Anda di halaman 1dari 9

Asupan Alkohol dan Risiko Rosacea pada

Perempuan di Amerika Serikat

Latar belakang

Hubungan epidemiologi antara alkohol dan rosacea tidak diketahui dengan


pasti dan tidak konsisten berdasar penelitian cross sectional atau case control
sebelumnya.

Tujuan

Kami melakukan penelitian kohort untuk menentukan hubungan antara


konsumsi alkohol dan risiko rosacea pada perempuan

Metode

Sejumlah 82.737 perempuan termasuk dalam Nurses Health Study II


(1991-2005). Informasi asupan alkohol dikumpulkan setiap 4 tahun melalui
follow-up. Informasi pada riwayat diagnosis rosacea oleh dokter dan tahun
diagnosis dikumpulkan pada tahun 2005.

Hasil

Lebih dari 14 tahun follow up, kami mengidentifikasi 4945 kasus rosacea.
Dibandingkan dengan yang tidak pernah minum, peningkatan konsumsi alkohol
berhubungan dengan peningkatan risiko rosacea yang signifikan (Ptrend <,0001).
Multivariate adjusted hazard ratio (HR) dan confidence interval (CI) adalah 1,12
(95% CI 1,05-1,20) untuk asupan alkohol sebanyak 1-4 g/hari dan 1,53 (1,26-
1,84) untuk 30 g/ hari. Hubungan tetap konsisten melalui kategori status
merokok. Pemeriksaan lebih lanjut dari tipe konsumsi alkohol mengungkapkan
bahwa anggur putih (Ptrend <,0001) dan asupan liquor (Ptrend =,0006) secara
signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko rosacea.

1
Batasan

Terdapat penelitian epidemiologis tanpa pemeriksaan melalui mekanisme


etiologi

Kesimpulan

Asupan alkohol secara signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko


rosacea pada perempuan

Kata kunci

Asupan alkohol, penelitian kohort, hubungan erat respon, epidemiologis,


rosacea, merokok

Rosacea
Rosacea merupakan kelainan kulit akibat inflamasi kronis, yang
diperkirakan mengenai 16 juta orang di AS. Disfungsi pada respon imun bawaan
dan didapat, disregulasi dari sistem pembuluh darah dan saraf dan peranan mereka
terhadap respon inflamasi telah terlibat terhadap perkembangan rosacea.

Alkohol mempengaruhi pusat vasometer di otak, menginduksi vasodilatasi


perifer dan dikenal memiliki efek yang dalam pada sistem imun. Hal ini telah
diperkirakan bahwa resultan vasodilatasi dan efek proinflamasi berkontribusi pada
tanda kemerahan dan flushing , memperberat rosacea.

Hubungan epidemiologi diantara alkohol dan rosacea tidak diketahui dan


tidak konsisten berdasar penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian case control /
case series tidak ditemukan hubungan signifikan antara alkohol dan rosacea.
Sebelumnya, sejumlah besar penelitian case control melaporkan peningkatan
risiko rosacea dengan peningkatan asupan alkohol. Tidak terdapat penelitian
prospektif yang menginvestigasi hubungan antara asupan alkohol dan risiko
kejadian rosacea pada sejumlah 82.737 perempuan dari Nurses Health Study II
(NHSII).

2
Subyek dan Metode

Populasi penelitian

Detail dari NHS II, sebuah kohort pada perempuan, telah dideskripsikan
sebelumnya. Penelitian ini disetujui oleh Institutional Review Board of Bringharm
and Womens Hospital. Partisipan melengkapi dan mengembalikan kuesioner
mandiri yang dianggap sebagai infomed consent. Informasi tentang alkohol telah
dikumpulkan pada 1991, 1995, 1999, dan 2003. Perempuan pada NHS II diberi
pertanyaan seberapa sering (rata-rata mereka mengkonsumsi bir reguler, bir
ringan (1207), anggur merah, anggur putih atau liquor (1 minuman standar)
selama tahun lalu asupan pada beberapa minuman dipastikan dalam 9 kategori
(jumlah minum) : tidak ada atau ,1/ bulan, 1-3/bulan, 1/minggu, 2-4/minggu, 5-6
/minggu, 1/hari, 2-3/hari, 4-5/hari dan 6/hari. Total asupan alkohol dihitung
sebagai penjumlahan asupan alkohol dan bir, anggur, dan likuor yang dijelaskan
sebelumnya. Pada tahun 2005, perawat menanyakan apakah mereka memiliki
diagnosis rosacea dari dokter, dan jika demikian, tahun diagnosis mereka
kemudian dikelompokkan dalam interval (sebelum 1991, 1991-1994, 1995-1998,
1999-2002, atau 2002-2005). Diantara perempuan yang menanggapi kuesioner
pada 2005 (n=13,581). Sejumlah 82,737 perempuan tersisa dalam analisis.

Analisis statistik

Kami menghitung tahun peserta dari tanggal pengembalian pada 1991


kuesioner pada tanggal diagnosis rosacea pada akhir follow up (Juni 2005), mana
yang lebih dahulu.

Kami melakukan analisis cox proportional hazard analysis stratified dengan


usia dan interval 2 tahun untuk mengistimasi usia dan multivariate adjusted
hazard ratio (HR) dan 95% confidence intervals (CI) untuk risiko insiden rosacea
berhubungan dengan total alkohol asupan dan sejumlah minuman alkoholik
individual. Informasi terhadap pajanan telah diperbarui pada kuesioner siklus 4
tahun, kapan saja tersedia. Uji tren untuk total asupan alkohol dan beberapa
minuman alkoholik masing-masing dibawa dengan pengukuran berkelanjutan dari

3
variabel ini dengan menilai median dari tiap kategori. Adjusted cox proportional
hazard model telah ditetapkan dengan restricted cubic spline regression analysis
untuk menguji bentuk hubungan respon dosis antara asupan alkohol dengan risiko
insiden rosacea.

Kami menguji hubungan antara asupan alkohol dan risiko stratifikasi


rosacea dengan status merokok. Untuk mengatasi masalah penyebab reverse-bias,
analisis lag 4 tahun telah dilakukan dengan mengecualikan kasus rosacea yang
didokumentasikan selama 4 tahun pertama setiap penilaian asupan alkohol yang
diperbarui.

Seluruh analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SAS versi 9.4


(SAS Institute, Inc, Cory, Carolina Utara). Seluruh uji statistik merupakan uji 2
berpasangan, dengan tingkat signifikansi adalah P<0,05)

Hasil

Tabel I menunjukkan karakteristik perempuan pada tahun 1991 dengan


jumlah asupan alkohol, 42,3% perempuan tidak pernah memiliki asupan alkoho,
38,8% memiliki asupan alkohol 1-4g/hari dan 1,1% memiliki asupan alkohol
>30g/hari. Perempuan dengan asupan alkohol tinggi lebih mungkin untuk
merokok dan menggunakan kontrasepsi oral.

Selama 1.120.050 orang pada tahun di follow up kami mengidentifikasi


4945 insiden kasus rosacea. Dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah
minum peningkatan asupan alkohol berhubungan dengan peningkatan risiko
rosacea (P trend < ,0001). Multivariate adjusted HR (95% CI) adalah 1,12 (95%
CI 1,05-1,20). Untuk alkohol dengan peningkatan risiko insiden rosacea (P trend <
,0001). Multivariate adjusted HR (95% CI) adalah 1,12(95% CI 1,05-1,20)
untuk asupan alkohol 1-4 g/hari, 1,19 (1,08-1,31) untuk 5-9 g/hari; 1,28 (1,14-
1,44) untuk 10-14 g/hari, 1,37 (1,20-1,56) untuk 15-29 g/hari, dan 1,53 (1,26-
1,84) untuk 30 g/hari (Tabel II). Hasil dari regresi spline memastikan bahwa
hubungan respon dosis antara asupan alkohol dan risiko insiden rosacea adalah
linear (gambar I). Untuk tipe minuman alkoholik masing-masing kami
menemukan bahwa peningkatan asupan anggur putih atau liquor telah

4
berhubungan dengan peningkatan rosecea secara signifikan. (P trend < ,0001) untuk
anggur putih dan (Ptrend =,0006) untuk liquor (Tabel III). Untuk masing masing
minuman alkoholik lainnya, kami tidak mengobservasi secara statistik hubungan
signifikan dengan risiko rosacea. Analisis sensitifitas minuman alkoholik tepat
kedalam sebuah model untuk menguji hubungan individu, menunjukan temuan
serupa, dengan hubungan signifikan terhadap anggur putih dan liquor (data tidak
ditampilkan).

Analisis bertingkat terhadap status merokok ditunjukan secara umum


konsisten berhunungan dengan asupan alkohol dan risiko rosacea tidak pernah,
dulunya, dan perokok saat ini (Tabel IV). Kami tidak menemukan modifikasi
efek status merokok pada hubungan antara asupan alkohol dan risiko rosacea
(interaksi, P=61).

Analisis 4 tahun, tidak mengubah hasil (data tidak ditampilkan). Analisis


sekunder menguji asupan rata-rata kumulatif terbaru dari total alkohol tidak
mengubah hasil dari analisis primer (data tidak ditampilkan). Analisis sensitivitas
tambahan untuk penggunaan kontrasepsi oral, kumulatif fluks ultraviolet
kumulatif, dan riwayat pribadi dari penyakit kronis utama atau analisis sensitivitas
tidak termasuk non-Kaukasia juga menghasilkan hal serupa terhadap analisis
primer (data tidak ditampilkan).

Gambar I. Respon dosis hazard ratio (dengan 95% confidence interval) pada
insiden rosacea berdasar asupan alkohol. Model disesuaikan untuk usia (variabel

5
kontinyu), ras, indeks massa tubuh (kg/m2, variabel kontinu). Penggunaan hormon
postmenopause (premenopause, tidak pernah, saat ini, atau pengguna masa lalu),
status merokok (tidak pernah perokok, perokok masa lalu 1-4 rokok / hari,
perokok masa lalu 5-14 batang / hari, perokok masa lalu 15-24 batang rokok /
hari, perokok masa lalu 25 rokok / hari, perokok saat ini 1-4 batang / hari, saat
ini merokok 5-14 batang / hari, perokok saat ini 15-24 rokok / hari, atau perokok
saat ini 25 batang rokok / hari), dan tingkat aktivitas fisik (jam ekuivalen
metabolisme / minggu dalam kuintil).

Diskusi

Kami menemukan bahwa asupan alkohol dikaitkan dengan peningkatan


risiko rosacea dalam cara tergantung dosis. Dari masing-masing jenis minuman

6
beralkohol, konsumsi anggur putih atau minuman keras meningkat secara
signifikan terkait dengan peningkatan risiko rosacea. Asosiasi-asosiasi itu
independen terhadap perancu mayor dan tetap kuat dalam analisis sensitivitas
kami. Beberapa penelitian cross-sectional dan case-control telah memeriksa
hubungan antara asupan alkohol dan rosacea dengan hasil yang tidak konsisten.
Temuan penelitian case control baru-baru ini (60.042 Kasus dan 60.042 kontrol)
dengan menggunakan General Practice Research database (Inggris) melaporkan
kenaikan 51% risiko rosacea di antara peserta yang mengonsumsi 25 unit
alkohol / minggu (odds ratio 1,51, 95% CI 1,41-1,63), dibandingkan dengan
bukan peminum. Perkiraan efeknya serupa dengan temuan kami untuk asupan
alkohol 30 g / hari (odds rasio 1.53, CI 95% 1.26-1.84), meskipun penelitian di
Inggris tidak menentukan definisinya untuk unit asupan alkohol.

7
Berbagai mekanisme mungkin terlibat, termasuk vasodilatasi akibat alkohol
dan peningkatan suhu selanjutnya. Secara khusus asupan alkohol mungkin
menginduksi pelepasan katekolamin, terutama bradikinin diinduksi vasodilatasi
fasial. Asupan alkohol juga tampak meningkatkan produksi sitokin inflamasi.
Lebih lanjut, alkohol dapat menginduksi aktivator siklus sel, yang mungkin dapat
berkontribusi terhadap hiperproliferasi rosacea.
Anggur merah telah diajukan sebagai pemicu rosacea dan sebuah survei
yang dilakukan oleh National Rosacea Society (dengan n> 700 pasien rosacea)
menemukan bahwa anggur merah menduduki urutan teratas pemicu rosacea,
diikuti oleh anggur putih. Pemanjangan kejadian flushing setelah asupan anggur
merah sering ditanyakan pada diagnosis klinis rosacea.
Sebaliknya, penelitian kami menemukan bahwa di antara masing-masing
jenis minuman beralkohol, hanya anggur putih dan liquor berhubungan secara
signifikan dengan risiko rosacea. Oleh karena itu kemungkinan berkembangnya
rosacea dan fenomena flushing dengan asupan anggur merah yang menyebabkan
eksaserbasi rosacea adalah berbeda-beda. Anggur putih dan liquor hanyalah 2
jenis minuman beralkohol dengan konsentrasi tinggi yang kurang memiliki
komponen anti-inflamasi (seperti flavonoid) yang terdapat pada anggur merah.
Meskipun demikian. Anggur merah tampak mengandung histamin lebih banyak
dan faktor inflamasi lain (seperti resveratrol) yang mungkin berkontribusi flushing
pada pasien rosacea. Investigasi lebih lanjut dijamin untuk menjelaskan
mekanisme yang mendasari asosiasi diferensial untuk masing-masing minuman
beralkohol.
Penelitian kami memiliki beberapa kekuatan. Penilaian kami terhadap
asupan alkohol diperbarui setiap 4 tahun sekali, dan kovariat utama diperbarui
setiap dua bulan di follow up prospektif, sehingga menghindari kesalahan
klasifikasi dan memungkinkan pemeriksaan terperinci terhadap pengaruh alkohol
pada rosacea. Jumlah perempuan yang besar dan tindak lanjut jangka panjang
memfasilitasi dokumentasi jumlah kasus rosacea yang cukup untuk asosiasi yang
kuat.
Kami mengakui beberapa keterbatasan. Pertama, informasi tentang
diagnosis rosacea seumur hidup itu dilaporkan sendiri pada tahun 2005 dan tidak

8
ada studi validasi yang dilakukan. Kumpulan data retrospektif dari insiden
rosacea mempresentasikan hasil kami untuk recall bias. Namun, karena wanita
tersebut profesional kesehatan, laporan mereka sendiri diharapkan sah. Misalnya,
penelitian validasi kami sebelumnya menunjukkan validitas tinggi terhadap
laporan sendiri psoriasis, dengan >90% kasus yang dilaporkan sendiri
dikonfirmasi. Salah klasifikasi rosacea mungkin cenderung terjadi non diferensial
menurut asupan alkohol. Kami menganggap kemungkinan asosiasi antara asupan
alkohol dan kejadian rosacea mungkin mencerminkan asupan alkohol di antara
subyek yang terkena dampak simtomatis yang tidak mendapat diagnosis oleh
dokter.
Namun, analisis ketinggalan 4 tahun tidak termasuk kasus rosacea itu terjadi
dalam 4 tahun pertama setiap perbaruan penilaian asupan alkohol tidak
menunjukkan sebuah perubahan asosiasi, yang membantu mengatasi keprihatinan
terhadap bias sebab akibat terbalik. Kedua, heterogenitas etiologis mungkin
mendasari berbagai jenis rosacea, tapi kami tidak memiliki informasi subtipe
rosacea. Ketiga sebuah penelitian epidemiologi tidak dapat mengkesampingkan
kemungkinan sisa perancu tidak terukur atau tidak sempurna perancu yang terukur
Singkatnya, berdasarkan kohort perempuan yang mapan, kami menemukan bahwa
asupan alkohol terkait dengan peningkatan risiko rosacea. Asosiasi itu sangat
penting untuk peningkatan asupan anggur putih dan liquor. Penelitian kami
mungkin memiliki keterlibatan dari etiologi rosacea dan pendekatan klinis
rosacea.

Anda mungkin juga menyukai