerah lain juga akan menunjukkan
tanda-tanda perlawanan.
SEBAB
Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini
dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di perairan
wilayah kerajaan tersebut.
PEPERANGAN BALI
Masalah utama adalah adanya hak tawan karang yang dimiliki raja-raja Bali. Hak ini
dilimpahkan kepada kepala desa untuk menawan perahu dan isinya yang terdampar di perairan
wilayah kerajaan tersebut.
Antara Belanda dengan pihak kerajaan Buleleng yaitu Raja I Gusti Ngurah Made Karang Asem
besarta Patih I Gusti Ketut Jelantik telah ada perjanjian pada tahun 1843 isinya pihak kerajaan akan
membantu Belanda jika kapalnya terdampar di wilayah Buleleng namun perjanjian itu tidak dapat
berjalan dengansemestinya Pada tahun 1844 terjadi perampasan terhadap kapal-kapal Belanda di
pantai Prancah (Bali Barat) dan Sangsit (Buleleng bagian Timur). Belanda menuntut agar kerajaan
Buleleng melepaskan hak tawan karangnya sesuai perjanjian tahun 1843 itu namun ditolak. Kejadian
tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Buleleng.
Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki dengan meriam dari pantai. Satu persatu
daerah diduduki dan istana dikepung oleh Belanda. Raja Buleleng berpura-pura menyerah kemudian
perlawanan dilanjutkan oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik. Perang Buleleng disebut juga pertempuran
Jagaraga karena pusat pertahanannya adalah benteng di desa Jagaraga. Perang ini disebut pula Perang
Puputan, Kenapa dikatakan dengan Perang Puputan?, Karena perang dijiwai oleh semangat puputan
yaitu perang habis-habisan. Bagi masyarakat Bali, puputan dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
Nyawa seorang ksatri berada diujung senjata kematian di medan pertempuran merupakan
kehormatan.
Dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan negara maupun keluarga tidak dikenal
istilah menyerah kepada musuh.
Menurut ajaran Hindu, orang yang mati dalam peperangan, rohnya akan masuk surga.
Benteng Jagaraga berada di atas bukit, berbentuk Supit Urang yang dikelilingi dengan parit
dan ranjau untuk menghambat gerak musuh. Selain laskar Buleleng maka raja-raja Karangasam,
Mengwi, Gianyar dan Klungkung juga mengirim bala bantuan sehingga jumlah seluruhnya mencapai
15000 orang. Semangat para prajurit ditopang oleh isteri Jelantik bernama Jero Jempiring yang
menggerakkan dan memimpin kaum wanita untuk menyediakan makanan bagi para prajurit yang
bertugas digaris depan.
Pada tanggal 7 Maret 1848 kapal perang Belanda yang didatangkan dari Batavia dengan 2265
serdadu mendarat di Sangsit. Parukan Belanda dipimpin oleh Mayor Jendral Van der Wijck
menyerang Sangsit lalu menyerbu benteng Jagaraga. Serangan Belanda dapat digagalkan.
AKHIR DARI PERANG BALI
Pada tanggal 1849 Belanda mendatangkan pasukan yang lebih banyak berjumlah 15000 orang
lebih terdiri dari pasukan infanteri, kavaleri, artileri dan Zeni dipimpin oleh Jendral Mayor A.V
Michiels dan Van Swieten. Benteng Jagaraga dihujani meriam dengan gencar. Tak ada seorangpun
laskar Buleleng yang mundur, mereka semuanya gugur pada tangal 19 April 1849 termasuk isteri
Patih Jelantik yang bernama Jero Jempiring. Dengan jatuhnya benteng Jagaraga maka Belanda dapat
menguasai Bali utara. Selain puputan Buleleng, perlawanan rakyat Bali juga terjadi melalui puputan
Badung, Klungkung dan daerah lain walaupun akhirnya pada tahun 1909 seluruh Bali jatuh ke tangan
Belanda.

f. PERANG BANJAR
LATAR BELAKANG
perang banjar menjadi tema pokok dalam mempelajari sejarah perjuangan rakyat banjar
terhadap Belanda. Adapun peristiwa yang melatarbelakangi peristiwa tersebut adalah sbb:
Belanda ingin menguasai Banjar.
Sumber Daya Alam yang ada di wilayah banjar menjadi faktor utama perang Banjar. Hal ini
dikarenakan Belanda ingin menguasai seluruh nusantara termasuk wilayah kesultanan Banjar beserta
hasil buminya seperti emas, batu bara, dan intan.
Belanda campur tangan terhadap urusan pribadi kesultanan Banjar.
Siapa yang tak geram dengan tingkah Belanda yang selalu ikut campur terhadap urusan intern
penguasa daerah. Siapapun pastinya tidak suka jika masalah pribadinya turut diperkeruh oleh pihak
lain. Begitu pula dengan kesultanan Banjar, Belanda yang notabenya adalah para pendatang serta
merta tidak menyetujui Pangeran Hidayatullah naik tahta menjadi pemimpin utama di kesultanan
Banjar. Hal ini tentunya disebabkan karena tidak memihaknya Pangeran Hidayatullah terhadap
Belanda.
Belanda menghapus kerajaan banjar dari nusantara.
Setelah menolak Pangeran Hidayatullah sebagai sultan kolonial Belanda justru menghapus
kesultanan Banjar dari daftar penguasa daerah. Hal ini tentunya sangat menyakitkan dan memukul
pihak kesultanan Banjar.
SEBAB
Penyebab Terjadinya Perang Banjar
Sebab Umum :
0 Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan perkebunan dan
pertambangan di Kalimantan Selatan.
0 Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kesultanan.
0 Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena daerah ini ditemukan
pertambangan batubara. (Karena ditemukan Batubara di kota Martapura Belanda telah merencanakan
untuk memindah ibukota kesultanan ke kota Negara - bekas ibukota pada zaman Hindu).
Sebab Khusus
0 Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui oleh
Belanda yang kemudian menganggap Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya tidak berhak
menjadi sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi sultan, Belanda
membubarkan Kesultanan Banjar.
0 Faktor ekonomi. Belanda melakukan monopoli perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil
tambang yaitu emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di
daerah tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud menguasai Kalimantan Selatan
untuk melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu diketemukan tambang batu bara di
Pangaronan dan Kalangan.
0 Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan yang menimbulkan berbagai ketidak
senangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah Pangeran
Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas tahta
hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.
JALANNYA PERANG
Jalannya peperangan terekam dalam beberapa tulisan berikut;
Sambil bertandak dan berdoa mereka menerobos sampai 10 langkah dari carre` ( formasi tempur
berbentuk persegi empat ); meriam houwitser diisi lagi. Tembak !! , kedengaran dari mulut
komandan, akan tetapi baik pipa houwitser maupun beberapa bedil macet. Beberapa orang musuh
sekarang datang melalui houwitser masuk kedalam carre: dengan pemimpinnya yang berpakaian
kuning di muka sekali. Kopral Smit mendapat tusukan tombak pada saat akan memasang lagi isian
bedil; van Halderen mendapat dua sabetan klewang yang mematikan pada saat akan memasang lagi
pipa yang baru. Pistol kepunyaan van der Heijden juga macet, ketika ia akan menembak kepala
penyerbu itu. Kepala yang gagah berani ini telah menerjangnya dan akan menekankan ujung tombak
ke dadanya. Koch segera melompat, menangkis dengan pedang tusukan itu, akan tetapi ia sendiri
terpanggang tusukan tombak dan keris, dan jatuh tersungkur. (De Bandjermasinsche Krijg hal. 205)
Tentara (Hindia Belanda) telah mempertahankan kehormatan namanya, banyak perwira dan prajurit
telah menunjukan keluarbiasaanya, banyak yang mengucurkan darahnya, banyak yang
mengorbankan nyawanya.
Barisan menjadi tipis, rumah-rumah sakit dan kapal-kapal pengangkut diisi penuh prajurit yang
kelelahan karena perang.
Terlalu sering kita ini wajib mengganti pasukan, dan menggantikannya dengan yang baru, yang
didatangkan dari Jawa; bahkan demikian seringnya, sehingga kita dalam melukiskan jalannya
peperangan segera berhenti memuat semua mutasi !!!.
(De Bandjermasinsche Krijg hal. 395 )
Perang yang tidak berkesudahan, kekalahan yang terus menerus, kematian prajurit maupun pimpinan
tentara Hindia Belanda yang tiada henti, sungguh membuat bingung, lelah dan frustasi, sehingga
dipersiapkanlah cara-cara yang sangat keji dan licik. Sebuah tipu muslihat yang sangat tidak pantas
dipersiapkan untuk memperoleh suatu kemenangan dalam peperangan.
Penipuan itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah, kemudian Pihak
Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi beliau sebelum dihukum
gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti, padahal semua itu hanya rekayasa
& tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti
ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya dilukiskan pihak
belanda : Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang Sri
Baginda Maharaja Bali seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya menghujat dalam,
menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan
dibalas dendam, karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah
selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat
kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan
Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang
sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai
seorang buronan dengan harga f 1000,- diatas kepalanya. Hanya karena keberanian, keuletan
angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk. Itulah
dia yang namanya : Pangeran Hidajat Oellah Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst,
( Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya
J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).Dengan penangkapan Sultan ini maka berakhirlah peperangan besar
yang terjadi, peperangan yang terjadi berikutnya dilukiskan oleh tentara Hindia Belanda sebagai
pemberontakan-pemberontakan kecil.Dengan Hidayat, pengganti sah dari Sultan Adam, rakyat yang
memberontak itu kehilangan tonggak penunjangnya; dengan Hidayat, pemimpin Agama, para
pemimpin agama kehilangan senjata yang paling ampuh untuk menghasut rakyat; oleh kepergian
Hidayat, hilanglah semua khayalan untuk memulihkan kembali kebesaran dan kekuasaan Kerajaan
Banjar, dengan kepergian Hidayat maka pemberontakan memasuki tahap terakhir
(De Bandjermasinsche krijg hal. 280)
Dengan Hidayat hilanglah semua khayalan, hasrat suci yang berlebihan, pendorong semangat dan
penyebab dari perang ini
(De Bandjermasinsche Krijg hal. 342)
AKIBAT DARI PERANG BANJAR
Bidang politik.
1. Daerah Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda.
2. Dibubarkannya negara Kesultanan Banjar.
Bidang ekonomi
Dikuasainya tambang batubara dan perkebunan di daerah Kalimantan Selatan
g. PERANG ACEH BERJIHAD
LATAR BELAKANG DAN SEBAB TERJADINYA PERANG ACEH
1. Aceh adalah negara merdeka dan kedaulatannya masih diakui penuh oleh negara-negara Barat.
Dalam Traktat London 17 Maret 1824, Inggris dan Belanda menandatangani perjanjian mengenai
pembagian wilayah jajahan di Indonesia dan Semenanjung Malaya. Dalam hal tersebut Belanda tidak
dibenarkan mengganggu kemerdekaan negara Aceh. Namun Belanda selalu mencari alasan untuk
menyerang Aceh dan menguasainya.
2. Berdasarkan Traktat Sumatera, 2 November 1871, pihak Belanda oleh Inggris diberi kebebasan
memperluas daerah kekuasaannya di Aceh. Sedangkan Inggris mendapat kebebasan berdagang di
Siak. Hal ini mengganggu ketenangan Aceh, untuk itu Aceh mempersiapkan diri mengadakan
perlawanan.
3. Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869. Lalu lintas
pelayaran di Selat Malaka semakin ramai semenjak Suez dibuka dan Aceh merupakan pintu gerbang
ke Selat tersebut.
4. Aceh menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas kesultanan Aceh. Maka tanggal 26 Maret
1873 pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan perang terhadap Aceh.
PEPERANGAN RAKYAT ACEH
Setelah mendarat pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih 3000 orang bala
tentara,serangan terhadap mesjid dilakukan dan berhasil direbut, tetapi kemudian diduduki kembali
oleh pasukan Aceh. Karena ternyata bertahan sangat kuat, serangan ditunda kembali sambil
menunggu bala bantuan dari Batavia. Akhirnya penyerbuan tak diteruskan, malahan ekspedisi ditarik
kembali.Pada bulan November 1873 Belanda mengirimkan ekspedisi kedua ke Aceh yang
berkekuatan 8.000 pasukan dan dipimpin oleh Jenderal Van Swieten. Pada tanggal 9 Desember 1873
ekspedisi telah mendarat di Aceh, kemudian langsung terlibat pertempuran sengit. Belanda
menggunakan meriam besar, sehingga laskar Aceh pimpinan Panglima Polim terus terdesak.
Akibatnya, mesjid raya kembali diduduki Belanda. Belanda terus bergerak dan menyerang istana
Sultan Mahmud Syah. Pasukan Aceh terdesak dan Sultan Mahmud Syah menyingkir ke Luengbata.
Daerah ini dijadikan pertahanan baru. Namun, tiba-tiba Sultan diserang penyakit kolera dan wafat
pada tanggal 28 Januari 1874. Ia digantikan putranya yang masih kecil, Muhammad Daudsyah yang
didampingi oleh Dewan Mangkubumi pimpinan Tuanku Hasyim. Perlawanan masih terus dilanjutkan
di mana-mana sehingga Belanda tetap tidak mampu menguasai daerah di luar istana. Belanda hanya
menguasai sekitar kota Sukaraja saja. Sementara itu, di seluruh Aceh dikobarkan suatu perlawanan
bernapaskan Perang Sabilillah. Ulama-ulama terkenal, antara lain Tengku Cik Di Tiro dengan penuh
semangat memimpin barisan menghadapi serbuan tentara Belanda.
Perlawanan Tengku Cik Ditiro
Tengku Cik Ditiro dilahirkan pada 1836 dengan nama kecilnya Muhammad Saman. Ia
dibesarkan dalam lingkungan agama, kemudian ia menunaikan haji. Pada Mei 1881, Pasukan Cik
Ditiro dapat merebut benteng Belanda di Indragiri, kemudian menyerang ke Pulau Breuh dengan
harapan pada 1883 Belanda dapat diusir dari Bumi Aceh. Belanda mengalami kesulitan untuk
menundukkan Cik Ditiro. Belanda membujuk damai, namun Cik Ditiro menolaknya. Karena Belanda
kesulitan membujuk Cik Ditiro, akhirnya Belanda menggunakan cara halus, yaitu dikhianati oleh
teman seperjuangannya, seorang wanita, dengan berpura-pura mengantar makanan yang sudah
ditaburi racun. Kemudian, beliau sakit dan wafat pada Januari 1891 di Benteng Apeuk Galang Aceh.

Perlawanan Teuku Umar dan Cut Nyak Dien


Rakyat di daerah Aceh Barat juga bangkit melawan Belanda dipimpin oleh Teuku Umar bersama
istrinya Cut Nyak Dien. Ia memimpin serangan-serangan terhadap pos-pos Belanda sehingga
menguasai daerah sekitar Meulaboh pada tahun 1882. Daerah-daerah lainnya di luar Kutaraja juga
masih dikuasai pejuang-pejuang Aceh. Mayor Jenderal Van Swieten diganti Jenderal Pel yang
kemudian tewas dalam pertempuran di Tonga. Tewasnya 2 perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal
Kohler dan Jenderal Pel merupakan pukulan berat bagi Belanda. Belanda mencoba menerapkan
siasat konsentrasi stelsel yaitu sistem garis pemusatan di mana Belanda memusatkan pasukannya di
benteng-benteng sekitar kota termasuk Kutaraja. Belanda tidak melakukan serangan ke daerah-
daerah tetapi cukup mempertahankan kota dan pos-pos sekitarnya. Namun, siasat ini tetap tidak
berhasil mematahkan perlawanan rakyat Aceh. Oleh karena sulitnya usaha untuk mematahkan
perlawanan laskar Aceh maka pihak Belanda berusaha mengetahui rahasia kehidupan sosial budaya
rakyat Aceh dengan cara mengirim Dr. Snouck Hurgronye, seorang misionaris yang ahli mengenai
Islam untuk mempelajari adat-istiadat rakyat Aceh.
AKHIR PERANG RAKYAT ACEH
Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan serangan besar-
besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz. Tanpa
mengenal perikemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang menjadi
targetnya. Satu per satu pemimpin para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh.
Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Perlawanan rakyat Aceh yang
merupakan perlawanan paling lama dan terbesar di Sumatera akhirnya mendapat tekanan keras dari
Belanda. Pada tanggal 26 November 1902, Belanda berhasil menemukan persembunyian rombongan
Sultan dan menawan Sultan Muhammad Daud Syah pada tahun 1903. Disusul menyerahnya
Panglima Polim dan raja Keumala.
Sedangkan Teuku Umar gugur karena terkena peluru musuh tahun 1899. Pada tahun 1891 Tengku
Cik Di Tiro meninggal dan digantikan putranya, yaitu Teuku Mak Amin Di Tiro. Dengan hilangnya
pemimpin yang tangguh itu perlawanan rakyat Aceh mulai kendor, Belanda dapat memperkuat
kekuasaannya. Jatuhnya Benteng Kuto Reh pada tahun 1904, memaksa Aceh harus menandatangani
Plakat pendek atau Perjanjian Singkat (Dokumen Korte Verklaring) yang dikeluarkan oleh Van
Heutsz. Perjanjian ini menanda kan bahwa Aceh tunduk kepada Belanda.
Isi pernyataan dalam Plakat Pendek (Dokumen Korte Verklaring) adalah:
1. mengaku dan tunduk kepada Belanda,
2. patuh kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh Belanda,
3. tidak akan berhubungan dengan negara lain selain dengan Belanda. Perang Aceh secara resmi
dianggap berakhir pada 1912, tetapi serangan-serangan terhadap Belanda masih berlangsung, seperti
pada 1927 terjadi per tempuran hebat di Bakongan.
h. PERANG BATAK
LATAR BELAKANG DAN SEBAB
Sebab umum.

Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut agama Batak kuno (Animisme
dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di Tapanuli.
Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk menguasai daerah
Tapanuli.
Alasan yang digunakan Belanda untuk menindas pejuang Padri dan pemimpin-pemimpin
Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.

Sebab Khusus

Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Kristen di daerah Tapanuli.
Perang Tapanuli (1878-1907) terjadi karena kebijakan Belanda di Nusantara, dan berlaku juga di
Tapanuli, membuat rakyat mengalami penderitaan yang hebat. Banyak para petani yang kehilangan
tanah dan pekerjaannya karena diberlakukannya politik liberal yang membebaskan kepada para
pengusaha Eropa untuk dapat menyewa tanah penduduk pribumi. Dan dalam pelaksanaanya banyak
penduduk pribumi yang dipaksakan untuk menyewakan tanahnya dengan harga murah. Untuk itu
Sisingamangaraja mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda:
1. Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
2. Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan sekitarnya
3. Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.
Sedangkan penyebab khusus perlawanan adalah kemarahan sisingamangaraja atas penempatan
pasukan Belanda di Tarutung.

PEPERANGAN BATAK
Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah
Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja
Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit
berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang terbeang atau
ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan
dan sangat menghargai kemerdekaan.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada
pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah
Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di
Bangkara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer
Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah
pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun
kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian
mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di
Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin
oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara
pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh
Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan
diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa
Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan
pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan
secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar,
Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan
dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur
pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula
dalam latihan perang Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik
perang perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu
orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini dapat dihentikan oleh pasukan Belanda
yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan melawan perjuangan di
Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan Sisingamangaraja XII karena
untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan.
Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda.
Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda
mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu Talu dapat direbut kembali. Pada tanggal 4
September 1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke
Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi
pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus
menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion.
Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatra Utara.
Kemudian untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII
menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik
mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu
pencari jejak dari Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini
terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki Si
Gurbak Ulu Na Birong. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut
Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan
dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong
Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang
menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan
Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan
mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia
bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap
pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal
dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul
Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di
perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah
Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Sisingamangaraja
XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Pengikut-
pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga
Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban
perjuangan. Gugurnya Sisingamangaraja XII merupakan pertanda jatunya tanah Batak ke tangan
Belanda.
AKHIR PERANG
Yang awalnya pasukan Si Singa Mangaraja masih melakukan perlawana namun tahun 1900
kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut. Sehingga perlawanna tidak dikerahkan untuk
melakukan penyerangan sebanyak mungkin melainkan memperthankan diri dari serangan lawan
selain penduduk daerah Dairi dan Pak Pak Masih setia kepada mereka. Selain itu Belanda juga
melakukan gerakan pembasmi gerakan gerakan perlawanan yang ada diSumatera ( Aceh dan
Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus ke Batak. Mereka
mengadakan pengepungan dan mebakar kamung kampung yang membangkan pertempuran
semakin sengit antara kedua belah pihak.
Pada saat Belanda sampai di daerah pak Pak dan Dairi pasukan Si Singa Mangaraja
semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan Aceh sudah terputus. Denga
terdesaknya pasukan Si Singa Mangaraja merka terus berpindah pindah dari satu tempat ketempat
yang lain untuk menyelamatkan diri. Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan oleh Belanda terhadap
pasukan Si Singa Mangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin oleh Hans Christoffel.
Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja oleh Belanda namun merak gagal menangkap
Si Singa Mangaraja dan anak istri Si Singa Mangaraja ditawan oleh Belanda. Boru Situmorang ibu Si
Singa Mangaraja tertangkap dan dijadikan tawanan perang oleh Belanda sementara itu Si Singa
Mangaraja belum juga mneyerahkan diri dan belanda terus mencari sampai tanggal 28 Mei pihak
belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Barus maka Wenzel menarahkan pasukan
untuk menangkapnya tetapi tidak berhasil.
4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Penegen dan
Bululage dan mereka melakukan pengerebekan melalui Huta Anggoris yang tak jauh dari
panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah meninggalkan tepat itu sebelum mereka datang. Si
Singa Mangaraja terus menyikir ke darah Alahan sementara itu Belanda terus mengejar melalui
kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi. Banyak penduduk sekitar ditangkap karena dicurigai
bekerjasma dengan Si Singa Mangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 jJuni
1907 Si Singa Mangaraja berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon ( derah Dairi ) dalam keadaan
lemah Si Singa Mangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan. Dalam peristiwa Si Singa
Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu Si Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat.
Disaat yang bersamaan anak perempuan dan dua putra laki lakinya juga gugur sedankan istri, ibu
dan putra putra masih menjadi tawana perang oleh Belanda . dengan gugurnya Si Singa Mangaraja
maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat itu kerja rodi didaerah ini meraja lelah
struktur tradisional masyarakat semaki lama semakin runtuh.
DAMPAK PERANG
Orang batak banyak terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkam, rumah rumah hancur
dibakar, agama Keristen saat itu meraja lelah tampa ada halangan dari pihak manapun sedangkan
pihak Belanda mengalami kebangkrutan dana yag disebakan karena saat bersamaan Belanda juga
menghadapi Aceh yang begitu kuat sehingga didatang pasukan pasukan dari luar yang dibayar
mahal.
a). Bidang Politik.
Seluruh daerah Tapanuli dapat dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
b). Bidang ekonomi.
Dikuasainya monopoli perdagangan di sana terutama hasil perkebunannya seperti tembakau.
c). Bidang sosial.
Tersebarnya agama kristen di Tapanuli secara meluas yang menyebabkan berubahnya keyakinan
masyarakat sebelumnya.

C. KELEMAHAN PERJUANGAN BANGSA INDONESIA


1. Bersifat lokal atau kedaerahan, artinya terbatas daerah tertentu saja. Tidak ada koordinasi antara
pejuang satu daerah dengan daerah lain
2. Perlawanan secara sporadic dan tidak serentak
3. Perlawanan dipimpin oleh pimpinan kharismatik sehingga tidak ada yang melanjutkan
4. Sebelum masa 1908 perlawanan menggunakan kekerasan senjata
5. Para pejuang di adu domba oleh penjajah (devide et impera politik memecah belah bangsa
Indonesia)
Belanda pertama kali datang di Indonesia di Banten pada tahun 1596. Pelayaran orang-orang Belanda
pada saat itu dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Pada tahun 1598, untuk kedua kalinya armada
Belanda datang ke Banten, dipimpin oleh Jacob van Neck dan van Waerwijk. Untuk memenangkan
persaingan perdagangan, Belanda mendirikan Vereeningde Oost Indische Compagnie atau VOC,
yang artinya Persatuan Dagang Hindia Timur. VOC didirikan pada 20 Maret 1602. Gubernur Jendral
VOC yang pertama adalah Pieter Both. Tadinya, markas besar VOC ada di Ambon, Maluku, tetapi
pada masa Gubernur Jendral Jan Pietezoon Coen, markasnya dipindah ke Jayakarta. Tujuan utama
VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
a. Perlawanan Rakyat Kesultanan Makassar
Sejak abad ke-17, Kesultanan Makassar telah menjadi negara maritim. Kesultanan Makassar telah
menjalin hubungan perniagaan secara bebas dengan negera-negara di Eropa, seperti Denmark,
Inggris, Perancis, dan Portugis. Sejak kehadiran VOC yang melaksanakan sistem monopoli dalam
perdagangannya, perniagaan Makassar terganggu dan mengalami kemunduran. Oleh karena itu,
Kesultanan Makassar sangat menentang monopoli tersebut dengan cara-cara berikut.
Makassar melakukan pembelian rempah-rempah secara sembunyi-sembunyi dari rakyat yang
diduduki VOC, selain itu menyalurkan bahan-bahan kebutuhan pokok rakyat.
Makassar senantiasa menjual rempah-rempah kepada semua bangsa yang membutuhkan dan
ingin membelinya.
Makassar turut membantu rakyat Maluku yang sedang berperang melawan VOC, seperti di
Ternate dan Ambon.
VOC beranggapan bahwa Kesultanan Makassar harus ditaklukkan. Karena ada perselisihan antara
Sultan Makassar, Hasannudin, dan Sultan Bone, Aru Palaka, Belanda memanfaatkan hal ini untuk
menyerang Makassar dengan hasutan dan politik adu domba yang licik. Tahun 1666, VOC
melancarkan serangan hebat ke Makassar. Menghadapi serangan tersebut, Sultan Hasanuddin
melakukan perlawanan yang gigih. Namun, karena kekuatan VOC dibantu oleh Aru Palaka jauh
lebih besar, akhirnya pasukan Sultan Hasanuddin dipaksa menyerah. Sultan Hasanuddin
menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1667 di Bongaya. Perjanjian itudinamakan Perjanjian
Bongaya. Isi Perjanjian Bongaya tersebut ialah sebagai berikut.
Hasanuddin mengakui VOC sebagai pelindungnya
Kapal-kapal Makassar tidak boleh berlayar di Maluku
Makassar menjadi monopoli VOC
Bugis, Bima, dan Sumbawa diserahkan kepada VOC
Makassar diblokade VOC
Rakyat Makassar pada tahun 1669 kembali mengangkat senjata yang dipimpin oleh Kareang
Galesung. Namun karena tidak seimbangnya persenjataan, akhirnya perlawanan gagal. Para
pedagang dan pelaut Makassar yang tidak setuju dengan isi Perjanjian Bongaya menyingkir dari
Makassar. Mereka menyebar ke berbagai tempat di nusantara dan selalu mengadakan perjuangan
menentang VOC dengan cara:
Menggangu kapal-kapal dagang VOC yang sedang berlayar, dan
Membantu setiap perlawanan yang menentang VOC, seperti Banten dan beberapa tempat
lainnya di Jawa Timur.
b. Perlawanan Rakyat Kesultanan Banten
Sekitar abad ke-16, Kesultanan Banten telah berkembang menjadi kerajaan yang besar dan
berpengaruh. Wilayah kekuasaannya meliputi sekitar Banten, Jayakarta, sampai ke Lampung.
Kebesaran Kerajaan Banten, tidak terlepas dari dikuasainya Selat Malaka oleh Portugis. Para
pedagang Islam yang semula berlayar melalui Selat Malaka lebih memilih berlayar melalui Selat
Sunda.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Indonesia memperoleh kemerdekaan dalam waktu yang lama. Banyak para pahlawan yang
gugur demi mempertahankan bumi pertiwi tercinta. Mereka mengorbankan seluruh jiwa dan raga
untuk mengejar sebuah kata merdeka. Sebelum tahun 1908, telah banyak bangsa lain yang ingin
menjajah dan menguasai Indonesia. Mereka banyak memeras, menindas, dan merampas hak-hak
rakyat Nusantara. Banyak perlawanan dari pahlawan-pahlawan kita yang masih bersifat
kedaerahan. Muncul banyak tokoh-tokoh yang memegang andil besar dalam perlawanan terhadap
penjajahan yang bangsa lain lakukan.
Tugas kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan ini, tetap menjaga
semangat perjuangan dan mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita. Namun di jaman
globalisasi sekarang ini, semangat generasi muda penerus bangsa kian menurun dan sangat
memprihatinkan. Melihat akan gigihnya para pejuang daerah kita terdahulu, harusnya para
pemuda merasa malu. Semestinya para pemuda generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan
para pendahulu yang rela berkorban tanpa jasa dan berani memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Sebagai generasi muda seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk
mengisi kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak.

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid


IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suyono Capt.R.P. 2003. Peperangan Kerajaan di Nusantara. Jakarta:PT Gramedia
Hanna, Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai