Anda di halaman 1dari 104

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN SIFAT FISIK SEDIAAN KRIM,


GEL, DAN SALEP YANG MENGANDUNG ETIL P-
METOKSISINAMAT DARI EKSTRAK RIMPANG
KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN.)

SKRIPSI

SRY WARDIYAH
1111102000058

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015

i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN SIFAT FISIK SEDIAAN KRIM,


GEL, DAN SALEP YANG MENGANDUNG ETIL P-
METOKSISINAMAT DARI EKSTRAK RIMPANG
KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA LINN.)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SRY WARDIYAH
1111102000058

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015

ii
ABSTRAK

Nama : Sry Wardiyah


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep
yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak
Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

Kencur (Kaempferia galanga Linn.) merupakan tanaman yang termasuk suku


Zingiberaceae yang mengandung minyak atsiri, yang terdiri atas etil p-
metoksisinamat (EPMS) 30%.EPMS merupakan komponen terbesar dari rimpang
kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.EPMS diformulasikan dalam
bentuk sediaan setengah padat, yaitu krim, gel, dan salep.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui sifat fisik dari ketiga sediaan dan mengetahui sediaan yang
paling stabil.Kencur diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana, kemudian
ekstrak cair dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50C. Ekstrak
kental yang didapatkan kemudian diisolasi hingga didapatkan kristal EPMS.
Selanjutnya diuji kemurniannya menggunakan metode KLT dengan eluen n-
heksana : etil asetat (3:2) dan dianalisa menggunakan GCMS. Kristal EPMS yang
didapatkan dari hasil isolasi berwarna kuning pucat, berbentuk kristal jarum, dan
berbau aromatik khas lemah, dengan titik leleh 49-50C. EPMS yang didapatkan
kemudian diformulasikan dalam 3 bentuk sediaan setengah padat, yaitu krim, gel,
dan salep.Ketiga formula dari masing-masing jenis sediaan dioptimasi untuk
mendapatkan formula yang optimal. Masing-masing sediaan yang telah
dioptimasi, kemudian dikarakterisasi secara fisik dengan cara melakukan uji
organoleptis, homogenitas, pH, daya sebar, viskositas dan sifat alir, serta
pengujian stabilitas sediaan (cycling test, sentrifugasi, dan penyimpanan pada
suhu ruang dan suhu 40C).Pengujian sifat fisik ini dilakukan pada minggu ke-0
dan minggu ke-4.Ketiga jenis sediaan ini disimpan selama 4 minggu pada suhu
ruang dan suhu 40C.Berdasarkan uji stabilitas, didapatkan hasil yang
menunjukkan bahwa sediaan gel yang mengandung EPMS dari rimpang kencur
merupakan bentuk sediaan yang paling stabil, sedangkan sediaan krim dan salep
tidak stabil.Karakteristik sediaan gel yaitu berwarna kuning kehijauan, berbau
alkohol, homogen, memiliki pHsebesar 6,448;viskositas 27000cPs; daya sebar gel
dengan slope 0,0912 cm2/gram; dan sifat alir sediaan adalah aliran plastis
tiksotropik.

Kata kunci : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), krim, gel,


salep, stabilitas fisik

vi
ABSTRACT

Name : Sry Wardiyah


Study Program : Pharmacy
Title : Physical Characteristics Comparison of Cream, Gel, and
Ointment that Contain Ethyl p-methoxycinnamic from
Kencur Rhizome Extract (Kaempferia galanga Linn.)

Kencur (Kaempferia galanga Linn.) is a plant which is classified as


Zingiberaceae that contain essential oil including ethyl p-methoxycinnamate
(EPMC) 30%. EPMC is the main component from kencur rhizome that has anti-
inflammatory activity. EPMC was formulated into semisolid dosage forms which
were cream, gel, and ointment. The purpose of this study were to evaluate the
physical characteristics of the dosage forms and to find the most stable dosage
form. Kencur was extracted by using n-hexane, and then the liquid extract was
concentrated by using rotary evaporator at temperature of 50C. Viscous extract
was then isolated to obtain EPMC crystals. It was then further tested for purity
using TLC with eluent n-hexane : ethyl acetate (3:2) and analyzed by using
GCMS. EPMC crystals obtained from the isolated were pale yellow, needle-
shaped crystals, and had a distinctive aromatic smell, with a melting point of 49-
50C. EPMC obtained then formulated into 3 semisolid dosage forms such
as creams, gels, and ointments. The three formulas of each type of preparations
were optimized to obtain the optimal formula. Each of the optimized preparation
was then evaluated for its physical characteristic which included organoleptic
test, homogenity, pH, spreading ability, viscosity and flow characteristic, and
stability test (cycling test, centrifugation, and stored in room temperature
and 40Ctemperature). Physical characteristic tests were performed at week0 and
week 4. The dosage forms were stored for 4 weeks in room temperature
and 40C temperature. From the stability test, results showed that gel that contain
EPMC from kencur rhizome (Kaempferia galanga Linn.) was stable, while
the cream and ointment was unstable. The characteristics of gel dosage form were
yellow to green colored, smelled alcoholic, homogenous, pH 6,448; the
viscosity of 27000cPs; the slopespreading ability of the gel 0,0912 cm2/gram; and
the flow characteristic of the dosage form was plastic thicsothropic.

Keywords : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), cream, gel,


ointment, physical stability

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.Penulisan
skripsi yang berjudul Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel,
dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga Linn.) bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada:
1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt.
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu,
tenaga, saran, dan dukungan kepada penulis selama ini.
2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Yardi, Ph.D., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Nelly Suryani,
Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Nelly Suryani, Ph.D., Apt., dan Eka Putri, M.Si., Apt., selaku dewan penguji
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam penelitian ini.
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.
6. Kedua orang tua tersayang, ayahanda Aprinal dan ibunda Ramadeni yang
telah membesarkan, mendidik, dan senantiasa memberikan kasih sayang, doa
yang tak pernah terputus, memberikan semangat, dukungan dan perhatian
terbesar bagi penulis baik secara moril maupun materiil.

viii
7. Kedua adikku tersayang Widi Safitri dan Della Fathira serta
keluargabesarkuatas setiap doa, semangat, dan dukungannya kepada penulis.
8. Teman-teman tersayang (Achi, Rizza,Astri,Fio, Brasti, Fiza, Fitri, Maharani,
Inten, dan Wardah) yang selalu ada dan tak henti memberikan semangat,
dukungan, dan saran kepada penulis selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan Geng Unyils Icho danArin atas kebersamaan,
bantuan, dukungan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
10. Rhesa, Reza, Ali, Nicky, Haidar, Sutar, dan Aziz yang telah membantu penulis
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
11. Atikah, Rizky F., Rama, Aditya, Rizki S, Anggia dan seluruh keluarga besar
IPA3 yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.
12. Kak Nanda, Kak Bustami, dan kakak-kakak Bimbingan Tes Alumni yang
telah memberikan dukungan kepada penulis selama ini.
13. Seluruh kakak laboran yang telah membantu penulis melakukan penelitian.
14. Teman-teman Farmasi 2011, khusunya Farmasi 2011 AC atas kebersamaan,
kekeluargaan, dukungan dan bantuan selama ini.
15. Nunud, Dian, Azmi, Risha, Afina, Zakiyah, Lilis, Icak, Noni dan seluruh
keluarga besar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas dukungannya kepada penulis.
16. Serta kepada semua pihakyang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu
penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya.

Ciputat, Juli 2015

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4


2.1.Tumbuhan Kencur .......................................................................... 4
2.1.1. Taksonomi Tumbuhan .................................................. 4
2.1.2. Habitat Tumbuh ............................................................ 5
2.1.3. Morfologi ...................................................................... 5
2.1.4. Kandungan Kimia ......................................................... 6
2.1.5. Manfaat Tumbuhan ....................................................... 7
2.2.Ekstraksi ......................................................................................... 8
2.2.1. Ekstrak .......................................................................... 8
2.2.2. Ekstraksi ....................................................................... 8
2.3.Kromatografi .................................................................................. 12
2.4. Krim ........................................................................................... 14
2.4.1. Definisi Sediaan Krim .................................................. 14
2.4.2. Fungsi Krim .................................................................. 15
2.4.3. Kualitas Dasar Krim ..................................................... 16
2.4.4. Bahan-bahan Penyusun Krim ....................................... 16
2.4.5. Metode Pembuatan Krim .............................................. 17
2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim ................................................ 18
2.4.7. Evaluasi Mutu Sediaan Krim ........................................ 18
xi
2.5. Gel ............................................................................................. 19
2.5.1. Definisi Sediaan Gel ..................................................... 19
2.5.2. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi .................. 20
2.5.3. Kegunaan Gel ............................................................... 23
2.5.4. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Gel ...................... 24
2.5.5. Sifat dan Karakteristik Gel ........................................... 24
2.5.6. Metode Umum Pembuatan Gel .................................... 26
2.6. Salep .......................................................................................... 26
2.6.1. Definisi Sediaan Salep .................................................. 26
2.6.2. Penggunaan Salep ......................................................... 27
2.6.3. Karakteristik Salep........................................................ 27
2.6.4. Eksipien dalam Sediaan Salep ...................................... 27
2.7. Stabilitas dan Uji Kestabilan Fisik ............................................ 31
2.8. Formulasi Sediaan Setengah padat ............................................ 32
2.8.1. Setil Alkohol ................................................................. 32
2.8.2. Isopropil Miristat .......................................................... 33
2.8.3. Asam Stearat ................................................................. 33
2.8.4. Trietanolamin ................................................................ 34
2.8.5. Minyak Zaitun .............................................................. 35
2.8.6. Propilen Glikol.............................................................. 35
2.8.7. Metil Paraben ................................................................ 36
2.8.8. Propil Paraben ............................................................... 37
2.8.9. Natrium Metabisulfit .................................................... 38
2.8.10. Karbopol ....................................................................... 39
2.8.11. Hidroksipropil Metilselulosa ........................................ 40
2.8.12. Vaselin Album .............................................................. 41
2.8.13. Cera Alba ...................................................................... 42
2.8.14. Lanolin Anhidrat ........................................................... 42

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 43


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 43
3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 43
3.2.1. Alat .............................................................................. 43
3.2.2. Bahan ........................................................................... 43
3.3. Prosedur Penelitian .................................................................... 44
3.3.1. Isolasi Kristal EPMS ....................................................... 44
3.3.1.1.Pengambilan Sampel ........................................... 44
3.3.1.2.Penyiapan Simplisia ............................................ 44
3.3.1.3. Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur .................. 44
3.3.2. Identifikasi Kristal EPMS ............................................... 45
3.3.2.1. Pemeriksaan Organoleptis.................................. 45
3.3.2.2. Pengukuran Titik Leleh ...................................... 45
3.3.2.3.Identifikasi Senyawa EPMS menggunakan GCMS... 45
3.3.3. Optimasi Formula Sediaan Setengah Padat .................... 46
3.3.3.1. Krim ................................................................... 46
3.3.3.2. Gel ...................................................................... 47
3.3.3.3. Salep ................................................................... 47
3.3.3.4. Evaluasi Formula ............................................... 48
xii
3.3.4. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan ............................................ 48
3.3.4.1. Pemeriksaan Organoleptis ................................. 48
3.3.4.2. Pemeriksaan Homogenitas ................................ 48
3.3.4.3. Penentuan pH Sediaan ....................................... 49
3.3.4.4. Pemeriksaan Viskositas dan Sifat Alir .............. 49
3.3.4.5. Pemeriksaan Daya Sebar ................................... 49
3.3.4.6.Uji Stabilitas ........................................................ 49

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 51


4.1.Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ............................................. 51
4.2.Identifikasi Kristal EPMS ............................................................. 52
4.3.Optimasi Formula Sediaan ........................................................... 53
4.3.1. Krim ............................................................................... 53
4.3.2. Gel ................................................................................... 54
4.3.3. Salep ................................................................................ 55
4.4.Evaluasi Sifat Fisik Sediaan ......................................................... 55
4.4.1. Organoleptis ................................................................... 56
4.4.2. Homogenitas ................................................................... 57
4.4.3. Pengukuran Derajat Keasaman (pH) ............................... 58
4.4.4. Daya Sebar ..................................................................... 59
4.4.5. Sentrifugasi ..................................................................... 62
4.4.6. Viskositas dan Sifat Alir ................................................. 63
4.4.7. Cycling Test..................................................................... 66
4.4.7.1. Krim .................................................................. 66
4.4.7.2. Gel ..................................................................... 66
4.4.7.3. Salep .................................................................. 67
4.4.8. Pengukuran Diameter Globul Rata-rata .......................... 67

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 69


5.1.Kesimpulan ................................................................................... 69
5.2.Saran ............................................................................................. 69

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70


LAMPIRAN .................................................................................................... 75

xiii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1.Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) ................................ 4
Gambar 2.2.Struktur Etil p-Metoksisinamat .................................................. 6
Gambar 2.3.Struktur Setil Alkohol ................................................................. 32
Gambar 2.4.Struktur Isopropil Miristat .......................................................... 33
Gambar 2.5.Struktur Asam Stearat ................................................................. 33
Gambar 2.6.Struktur Trietanolamin ............................................................... 34
Gambar 2.7.Struktur Propilen Glikol ............................................................ 35
Gambar 2.8.Struktur Metil Paraben ................................................................ 36
Gambar 2.9.Struktur Propil Paraben ............................................................. 37
Gambar 2.10.Struktur Karbopol .................................................................... 39
Gambar 2.11.Struktur Hidroksipropil Metilselulosa ..................................... 40
Gambar 4.1.KLT Isolat Kencur ...................................................................... 51
Gambar 4.2.Spektrum GCMS EPMSstandar ................................................. 52
Gambar 4.3. Spektrum GCMS EPMS yang diuji ......................................... 53
Gambar 4.4. Kurva Daya Sebar Krim ......................................................... 59
Gambar 4.5. Kurva Daya Sebar Gel ............................................................ 60
Gambar 4.6. Kurva Daya Sebar Salep ......................................................... 60
Gambar 4.7. Kurva Daya Sebar Minggu ke-0 ............................................. 61
Gambar 4.8.Kurva Sifat Alir Krim ................................................................ 64
Gambar 4.9. Kurva Sifat Alir Gel .................................................................. 64
Gambar 4.10. Kurva Sifat Alir Salep ............................................................ 65
Gambar 4.11. Globul Minggu ke-0 ............................................................... 68
Gambar 4.12. Globul Setelah Cycling Test .................................................... 68
Gambar 4.13. Globul Minggu ke-4 Suhu Ruang ........................................... 68
Gambar 4.14. Globul Minggu ke-4 Suhu 40C ............................................. 68

xiv
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1.Pengawet Sediaan Gel ..................................................................... 22
Tabel 3.1.Formulasi Krim ............................................................................... 46
Tabel 3.2.Formulasi Gel .................................................................................. 47
Tabel 3.3.Formulasi Salep ............................................................................... 47
Tabel 4.1.Hasil Identifikasi Kristal EPMS ...................................................... 52
Tabel 4.2.Hasil Uji Optimasi Formula Krim ................................................... 53
Tabel 4.3.Hasil Uji Optimasi Formula Gel ..................................................... 54
Tabel 4.4.Hasil Uji Optimasi Formula Salep .................................................. 55
Tabel 4.5.Hasil Pengamatan Secara Organoleptis ........................................... 56
Tabel 4.6.Hasil Pengamatan Homogenitas ...................................................... 57
Tabel 4.7.Hasil Pengujian pH.......................................................................... 58
Tabel 4.8.Data Uji Daya Sebar Krim .............................................................. 59
Tabel 4.9.Data Uji Daya Sebar Gel ................................................................. 59
Tabel 4.10.Data Uji Daya Sebar Salep ............................................................ 60
Tabel 4.11.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-0 ................................................ 61
Tabel 4.12.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu Ruang ........................... 61
Tabel 4.13.Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu 40C .............................. 62
Tabel 4.14.Hasil Uji Sentrifugasi .................................................................... 63
Tabel 4.15.Hasil Uji Viskositas ....................................................................... 64
Tabel 4.16.Hasil Cycling Test ......................................................................... 66

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Hal
Lampiran 1.Kerangka Konsep ....................................................................... 75
Lampiran 2.Bagan Alur Kerja Destilasi Pelarut n-heksana Teknis ............... 76
Lampiran 3.Bagan Alur Isolasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur .......... 77
Lampiran 4.Gambar Alat Penelitian............................................................... 78
Lampiran 5.Penyiapan Simplisia dan Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur .. 79
Lampiran 6.Perhitungan Rendemen, dan Rf .................................................. 80
Lampiran 7.Data Hasil Uji pH ....................................................................... 81
Lampiran 8.Data Hasil Pengukuran Daya Sebar ........................................... 82
Lampiran 9.Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir ...................... 87
Lampiran 10.Data Hasil Pengukuran Diameter Globul Rata-rata ................. 88

xvi
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati, salah satunya adalah
keanekaragaman floranya.Flora yang beranekaragam ini dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dan organisme lainnya, baik bagi kesehatan,
sandang, pangan, dan papan.Dalam kesehatan, banyak sekali tanaman yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional.Tanaman obat secara turun temurun telah
digunakan bagi masyarakat Indonesia khususnya untuk mencegah, mengobati dan
memelihara kesehatan.
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman obat yang
bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan dan memiliki
potensi untuk dikembangkan.Kencur ini sering digunakan secara empirik sebagai
obat tradisional seperti obat batuk, radang lambung, muntah-muntah, nyeri,
tetanus, sakit kepala, memperlancar haid, dan influenza (Nie, 2012).Penelitian
Sulaiman et al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak kencur memiliki aktivitas
antiinflamasi yang diuji pada radang akut yang diinduksi dengan karagenan.
Menurut Hasanah (2011), rimpang kencur juga sering digunakan sebagai obat
tradisional, salah satunya adalah untuk mengobati radang (inflamasi).
Kencur merupakan tanaman yang termasuk suku Zingiberaceae yang
diketahui mengandung minyak atsiri. Berdasarkan penelitian Inayatullah (1997),
tanaman kencur mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 2,4-3,9% yang terdiri
atas etil-p-metoksisinamat 30% (EPMS). EPMS merupakan komponen terbesar
dari rimpang kencur, yang dapat dimanfaatkan karena memiliki aktivitas sebagai
tabir surya, analgesik-antiinflamasi dan antibakteri (Ifansyah, 1996).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai aktivitas ekstrak
etanol kencur antara lain sebagai penyembuh luka (Tara V., 2006), dan sebagai
analgesik dan antiinflamasi (Vittalrao, 2011). Ekstrak minyak atsiri sebagai
antibakteri dan antifungi (Tewtrakul et al., 2005), dan ekstrak air dari kencur
memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman et al.,
2008).Selain itu juga telah dilakukan penelitian menggunakan ekstrak n-heksana

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

kencur, dan didapatkan senyawa EPMS yang diisolasi dari ekstrak kencur yang
dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi (Mufidah, 2014).
Efek antiinflamasi kencur terutama berasal dari senyawa etil p-
metoksisinamat (EPMS).EPMS ini memiliki efek analgesik dan antiinflamasi
yang signifikan dengan menghambat sintesis TNF- dan IL-1.Selain itu, efek ini
juga melibatkan penghambatan fungsi vital sel endogen seperti proliferasi,
migrasi, dan sintesis dari vaskular endotel growth factor (Umar et al., 2014).Oleh
karena itu, EPMS dapat menjadi prekursor potensial untuk pengembangan agen
terapi dengan potensi untuk mengobati penyakit yang melibatkan peradangan.
Banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa EPMS memiliki aktivitas
antiinflamasi menjadi dasar dalam pembuatan formulasi sediaan topikal yang
mengandung EPMS. Dengan sistem penghantaran topikal, bahan aktif tidak hanya
dihantarkan dengan nyaman, tetapi juga dapat meningkatkan kepatuhan pasien,
menghantarkan obat ke kulit dalam penanganan kelainan kulit, dan bila ada
permasalahan, penghentian obat lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
pemberian obat melalui rute yang lain (Chien et al., 2002). Oleh karena itu,
bentuk sediaan yang cocok sebagai pembawa untuk penggunaan topikal ini adalah
sediaan setengah padat (krim, gel, dan salep).
Berdasarkan uraian di atas dan sebagai gerakan back to nature dengan
memanfaatkan tanaman kencur, penulis melakukan penelitian untuk
membuatsediaan krim, gel, dan salep yang mengandung EPMS dari rimpang
kencur, serta menguji sifat fisik sediaan tersebut.Pengujian sifatfisik ini dilakukan
selama 4 minggu pada suhu kamar dan suhu tinggi, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, penentuan
pH, viskositas, daya sebar, dan sentrifugasi. Dari hasil uji sifat fisik tersebut,
selanjutnya akandibandingkan sifat fisik dari ketiga sediaan setengah padat
tersebut, sehingga didapatkan sediaan dengan sifat fisik yang paling baik dari
ketiga sediaan tersebut.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

1.2. Perumusan Masalah


1. Bagaimana sifat fisik ketiga sediaan setengah padat(krim, salep dan
gel) yang mengandung EPMS dari rimpang kencur tersebut?
2. Manakah dari ketiga sediaan setengah padat (krim, salep dan gel)
tersebut yang menunjukkan sifat fisik paling stabil?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui sifat fisiksediaan setengah padat(krim, salep dan gel)
yang mengandung EPMS dari rimpang kencur tersebut.
2. Mengetahui sediaan yang paling stabil dari ketiga sediaan tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah faedah bagi
perkembangan dunia farmasi mengenai sediaan setengah padat
antiinflamasi.
2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai
ekonomis dari kencur (Kaempferia galanga L.) sehingga semakin
banyak digunakan oleh masyarakat terutama sebagai antiinflamasi.
3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan mengenai sediaan setengah padat antiinflamasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.)


2.1.1. Taksonomi Tumbuhan(USDA)
Kedudukan kencur (Kaempferia galanga L.) dalam sistematika
(taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 2.1Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)


[Sumber: Koleksi Pribadi]

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub Kelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (Suku jahe-jahean)
Genus : KaempferiaL.
Spesies : Kaempferia galanga L.

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

2.1.2. Habitat Tumbuh


Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh subur di daerah dataran
rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak
air.Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim
penghujan.Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar
matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka (Depkes, RI., 1987).
Kencur tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, sedikit berpasir, dan
subur.Namun kencur cukup toleran terhadap tanah yang tidak terlalu
subur.Bahkan pada musim kemarau panjang, kencur masih dapat bertahan hidup,
namun tampak seolah mati suri.Di musim kemarau, semua daunnya mengering,
tetapi rimpang kencur masih dapat bertahan. Saat hujan atau disirami air, maka
tunas akan tumbuh kembali (Muhlisah, 1999).

2.1.3. Morfologi
Kencur (Kaempferia galanga L.) termasuk dalam tanaman jenis empon-
empon yang mempunyai daging buah paling lunak, tidak berserat, berwarna putih,
dan kulit luarnya berwarna coklat.Rimpang kencur mempunyai aroma yang
spesifik.Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan
berhadapan. Bunganya tersusun setengah duduk dengan mahkota bunga
berjumlah antara 4 sampai 12 buah, bibir bunga berwarna lembayung dengan
warna putih lebih dominan (Depkes, RI., 1987).
Sampai saat ini karakteristik utama yang dapat dijadikan sebagai pembeda
kencur adalah daun dan rimpang.Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya,
dikenal 2 tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang besar
dan kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih kecil.Biasanya kencur
berdaun lebar dengan bentuk bulat atau membulat, mempunyai rimpang dengan
ukuran besar pula, tetapi kandungan minyak atsirinya lebih rendah daripada
kencur yang berdaun kecil berbentuk jorong dengan ukuran rimpang lebih kecil.
Salah satu varietas unggul kencur dengan ukuran rimpang besar adalah varietas
unggul asal Bogor (Galesia-1) yang mempunyai ciri sangat spesifik dan berbeda
dengan klon dari daerah lain yaitu warna kulit rimpang cokelat terang dan daging

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

rimpang berwarna kuning, berdaun membulat, ujung daun meruncing dengan


warna daun hijau gelap. (Rostiana et al., 2005).

2.1.4. Kandungan Kimia


Rimpang tumbuhan kencur mengandung saponin, falavonoid, polifenol,
dan minyak atsiri (Depkes, 2001).Kencur mengandung pati (4,14 %), mineral
(13,73 %), minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam metil kanil dan penta
dekan, asam sinamat, etil ester, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisat,
alkaloid, dan gom (Depkes, RI., 1987).
Kandungan minyak atsiri dalam ekstrak Kaempferia galanga L. yang telah
diteliti oleh Umar et al. (2012) di antaranya adalah asam propionate (4,71%),
pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-
sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etil p-metoksisinamat (80,05%).
Selain itu pada penelitian Tewtrakul et al. dilaporkan bahwa dalam ekstrak
Kaempferia galanga L. juga mengandung -pinen, kamphen, karvon, benzene,
eukaliptol, borneol dan metil sinamat.
Kandungan kimia utama dalam rimpang kencur adalah etil parametoksi
sinamat (terkandung dalam minyak atsiri kencur) yang mempunyai aktivitas
analgetik dan diduga bertanggung jawab pula terhadap efek penambah nafsu
makan.

Gambar 2.2 Struktur Etil p-metoksisinamat

EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene


dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat
etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan
pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat,
metanol, air dan heksan. Dalam ekstraksi suatu senyawa yang diekstrak, keduanya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu
ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non polar
dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar
menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran
bervariasi. Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat
bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai, ditandai dengan persentase hasil
isolasi tertinggi yaitu 2,111% yang diikuti etanol yaitu 1,434%, dan etil asetat
0,542%, sedangkan dengan akuades tidak terdapat kristal (Taufikkurohmah et al.,
2008).
Isolasi dan pemurnian EPMS ini dapat dilakukan dengan mudah
menggunakan metanol sehingga didapatkan kristal berwarna putih. Selain itu
EPMS mempunyai gugus fungsi yang reaktif sehingga sangat mudah
ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Barus, 2009).

2.1.5. Manfaat Tumbuhan


Kencur dapat mengobati penyakit radang lambung, radang anak telinga,
influenza pada bayi; masuk angina, sakit kepala, batuk, menghilangkan darah
kotor; diare, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, lelah (Anonim, 1987).
Selain itu rimpang kencur juga dapat digunakan sebagai ekspektoransia,
diuretika, karminatif, stimulansia, penambah nafsu makan, disentri, tonikum,
masuk angina, obat asma, infeksi bakteri, anti jamur (Anonim, 2008).
Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antimikroba untuk gram
positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Strptococcus faecalis, Bacillus
subtilis), gram negatif (Salmonella typhi, Shigella flexneri, Eschericia coli ATCC
2592), dan juga memiliki aktivitas antifungi pada Candida albicans (Tewtrakul et
al., 2005).Ekstrak metanol dari kencur memiliki toksisitas terhadap larva dan
pupa Anopheles stephensi dan juga berpotensi sebagai repellent (Dhandapani et
al., 2011).Ekstrak air dari kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan
antiinflamasi (Sulaiman et al., 2008).Ekstrak alkohol dari kencur diteliti memiliki
aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011), juga
memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Tara V et al., 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Selain aktivitas dari ekstrak kencur dengan berbagai pelarut, Umar et al.
(2012)telah meneliti tentang bioaktivitas dari isolat kencur yang
bertanggungjawab dalam aktivitas antiinflamasi yakni etil p-metoksisinamat. Etil
p-metoksisinamat (EPMS) menghambat induksi edema karagenan pada tikus
dengan MIC 100 mg/kg dan berdasarkan hasil uji in vitro, EPMS secara non-
selektif menghambat aktivitas COX-1 dan COX-2 dengan nilai IC50 masing-
masing 1,12 M dan 0,83 M. Hasil ini memvalidasi aktivitas anti-inflamasi
kencur yang dihasilkan oleh penghambatan COX-1 dan COX-2.

2.2. Ekstraksi
2.2.1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapakan (Soesilo,
1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).
Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah (Tiwari, et al.,
2011):
1. Bagian dari tumbuhan yang digunakan.
2. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi.
3. Prosedur ekstraksi.

2.2.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan bahan aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan
berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa
dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya.
Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat terlarut secara selektif
dari suatu bahan dengan pelarut tertentu. Pemilihan metode yang tepat tergantung

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

pada tekstur, kandungan air tanaman yang diekstraksi, dan jenis senyawa yang
akan diisolasi.
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, di mana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Efektifitas ekstraksi senyawa kimia dari tumbuhan bergantung pada:
1. Bahan-bahan tumbuhan yang diperoleh.
2. Keaslian dari tumbuhan yang digunakan.
3. Proses ekstraksi.
4. Ukuran partikel.
Macam-macam perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi
kuantitas dan kandungan metabolit sekunder dari ekstrak, antara lain:
1. Tipe ekstraksi.
2. Waktu ekstraksi.
3. Suhu ekstraksi.
4. Konsentrasi pelarut.
5. Polaritas pelarut.
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
dua cara, yaitu ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara dingin (Diitjen POM,
2000).

2.2.2.1.Ekstraksi Cara Dingin


1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM, 2000).
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan dengan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan


beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Keuntungan
ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan
pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna.
Dalammaserasi(untukekstrakcairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan
obatyang kontakdenganpelarut disimpan dalam wadahtertutupuntukperiode
tertentudengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut.Metode
inipaling cocokdigunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).
Modifikasi metode maserasi:
1. Modifikasi maserasi melingkar.
2. Modifikasi maserasi digesti.
3. Modifikasi maserasi melingkar bertingkat.
4. Modifikasi remaserasi.
5. Modifikasi dengan mesin pengaduk.
Keuntungan metode maserasi:
1. Peralatannya sederhana.
2. Dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan.
3. Zat warna mengandung gugus-gugus yang tidak stabil (mudah
menguap seperti ester dan eter tidak akan rusak atau menguap karena
berlangsung pada konndisi dingin.
Kerugian metode maserasi:
1. Waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama.
2. Cairan penyari yang digunakan lebih banyak.
3. Tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada
temperatur ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak),

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

terus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan
(Ditjen POM, 2000).

2.2.2.2. Ekstraksi Cara Panas


1. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru, dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
3. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas
air di mana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
Cara ini menghasilkanlarutan encerdarikomponen yang mudah larutdarisimplisia
(Tiwari, et al., 2011).
4. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30oC) dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit.Metodeini digunakanuntuk
ekstraksikonstituen yang larut dalam airdan konstituen yang stabil terhadap panas
dengan caradirebusdalam airselama 15menit (Tiwari, et al., 2011).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC
(Ditjen POM, 2000).
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur
lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-30oC).Iniadalah jenis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

ekstraksimaserasidi mana suhu sedangdigunakanselama prosesekstraksi (Tiwari,


et al., 2011).

2.2.2.3. Teknik Ekstraksi Lain


1. Sonikasi
Prosedur ekstraksi ini melibatkanpenggunaan gelombangultrasonikdengan
frekuensimulai dari20kHzsampai 2000kHz.Teknik ini
meningkatkanpermeabilitasdindingsel danmenghasilkankavitasi.Meskipun proses
iniberguna dalambeberapa kasus, tetapi pada skala besaraplikasinyaterbataskarena
biayanya yangtinggi. Satu kelemahan dalam teknik ini adalah efek yang merusak
dari energi ultrasonik (lebih dari 20 KHz) yang menyebabkan konstituen tanaman
membentuk radikal bebas yang tidak diharapkan (Tiwari, et al, 2011).
2. Supercritical Fluid
Teknik ekstraksi supercritical fluid memberikan fakta bahwa gas dapat
berprilaku sebagai cairan ketika berada dibawah tekanan. Salah satu contohnya
adalah karbon dioksida yang dapat digunakan untuk mengekstrak biomassa dan
memiliki keuntungan bahwa setelah tekanan dihilangkan, molekul gas akan
meninggalkan ekstrak. Karbon dioksida bertindak sebagai pelarut non polar, tetapi
polaritas ekstraksi dengan supercritical fluid dapat ditingkatkan dengan
menambahkan agen tertentu, yang biasanya berupa pelarut lain seperti metanol
atau diklormetan (Heinrich, 2004).

2.3. Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes, 1995).
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di
antara dua fase, satu di antaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

gerak).Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.Umumnya zat terlarut
dibawa melewati media pemisah oleh aliran pelarut berbentuk cairan atau gas
yang disebut eluen.Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap, seperti halnya
penyerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat
bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase
gerak.Dalam proses terakhir ini, suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang
inert berfungsi sebagai fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang
utama dalam kromatografi gas-cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi
kolom yang disebut kromatografi cair-cair. Dalam praktek, seringkali pemisahan
disebabkan oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Depkes, 1995).
Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dalam
Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Lapis Tipis, dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis
tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan
sederhana.Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan
berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu
campuran.Kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi kedua-duanya
membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan umumnya merupakan metode
dengan resolusi tinggi dapat mengidentifikasi serta menetapkan secara kuantitatif
bahan dalam jumlah yang sangat kecil (Depkes, 1995).
Kromatografi Gas-Spektrometer Gas (GC-MS)
Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan
gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi
saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spectrometer
massa (GC-MS). Kedua alat dihubungkan dengan satu interfase.
Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada
sistem kromatografi gas. Dari kromatogram GC-MS akan diperoleh informasi
jumlah senyawa yang terdeteksi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

Dalam kromatografi gas, pemisahan terjadi ketika sampel diinjeksikan ke


dalam fase gerak.Fase gerak yang biasa digunakan adalah gas inert seperti
Helium.Fase gerak membawa sampel melalui fase diam yang ditempatkan dalam
kolom.Sampel dalam fase gerak berinteraksi dengan fase diam dengan kecepatan
yang berbeda-beda. Saat terjadi interaksi, yang tercepat akan keluar dari kolom
lebih dulu, sementara yang lambat keluar paling akhir. Komponen-komponen
yang telah terpisah kemudian menuju detektor.
Detektor akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilakan dalam
komputer sebagai kromatogram. Pada kromatogram, sumbu x menunjukkan
waktu retensi, RT (Retention Time), waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi
berakhir, sedang sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor, selain
memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen-komponen yang telah
terpisah akan ditembak elektron sehingga terpecah menjadi fragmen-fragmen
dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z). fragmen-fragmen dengan
m/z ditampilkan komputer sebagai spektra massa, di mana sumbu x menunjukkan
perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra
tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan membandingkannya dengan
spektra massa standar dari literature yang tersedia dalam komputer. Pendekatan
pustaka terhadap spektra massa dapat dilakukan untuk identifikasi bila indeks
kemiripan atau Similarity Indeks (SI) berada pada rentangan 80% (Howe, 1981).

2.4. Krim
2.4.1. Definisi Sediaan Krim
1. Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar.
2. Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai.
3. Formularium Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi
kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

4. Secara Tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam
minyak(a/m) atau minyak dalam air (m/a).
5. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi filtrat cair di formulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat di cuci dengan air dan lebih di tujukan untuk penggunaan kosmetika
dan estetika (Ditjen POM, 1995).
6. Krim adalah sediaan setengah padat yang berupa emulsi yang mengandung
satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60 % (Syamsuni,H.2002).

2.4.2. Fungsi Krim


Krim berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan
kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit, dan sebagai pelindung untuk kulit yaitu
mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit
(Anief, 2000).Selain itu, menurut British Pharmacopoeia, krim diformulasikan
untuk sediaan yang dapat bercampur dengan sekresi kulit.Sediaan krim dapat
diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa untuk pelindung, efek terapeutik,
atau profilaksis yang tidak membutuhkan efek oklusif (Marriot, John F., et al.,
2010).

2.4.3. Kualitas Dasar Krim (Anief, 2005)


Kualitas dasar krim, yaitu:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada
dalam kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan.

2.4.4. Bahan-bahan Penyusun Krim


Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat humektan,
zat pengemulsi, zat pengawet (Ditjen POM, 1985).
1. Emolien
Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari
lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol.
2. Zat sawar
Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam
stearat.
3. Humektan
Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban
di antara produk dan udara, baik didalam kulit maupun diluar kulit.Biasanya
bahan yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan
menahan air agar tidak menguap.
4. Zat pengemulsi
Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua
bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat,
trietanolamin (Wasitaatmadja, 1997).

5. Pengawet

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka


waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama.Pengawet dapat bersifat
antikuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga
kosmetika menjadi stabil.Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat
menangkal terjadinya oksidasi (Wasitaatmadja, 1997).

2.4.5. Metode Pembuatan Krim


Prinsip umum dalam preparasi sediaan krim, seperti sediaan emulsi dan
yang lainnya, kebersihan merupakan hal yang penting.Spatula dan peralatan
lainnya harus dibersihkan dengan IMS (Industrial Methylated Spirits).IMS lebih
baik daripada aquades karena cepat menguap dan tidak meninggalkan residu.
Pembuatan krim harus dilebihkan karena pada proses pemindahan sediaan krim ke
wadah akhir, ada kemungkinan tertinggalnya sediaan di tempat yang sebelumnya.
Menentukan bahan yang larut dalam fasa air atau yang larut dalam fasa
minyak.Larutkan bahan yang larut air dalam fasa air. Lelehkan basis lemak dalam
cawan evaporasi di atas water bath dalam suhu serendah mungkin. Proses ini
diawali dengan melelehkan basis yang memiliki titik leleh tinggi. Setelah itu
didinginkan pada suhu 60C (pemanasan yang berlebihan dapat mendenaturasi
agen pengemulsi dan menghilangkan stabilitas produk).Zat-zat yang dapat larut
dengan fasa minyak harus diaduk sampai mencair.Suhu fase cair harus
disesuaikan 60C. Fase terdispersi kemudian ditambahkan ke dalam fasa
pendispersi pada suhu yang sama. Oleh karena itu,untuk produk minyak dalam
air, maka minyak yang ditambahkan ke dalam air. Sedangkan untuk produk air
dalam minyak, yang ditambahkan adalah air ke dalam minyak.Pengadukan harus
terus dilakukan tanpa adanya udara. Jangan mempercepat proses pendinginan
karena akan menghasilkan produk yang buruk. (Marriot, John F., et al., 2010)
Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur dengan air seperti
minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75C,
sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam
air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Kemudian larutan
berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak yang cair

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit untuk
mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.Selanjutnya campuran perlahan-lahan
didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran mengental.
Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase lemak
dengan fase cair (Munson, 1991).

2.4.6. Stabilitas Sediaan Krim


Sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi karena
penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim
jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim
hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok.Krim yang sudah
diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.

2.4.7. Evaluasi Mutu Sediaan Krim


Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus
dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu
ditaati.Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang
baik.Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau
spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standard dan spesifikasi yang telah
ada.
1. Organoleptis
Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,
tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan
kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item),
menghitung prosentase masing- masing kriteria yang di peroleh, pengambilan
keputusan dengan analisa statistik.
2. Evaluasi pH
Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g:
200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH
meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
3. Evaluasi daya sebar
Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.
Kemudian bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebanya, dan
di beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada
setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu
secara teratur).
4. Evaluasi penentuan ukuran droplet
Untuk menentukan ukuran droplet suatu sediaan krim ataupun sediaan
emulgel, dengan cara menggunakan mikroskop sediaan diletakkan pada objek
glass, kemudian diperiksa adanya tetesan-tetesan fase dalam ukuran dan
penyebarannya.
5. Uji aseptabilitas sediaan.
Dilakukan pada kulit, dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner
di buat suatu kriteria , kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di
timbulkan, kemudahan pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring
untuk masing- masing kriteria.Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut,
sangat lembut.

2.5. Gel
2.5.1. Definisi Sediaan Gel
Gel merupakan sediaan semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah
padat atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Menurut
Niazi (2004), gel merupakan suatu sistem semipadat di mana fase dibatasi oleh
jaringan tiga dimensi, antara matriks yang saling terkait dan bersilangan.
Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi
yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel menggunakan makromolekul
yang terdispersi ke seluruh cairan sampai terbentuk massa kental yang homogen,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

massa seperti ini disebut sebagai gel satu fase. Massa gel terdiri dari kelompok-
kelompok partikel kecil yang berbeda, maka dikelompokkan sebagai sistem dua
fase dan sering disebut sebagai magma atau susu. Gel magma dianggap sebagai
dispersi koloid oleh karena masing-masing mengandung partikel-partikel dengan
ukuran koloid (Anwar, 2012).
Gel adalah pembawa yang digunakan dengan tujuan pemberian obat pada
bagian mukosa, misalnya mata, hidung, vagina, dan pemberian melalui rektum
(Anwar, 2012).

2.5.2. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi (Anwar, 2012)


Gel sering digunakan dalam penghantaran obat yang mengandung polimer
yang dapat menjerap sejumlah air yang dikenal dengan hidrogel. Penyerapan
cairan berlangsung melalui pengembangan.Hal ini diikuti dengan peningkatan
volume dan membesarnya tekanan (tekanan pembengkakan sampai 100 Mpa, 103
at), dan peristiwa tersebut berkaitan erat dengan dihasilkannya panas positif.
Koloid linier yang digunakan untuk membentuk gel dapat mengembang tanpa
batas, artinya kondisi gel dapat diubah menjadi sol dengan penambahan pelarut
yang lebih banyak. Dengan demikian jumlah air yang digunakan untuk
pengembangan sangat menentukan sifat rheology sediaan yang terbentuk.
Komposisi sediaan gel umumnya terdiri dari komponen bahan yang dapat
mengembang dengan adanya air, humektan, dan pengawet, terkadang diperlukan
bahan yang dapat meningkatkan penetrasi bahan berkhasiat.
Gel tautan-silang (cross-link) secara kimia
Pada sistem ini, pemisahan fase makroskopik dicegah dengan adanya
tautan-silang, dan semakin tinggi densitas/massa jenis dari senyawa penaut-silang,
maka semakin kecil kontraksi polimer dengan pelarut, dan gel yang terbentuk
semakin kuat.Kekuatan gel dapat diukur dengan Texture analyzer.
Surfaktan ionik dapat terikat dengan polimer nonionik, sehingga cara yang
efektif untuk memasukkan muatan ke dalam gel polimer nonionik adalah dengan
menambahkan surfaktan ionik. Karena muatan tersebut bergantung pada ikatan
kooperatif dari surfaktan pada rantai backbone polimer, maka pengembangan dari
gel bergantung pada parameter yang mengendalikan ikatan pada surfaktan. Saat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

panjang rantai alkil pada surfaktan meningkat, afinitas ikatan pada polimer pun
akan meningkat, sehingga secara efektif meningkatkan densitas muatan polimer.
Derajat pengembangan secara langsung mempengaruhi pelepasan senyawa yang
bergabung dalam gel cross-linked. Sehingga dengan meningkatkan
pengembangan, difusi dari senyawa yang tergabung meningkat.
Gel yang terbentuk oleh polimer polisakarida
Gel polisakarida bersifat temperature-reversible, terbentuk pada
konsentrasi polimer yang realtif rendah umumnya dari turunan selulosa, struktur
gel dapat dibentuk pada konsentrasi antara 2-6%. Gel polisakarida dapat dibentuk
dengan memodifikasi ikatan selang secara kimia, yang dipengaruhi oleh pH.
Pembentuk Gel Alami
Pembentuk gel alami yang umum digunakan adalah xanthan gum, gellan
gum, pectin, dan gelatin. Xanthan gum dan gellan gum adalah polisakarida
dengan berat molekul besar yang diperoleh dari fermentasi menggunakan
mikroba. Larutan xanthan gum memliliki viskositas yang tinggi pada tekanan
geser (shear rate) yang rendah yang dapat menjaga partikel padat tetap tersuspensi
dan mencegah emulsi mengalami koalesens. Gellan gum adalah pembentuk gel,
efektif pada penggunaan dengan jumlah yang sedikit, membentuk gel yang padat
pada konsentrasi rendah.
Bahan tambahan lain
1. Humektan
Humektan digunakan sebagai pelembap pada kulit.Dengan penambahan
humektan dapat meminimalkan kehilangan air dan menyisakan lapisan film yang
tidak membentuk kerak, dengan kata lain humektan berperan sebagai pelembap
pada kulit. Contoh aditif yang dapat ditambahkan untuk membantu menahan air
meliputi:
a. Gliserol dalam konsentrasi > 30%.
b. Propilen glikol dalam konsentrasi sekitar 15%.
c. Sorbitol dalam konsentrasi 3-15 (Marriot, John F., et al., 2010).
2. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya EDTA.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

3. Pengawet
Gel memiliki kandungan air lebih tinggi dari salep atau pasta dan ini
membuat mereka rentan terhadap kontaminasi mikroba. Pengunaan pengawet
biasanya disesuaikan dengan gelling agent yang digunakan, sesuai dengan tabel
berikut (Marriot, John F., et al., 2010):

Tabel 2.1 Pengawet Sediaan Gel


Choice of Preservative to be Used in Gel
Preservative Gelling Agent
Benzalkonium chloride (0,01% w/v) Hypromellose
Methylcellulose
Benzoic acid (0,2%) Alginates
Pectin (provided the products is acidic
in nature)
Chlorhexidine acetate (0,02%) Polyvinyl alcohols
Chlorocresol (0,1-0,1%) Alginates
Pectin (provided the products is acidic
in nature)
Methyl/propyl hydroxybenzoates (0,02- Carbomer
0,3%) Carmellose sodium
Activity is increased if used in Hypromellose
combination. Pectin
Propylene glycol (10%) has been Sodium alginate
shown to potentiate the antimicrobial Tragacanth
activity
Phenylmercuric nitrate (0,001%) Methylcellulose
[Sumber: Marriot, John F., et al., 2010]

4. Enhancer (peningkat penetrasi)


Enhancer adalah senyawa yang digunakan untuk meningkatkan jumlah
dan jenis zat aktif yang dapat masuk menembus stratum korneum dari kulit.
Enhancer untuk sediaan setengah padat harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Bersifat inert secara farmakologis terhadap tubuh, baik lokal maupun
sistemik.
b. Tidak mengiritasi ataupun menyebabkan alergi.
c. Harus bekerja dengan cepat dan memiliki onset yang dapat
diperkirakan.
d. Aktivitas dan durasinya harus bisa diperkirakan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

e. Saat enhancer tidak ada lagi di kulit, sifat barrier kulit harus segera
kembali normal secara sempurna.
f. Harus bekerja hanya satu arah, yaitu hanya membuat obat dapat
masuk, tidak membuat senyawa di dalam kulit keluar.
g. Harus kompatible dengan zat aktif dan zat lain dalam sediaan dan
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam formulasinya.
h. Harus dapat diterima secara kosmetologis, tidak berbau dan tidak
berwarna.
Enhancer (peningkat penetrasi) berinteraksi dengan intrasel dari lapisan
kulit melalui berbagai cara, seperti fluidisasi, polarisasi, pemisahan fase, atau
ekstraksi lipid. Selain itu juga membentuk vakuola di dalam korneosit, dan
mendenaturasi keratin.
Contoh peningkat penetrasi adalah air, alkohol, lemak alkohol, glikol, dan
surfaktan.

2.5.3. Kegunaan Gel (Lachman L,et al., 1989)


1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin
dan untuk bentuk sediaan obat long acting yang diinjeksikan secara
intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan
oral, dan basis suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit dan sediaan perawatan
rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah padat (non
streril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

2.5.4. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Gel (Lachman L, et al., 1989)


Kelebihan sediaan gel:
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan
sediaan yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering
meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak
menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan
air; pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan sediaan gel:
1. Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungansurfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga
lebih mahal.
2. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau
dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
3. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi
dapat menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang
buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol
akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau
pecah-pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan
zat aktif.

2.5.5. Sifat dan Karakteristik Gel (Lachman L, et al., 1989)


1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di
dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.
Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang
tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat
adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada
ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga
memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan
hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang
dingin membentuk larutan yang kental.Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel.Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan
oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik di mana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,
selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas
dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel.Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik.Struktur
gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan
jalan aliran non Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran.

2.5.6. Metode Umum Pembuatan Gel (Marriot, John F., et al., 2010)
1. Semua komponen gel dipanaskan (terkecuali dengan air), kurang lebih sekitar
90C.
2. Air dipanaskan pada suhu sekitar90C.
3. Air ditambahkan ke minyak, diaduk terus. Pengadukan kuat sebaiknya
dihindari karena dapat menimbulkan gelembung.

2.6. Salep
2.6.1. Definisi Sediaan Salep
1. Salep (Unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya dapat larut atau terdispersi
homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat
yang ditujukan untuk pemakaian setengah padatpada kulit atau selaput lendir
(Anwar, 2012).
2. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian setengah
padat pada kulit atau selaput lender. Salep pada prinsipnya digunakan untuk
terapi lokal. Salep tidak boleh berbau tengik (Ditjen POM, 1995).
3. Salep diformulasikan untuk memberikan sediaan yang tidak larut, larut atau
diemulsikan dengan sekresi kulit. Salep hidrofobik dan salep air pengemulsi
dimaksudkan untuk diterapkan pada kulit atau membran mukosa tertentu
untuk emolien, pelindung, tujuan terapeutik atau profilaksis di mana tingkat
oklusi yang diinginkan. Salep hidrofilik yang larut dengan sekresi kulit dan
kurang emolien sebagai konsekuensi(British Pharmacopoeia).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

2.6.2. Penggunaan Salep


Salep pada prinsipnya digunakan untuk terapi lokal.Berbagai macam salep
dipakai untuk melindungi kulit atau untuk mengobati penyakit kulit yang akut
maupun kronis.Pada sediaan semacam itu, diharapkan adanya penetrasi ke dalam
lapisan kulit teratas agar dapat memberikan efek penyembuhan.
Salep dibuat untuk menjaga pengobatan dalam memperpanjang kontak
dengan kulit yang memiliki daya yang dapat meningkatkan dan memperlambat
pelepasan dari zat aktif.Basis hidrokarbon digunakan terutama karena efek
emolliennya dan sulit dicuci air.Basis ini tidak mengering dan tidak berubah
secara signifikan pada penyimpanan yang lama.

2.6.3. Karakteristik Salep


Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan kadar lain bahan obat
dalam salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik adalah 10%. Salep
harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen (Anief, 2000).

2.6.4. Eksipien dalam Sediaan Salep


Basis dapat pula dikatakan eksipien (bahan tambahan) utama pada salep
dan eksipien salep sendiri adalah bahan tambahan pendukung dari salep seperti
humektan, pengawet, dan sebagainya. Secara umum eksipien pada salep dibagi
dalam dua bagian:
1. Eksipien Utama Salep (Basis Salep)
Pemilihan basis salep yang tepat juga diperlukan untuk formulasi sehingga
didapatkan sifat yang paling diharapkan dalam salep tersebut.Pemilihan basis
salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan
obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan
jadi.Dalam beberapa hal perlu menggunakan basis salep yang kurang ideal untuk
mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat
terhidrolisis, lebih stabil dalam basis salep hidrokarbon daripada basis salep yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam basis salep
yang mengandung air.
a. Basis Salep Hidrokarbon
Basis golongan ini bersifat lemak dan bebas air. Preparat yang
mengandung air masih dapat diberikan namun dalam jumlah yang relatif kecil,
bila berlebihan akan sulit bercampur dengan minyak. Basis salep hidrokarbon
memiliki waktu bertahan pada kulit.Basis salep ini cenderung stabil dan tidak
dipengaruhi oleh waktu.
Basis salep hidrokarbon digolongkan sebagai basis berminyak bersama
dengan basis salep yang terbuat dari minyak nabati atau hewani.Sifat minyak yang
dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini sulit tercuci oleh air dan
tidak terabsorbsi oleh kulit.Sifat minyak yang hampir anhidrat juga
menguntungkan karena memberikan kestabilan optimum pada beberapa zat aktif
seperti antibiotik.Basis ini dapat digunakan sebagai penutup oklusif yang
menghambat penguapan kelembaban secara normal dari kulit.Basis ini juga
mampu meningkatkan hidrasi pada kulit.Sifat-sifat tersebut sangat
menguntungkan karena mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga basis
ini juga memiliki sifat moisturizer dan emollient.
Kelemahan basis hidrokarbon yaitu sifatnya yang berminyak dapat
meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit
dibersihkan dari permukaan kulit.Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang
rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang
menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.
b. Basis Absorpsi
Basis golongan ini merupakan basis salep yang memungkinkan
penambahan sedikit larutan berair ke dalamnya.Basis ini dibentuk dengan
penambahan zat-zat yang dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat-zat yang
memiliki gugus polar.Seperti halnya basis berlemak, basis absorpsi tidak mudah
tercuci oleh air.
Basis absorpsi ini dapat dibedakan menjadi 2 tipe.Pertama, basis yang
memungkinkan penambahan larutan berair sebelum basis terbentuk.Artinya,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

larutan berair dicampurkan bersamaan dengan pencampuran bahan-bahan


basis.Contoh: petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida.
Kedua, basis yang memungkinkan penambahan larutan berair setelah basis
terbentuk.Artinya, basis dibuat terlebih dahulu dan kemudian larutan berair
ditambahkan ke dalamnya.Basis ini terdiri dari emulsi air dalam minyak yang
dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan.Contoh: lanolin dan krim
pendingin.
c. Basis Salep Tercuci Air
Merupakan basis anhidrat yang mengandung agen pengemulsi minyak
dalam air, yang membuatnya bercampur dengan air sehingga mudah dicuci dan
dihilangkan setelah penggunaan.Basis golongan ini adalah emulsi yang dapat
dibersihkan dari kulit dengan air.Basis ini bersifat seperti krim dan dapat
diencerkan dengan air atau larutan berair.Beberapa bahan obat dapat menjadi
lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada basis salep hidrokarbon.
Keuntungan lain dari basis ini adalah dapat diencerkan dengan air dan memiliki
kemampuan untuk mengabsorpsi cairan serosal yang keluar dalam kondisi
dermatologis. Basis dapat bercampur dengan mudah dengan sekresi kulit dan
karenanya dapat dicuci dengan mudah, sangat cocok untuk digunakan pada kulit
kepala.
d. Basis Larut dalam Air
Kelompok basis ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari
konstituen larut air.Basis golongan ini bersifat non oklusif, bebas minyak, mudah
bercampur dengan sekresi kulit, dan mudah dihilangkan dengan mencucinya.Basis
ini juga tidak mengiritasi kulit.Basis golongan ini merupakan basis yang larut
dalam air dan biasanya disebut juga sebagai greaseless karena tidak mengandung
bahan berlemak.Larutan air tidak efektif bila dicampurkan dengan basis ini karena
sifat basis yang mudah melunak dengan penambahan air.Basis ini hanya cocok
untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat.
2. Eksipien Pendukung Salep (Eksipien Salep)
Eksipien pendukung adalah bahan tambahan yang digunakan hanya
sebagai pelengkap, umumnya bertujuan untuk menstabilkan bahan aktif atau
bahan lain yang terdapat dalam formula yang terancam stabilitasnya akibat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

oksidasi, atau adanya ion logam. Eksipien pendukung diperlukan hampir disetiap
jenis sediaan sesuai dengan kebutuhan.
a. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda atau memperkecil laju
reaksi oksidasi pada bahan-bahan yang mudah teroksidasi, terutama pada sediaan
yang mengandung lemak/minyak dengan asam lemak tidak jenuh. Antioksidan
ditambahkan pada sediaan semi padat jika akan terjadi kerusakan akibat oksidasi.
Sistem antioksidan ditentukan oleh komponen-komponen formulasi, dan
pemilihan antioksidan tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas, iritansi,
potensi, tercampurkan, bau, perubahan warna, kelarutan, dan kestabilan.Seringkali
dua antioksidan digunakan karena kombinasi tersebut sering memberikan efek
sinergistik. Sebagai contoh, alkil galat, BHT, dan BHA akan lebih efektif dengan
adanya asam sitrat, asam tartrat, atau asam fosfat.
b. Pengawet
Pengawet merupakan suatu zat yang ditambahkan dan dimaksudkan untuk
meningkatkan stabilitas dari suatu sediaan dengan mencegah terjadinya
pertumbuhan mikroorganisme.Pencegahan terhadap pertumbuhan mikroba
merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan tidak hanya terhadap efek
stabilitas kimia dari komposisinya tetapi juga terhadap sistem kesatuan
fisik.Pemilihan bahan pengawet harus melalui suatu pertimbangan yang cermat
berdasarkan sifat-sifat bahan yang terdapat dalam komposisi suatu formula
sediaan.
Pengawet ditambahkan pada sediaan semi solid untuk mencegah
komtaminasi, perusakan, dan pembusukan oleh bakteri atau fungi.Pemilihan
bahan pengawet harus memperhatikan stabilitasnya terhadap komponen bahan
yang ada dan terhadap wadah serta pengaruhnya terhadap kulit dan aplikasi.
Pengawet antimikroba yang ideal memiliki sifat-sifat antara lain:
1) Aktif pada konsentrasi rendah dengan aktivitas bakterisidal dan
fungisidal yang cepat.
2) Kompatibel dengan komponen-komponen lain dalam formulasi.
3) Aktif dan stabil pada rentang suhu yang luas.
4) Aktif dan stabil pada rentang pH yang luas.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

5) Mudah larut pada konsentrasi yang dibutuhkan.


6) Kompatibel dengan senyawa-senyawa yang ada pada wadah kemasan.
7) Bebas dari bau yang tidak sedap.
8) Tidak toksik pada konsentrasi yang dibutuhkan sebagai antimikroba.
9) Tidak menyebabkan iritasi dan tidak menimbulkan sensitivitas pada
konsentrasi yang digunakan.
c. Humektan
Humektan dapat ditambahkan pada sediaan setengah padat untuk
mengurangi penguapan air, baik dari kemasan produk saat penutupan dibuka atau
dari permukaan kulit setelah aplikasi.
Contoh humektan antara lain gliserol dalam konsentrasi 30%, propilen
glikol dalam konsentrasi 15%, sorbitol dalam konsentrasi 3-15%.

2.7. Stabilitas dan Uji Kestabilan Sediaan


Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004).
Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan
warna, timbul bau, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi dan
perubahan fisik lainnya.Nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik
dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dengan melakukan uji stabilitas
dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada
kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasa
terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat
diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan bahwa sediaan tersebut stabil
pada penyimpanan suhu kamar selama setahun.Pengujian yang dilakukan pada uji
dipercepat yaitu cycling test.Uji ini merupakan simulasi adanya perubahan suhu
setiap tahun bahkan setiap harinya selama penyimpanan produk (Djajadisastra,
2004).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik adalah:


1. Organoleptis atau penampilan fisik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan bentuk,
kejernihan, timbulnya bau atau tidak dan perubahan warna.
2. Viskositas
Secara umum kenaikan viskositas dapat meningkatkan kestabilan sediaan.
3. Pemeriksaan pH
Sediaan setengah padat sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH
kulit yaitu 4,5-6,5 karena jika pH terlalu basa akan menyebabkan kulit yang
bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam maka akan menimbulkan iritasi kulit.

2.8. Formulasi Sediaan Setengah padat


2.8.1. Setil Alkohol

Gambar 2.3 Struktur Setil Alkohol


[Rowe et al., 2009]

Nama lain dari setil alkohol di antaranyaalcohol cetylicus, avol, palmityl


alcohol, dan lain-lain.Setil alkohol merupakan serpihan putih licin, granul, atau
kubus, putih; bau khas lemah; rasa lemah. Setil alkohol memiliki titik lebur 45-
52C, mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan
kenaikan suhu, praktis tidak larut dalam air. Bercampur ketika dilebur bersama
dengan lemak, paraffin padat atau cair, dan isopropil miristat.
Penggunaan setil alkohol pada sediaan farmasi sangat luas, yaitu sebagai
coating agent; emulsifying agent (2-5%); stiffening agent (2-10%); emolien (2-
5%); dan sebagai water absorption (5%). Setil alkohol stabil dengan adanya asam,
basa, cahaya, dan udara; tidak menjadi tengik.Sebaiknya disimpan dalam wadah
tertutup baik di tempat yang kering dan sejuk.Inkompatibel dengan oksidator kuat
(Rowe et al., 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

2.8.2. Isopropil Miristat

Gambar 2.4 Struktur Isopropil Miristat

Nama lain dari isopropil miristat di antaranya estol IPM, stepan IPM, asam
tetradekanoat, dan lain-lain.Isopropil miristat jernih, tidak berwarna, partis tidak
berbau. Larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), etil asetat, lemak, fatty
alcohols, fixed oil, hidrokarbon cair, toluen dan wax. Melarutkan banyak wax,
kolesterol, atau lanolin.Praktis tidak larut dalam gliserin, glikol, dan air.Isopropil
miristat berfungsi sebagai emolien, oleaginous vehicle, penetran kulit, dan sebagai
pelarut.Dalam sediaan topikal pada krim dan lotion, isopropil miristat digunakan
dalam konsentrasi 1-10% (Rowe et al., 2009).
Isopropil miristat resisten terhadap oksidasi dan hidrolisis, dan tidak
menjadi tengik.Isopropil miristat sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik
di tempat yang sejuk dan kering dan terlindung dari cahaya.Ketika isopropil
miristat berhubungan dengan karet, terjadi penurunan viskositas dengan
pembengkakan yang bersamaan dan karet terdisolusi sebagian; kontak dengan
plastik, seperti nilon dan polietilen, dapat menyebabkan pembengkakan.Isopropil
miristat inkompatibel dengan paraffin keras, menghasilkan campuran granular,
dan inkompatibel dengan oksidator kuat (Rowe et al., 2009).

2.8.3. Asam Stearat

Gambar 2.5 Struktur Asam Stearat

Nama lain dari asam stearat di antaranyaacidum stearicum, cetylacetic


acid, hystrene, dan lain-lain.Asam stearat adalah campuran asam organik padat
yang diperoleh dari lemak sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat,
C18H36O2 dan asam heksadekanoat, C16H32O2 (Ditjen POM, 1979).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

Asam stearat berbentuk serbuk putih keras, putih atau kuning pucat, agak
mengkilap, kristal padat atau putih atau kekuningan; sedikit berbau; dan mirip
lemak lilin. Asam stearat memiliki titik leleh 69-70C (Rowe et al., 2009).Asam
stearat praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol (95%), dalam
dua bagian kloroform, dan dalam tiga bagian eter (Ditjen POM, 1979).Selain itu
asam stearat juga mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida; larut dalam
heksana dan propilen glikol (Rowe et al., 2009).
Dalam sediaan topikal, asam stearat dapat digunakan sebagai emulsifying
agent dan solubilizing agent.Dalam salep dan krim, asam stearat digunakan
dengan konsentrasi 1-20%.Asam stearat stabil dan bisa ditambahkan antioksidan,
sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat yang sejuk dan
kering.Inkompatibel terhadap logam hidroksida, basa, reduktor, dan oksidator
(Rowe et al., 2009).

2.8.4. Trietanolamin (TEA)

Gambar 2.6 Struktur Trietanolamin

Nama lain TEA di antaranya tealan, trihydroxytriethylamine, trolaminum,


dan lain-lain. TEA merupakan cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat;
bau lemah mirip amoniak; higroskopik.TEA memiliki titik leleh 20-21C, mudah
larut dalam air dan dalam etanol (95%); larut dalam kloroform.Pada suhu 20C,
bercampur dengan aseton, dengan karbon tetraklorida, dengan metanol, dan
dengan air; larut dalam 24 bagian benzene dan dalam 63 bagian etil eter (Rowe et
al., 2009).
TEA berfungsi sebagai alkalizing agent dan emulsifying agent.TEA akan
bereaksi dengan asam mineral membentuk garam kristal dan ester. TEA akan
membentuk garam yang larut dalam air dan memiliki karakteristik sabun dengan
asam lemak yang lebih tinggi. TEA juga akan bereaksi dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

tembagamembentuk garam kompleks.Selain itu TEA juga dapat bereaksi dengan


reagen seperti tionil klorida untuk menggantikan gugus hidroksi dengan halogen,
hasil reaksi ini sangat beracun.TEA dapat berubah coklat pada paparan udara dan
cahaya.85% trietanolamin cenderung terstratifikasi dibawah 15C, dapat homogen
dengan pemanasan kembali sebelum digunakan untuk pencampuran.Penyimpanan
dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering (Rowe et al., 2009).

2.8.5. Minyak Zaitun


Nama lainminyak zaitun atau olive oildi antaranyagomenoleo oil, olea
europaea oil, oleum olivae, dan lain-lain. Olive oil merupakan cairan berminyak
yang jernih, tidak berwarna atau kuning transparan.Olive oil sedikit larut dalam
etanol (95%), larut dengan eter, kloroform, light petroleum (50-70C), dan karbon
disulfida.Olive oil berfungsi sebagai oleaginous vehicle (Rowe et al., 2009).
Ketika didinginkan, olive oil menjadi keruh pada suhu sekitar 10C, dan
seperti mentega pada suhu 0C.olive oil sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk
dan kering, dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Olive oil
dapat disaponifikasi oleh hidroksida alkali.Karena mengandung proporsi asam
lemak tak jenuh yang tinggi, olive oil rawan teroksidasi dan inkompatibel dengan
oksidator (Rowe et al., 2009).

2.8.6. Propilen Glikol

Gambar 2.7 Struktur Propilen Glikol

Nama lain propilen glikol di antaranya metil glikol, metil etilen glikol,
propana-1,2-diol, dan lain-lain. Propilen glikol merupakan cairan jernih, tidak
berwarna, kental, praktis tidak berbau manis, rasa sedikit tajam mirip
gliserin.Propilen glikol memiliki titik leleh -59C. Larut dalam aseton, kloroform,
etanol (95%), gliserin, dan air; larut pada 1 dari 6 bagian dari eter, tidak larut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

dalam minyak mineral ringan atau fixed oil, tetapi akan melarutkan beberapa
minyak esensial (Rowe et al., 2009).
Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral.Pelarut
ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan,
seperti kortikosteroid, fenol, obat sulfam barbiturate, vitamin (A dan D), alkaloid,
dan banyak anastesi lokal. Dalam sediaan topikal/setengah padat, propilen glikol
biasa digunakan sebagai humektan (15%), pengawet antimikroba (15-30%), dan
sebagai solvent atau cosolvent (5-80%) (Rowe et al., 2009).
Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup baik, tetapi
pada suhu tinggi dan tempat terbuka, cenderung mudah teroksidasi dan
menghasilkan produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam
asetat.Propilen glikol stabil bila dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air;
larutan mengandung air dapat disterilkan menggunakan autoklaf.Propilen glikol
inkompatibel dengan oksidator seperti kalium permanganat.Propilen glikol
bersifat higroskopis, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).

2.8.7. Metil Paraben

Gambar 2.8 Struktur Metil Paraben

Nama lain metil paraben diantarnya metagin, nipagin, solbrol, dan lain-
lain (Rowe et al., 2009). Metil paraben berbentuk serbuk hablur kecil, tidak
berwarna/serbuk hablur, putih; tidak berbau, berbau khas lemah, mempunyai
sedikit rasa terbakar (Ditjen POM, 1995).Metil paraben memiliki titik leleh 125-
128C.Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5
bagian etanol (95%) dan dalam 3 bagian aseton; mudah larut dalam eter dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40
bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih (Ditjen
POM, 1979).
Penggunaan metil paraben dalam sediaan topikal adalah 0,02-0,3%. Metil
paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lain atau
dengan zat antimikroba lainnya. Metil paraben merupakan paraben yang paling
aktif.Aktivitas antimikroba meningkat dengan meningkatnya panjang rantai
alkil.Aktivitas zat dapat diperbaiki dengan menggunakan kombinasi paraben yang
memiliki efek sinergis.Kombinasi yang sering digunakan adalah dengan metil-,
etil-, propil-, dan butil paraben. Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan
dengan penambahan eksipien lain seperti propilen glikol (2-5%), feniletil alkohol,
dan asam edetat (Rowe et al., 2009).
Larutan berair dari metil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan
autoklaf pada 120C selama 20 menit, tanpa dekomposisi. Larutan berair pada pH
3-6 stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu
kamar, sedangkan larutan air pada pH 8 atau di atas tunduk pada hidrolisis yang
cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan pada suhu kamar).
Aktivitas antimikroba dikurangi dengan adanya surfaktan nonionik seperti tween
80.Metil paraben inkompatibel dengan senyawa lain seperti bentonit, magnesium
trisilikat, talk, tragakan, natrium alginat, minyak esensial, sorbitol, dan
atropin.Selain itu juga berekasi dengan berbagai gula dan alkohol gula terkait
(Rowe et al., 2009).

2.8.8. Propil Paraben

Gambar 2.9 Struktur Propil Paraben

Nama lain propil paraben di antaranya nipasol, propagin, propil butex, dan
lain-lain. Propil paraben berbentuk serbuk putih, kristal, tidak berbau, dan tidak
berasa (Rowe et al., 2009). Propil paraben sangat sukar larut dalam air, mudah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

larut dalam etanol, dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih (Ditjen POM,
1995).
Larutan propilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf,
tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan stabil (kurang dari 10% dekomposisi)
sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan larutan pada pH 8 atau lebih
dapat terhidrolisis (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan pada suhu
kamar). Aktivitas antimikrobanya berkurang dengan adanya surfaktan anionic
sebagai hasil miselisasi.Magnesium aluminium silikat, magnesium trisilikat, besi
kuning oksida, dan ultramarine blue dapat mengabsorbsi propil paraben sehingga
mengurangi efikasi pengawet.Propil paraben berubah warna dengan adanya besi
dan dapat terhidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik, di tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).

2.8.9. Natrium Metabisulfit


Nama lain natrium metabisulfit di antaranya disodium disulfit, disodium
pirosulfit, disodium salt, dan lain-lain. Natrium metabisulfit memiliki rumus
empiris Na2S2O5 dengan bobot molekul 190,15. Natrium metabisulfit kristal
prisma tidak berwarna, atau putih krem-putih bubuk kristal yang memiliki bau
sulfur dioksida dan asam, rasa seperti garam. Titik lebur dan dekomposisi natrium
metabisulfit kurang dari 150C. Pada suhu 20C, natrium metabisulfit sedikit larut
dalam etanol (95%), mudah larut dalam gliserin, larut dalam 1,9 bagian air, pada
suhu 100C larut dalam 1,2 bagian air (Rowe et al., 2009).
Penggunaan natrium metabisulfit adalah sebagai antioksidan tetapi dapat
pula digunakan sebagai pengawet pada beberapa sediaan farmasi. Pada paparan
udara dan kelembaban, natrium metabisulfit perlahan teroksidasi menjadi natrium
sulfat dengan disintegrasi kristal. Penambahan asam kuat dengan padat
membebaskan sulfur dioksida. Larutan berair natrium metabisulfit juga terurai di
udara, terutama pada pemanasan. Larutan yang akan disterilkan dengan autoklaf
harus diisi ke dalam wadah di mana udara telah diganti dengan gas inert, seperti
nitrogen. Bahan massal harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.Natrium metabisulfit bereaksi dengan
simpatomimetik dan obat derivat alcohol lainnya.Obat-obatan dapat terinaktivas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

adalah epinefrin (adrenalin) dan turunannya.Selain itu, natrium metabisulfit tidak


kompatibel dengan kloramfenikol karena reaksi yang lebih kompleks, juga
menginaktivasi cisplatin dalam larutan.Natrium metabisulfit inkompatibel dengan
fenil merkuri asetat saat diautoklaf dalam preparasi sediaan tetes mata.Natrium
metabisulfit dapat bereaksi dengan tutup karet botol dosis ganda (Rowe et al.,
2009).

2.8.10. Karbopol

Gambar 2.10Struktur Karbopol


[Rowe et al., 2009]

Nama lain karbopol di antaranyaacrypol, carbomer, acritamer, dan lain-


lain. Karbopol berwarna putih, fluffy, asam, serbuk higroskopis dengan bau
yang khas. Karbopol dapat mengembang di air dan gliserin, dan setelah
dinetralkan, dengan etanol (95%). Karbopol tidak larut tapi mengembang sampai
batas yang luar biasa, karena merupakan crosslinked microgels tiga
dimensi.Karbopol biasa digunakan dalam sediaan farmasi seperti dalam krim, gel,
lotion, dan salep sediaan mata, rektal, vaginal, dan topikal sebagai agen
modifikasi reologi (Rowe et al., 2009).
Dalam sediaan farmasi, karbopol berfungsi sebagai emulsifying agent (0,1-
0,5%), gelling agent (0,5-2%), suspending agent (0,5-1%), tablet binder (0,75-
3%), dan sebagai controlled-release agent (5-30%). Karbopol memiliki pH 2,5-
4,0 dalam 0,2% b/v dispersi berair dan 2,5-3,0 dalam 1% b/v dispersi berair. Oleh
karena itu pada tahap pembuatannya sebagai basis gel seringkali ditambahkan
dengan NaOH atau golongan amin untuk menyesuaikan pH sediaan mendekati pH
kulit.Titik leleh dari karbopol cukup tinggi, tetapi dapat terdekomposisi pada suhu
260C selama 30 menit (Rowe et al., 2009).
Karbopol merupakan senyawa yang stabil, bersifat higroskopis yang
memungkinkan untuk dipanaskan dibawah suhu 104C sampai 2 jam tanpa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

mempengaruhi efisiensinya. Akan tetapi, paparan temperature yang sangat tinggi


dapat menyebabkan perubahan warna dan penurunan stabilitas.Bentuk serbuk
kering dari karbopol tidak mendukung pertumbuhan dari mikroba dan fungi.
Sebaliknya mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik dalam dispersi dalam air
tanpa pengawet, namun pengawet antimikroba seperti 0,1% b/v klorokresol,
0,18% b/v metilparaben-0,02 % b/v propil paraben atau 0,1% b/v timerosal dapat
ditambahkan (Rowe et al., 2009).
Pada suhu ruang, dispersi karbopol dapat terjaga viskositasnya selama
penyimpanan dalam periode yang lama. Demikian pula, viskositas dispersi
terjaga atau hanya sedikit terjadi penurunan pada suhu penyimpanan tinggi jika
terdapat antioksidan di dalamnya atau jika dispersi tersebut terlindung dari
cahaya. Paparan sinar menyebabkan oksidasi yang memungkinkan terjadinya
penurunan viskositas dispersi.Serbuk karbopol harus disimpan dalam wadah
kedap udara, wadah resistensi korosi, di tempat kering. Penggunaan dari gelas,
plastik, atau wadah resin direkomendasikan untuk menyimpan formula dengan
kandungan karbopol. Karbopol berubah warna oleh resorsinol dan inkompatibel
dengan fenol, polimer-polimer kationik, asam kuat, dan elektrolit level tinggi
(Rowe et al., 2009).

2.8.11. Hidroksipropil Metilselulosa

Gambar 2.11Struktur Hidroksipropil Metilselulosa


[Rowe et al., 2009]

Nama lain hidroksipropil metilselulosa (HPMC) di


antaranyahypromellose, methocel, methyl hydroxypropylcellulose (MHPC), dan
lain-lain. HPMC tidak berwarna dan tidak berasa, granul putih atau krem-putih.
HPMC lart dalam air dingin, membentuk larutan koloid kental; praktis tidak larut
dalam air panas, kloroform, etanol (95%), dan eter, tetapi larut dalam campuran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

etanol dan diklorometan, campuran metanol dan diklorometan, dan campuran air
dan alkohol. Sejumlah tertentu HPMC larut dalam larutan aseton cair, campuran
diklorometan dan propan-2-ol, dan pelarut organik lainnya.Beberapa juga dapat
mengembang dalam etanol.HPMC memiliki pH 5-8 dalam 2% b/b larutan cair
(Rowe et al., 2009).
Dalam sediaan topikal seperti gel dan salep, HPMC berfungsi sebagai
emulsifier, suspending agent, stabilizing agent; sebagai koloid pelindung yang
dapat mencegah pembentukan droplet dan partikel dari koalesen atau aglomerasi,
sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe et al., 2009).
Serbuk HPMC merupakan bahan yang stabil, meskipun higroskopis
setelah pengeringan.Larutan stabil pada pH 3-11.Serbuk HPMC sebaiknya
disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat yang sejuk dan kering.HPMC
inkompatibel dengan beberapa oksidator. Karena nonionik, HPMC tidak akan
kompleks dengan garam logam atau ion organik untuk membentuk endapan yang
tidak larut. Dalam larutan memiliki inkompatibilitas dengan substansi derivate
fenol seperti metil paraben dan propil paraben.Kehadiran polimer anionic
mungkin meningkatkan viskositas dari larutan HPMC.Kompatibilitas dari HPMC
dengan garam anorganik bervariasi tergantung dari jenis garam dan
konsentrasinya (Rowe et al., 2009).

2.8.12. Vaselin Album


Nama lain vaselin album adalah white petrolatum, white soft paraffin.
Vaselin album berwarna putih sampai kuning pucat, transparan, massa lembut;
tidak berbau dan tidak berasa. Fungsi vaselin album adalah sebagai emolien, dan
basis salep. Kelarutan praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%) panas atau
dingin, gliserin, dan air, larut dalam benzene, karbon disulfida, kloroform, eter,
heksan dan minyak lemak dan menguap. Pada paparan sinar, kemurnian dari
vaselin album mungkin berubah warna dan teroksidasi serta menghasilkan bau
yang tidak diinginkan.Oksidasi mungkin dapat dicegah dengan penambahan
antioksidan yang cocok seperti BHT, BHA dan tokoferol.Vaselin mungkin
disterilisasi dengan pemanasan kering. Meskipun dapat disterilisasi dengan
iradiasi gamma, tetapi proses tersebut dapat mempengaruhi sifar fisik dari vaselin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

album eperti mengembang, berubahwarna, bau dan perilaku reologi. Vaselin harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya ditempat sejuk dan
kering.Vaselin album merupakan material inert dengan sedikit inkompatibilitas
(Rowe et al., 2009).

2.8.13. Cera Alba


Nama lain cera alba adalah white wax, bleached wax. Cera alba merupakan
lilin putih yang hampir tidak berasa, putih atau sedikit kekuningan, lembaran atau
granul halus dengan sedikit transparan; bau seperti lilin kuning tetapi kurang kuat.
Cera alba memiliki tiitk leleh pada suhu 61-65C. Cera alba larut dalam
kloroform, eter, fixed oil,minyak lemak, minyak menguap dan karbon disulfida
hangat, sedikit larut dalam etanol 95% dan praktis tidak larut dalam air (Rowe et
al., 2009).
Dalam sediaan farmasi, cera alba berfungsi sebagaicontrolled-release
agent, stabilizing agent dan stiffening agent. Cera alba stabil ketika disimpan
dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya. Cera alba inkompatibel
dengan oksidator (Rowe et al., 2009).

2.8.14. Lanolin Hidrat


Nama lain lanolin hidrat adalah adeps lanae cum aqua dan lipolan. Lanolin
hidrat merupakan campuran dari lanolin dan 25% air suling.Lanolin hidrat
berwarna kuning pucat, lengket berupa bahan seperti lemak, bau khas yang samar.
Lanolin hidrat praktis tidak larut dalam kloroform, eter, dan air.Hanya komponen
lemak dari lanolin hidrat yang larut dalam pelarut organik (Rowe et al., 2009).
Lanolin hidrat berfungsi sebagai emulsifying agent dan basis salep.Lanolin
hidrat harus disimpan dalam wadah yang tertutup baik, terlindung dari cahaya, di
tempat yang sejuk dan kering. Lama penyimpanan normal adalah selama 2 tahun.
Lanolin hidrat mungkin berisi prooksidan yang dapat mempengaruhi stabilitas zat
aktif tertentu (Rowe et al., 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium
Penelitian II, Laboratorium Kimia Obat, dan Laboratorium Biologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2014 sampai Juni 2015.

3.2. Alatdan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vacuum rotary
evaporator (EYELA N-1000, Japan), digital water bath (SB-100 Eyela),
kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS), lemari pendingin (Sanyo
Medicool, Japan), pH meter (Horiba F-52, Japan), hotplate (Cimarec), viscotester
HAAKE 6R (Thermo Scientific, Jerman), apparatus melting point (Stuart),
centrifuge 5417 R (Eppendorf), oven (Eyela NDO-500), timbangan analitik, statif,
botol maserasi, pisau, blender, gelas ukur, corong, erlenmeyer, gelas piala, cawan
penguap, batang pengaduk, spatula, kertas saring, kapas, aluminium foil, plastic
wrap, termometer, tip dan mikropipet, pipa kapiler, lumpang dan alu, sudip, kertas
perkamen, wadah krim, wadah salep, wadah gel, kaca objek, anak timbangan,
penggaris.

3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kencur
(Kaempferia galanga L.),n-heksana (teknis), metanol (teknis),natrium
metabisulfit, propilen glikol (Bratachem, Jakarta), metil paraben (Bratachem,
Jakarta), propil paraben (Bratachem, Jakarta), trietanolamin (TEA), karbopol 940
(Sahdong Bio-Technology), asam stearat, isopropil miristat, setil alkohol, vitamin
E, minyak zaitun, vaselin album, lanolin hidrat, HPMC, alkohol 96% (Bratachem,
Jakarta), aqua destilata.

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Isolasi Kristal EPMS
3.3.1.1.Pengambilan Sampel
Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) diperoleh dari Balitro (Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor, Jawa Barat. Rimpang kencur
tersebut dipanen pada tanggal 29 Oktober 2014 pukul 09.00 WIB dengan kondisi
tanah kering.

3.3.1.2.Penyiapan Simplisia
Sebanyak 20 kg rimpang kencur dibersihkan dengan air dan dikeringkan
pada suhu ruang tanpa terkena sinar matahari selama satu hari.Rimpang yang
telah kering kemudian dirajang dengan ketebalan sekitar 2-3 mm. Selanjutnya
kencur yang telah dirajang tersebut dikeringkan kembali pada suhu ruang tanpa
terkena sinar matahari selama 5hari.Setelah kering, simplisia tersebut diblender
hingga menjadi serbuk halus (Barus, 2009).

3.3.1.3.Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur


Serbuk simplisia rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) dimaserasi
menggunakan pelarut n-heksana yang sebelumnya telah didestilasi terlebih
dahulu.Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam botol maserasi
dan dimaserasi dengan n-heksana sampai serbuk simplisia terendam seluruhnya
dan terdapat lapisan pelarut sekitar 3 cm di atas serbuk simplisia.
Maserasi dilakukan selama 3-5 hari sambil sesekali dilakukan
pengocokan.Setelah itu disaring menggunakan kapas dan kertas saring, sehingga
diperoleh ampas dan filtrat.Ampas ini dimaserasi kembali sekitar 3-4 kali sampai
didapatkan hasil maserasi yang jernih (warna kuning bening).Hasil maserasi
(filtrat) dipekatkan dengan vacuum rotary evaporatorpada suhu 48-50C,
sehingga didapatkan ekstrak berwarna coklat kekuningan.
Ekstrak yang didapatkan selanjutnya disimpan di dalam lemari pendingin
hingga terbentuk kristal. Kristal dan ekstrak dipisahkan dengan cara melarutkan
ekstrak dengan n-heksana dan melakukan penyaringan, sehingga diperoleh kristal
EPMS.Selanjutnya filtrat hasil penyaringan disimpan di dalam lemari pendingin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal yang terbentuk dipisahkan kembali


sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan
sampai tidak ada lagi kristal yang terbentuk. Kristal yang diperoleh kemudian
dimurnikan dengan cara dicuci menggunakan n-heksana dan beberapa tetes
metanol.Kristal yang didapatkan kemudian dilarutkan dalam etil asetat dan diuji
kemurniannya dengan menggunakan metode KLT dengan eluen n-heksana : etil
asetat dengan perbandingan 3:2 dan dengan GCMS.
Rendemen hasil kristal yang didapat kemudian dihitung dengan rumus:

3.3.2. Identifikasi Kristal EPMS


3.3.2.1.Pemeriksaan Organoleptis
Kristal yang didapat diidentifikasi warna, bentuk, dan baunya.

3.3.2.2.Pengukuran Titik Leleh


Kristal yang didapat diidentifikasi titik lelehnya menggunakan alat
apparatus melting point. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara
memasukkan sedikit kristal ke dalam pipa kapiler lalu diletakkan di dalam wadah
sampel pada alat dan diamati suhu pada saat kristal tersebut mulai meleleh
(Rohmah, Jamilatur, dkk., 2009).

3.3.2.3.Identifikasi Senyawa EPMS menggunakan GCMS


Senyawa EPMS dari sampelkristal EPMSyang didapatkan diidentifikasi
dan diukur kemurniannya menggunakan instrumen kromatografi gas spektrometri
massa (GCMS). Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m x 0,25 mm ID x
0,25 m); suhu awal 70C selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285C dengan
kecepatan 20C/min selama 20 menit. Suhu MSD 285C, kecepatan aliran 1,2
ml/min dengan split 1 :100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling
rendah yaitu 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al., 2012).
Pengujian ini dilakukan dengan cara melarutkankristal EPMS di dalam
metanol, dan dibuat larutan induk dalam konsentrasi 5000 ppm. Larutan induk
dibuat dengan cara melarutkan 50 mg kristal dalam metanol pro chromatography

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

hingga 10 ml. Selanjutnya dari larutan induk tersebut dibuat larutan dengan
konsentrasi 100 ppm sebanyak 5 ml dan dianalisa menggunakan GCMS.

3.3.3. Optimasi Formula Sediaan Setengah padat


3.3.3.1.Krim

Tabel 3.1 Formulasi Krim


Persentase Jumlah Bahan (%)
Formula Fungsi
F1 F2 F3
Kristal EPMS Zat aktif 1 1 1
Setil Alkohol Emollient 3 3 3
Isopropil Miristat Emollient 3 3 3
Asam Stearat Emulgator 5 5 5
Minyak Zaitun Pembawa minyak - * 1 * 2 *
Propilen Glikol Peningkat penetrasi 15 15 15
Metil Paraben Pengawet 0,2 0,2 0,2
Propil Paraben Pengawet 0,1 0,1 0,1
Trietanolamin Emulgator 0,2 0,2 0,2
Vitamin E Antioksidan 0,1 0,1 0,1
Alkohol 96% Pelarut EPMS 5 5 5
Aqua Destilata Pelarut Ad 100 Ad 100 Ad 100
* Parameter yang divariasikan

Prosedur Pembuatan
Setil alkohol, asam stearat, isopropil miristat, dan minyak zaitun(formula 1
tanpa minyak zaitun),dicampurkan dalam suatu cawan penguap dan dilebur di atas
penangas air hingga suhu 70C sebagai fase minyak. Sedangkan propilen glikol,
metil paraben, propil paraben, TEA dan akuades dicampurkan dan dilarutkan
dalam cawan penguap lainnya dan dipanaskan di atas penangas air hingga suhu
70C. Setelah kedua campuran pada masing-masing cawan homogen dan
mencapai suhu 70C, kedua fase tersebut dicampurkan dalam lumpang panas dan
digerus cepat secara konstan hingga terbentuk massa krim seperti putih susu yang
homogen. Selanjutnya ditambahkan vitamin E sambil digerus hingga homogen,
dan ditambahkan kristalEPMS yang sudah dilarutkan dengan alkohol sedikit demi
sedikit sambil digerus hingga homogen.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

3.3.3.2.Gel

Tabel 3.2 Formulasi Gel


Persentase Jumlah Bahan (%)
Formula Fungsi
F1 F2 F3
Kristal EPMS Zat aktif 1 1 1
Karbopol Agen pembentuk gel 1 1 1
TEA Agen pembasa 1 1 1
HPMC Peningkat iskositas 1 * 0,5 * - *
Propilen Glikol Peningkat penetrasi 15 15 15
Natrium metabisulfit Antioksidan 0,05 0,05 0,05
Metil Paraben Pengawet 0,2 0,2 0,2
Propil Paraben Pengawet 0,1 0,1 0,1
Alkohol 96% Pelarut EPMS 5 5 5
Aqua Destilata Pelarut Ad 100 Ad 100 Ad 100
* Parameter yang divariasikan

Prosedur Pembuatan
Karbopol didispersikan dalam lumpang dengan akuades kemudian diaduk
sampai homogen.Selanjutnya ditambahkan TEA dan diaduk perlahan hingga
homogen.HPMC didispersikan dengan air panas suhu 80-90C dalam lumpang
panas, dan digerus hingga homogen.Setelah itu keduanya dicampurkan dan
digerus cepat secara konstan hingga membentuk gel.Selanjutnya ditambahkan
natrium metabisulfit, metil paraben dan propil paraben yang sebelumnya telah
dilarutkan dengan propilenglikol dan akuades, sambil diaduk hingga homogen.
Setelah itu, ditambahkan sedikit demi sedikit kristal EPMS yang sebelumnya telah
dilarutkan dengan alkohol 96% sambil digerus hingga homogen.

3.3.3.3.Salep

Tabel 3.3 Formulasi Salep


Persentase Jumlah Bahan (%)
Formula Fungsi
F1 F2 F3
Kristal EPMS Zat aktif 1 1 1
Vaselin Album Basis Salep 20 20 20
Setil alkohol Agen pengkaku/ emulgator 3 * 5 * 7*
Propilen Glikol Peningkat penetrasi 15 15 15
Alkohol 96% Pelarut EPMS 5 5 5
Lanolin Hidrat Basis Salep Serap Ad 100 Ad 100 Ad 100
* Parameter yang divariasikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Prosedur Pembuatan
Vaselin album, setil alkohol, dan lanolin hidrat dicampurkan dalam satu
cawan penguap dan dilebur di atas penangas.Setelah melebur, kemudian
dicampurkan propilen glikol ke dalam cawan tersebut sambil diaduk hingga
homogen. Selanjutnya campuran tersebut dituang ke dalam lumpang dan digerus
hingga terbentuk massa salep. Kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit kristal
EPMS yang sudah dilarutkan dengan alkohol 96% sambil digerus hingga
homogen.

3.3.3.4.Evaluasi Formula
Setelah dilakukan optimasi formula pada masing-masing jenis sediaan,
maka dilakukan evaluasi untuk memilih satu formula yang akan diuji lebih lanjut.
Evaluasi yang dilakukan adalah secara organoleptis, berdasarkan tingkat
kenyamanan saat diaplikasikan, dan pengujian stabilitas dipercepat, yaitu dengan
carasentrifugasi.Dari hasil evaluasi pada setiap formula dari masing-masing jenis
sediaan, maka dipilih F2 untuk sediaan krim, F3 untuk sediaan gel, dan F3 untuk
sediaan salep.

3.3.4. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan


Evaluasi sifat fisik ini dilakukan pada formula yang paling optimum dari
masing-masing jenis sediaan yang telah dioptimasi.

3.3.4.1.Pemeriksaan Organoleptis
Pengamatan organoleptis dari sediaan dilakukan dengan mengamati
perubahan-perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan (Septiani, 2011).

3.3.4.2.Pemeriksaan Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan kaca objek.
Cara Pengujian:
Pengujian ini dilakukan menggunakan 2 kaca objek.Sejumlah tertentu
sediaan dioleskan pada sekeping kaca objekdan kemudian kaca objek yang
lainnya ditempelkan pada kaca objek yang sudah diolesi sediaan.Suatu sediaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar
(Ditjen POM, 1979).

3.3.4.3.Penentuan pH Sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Rentang nilai pH yang aman untuk kulit atau sediaan setengah padat adalah
sekitar 4,5 6,5 (Soeratri et al., 2005).

3.3.4.4.Pemeriksaan Viskositas dan Sifat Alir


Pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer Haake 6R.Sediaan
dituang ke dalam gelas piala, selanjutnya dipasang spindle.Kemudian spindel
diturunkan ke dalam sediaan hingga batas yang ditentukan. Pengukuran dilakukan
dengan viskometer Haake 6R dengan kecepatan diatur mulai dari 10; 12; 20; 30;
50; 60; 100; dan 200 rpm, kemudian dibalik dari 200; 100; 60; 50; 30; 20; 12; 10
rpm. Pemeriksaan viskositas dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-4
setelah penyimpanan suhu ruang dan suhu 40 C(Marinda, 2012).

3.3.4.5.Pemeriksaan Daya Sebar


Sekitar 1 gram sediaan diletakkan diantara 2 kaca acrylic.Sebelumnya,
kaca acrylic bagian atas ditimbang terlebih dahulu kemudian diletakkan di atas
sediaan dan dibiarkan selama 1 menit.Di atasnya diberi beban dengan berat sekitar
19 gram, dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian diukur diameter
sebarnya.Kemudian ditambahkan kembali beban dengan berat 20 gram dan diukur
diameter sebarnya.Hal ini dilakukan hingga beban maksimum di atas sediaan
seberat 99 gram.Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara beban dan luas sebar
sediaan (Swastika, 2013; Voight, 1994, yang sudah dimodifikasi).

3.3.4.6.Uji Stabilitas
a. Pengamatan Cycling Test
Sediaan disimpan pada suhu 42C selama 24 jam, kemudian dipindahkan
ke dalam oven yang bersuhu 402C selama 24 jam (satu siklus). Uji ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

dilakukan sebanyak 6 siklus atau selama 12 hari kemudian diamati adanya


pemisahan fase (Marinda, 2012).

b. Pemeriksaan Stabilitas Terhadap Suhu


Sediaan disimpan pada dua kondisi, yaitu pada suhu ruang dan suhu tinggi
(402C).Uji ini dilakukan selama 4 minggu, dan kemudian dilakukan kembali
pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, dan uji
mekanik (Chandira et al., 2010).

c. Uji Sentrifugasi
Sediaan dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi kemudian dimasukkan ke
dalam alat sentrifugator dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Perlakuan
tersebut sama dengan perlakuan adanya gravitasi selama 1 tahun. Selanjutnya
diamati apakah terjadi pemisahan atau tidak (Budiman, 2008).

d. Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Sediaan Krim


Diameter globul rata-rata diukur menggunakan mikroskop optik. Dengan
cara sediaan krim diletakkan pada kaca objek dan diamati dengan mikroskop
perbesaran 10 x 10. Gambar yang diamati difoto dan diukur diameter globulnya.
Pengukuran diameter globul rata-rata dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-4
pada suhu ruang dan suhu , dan setelah dilakukan cycling test (Martin et al.,
1993).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur


Dari 20 kg rimpang kencur (Kaempferia galanga), didapatkan sebanyak
4,2 kg serbuk simplisia. Kemudian sebanyak 3,5 kg serbuk diekstraksi
menggunakan metode maserasi dengan pelarut n-heksana. Hasil maserasi yang
didapat disaring dan filtrat yang didapatkan diuapkan dengan menggunakan
vacuum rotary evaporator untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan
ekstrak kental sebanyak 106,53 gram. Dari ekstrak kental ini kemudian terbentuk
kristal-kristal.
Selanjutnya dilakukan rekristalisasi menggunakan n-heksana dan sedikit
metanol.Kristal yang didapatkan sebanyak 40 gram.Selanjutnya dilakukan
pengecekan menggunakan KLT. Eluen yang digunakan adalahn-heksana : etil
asetat dengan perbandingan 3:2, dan didapatkan nilai Rf= 0,8.Hasil rendemen
menunjukkan jumlah kristal yang didapatkan sebesar 1,14%.
Perhitungan rendemen, Rf, dan sisa pelarut dapat dilihat pada lampiran 6.

Gambar 4.1KLT Isolat Kencur dengan Eluen n-Heksana : Etil Asetat (3 :


2)(visualisasi UV 254)
4 cm 5 cm
[Sumber: Koleksi Pribadi]
Keterangan:
1. Standar EPMS
2. Kristal EPMS yang didapatkan
1 2

4.2. Identifikasi Kristal EPMS

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi


51 Kristal EPMS
Parameter Hasil
Organoleptis:
Warna Kuning pucat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Bentuk Kristal jarum


Bau Aromatik khas lemah
Titik Leleh 49 50C

Pengukuran titik leleh dilakukan menggunakan alat apparatus melting


point.Rentang titik leleh senyawa EPMS didapatkan sekitar 49-50C.Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Umar (2014) yang menyatakan bahwa titik leleh
EPMS adalah 49C.
Selanjutnya dilakukan analisa menggunakan GCMS untuk
mengidentifikasi dan menguji kemurnian EPMS. Menurut penelitian Umar et al.
(2012) senyawa EPMS muncul pada waktu retensi 9,9 dengan berat molekul
206,4 serta memiliki fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 89;77;63; 51; dan 39.

Gambar 4.2 Spektrum GCMS EPMS standar(Umar et al, 2012)

Hasil interpretasi GCMS yang didapatkan menunjukkan bahwa senyawa


EPMS dari kristal yang diuji muncul pada waktu retensi 9,916 dengan berat
molekul 206,1 serta memiliki fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 89; 76; 63;
50; dan 37. Selain itu juga didapatkan hasil bahwa kristal yang diuji, 100% murni
mengandung EPMS.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Gambar 4.3Spektrum GCMS EPMS yang diuji


Keterangan: a. waktu retensi; b. fragmentasi

4.3. Optimasi Formula Sediaan


4.3.1. Krim

Tabel 4.2 Hasil Uji Optimasi Formula Krim


Parameter F1 F2 F3
Konsistensi +++ ++ +
Daya Sebar + ++ +++
Stabilitas Stabil Stabil Stabil
Keterangan:
+ : rendah
++ : sedang
+++ : tinggi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Dari ketiga formula yang diuji, didapatkan hasil sentrifugasi yang bagus,
di mana dari ketiga formula tersebut tidak terjadi pemisahan setelah
disentrifugasi.Namun dari pemeriksaan secara organoleptis, konsistensi dan
kenyamanan saat sediaan diaplikasikan (penyebaran sediaan), maka dipilih
formula 2.Formula 1 dari segi konsistensinya terlalu tinggi, sehingga pada saat
diaplikasikan, penyebarannya tidak bagus. Hal ini dikarenakan pada formula 1
tidak terdapat pembawa minyak yang salah satu fungsinya adalah dapat
meningkatkan daya sebar, dalam hal ini adalah minyak zaitunseperti yang terdapat
pada formula 2 dan 3, sedangkan formula 3 sediaannya lebih encer. Hal ini
dikarenakan pada formula 3, minyak zaitun yang digunakan lebih banyak yaitu
2%.Oleh karena itu dipilih formula 2 yang mana konsistensi dan penyebaran saat
diaplikasikannya juga bagus dengan konsentrasi minyak zaitun 1%.

4.3.2. Gel

Tabel 4.3 Hasil Uji Optimasi Formula Gel


Parameter F1 F2 F3
Konsistensi ++ ++ +
Daya lekat +++ ++ +
Stabilitas Stabil Stabil Stabil

Keterangan:
+ : rendah
++ : sedang
+++ : tinggi

Dari ketiga formula yang diuji, didapatkan hasil sentrifugasi yang bagus,
di mana dari ketiga formula tersebut tidak terjadi pemisahan setelah
disentrifugasi.Namun dari pemeriksaan secara organoleptis, konsistensi dan daya
lekatsediaan maka dipilih formula 3.Formula 1 dan formula 2 daya lekatnya
tinggi, sehingga pada saat diaplikasikan terasa lengket. Hal ini dikarenakan
semakin tinggi konsentrasi gelling agent yang digunakan maka akan
meningkatkan konsistensi gel dan daya lekat menjadi lebih besar (Arikumalasari,
2013).Oleh karena itu dipilih formula 3, dengan hasil sentrifugasi, konsistensi,
dan daya lekat yang lebih nyaman.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

4.3.3. Salep

Tabel 4.4 Hasil Uji Optimasi Formula Salep


Parameter F1 F2 F3
Konsistensi ++ ++ ++
Daya Sebar ++ ++ +++
Stabilitas Tidak stabil Tidak stabil Stabil

Keterangan:
+ : rendah
++ : sedang
+++ : tinggi

Dari ketiga formula yang diuji, dilakukan pengujian sentrifugasi,


pemeriksaan secara organoleptis, konsistensi dan penyebaran.Formula 1 dan 2,
meskipun dari segi organoleptis, konsistensi, dan penyebaran sudah bagus, namun
dari hasil pengujian sentrifugasi terdapat pemisahan.Hal ini menunjukkan bahwa
formula 1 dan 2 tidak stabil.Oleh karena itu dipilih formula 3 yang mana dari hasil
sentrifugasi sediaan tidak terdapat pemisahan.Selain itu, dari segi organoleptis,
konsistensi, dan penyebaran sediaan saat diaplikasikan lebih nyaman.

4.4. Evaluasi Sifat Fisik Sediaan


Pada penelitian ini, formula optimal yang telah dipilih dari masing-masing
jenis sediaan disimpan pada salah satu kondisi pengujian stabilitas
dipercepat.Formula yang telah dipilih adalah F2 untuk sediaan krim, F3 untuk
sediaan gel, dan F3 untuk sediaan salep.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui stabilitas sediaan setelah
disimpan.Pengujian stabilitas dipercepat ini dapat dilakukan pada suhu 25C,
40C, 50C, 60C, 70C, namun pada penelitian ini, sediaan disimpan pada suhu
ruang dan suhu 40C. Pemilihan suhu ruang dan suhu 40C ini selain dikarenakan
titik leleh EPMS yang berada dalam rentang 49-50C, juga dikarenakan pada suhu
di atas 40C, dikhawatirkan akan mempengaruhi stabilitas sediaan tersebut.Hal ini
dikarenakan pada suhu 40C, basis sediaan semisolid sudah mulai mengalami
peleburan. Oleh karena itu, jika sediaan disimpan pada suhu di atas 40C, maka
sediaan akan mengalami ketidakstabilan dari awal penyimpanan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

4.4.1. Organoleptis

Tabel 4.5Hasil pengamatan secara organoleptis formula yang dipilih


Waktu
Krim Gel Salep
Uji
Minggu
ke-0

Minggu
ke-4
suhu
ruang

Minggu
ke-4
suhu
40C

Hasil pengamatan secara organoleptis menunjukkan bahwa sediaan krim


pada minggu ke-0 maupun yang telah disimpan selama 4 minggu pada suhu ruang
dan suhu 40C memiliki karakteristik yang sama, yaitu berwarna kuning pucat dan
berbau alkohol. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan krim ini stabil.
Pada sediaan gel, hasil pengamatan secara organoleptis menunjukkan
bahwa sediaan gel pada minggu ke-0 dan minggu ke-4 pada suhu ruang memiliki
karakteristik yang sama, yaitu berwarna kuning kehijauan dan berbau
alkohol.Pada sediaan gel yang disimpan selama 4 minggu pada suhu 40C, terjadi
perubahan warna sediaan, yaitu menjadi kuning pucat.
Hasil pengamatan secara organoleptis pada sediaan salep minggu ke-0 dan
minggu ke-4 pada suhu ruang memiliki karakteristik yang sama, yaitu berwarna
kuning dan berbau basis salep. Pada sediaan salep yang telah disimpan selama 4
minggu pada suhu 40C meskipun warna dan baunya masih sama yaitu berwarna
kuning dan berbau basis salep, namun terdapat pemisahan fase.Hal ini bahwa
sediaan salep tidak stabil.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

4.4.2. Homogenitas

Tabel 4.6Hasil pengamatan homogenitas formula yang dipilih


Waktu
Krim Gel Salep
Uji

Minggu
ke-0

Minggu
ke-4
suhu
ruang

Minggu
ke-4
suhu
40C

Hasil pengujian homogenitas sediaan krim dan gel menunjukkan


homogenitas yang baik mulai dari minggu ke-0 sampai setelah disimpan selama 4
minggu pada suhu ruang dan suhu 40C, di mana tidak terdapat butiran kasar,
perbedaan warna maupun gumpalan-gumpalan pada hasil pengamatan.Pada
sediaan salep, meskipun tidak terdapat butiran kasar, perbedaan warna, dan
gumpalan pada hasil pengamatan, namun hasil pengujian homogenitas
menunjukkan telah terjadi pemisahan antara basis salep dan fase air yang dalam
hal ini adalah propilen glikol dan alkohol.Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
salep tidak stabil.

4.4.3. Pengukuran Derajat Keasaman (pH)

Tabel 4.7 Hasil Pengujian pH


Hasil
Waktu
Krim Gel Salep
Minggu ke-0 6,225 0,05 6,448 0,01 6,317 0,06
Minggu ke-4 suhu ruang 6,789 0,08 6,168 0,01 6,138 0,07

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Minggu ke-4 suhu 40C 6,685 0,02 6,228 0,01 5,998 0,01

Pengujian pH sediaan bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan saat


digunakan agar tidak mengiritasi kulit (Anief, 2007).Sediaan topikal sebaiknya
memiliki pH yang berada dalam rentang pH balance kulit yaitu 4,5-
6,5(Tranggono dan Latifah, 2007). Namun berdasarkan hasil pengujian pH
didapatkan hasil bahwa pH sediaan krim setelah penyimpanan selama 4 minggu
pada suhu ruang dan suhu 40C lebih besar dari 6,5, yang berarti tidak memenuhi
kriteria pH kulit.Namun sediaan krim ini masih aman untuk digunakan karena
masih di bawah pH netral sehingga tidak terlalu bersifat basa.Nilai pH tidak boleh
terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan jika pH
terlalu tinggi dapat menyebabkan kulit bersisik (Budiman, 2008).
Berdasarkan hasil pengujian pH pada ketiga sediaan diketahui bahwa pH
sediaan juga dipengaruhi oleh suhu.Perubahan pH sediaan selama penyimpanan
menandakan tidak stabilnya sediaan selama penyimpanan.Ketidakstabilan ini
dapat merusak produk selama penyimpanan atau penggunaan (Young et al.,
2002).
Data pengukuran pH dapat dilihat pada lampiran 7.

4.4.4. Daya Sebar

Tabel 4.8Data Uji Daya Sebar Krim


Luas Daya Sebar Krim (cm2)
Beban Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-4
(suhu ruang) (suhu 40C)
17 gram 7,07 0,47 8,04 0,00 7,71 0,29
36 gram 11,53 0,35 12,56 0,00 11,53 0,35
56 gram 14,07 0,38 15,90 0,00 14,74 0,40
76 gram 14,97 0,40 18,85 0,00 17,59 0,43
96 gram 15,90 0,70 21,23 0,81 19,89 0,46
116 gram 19,11 0,44 23,75 0,00 22,33 0,48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

26
24
22
Luas Daya Sebar (cm2)
20
18
16
14 Minggu ke-0
12
10 Mingg ke-4 suhu ruang
8
6 Minggu ke-4 suhu 40C
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Beban (gram)

Gambar 4.4 Kurva Daya Sebar Krim

Tabel 4.9Data Uji Daya Sebar Gel


Luas Daya Sebar Gel (cm2)
Beban Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-4
(suhu ruang) (suhu 40C)
17 gram 3,25 0,18 4,91 0,39 4,52 0,00
36 gram 5,31 0,40 8,04 0,29 8,04 0,29
56 gram 8,55 0,30 10,75 0,33 10,17 0,33
76 gram 10,17 0,00 12,56 0,36 12,56 0,00
96 gram 10,75 0,33 15,2 0,40 14,51 0,00
116 gram 11,94 0,36 17,34 0,42 16,61 0,41

18
Minggu ke-0
Luas Daya Sebar (cm2)

16
14
12 Minggu ke- 4 suhu
10 ruang
8
6 Minggu ke- 4 suhu 40C
4
2
0
0 20 40Beban60(gram)80 100 120
Gambar 4.5 Kurva Daya Sebar Gel

Tabel 4.10Data Uji Daya Sebar Salep


Luas Daya Sebar Salep (cm2)
Berat Beban Minggu ke-0 Minggu ke-4 Minggu ke-4
(suhu ruang) (suhu 40C)
17 gram 8,04 0,50 6,02 0,65 5,04 0,23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

36 gram 10,37 0,65 7,07 0,47 6,01 0,25


56 gram 12,77 0,72 8,72 0,30 6,45 0,26
76 gram 15,67 1,07 10,36 0,33 7,22 0,28
96 gram 17,85 1,14 11,53 0,35 7,71 0,29
116 gram 20,69 0,47 12,35 0,36 8,72 0,30

22
20
Luas Daya Sebar (cm2)

18
16
14 Minggu ke-0
12
10
8 Minggu ke- 4 suhu
6 ruang
4
2 Minggu ke- 4 suhu
0 40C
0 20 40 60 80 100 120
Beban (gram)

Gambar 4.6 Kurva Daya Sebar Salep

Pengujian daya sebar sediaan bertujuan untuk melihat kemampuan


menyebar sediaan di atas permukaan kulit saat pemakaian (Voight,
1994).Berdasarkan hasil pengujian daya sebar dari ketiga sediaan tersebut, pada
sediaan krim dan gel, daya sebar sediaan menjadi lebih besar seiring dengan
semakin lamanya waktu penyimpanan.Namun pada sediaan salep, daya sebar
sediaan lebih kecil seiring dengan lamanya waktu penyimpanan.Hal ini terjadi
dikarenakan adanya pemisahan pada sediaan salep sehingga mempengaruhi daya
sebar sediaan.

Tabel 4.11 Data Uji Daya Sebar Minggu ke-0


Luas Daya Sebar Minggu ke-0 (cm2)
Berat Beban
Krim Gel Salep
17 gram 7,07 0,47 3,25 0,18 8,04 0,50
36 gram 11,53 0,35 5,31 0,40 10,37 0,65
56 gram 14,07 0,38 8,55 0,30 12,77 0,72
76 gram 14,97 0,40 10,17 0,00 15,67 1,07
96 gram 15,90 0,70 10,75 0,33 17,85 1,14
116 gram 19,11 0,44 11,94 0,36 20,69 0,47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

22
20
18

Luas Daya Sebar (cm2)


16
14
12
Krim
10
8 Gel
6 Salep
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Beban (gram)

Gambar 4.7 Kurva Daya Sebar Minggu ke-0

Tabel 4.12 Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu Ruang
Luas Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu Ruang (cm2)
Berat Beban
Krim Gel Salep
17 gram 8,04 0,00 4,91 0,39 6,02 0,65
36 gram 12,56 0,00 8,04 0,29 7,07 0,47
56 gram 15,90 0,00 10,75 0,33 8,72 0,30
76 gram 18,85 0,00 12,56 0,36 10,36 0,33
96 gram 21,23 0,81 15,2 0,40 11,53 0,35
116 gram 23,75 0,00 17,34 0,42 12,35 0,36

Tabel 4.13 Data Uji Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu 40C
Luas Daya Sebar Minggu ke-4 Suhu 40C (cm2)
Berat Beban
Krim Gel Salep
17 gram 7,71 0,29 4,52 0,00 5,04 0,23
36 gram 11,53 0,35 8,04 0,29 6,01 0,25
56 gram 14,74 0,40 10,17 0,33 6,45 0,26
76 gram 17,59 0,43 12,56 0,00 7,22 0,28
96 gram 19,89 0,46 14,51 0,00 7,71 0,29
116 gram 22,33 0,48 16,61 0,41 8,72 0,30

Berdasarkan perbandingan daya sebar ketiga jenis sediaan pada minggu


ke-0 dan minggu ke-4 pada suhu ruang dan suhu 40C, didapatkan hasil bahwa
sediaan gel, pada minggu ke-0 memiliki daya sebar yang paling kecil dibanding

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

sediaan krim dan salep. Hal ini dikarenakan sediaan gel merupakan suatu sediaan
dengan kekentalan yang lebih besar dibandingkan krim dan salep.Hasil pada
minggu ke-4 suhu ruang dan suhu 40C menunjukkan bahwa sediaan salep
memiliki daya sebar yang paling kecil dibanding sediaan krim dan gel.Hal ini
dikarenakan adanya pemisahan pada sediaan salep sehingga mempengaruhi daya
sebar sediaan.
Data pengukuran daya sebar dapat dilihat pada lampiran 8.

4.4.5. Sentrifugasi
Hasil uji sentrifugasi pada sediaan krim dan gel tidak terjadi
pemisahan.Hal ini menunjukkan bahwa sediaan krim dan gel stabil.Namun pada
sediaan salep, terjadi pemisahan setelah dilakukan penyimpanan selama 4 minggu
pada suhu ruang dan suhu 40C.Hal ini menunjukkan bahwa sediaan salep tidak
stabil, baik pada suhu ruang maupun pada suhu 40C.
Pada pengujian ini, sediaan mengalami gaya sentrifugasi sehingga
menyebabkan terjadinya pemisahan fase karena perbedaan densitas. Fase air yang
memiliki densitas yang lebih besar dari fase minyak akan mengendap lebih dulu
sehingga berada pada dasar wadah. Fase minyak yang memiliki densitas yang
lebih kecil akan berada pada bagian atas (Hadyanti, 2008).

Tabel 4.14 Hasil Uji Sentrifugasi


Waktu Krim Gel Salep
Uji
Minggu
ke-0

Cycling
test

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Minggu
ke-4
suhu
ruang

Minggu
ke-4
suhu
40C

4.4.6. Viskositas dan Sifat Alir


Pada penelitian ini, pengukuran viskositas sediaan krim menggunakan
spindel R6, sedangkan untuk sediaan gel dan salep menggunakan spindel
R7.Pengukuran viskositas pada ketiga sediaan ini dilakukan dengan kecepatan 60
rpm pada minggu ke-0 dan pada minggu ke-4 setelah disimpan pada suhu ruang
dan suhu 40C.

Tabel 4.15Hasil Uji Viskositas


Hasil (cPs)
Waktu
Krim Gel Salep
Minggu ke-0 7400 27000 10800
Minggu ke-4 suhu ruang 7200 26800 20900
Minggu ke-4 suhu 40C 7500 27300 21400

Dari hasil pengukuran didapatkan perbedaan viskositas antara sediaan


pada minggu ke-0 dan pada sediaan yang telah disimpan selama 4 minggu pada
suhu ruang dan suhu 40C.
Hasil pengukuran viskositas pada ketiga sediaan menunjukkan bahwa gel
memiliki viskositas tertinggi dibandingkan sediaan krim dan salep.Hal ini
disebabkan oleh penggunaan karbopol sebagai gelling agent yang diketahui
bersifat cukup kental dan lengket.Selain itu, berdasarkan hasil pengukuran
viskositas tersebut, menunjukkan bahwa viskositas sediaan dipengaruhi oleh suhu
dan lama penyimpanan.
Data pengukuran viskositas dapat dilihat pada lampiran 9.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

250

Kecepatan putar (rpm)


200

150

100

50

0
0 10 20 30 40 50 60 70
torque (%)

Gambar 4.8 Kurva Sifat Alir Krim

250
kecepatan putar (rpm)

200

150

100

50

0
0 10 20 30 40 50 60 70
torque (%)

Gambar 4.9 Kurva Sifat Alir Gel

250
Kecepatan putar (rpm)

200

150

100

50

0
0 20 40 60 80 100
torque (%)

Gambar 4.10 Kurva Sifat Alir Salep

Kurva sifat alir yang terbentuk pada ketiga sediaan menunjukkan sifat
aliran plastis tiksotropik.Hal ini terlihat bahwa kurva menurun sediaan ada di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

sebelah kiri kurva menaik. Menurut Martin et al. (1993), sifat alir yang
diharapkan dari suatu sediaan setengah padat adalah tiksotropik, karena sediaan
setengah padat diharapkan mempunyai konsistensi tinggi dalam wadah pada saat
penyimpanan, namun saat diberi gaya, dapat dengan mudah dituang dan mudah
tersebar.
Kurva aliran plastis tidak melalui titi (0,0) tapi memotong sumbu tegangan
geser, yang dalam hal ini % torque (akan memotong, jika bagian lurus dari kurva
tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu yang dikenal
sebagai yield value.

4.4.7. Cycling Test

Tabel 4.16 Hasil Cycling Test


Jenis Sediaan Sebelum Cycling test Sesudah Cycling test
Krim

Gel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Salep

4.4.7.1.Krim
Sebelum dilakukan cycling test, dilakukan pemeriksaan secara
organoleptis dan dilakukan uji sentrifugasi pada sediaan krim.Secara organoleptis,
sediaan krim berwarna kuning,berbau alkohol, dan dari hasil uji sentrifugasi
sebelum cycling test tidak terdapat pemisahan.Setelah dilakukan cycling test
selama 12 hari (6 siklus), secara organoleptis terjadi perubahan terhadap sediaan
krim, yaitu terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning kehijauan,
sedangkan dari hasil sentrifugasi tidak terdapat pemisahan.

4.4.7.2.Gel
Sebelum dilakukan cycling test, dilakukan pemeriksaan secara
organoleptis dan dilakukan uji sentrifugasi pada sediaan gel. Secara organoleptis,
sediaan gel berwarna kuning pucat, berbau alkohol, dan dari hasil uji sentrifugasi
sebelum cycling test tidak terdapat pemisahan. Setelah dilakukan cycling test
selama 12 hari (6 siklus), baik secara organoleptis maupun dari hasil sentrifugasi
tidak terjadi perubahan terhadap sediaan gel.Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
gel ini stabil.

4.4.7.3.Salep
Sebelum dilakukan cycling test, dilakukan pemeriksaan secara
organoleptis dan dilakukan uji sentrifugasi pada sediaan salep.Secara
organoleptis, sediaan salep berwarna kuning, bau basis salep, dan dari hasil uji
sentrifugasi sebelum cycling test tidak terdapat pemisahan.Setelah dilakukan
cycling test selama 12 hari (6 siklus), terjadi perubahan terhadap sediaan salep,
yaitu terjadi perubahan warna dari kuning menjadi kuning pekat.Selain itu dari

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

hasil sentrifugasi terdapat pemisahan pada sediaan salep.Hal ini menunjukkan


bahwa sediaan salep tidak stabil.

4.4.8. Pengukuran Diameter Globul Rata-rata Sediaan Krim


Pengukuran diameter globul rata-rata krim menggunakan mikroskop
Olympus DX 1x71 agar terlihat lebih jelas.
Setelah dilakukan pengukuran diameter globul rata-rata, menunjukkan
bahwa ukuran globul rata-rata sediaan krim pada minggu ke-0, minggu ke-4 suhu
ruang, minggu ke-4 suhu 40C, dan setelah cycling test secara berturut-turut
adalah 12,15; 14,43; 15,77; dan 9,77 m. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ukuran globul telah memenuhi persyaratan ukuran diameter
sesuai dengan literatur yaitu dalam kisaran 0,5-50 m untuk emulsi keruh yang
lebih besar dibandingkan mikroemulsi dengan ukuran diameter globul 0,01-0,08
m (Riskiana, 2004).Namun, adanya perubahan pada ukuran globul tersebut
menunjukkan bahwa sediaan tidak stabil.Perubahan ukuran globul ini dapat
menyebabkan koalesen sehingga sediaan menjadi tidak stabil jika disimpan dalam
waktu yang lama.
Bentuk dan ukuran globul dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
terjadi selama proses pembuatan sediaan seperti pengadukan atau pencampuran
dan juga dipengaruhi oleh jumlah emulgator yang digunakan. Pada sediaan krim
ini, terbentuknya globul dipengaruhi oleh proses pencampuran dalam pembuatan
sediaan.Data pengukuran diameter globul rata-rata dapat dilihat pada lampiran 10.

Gambar 4.11 Gambar 4.12


Globul Minggu ke-0 Globul Setelah Cycling Test

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

Gambar 4.13 Gambar 4.14


Globul Minggu ke-4 suhu ruang Globul Minggu ke-4 suhu 40C

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian evaluasi stabilitas fisik yang dilakukan pada
sediaan krim, gel, dan salep pada minggu ke-0 dan minggu ke-4 pada suhu ruang
dan suhu 40C, dapat disimpulkan bahwa sediaan gel yang mengandung EPMS
dari rimpang kencur (Kaempferian galanga L.) merupakan sediaan yang paling
stabil karena dari hasil evaluasi stabilitas fisik menunjukkan stabilitas fisik yang
paling baik, dengan karakteristik sediaan berwarna kuning kehijauan, berbau
alkohol, homogen, memiliki pH sebesar 6,448; viskositas 27000 cPs; daya sebar
gel dengan slope 0,0912 cm2/gram. Sifat alir sediaan adalah aliran plastis
tiksotropik.

5.2. Saran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui aktivitas


sediaan sebagai antiinflamasi.
2. Perlu dilakukan pengujian pengaruh konsentrasi EPMS terhadap
stabilitas sediaan.
3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan sifat fisik pada ketiga sediaan.

DAFTAR PUSTAKA

69
Anief, Moh. 2005. Farmasetika Cetakan III. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.

Anief, Moh. 2007. Farmasetika Cetakan IV. Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.

Ansel, Horward C. 2011. Ansels Pharmaceutical Dosage Forms and Drug


Delivery Systems 9th edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Anwar, Effionora. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi: Karakteristik dan


Aplikasi. Jakarta: Dian Rakyat.

Aulton, M., E. 1994. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design 2nd
Edition. Churcil : Livingstone.

Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia galanga Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Budiman, Muhammad Haqqi. 2008. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan
Sediaan Krim yang Mengandung Ekstrak Kering Tomat (Solanum lycopersicum
L.). Depok: Universitas Indonesia.

Chien, Y.W. Novel Drug Delivery Systems.In: Gupta, P., Garg, S. 2002. Recent
advances in semisolid dosage forms for dermatological
application.Pharmaceutical Technology.

Depkes, RI. 1987. Analisis Obat Tradisional I. Jakarta: Departemen Kesehatan


RI.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hlm. 13, 14, 16, dan 17.

Depkes, RI. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia jilid II. Jakarta:
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

Depkes, RI. 1977. Materia Indonesia jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Hal.55-57.

Dhandapani, Abirami; Shobana Kumar; Murugan Kadarkarai. 2011. Larvicidal,


Pupicidal and Smoke Toxicity Effect of Kaempferia galanga to the Malarial
Vector, Anopheles Stephensi. The BioScan Journal 6(2): 329-333.

Djajadisastra, J. 2004. Cosmetic Stabillity. Depok: UI.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Draelos, Z. D. 2010. Cosmetic Dermatology Products and Procedures. Singapore:


John Wiley & Sons.

Dwikarya, Maria., DSSK. 2003. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: Penerbit
Kawan Pustaka.

Gregoriadis, G. , A.T. Florence dan H.M. Patel. 1993. Liposom in Drug Delivery.
Switzerland: Harwood Academic.

Hadyanti. 2008. Pengaruh Tretionin terhadap Penetrasi Kafein dan Aminofilin


sebagai Antiselulit dalam Sediaan Krim, Gel, dan Salep Secara In Vitro. Depok:
Universitas Indonesia.

Hasanah, Aliya Nur, Fikri Nazaruddin, Ellin Febriana, dan Ade Zuhrotun. 2011.
Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Rimpang Kencur (Kaenpferia galanga L.). Bandung: Jurnal Matematika dan


Sains, Vol.16 Nomor 3.

Howe, I. dan D.H. Williams. 1981. Mass Spectrometry Principles and Aplication,
2nd edition. London: Mc Graw Hill. Inc.

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5281783 diakses pada tanggal 18-2-


2015 pada pukul 22.20 WIB.

Khoirani, Nur. 2013. Karakteristik Simplisia dan Standarisasi Ekstrak Etanol


Herba Kemangi.Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Kusantati, H., Prihatin, P.T., dan Wiana, W. 2008. Tata Kecantikan Kulit. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Lachman, Leon, dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: UI-
Press.

Langley,& Lenny Lester. 1958. Dynamic Anatomy and Physiology. USA:


McGraww Hill.

Marinda, Wenny Silvia. 2012. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Liposom
yang Mengandung Fraksinasi Ekstrak Metanol Kulit Manggis (Garcinia
mangostana L.) sebagai Antioksidan. Depok: Universitas Indonesia.

Marriott, John F, dkk. 2010. Pharmaceutical Compounding and Dispensing.


London: Pharmaceutical Press.
Martin A., J. Swarbick, A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik Jilid II, edisi ke-3.
Terj.dariPhysical Pharmacy, oleh Josihta. Jakarta: UI Press.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V.

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat


yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galangal Linn.) Melalui Transformasi
Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Jakarta : UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Muhlisah, F. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon. Cetakan Kelima.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hal.29-33.

Niazi, S.K. 2004.Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations:


Setengah padat Products, vol. 4. New York: CRC Press. Hal.92.
Nicole Krilla, Debanjan Das, and John G. Augustine. 2009. Setengah padat
Formulation Development. USA: SP Formulations.

Nie, Yan, Laella Kinghua Liana, Endang Evacuasiany. 2012. Pengaruh Ekstrak
Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) terhadap Mukosa Gaster pada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Model Mencit Swiss Webster yang Diinduksi Asetosal.Jurnal Medika Planta. Vol.
2 No. 1 Oktober 2012.

Riskiana A. 2004. Perbandingan Efektivitas Kerja Antioksidan dari Krim


Antiaging yang Mengandung Berbagai Zat Antioksidan.Skripsi Program Sarjana
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuam Alam Universitas
Indonesia. Depok: Departemen Farmasi.

Roemantyo, G; Somaatmadja. 1996. Analisis terhadap keanekaragaman dan


konservasi kencur di jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Vol. 3 No. 2.

Rohmah, Jamilatur, Titik Taufikurohmah, Hadi Poerwono. 2009. Optimasi suhu


sintesis isoamil p-metoksisinamat melalui reaksi transesterifikasi dari etil p-
metoksisinamat hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.). Prosiding
Seminar Nasional Kimia Unesa.

Rostiana, Otih dkk. 2005. Budidaya Tanaman Kencur. Bogor : Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatika.

Rowe, Raymond C, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London:


Pharmaceutical Press.

Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Saladin, Kenneth S. melalui


http://www.mhhe.com/biosci/esp/2001_saladin/folder_structure/su/m1/s1/sum1s1
_1.htm

Seeley, R. R., T. D. Stephens dan P. Tate. 2003. Anatomy and Physiologi 6th
edition. New York: McGraw-Hill.

Septiani, S., N. Wathoni, dan S. R. Mita. 2011. Formulasi Sediaan Masker Gel
Antioksidan dari Ekstrak Etanol Biji Melinjo(Gnetum gnemon Linn). Jurnal
Unpad. 1(1): 4-24.

Soeratri, W., Tutik, P., 2004, Penambahan Asam Glikolat Terhadap Efektifitas
Sediaan TabirSurya Kombinasi Anti UV-A dan Anti UV-B Dalam Basis Gel,
Majalah FarmasiAirlangga 04 (03), Surabaya.

Sulaiman, M. R., Z. A. Akaria, I. A. Daud, F. N. Ng, Y. C. Ng, and M. T.


Hidayat. 2008. Antinociceptive and Anti-inflammatory Activities of the Aqueous
Extract of Kaempferia galanga Leaves in Animal Models. J. Nat. Med., 62, 221-
227.

Swastika NSP, Alissya, Mufrod, Purwanto. 2013. Aktivitas Antioksidan Krim


Ekstrak Sari Tomat(Solanum lycopersicum L.). Traditional Medicine Journal,
18(3): 132-140.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Syamsuni, H. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.

Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy


Laximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing
Activity Of Alkoholic Extract of Kaempferia Galanga in Wistar Rats. Indian
J.Physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390.
Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati.2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu
pada Isolasi Senyawa Etil p-Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur
sebagai Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik.

Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; Latthya


Atsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities of Volatile
Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci. Technol Vol. 27 (Suppl.
2): Thai Herbs.

Tranggono, R.I. dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama.

Umar, Muhammad I; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1;


Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of
Ethyl p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia
galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-8734.

Umar, Muhammad I; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Amin Malik Shah
Abdul Majid; Fouad Saleih R. Al-Suede; Loiy Elsir Ahmed Hassan; Rabia Altaf;
Mohamed B. Khadeer Ahamed. 2014.Ethyl-p-methoxycinnamate Isolated from
Kaempferia galanga Inhibits Inflammation by Suppressing Interleukin-1, Tumor
Necrosis Factor-, and Angiogenesis by Blocking Endothelial Functions. Clinics,
69 (2), 134-144.

USDA (United States Department of Agriculture). Natural Resources


Conservation Service.Akses online via plants.usda.gov pada tanggal 3-2-2015
pukul 10.00.

Vittalrao, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy;


Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesic activities of
alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. Indian J.Physiol Pharmacol 55
(1) : 13-24.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Terjemahan. Yogyakarta:


UGM, hal. 551-583.

Walters, A.K. 2002. Dermatological and Transdermal Formulations. New York:


Marcel Dekker.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Wirakusumah, E. S. 1994. Cantik dan Bugar dengan Ramuan Nabati. Edisi


Keempat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. hal. 3-6.

www.google.com/kencurdiakses pada tanggal 20-1-2015 pukul 15.30 WIB.

www.scribd.com/doc/244478637/193168159-kencur diakses pada tanggal 21-1-


2015 pukul 04.00 WIB.

Young, Anne. 2002. Practical Cosmetic Science, 39-40. London: Mills and Boon
Limited.

Zhang, L., & Falla, T.J. 2009.Cosmeceuticals and Peptides: Clinics in


Dermatology, 27, 485-494.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Konsep

Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga)

Dimaserasi menggunakan n-heksanayang


telah didestilasi

Ekstrak cair di evaporasi menggunakan


mesin evaporator pada suhu 50C

Kristal yang terbentuk dari ekstrak


kental rimpang kencur dimurnikan

Dibuat sediaan krim, gel, dan salep


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sediaan Krim Sediaan Gel Sediaan Salep


75

Lampiran 2. Bagan Alur Kerja Destilasi Pelarut n-heksana Teknis

n-heksana teknis

Destilasi pada suhu 50-55OC

n-heksana Pengotor
Murni

Disimpan untuk tahapan


ekstraksi Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Lampiran 3. Bagan Alur Isolasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur


(Kaempferia galanga)

Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga)

Dicuci, dikeringkan dan diblender

Serbuk kering
Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga)

Maserasi dengan n-heksana dan disaring

Filtrat Ampas
1
Remaserasi dengan n-heksana
dan disaring

Filtrat 2 Ampas

Remaserasi dengan n-
heksana dan disaring

Campuran
Filtrat 3
Filtrat 1,2,3

Ekstrak cair n-heksana Rimpang Ekstrak kental didiamkan


Kencur (Kaempferia galanga) sampai terbentuk kristal
dievaporasi pada suhu 50-55OC EPMS

Kristal yang terbentuk dimurnikan


Kristal EPMS dengan menggunakan n-heksan dan
metanol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Lampiran 4.Gambar Alat Penelitian

Centrifuge Lemari Pendingin pH Meter

Seperangkat alat
Oven Desikator
Rotary Evaporator

Viskometer Brookfield Mikroskop Olympus IX 71 Hotplate

Apparatus Melting
GCMS Timbangan Analitik
Point

Lampiran 5.Penyiapan Simplisia dan Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur


(Kaempferia galanga L.)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3


Rimpang Kencur Rajangan Kencur Simplisia Kencur

Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6


Proses Maserasi Proses Penyaringan Proses Pemekatan
Ekstrak n-heksana
Kencur

Gambar 5.7 Gambar 5.8


Ekstrak Kental n- Isolasi Ekstrak
heksana Kencur

Lampiran 6.Perhitungan Rendemen, dan Rf.

6.1. Perhitungan Rendemen


Berat kristal yang diperoleh = 40 gram

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Berat simplisia yang diekstraksi = 3500 gram

1,143 %

6.2. Perhitungan Rf

Lampiran 7.Data Hasil Uji pH

Hasil Uji pH Krim


Minggu ke-4 Suhu Minggu ke-4 Suhu
Minggu ke-0
Ruang 40C

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Uji 1 6,287 0,05 6,792 0,08 6,672 0,02


Uji 2 6,186 0,05 6,865 0,08 6,678 0,02
Uji 3 6,202 0,05 6,709 0,08 6,706 0,02
Rata-rata 6,225 6,789 6,685

Hasil Uji pH Gel


Minggu ke-4 Suhu Minggu ke-4 Suhu
Minggu ke-0
Ruang 40C
Uji 1 6,434 0,01 6,182 0,01 6,212 0,01
Uji 2 6,457 0,01 6,153 0,01 6,234 0,01
Uji 3 6,454 0,01 6,168 0,01 6,237 0,01
Rata-rata 6,448 6,168 6,228

Hasil Uji pH Salep


Minggu ke-4 Suhu Minggu ke-4 Suhu
Minggu ke-0
Ruang 40C
Uji 1 6,278 0,06 6,163 0,07 6,011 0,01
Uji 2 6,279 0,06 6,063 0,07 5,990 0,01
Uji 3 6,381 0,06 6,188 0,07 5,992 0,01
Rata-rata 6,313 6,138 5,998

Lampiran 8.Data Hasil Pengukuran Daya Sebar

Diameter Daya Sebar Krim (cm)


Beban Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

2,9 3,2 3,1


17 gram 3 3,2 3,2
3,1 3,2 3,1
3,8 4 3,8
36 gram 3,8 4 3,9
3,9 4 3,8
4,2 4,5 4,3
56 gram 4,2 4,5 4,4
4,3 4,5 4,3
4,4 4,9 4,7
76 gram 4,3 4,9 4,8
4,4 4,9 4,7
4,5 5,3 5
96 gram 4,4 5,2 5,1
4,6 5,1 5
4,9 5,5 5,3
116 gram 4,9 5,5 5,4
5 5,5 5,3

Diameter Daya Sebar Gel (cm)


Beban Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C
2 2,5 2,4
17 gram 2,1 2,4 2,4
2 2,6 2,4
2,6 3,2 3,2
36 gram 2,7 3,1 3,3
2,5 3,2 3,2
3,3 3,7 3,6
56 gram 3,4 3,6 3,7
3,3 3,6 3,7
3,6 4 4
76 gram 3,6 3,9 4
3,6 4 4
3,7 4,4 4,3
96 gram 3,8 4,3 4,3
3,8 4,3 4,3
3,9 4,7 4,6
116 gram 4 4,6 4,5
3,9 4,6 4,6

Diameter Daya Sebar Salep (cm)


Beban Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C
17 gram 3,3 2,8 2,6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

3,2 2,9 2,5


3,1 2,6 2,5
3,7 3 2,8
36 gram 3,7 3,1 2,7
3,5 2,9 2,8
4,1 3,3 2,9
56 gram 4,1 3,4 2,8
3,9 3,3 2,9
4,6 3,6 3,1
76 gram 4,5 3,7 3
4,3 3,6 3
4,9 3,8 3,2
96 gram 4,8 3,9 3,1
4,6 3,8 3,1
5,2 4 3,4
116 gram 5,1 4 3,3
5,1 3,9 3,3

Contoh perhitungan luas daya sebar pada krim minggu ke-0

Diameter daya sebar krim pada beban 17 gram = 2,9 cm

Jari-jari (r) daya sebar krim pada beban 17 gram = 1,45 cm

Luas daya sebar = x r2

= 3,14 x 1,452

= 6,60 cm2

Luas Daya Sebar Krim (cm2)


Beban Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C
17 gram 6,60 8,04 7,54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

7,06 8,04 8,04


7,54 8,04 7,54
Rata-rata 7,07 8,04 7,71
11,33 12,56 11,33
36 gram 11,33 12,56 11,94
11,94 12,56 11,33
Rata-rata 11,53 12,56 11,53
13,85 15,90 14,51
56 gram 13,85 15,90 15,20
14,51 15,90 14,51
Rata-rata 14,07 15,90 14,74
15,20 18,85 17,34
76 gram 14,51 18,85 18,09
15,20 18,85 17,34
Rata-rata 14,97 18,85 17,59
15,90 22,05 19,62
96 gram 15,20 21,23 20,42
16,61 20,42 19,62
Rata-rata 15,90 21,23 19,89
18,85 23,75 22,05
116 gram 18,85 23,75 22,89
19,62 23,75 22,05
Rata-rata 19,10 23,75 22,33

Luas Daya Sebar Gel (cm2)


Beban Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C
17 gram 3,14 4,91 4,52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

3,46 4,52 4,52


3,14 5,31 4,52
Rata-rata 3,25 4,91 4,52
5,31 8,04 8,04
36 gram 5,72 7,54 8,55
4,91 8,04 8,04
Rata-rata 5,31 7,87 8,21
8,55 10,75 10,17
56 gram 9,07 10,17 10,75
8,55 10,17 10,75
Rata-rata 8,72 10,36 10,56
10,17 12,56 12,56
76 gram 10,17 11,94 12,56
10,17 12,56 12,56
Rata-rata 10,17 12,35 12,56
10,75 15,20 14,51
96 gram 11,33 14,51 14,51
11,33 14,51 14,51
Rata-rata 11,14 14,74 14,51
11,94 17,34 16,61
116 gram 12,56 16,61 15,90
11,94 16,61 16,61
Rata-rata 12,15 16,85 16,37

Luas Daya Sebar Salep (cm2)


Beban Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C
17 gram 8,55 6,15 5,31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

8,04 6,60 4,91


7,54 5,31 4,91
Rata-rata 8,04 6,02 5,04
10,75 7,06 6,15
36 gram 10,75 7,54 5,72
9,62 6,60 6,15
Rata-rata 10,73 7,07 6,01
13,19 8,55 6,60
56 gram 13,19 9,07 6,15
11,94 8,55 6,60
Rata-rata 12,77 8,72 6,45
16,61 10,17 7,54
76 gram 15,90 10,75 7,06
14,51 10,17 7,06
Rata-rata 15,67 10,36 7,22
18,85 11,33 8,04
96 gram 18,09 11,94 7,54
16,61 11,33 7,54
Rata-rata 17,85 11,53 7,71
21,23 12,56 9,07
116 gram 20,42 12,56 8,55
20,42 11,94 8,55
Rata-rata 20,69 12,35 8,72

Kemiringan (slope) kurva daya sebar (cm2/gram)


Bentuk Sediaan Minggu ke-4 Minggu ke-4
Minggu ke-0
Suhu Ruang Suhu 40C
Krim 0,1066 0,1453 0,1545
Gel 0,0912 0,1184 0,1152
Salep 0,1275 0,0684 0,0349

Lampiran 9.Data Hasil Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir

9.1. Hasil pengukuran viskositas minggu ke-0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

Krim Gel Salep


rpm
cPs % torque cPs % torque cPs % torque
10 34400 34,4 95200 23,8 41300 41,3
12 26700 32,1 84200 25,2 35100 42,1
20 17700 35,5 61200 30,6 23200 46,4
30 12900 38,8 45700 34,2 16800 50,4
50 8600 43,2 31200 39 11700 58,8
60 7400 44,8 27000 40,5 9900 59,8
100 5100 51 18700 46,7 7200 72
200 2900 58,5 11600 58 4400 88,5
100 4800 48,2 18800 47 6100 61,5
60 6900 41,7 27400 41,1 8000 48,3
50 8200 41,3 31400 39,2 9200 46
30 11800 35,6 46000 34,5 11700 35,1
20 15800 31,6 62500 31,2 15000 30
12 22400 26,9 92100 27,6 20700 24,8
10 24200 24,2 105600 26,4 23700 23,7

9.2. Hasil pengukuran viskositas minggu ke-4 suhu ruang

Krim Gel Salep


rpm
cPs % torque cPs % torque cPs % torque
10 32400 32,4 91100 22,7 89400 22,3
12 25100 30,1 89300 26,7 69300 20,7
20 16500 33 62100 31 48700 24,3
30 12000 36 45700 34,2 35700 26,7
50 8200 41,2 30700 38,3 24200 30,2
60 7200 43,2 26800 40,2 20900 31,3
100 5000 50,7 18600 46,5 15500 38,7
200 3200 64 11400 57 9400 47
100 5100 51,7 18600 46,5 13600 34
60 7200 43,2 26800 40,2 18200 27,3
50 8200 41,3 30900 38,6 20000 25
30 11700 35,1 45200 33,9 27300 20,4
20 15500 31 61700 30,8 36400 18,2
12 21700 26 94400 28,3 55200 16,5
10 23400 23,4 107200 26,8 62600 15,6

9.3. Hasil pengukuran viskositas minggu ke-4 suhu 40C

rpm Krim Gel Salep

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

cPs % torque cPs % torque cPs % torque


10 42000 42 105500 26,3 65700 16,4
12 28700 34,4 94000 28,2 71500 21,4
20 15600 31,2 63600 31,8 52700 26,3
30 10900 32,7 46400 34,8 38100 28,5
50 8700 43,7 31400 39,2 26200 32,7
60 7500 45,4 27300 40,9 21400 32,1
100 4700 47,7 18900 47,2 14100 35,2
200 1600 32,5 11600 58 8800 44
100 2900 29,2 19000 47,5 12100 30,2
60 4600 27,7 27700 41,5 17500 26,2
50 6000 30,1 31700 39,6 19200 24
30 9500 28,7 46300 34,7 25900 19,4
20 13600 27,2 63300 31,6 34100 17
12 20200 24,3 94900 28,4 47200 14,1
10 23200 23,2 109000 27,2 54100 13,5

Lampiran 10.Data Hasil Perhitungan Pengukuran Diameter Globul Rata-rata

Diameter Globul Rata-rata Minggu ke-0


Rentang (m) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
0,68 4,15 2,415 10 24,15
4,16 7,63 5,895 94 554,13
7,64 11,11 9,375 153 1434,375
11,12 14,59 12,855 118 1516,89
14,60 18,07 16,335 46 751,41
18,08 21,55 19,815 38 752, 97
21,56 25,03 23,295 25 582,375
25,04 28,51 26,775 10 267,75
28,52 31,99 30,255 3 90,765
32,00 35,47 33,735 3 101,205
n = 500 nd = 6076,02
Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata m

Diameter Globul Rata-rata Minggu ke-4 Suhu Ruang


Rentang (m) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

3,40 7,52 5,46 30 163,80


7,53 11,65 9,59 155 1486,45
11,66 15,78 13,72 157 2154,04
15,79 19,91 17,85 90 1606,50
19,92 24,04 21,98 31 681,38
24,05 28,17 26,11 13 339,43
28,18 32,30 30,24 15 453,60
32,31 36,43 34,37 5 171,85
36,44 40,56 38,50 3 115,50
40,57 44,69 42,63 1 42,63
n = 500 nd = 7215,18
Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata m

Diameter Globul Rata-rata Minggu ke-4 Suhu 40C


Rentang (m) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
3,04 11,14 7,09 172 1219,48
11,15 19,25 15,20 216 3283,20
19,26 27,36 23,31 65 1515,15
27,37 35,47 31,42 22 691,24
25,48 43,58 39,53 12 474,36
43,59 51,69 47,64 9 428,76
51,70 59,80 55,75 2 111,5
59,81 67,91 63,86 0 0
67,92 76,02 71,97 0 0
76,03 84,13 80,08 2 160,16
n = 500 nd = 7883,85
Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata m

Diameter Globul Rata-rata setelah Cycling Test


Rentang (m) Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) nd
2,15 5,04 3,595 42 150,99
5,05 7,94 6,495 144 935,28
7,95 10,84 9,395 157 1475,015
10,85 13,74 12,295 83 1020,485
13,75 16,64 15,195 45 683,775
16,65 19,54 18,095 16 289,52
19,55 22,44 20,995 2 41,99
22,45 25,34 23,895 5 119,475
25,35 28,24 26,795 3 80,385
28,25 31,14 29,695 3 89,085
n = 500 nd = 4886
Ukuran diameter globul rata-rata,drata-rata m

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai