3) Anemia Makrositer
a) Anemia Megaloblastik
b) Anemia def asam folat
c) Anemia def B12
Anemia defisiensi besi
ADB adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena
cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang (Bakta, 2009).
Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dengan hasil laboratorium yang menunjukkan
cadangan besi dalam tubuh kosong.
Etiologi :
i. Rendahnya masukan besi/faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau
kualitas besi yang tidak baik, contohnya pada makanan berserat, rendah vitamin C, dan
rendah daging.
ii. Gangguan absorbsi besi dalam tubuh, misalnya pada penyakit gastrektomi dan kolitis
kronik.
iii. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, misalnya pada kanker lambung, kanker
kolon, hematuria, tukak peptik, divertikulosis, hemoroid, menorrhagia, metrorhagia, dan
infeksi cacing tambang.
iv. Kebutuhan besi meningkat, misalnya pada masa pertumbuhan dan kehamilan.
Patogenesis :
Kurangnya asupan makanan yang mengandung besi menyebabkan cadangan besi dalam
tubuh menurun. Keadaan di mana cadangan besi menurun disebut iron depleted state atau
negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan absorbsi besi dalam usus,
penurunan kadar feritin serum, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
keadaan ini berlangsung secara terus-menerus, maka cadangan besi dalam tubuh akan menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga bentuk eritrosit
terganggu, akan tetapi gejala klinik anemia belum timbul. Keadaan ini disebut iron deficient
erythropoiesis.
Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free
protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total
iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia (Bakta, 2009).
patofisiologi
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai
enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk
mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan
besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti
dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu
rendahnya kadar Rb (Gutrie,186:303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin
serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam
jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut
dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 g/ml. Hal yang perlu diperhatikan
adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan
normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Gejala khusus :
- Koilonychia atau kuku sendok (spoon nail), kuku cekung, bergaris-garis vertikal, dan
rapuh
- Atrofi papil lidah, sehingga permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
- Stomatitis angularis (cheilosis) : radang pada sudut mulut yang tampak sebagai bercak
pucat keputihan.
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
- Atrofi mukosa gaster sehingga menyebabkan akhloridia.
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, lem, dan lain-
lain.
Diagnosis
a. Anamnesis
b. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
- Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,
menstruasi, dan infeksi kronis
- Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
- Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)
c. Pemeriksaan fisis
d. Pemeriksaan penunjang
- Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
- Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
Metabolisme Besi
Salah satu unsur yang dibutuhkan oleh tubuh adalah unsure besi. Besi terbagi dalam 3
bagian yaitu senyawa besi fungsional, besi cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu
besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari hemoglobin, mioglobin
dan berbagai jenis ensim. Bagian kedua adalah besi transportasi yaitu transferin, besi yang
berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut besi dari satu bagian ke bagian lainya.
Bagian ketiga adalah besi cadangan yaitu feritin dan hemosiderin, senyawa besi ini dipersiapkan
bila masukan besi diet berkurang. Besi membutuhkan protein transferin, reseptor transferin dan
feritin agar dapat berfungsi dalam tubuh manusia yang akan berperan sebagai penyedia dan
penyimpan besi dalam tubuh dan iron regulatory proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi.
Transferin merupakan protein pembawa yang mengangkut besi plasma dan cairan
ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Hoffman, 2000). Reseptor transferin adalah
suatu glycoprotein yang terletak pada membran sel yang berperan mengikat transferin-besi
komplek dan selanjutnya diinternalisasi ke dalam vesikel untuk melepaskan besi ke intraseluler.
Kompleks transferin-reseptor transferin selanjutnya kembali ke dinding sel, dan apotransferin
dibebaskan ke dalam plasma. Feritin sebagai protein penyimpan besi yang bersifat nontoksik
akan dimobilisasi saat dibutuhkan. Iron regulatory proteins (IRP-1 dan IRP-2 yang dikenal
sebagai iron responsive element-binding proteins [IRE-BPs], iron regulatory factors [IRFs],
ferritin-repressor proteins [FRPs] dan p90) merupakan messenger ribonucleic acid (mRNA)
yang mengkoordinasikan ekspresi intraseluler dari reseptor transferin, feritin dan protein penting
lainnya yang berperan dalam metabolisme besi.
Bagian A adalah struktur apotransferin. Secara skematik struktur apotransferin terdiri atas
cincin polipeptid yang terbagi dalam dua lobus, masing-masing berbentuk elip dan mengandung
single iron-binding site yang ditampilkan dengan sebuah tanda titik. Setiap lobus disusun dengan
dua domain yang berbeda, diberi label I dan II. Selain itu dikenal juga adanya dua lobus yaitu
lobus N-terminal dan C-terminal. Bagian B adalah reseptor transferin. Skema di atas
menampilkan reseptor transferin di atas permukaan sel. Transferin reseptor merupakan dimer
glikoprotein transmembran terdiri atas dua subunit yang identik dihubungkan dengan ikatan
disulfide. Transferin reseptor bersifat ampipatik dengan ekor sitoplasmik hidrofilik yang kecil
dan domain ekstraseluler hidropilik yang luas. Reseptor dapat mengikat dua molekul transferin
(Beutler at al, 2000).
Prognosis dari anak A yang mengalami ADB baik, karena anemia ini masih dapat diobati,
dengan terapi yang sudah disebutkan, dan menambah asupan besi.
Thalassemia
Klasifikasi secara klinis :
Thalasemia mayor
- defek molekul pada 2 gen globin (homosigot / heterosigot ganda)
- gejala : anemia (+)
Thalasemia minor
- defek molekul pada 1 gen globin
- gejala : anemia (-)/(+) ringan, SDM mikrositik
Klasifikasi :
- Kelainan sintesis globin thalasemia :
Thalasemia-a
Thalasemia-b (paling sering)
Thalasemia- db
Thalasemia- gdb
- Kelainan struktur globin varian Hb
Patofisiologi
Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya
volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi
antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta.
Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau
hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia
alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin
intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa
dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit
dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan
dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan
mudah pecah atau rapuh.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis thalasemmia bisa dilakukan dengan cara:
1. Anamnesis
info ras, riwayat sakit keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan pasien. Info
mengenai ras cukup penting karena ada populasi dengan jumlah ras dan etnik
tertentu yang memiliki prevalensi thalasemia cukup tinggi.
info mengenai riwayat penyakit keluarga, apakah ada keluarga yang pernah
menderita thalasemia (keturunan)
2. Pemeriksaan fisik
ditemukan keadaan fisik yang pucat menyerupai anemia, ikterus,
hepatosplenomegali, deformitas skeletal, hiperpigmentasi pada daerah kulit
tertentu, kondisi yang lemas, adanya facies cooley, gangguan pertumbuhan tulang,
dan tampak seperti anak dengan gizi kurang (Atmakusuma, 2009).
3. Pemeriksaan Laboratorium darah
Yang diperiksa meliputi Kadar hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit,
jumlah eritrosit, gambaran darah tepi termasuk benda inklusi dalam eritrosit, darah
tepi sumsum tulang, dan prespitasi HbH. Komponen komponen tersebut bisa
meningkat atau berkurang bila pasien terkena thalasemia.
Di periksaan SADT ini, akan banyak ditemui sel sel asing yang menjadi
tanda adanya thalasemia. Selain ini juga bisa ditemukan perubahan bentuk sel darah
yang di luar bentuk normal.
4. Analisis DNA
Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi genotip spesifik untuk
membedakan thalasemia carier dari thalasemia carier. Juga untuk melihat gen
pembawa sifat tersembunyi dan pola pewarisannya dalam keluarga.
5. Hemoglobin Elektroforesis
Normal:
HbA2: 2,5 3,6%
HbF : < 1%
HbA : 95 98 %
Penatalaksanaan :
1. Splenektomi
Pre splenektomi perlu diberikan vaksin anti meningococcus, dan anti haemophilus
influenza
Pasca splenektomi diberi antibiotic profilaksis ex; pensilin
2. Transfuse darah PRC (packed red cell)
Bila kadar Hb<6 gr/ dl
3. Pemberian asam folat
Dosis 2-5 mg/ hari secara oral.
4. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sum sum tulang dapat dilakukan dari saudara kandungyang HLA nya cocok
sehingga dapat memberikan harapan hidup dengan bebas dari penyakit dalam jangka
waktu lama sampai 90 % pada pasien beresiko ringan dan 50 % pada pasien bersiko
berat. (Tapi ga semua bisa, apalagi thalasemia mayor, perlu dipertimbangkan!!)
5. Terapi kelasi untuk pengobatan muatan berlebih besi
Iron chelator merupakan jenis desferoksiamin atau desferal (DFX) atau kelasi besi yang
berfungsi meningkatkan sekresi besi dalam urin. Iron chelator ini diberikan melalui
infusion bag atau sub cutan (lapisan di bawah dermis) selama 8 12 jam, 5 7 malam
setiap minggu (Bakta, 2009) . Selain itu dapat juga dilakukan secara intra muskular dan
intravena