Kami mengucapkan puji dan syukur pada Tuhan YME, karena LP3 Undana telah berhasil
merampungkan sebuah naskah akademik, yaitu Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Berbasis Kompetensi di Lingkungan Universitas Nusa Cendana. Naskah ini merupakan standar
prosedur operasional bagi semua fakultas/program studi di lingkungan Undana di dalam
mengembangkan kurikulum dan pembelajarannya.
Pada berbagai kesempatan, kami selalu menyampaikan bahwa Undana telah menegaskan
visinya, yaitu menjadi Universitas Berwawasan Global, yang dimaknai sebagai organisasi dengan
pandangan, pengharapan dan sikap global sambil berdiri kokoh di atas tanah yang memiliki kekayaan
alam di Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya cita-cita Undana adalah: (a) menghasilkan lulusan yang
lebih berkualitas, mampu bersaing dalam dunia kerja baik lokal, nasional dan global, terutama mampu
menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain dengan memanfaatkan sumberdaya
yang tersedia secara lokal; (b) mampu menciptakan produk-produk intelektual yang bernilai ekonomi
tinggi untuk meningkatkan dayasaing bangsa dengan optimalisasi sumberdaya alam dan aset sosial
budaya yang tersedia di NTT dan sekitarnya; dan (c) mampu menjadi kekuatan moral bangsa dengan
cara memelihara karakter kebangsaan Indonesia dalam diri sivitas akademika dan alumni Undana
karena posisi yang sangat strategis secara geografis maupun geopolitik di Kawasan Timur Indonesia
Bagian Selatan.
Kenyataan di masa lampau, kita telah berbuat salah dalam pembelajaran kepada mahasiswa,
antara lain dengan memanfaatkan dan mendominasi kesempatan belajar mahasiswa melalui cara
mendikte maupun berbicara untuk diri sendiri. Pembelajaran demikian menghasilkan jumlah lulusan
besar, yang: (a) kurang percaya diri dalam pemecahan masalah, (b) kurang terampil dalam
berkomunikasi, kurang mampu berinteraksi dalam situasi berkelompok, kurang proaktif, kekurangan
orang-orang berjiwa pemimpin, hampir tidak ada ketrampilan berwiraswasta, dan umumnya tidak
mampu memberi keputusan dalam situasi kritis.
Kondisi pembelajaran di atas, menuntut dilakukannya perubahan dalam hal cara mengajar,
yakni lebih fokus kepada belajar mandiri mahasiswa. Untuk merealisasi belajar mandiri mahasiswa
maka syarat yang diperlukan adalah: (a) dosen haruslah berperan sebagai supervisor/fasilitator belajar
dengan berbekal pengetahuan terkini; (b) materi pembelajaran yang baik dan relevan serta mutakhir; (c)
lingkungan pembelajaran (secara fisik maupun psikologis) yang baik dan (d) sumber belajar yang baik.
Dengan demikian kebijakan operasional Undana adalah meningkatkan komitmen Undana terhadap
prioritas kebutuhan, yang meliputi standar kualitas dan relevansi pendidikan, mendorong kontribusi
aktif dan konstruktif staf akademik, serta promosi partnership dalam hal penjaminan mutu.
Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada tim pakar, tim
penyusun dan staf administrasi LP3 Undana yang terlibat di dalamnya atas kesempatan dan waktu yang
tercurah.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, kami senantiasa mengharapkan adanya
masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak, sebagai upaya proses pembelajaran dan
perbaikan ke depan.
DAFTAR ISI
1 Sambutan Rektor .. ii
4 Daftar Gambar vi
6 BAB I PENDAHULUAN . 1
A. Latar Belakang . 1
C. Tujuan ... 5
D. Ruang Lingkup . 6
E. Penyusun .. 8
8 DAFTAR PUSTAKA 68
4. Profil & Rumusan Kompetensi Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar 16
6. Kaitan Rumusan Kompetensi dengan Bahan Kajian Program Studi: Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum .. 21
12. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa . 41
14. Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa . 42
15. Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa .. 43
18. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa .. 46
Dalam era globalisasi, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan
sumberdaya manusia yang diharapkan mampu berperan secara global. Pengaruh globalisasi
dicirikan oleh adanya aliran manusia, informasi, teknologi baru, modal dan gagasan serta citra.
Keadaan ini mempengaruhi perubahan nilai kehidupan masyarakat, perubahan persyaratan
dunia kerja sehingga diperlukan lulusan pendidikan yang memiliki kompetensi sesuai dengan
perkembangan ilmu, teknologi dan seni, dunia kerja, profesi dan pengembangan kepribadian
dengan ciri khas kebudayaannya masing-masing. Perubahan-perubahan yang disebutkan di atas
membutuhkan penyesuaian penyelenggaraan pendidikan baik dasar, menengah maupun
perguruan tinggi secara terus menerus.
Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas juga bermakna adanya dinamika,
khususnya dinamika pendidikan. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi di Indonesia dalam
mengemban tugasnya dituntut untuk mengantisipasi berbagai dinamika pembangunan
pendidikan dan juga dituntut menampilkan kemampuan untuk menyesuaikan berbagai
program dan aktivitas akademiknya sejalan dengan paradigma baru pendidikan. Universitas
Nusa Cendana sebagai salah satu penyelenggara Perguruan Tinggi di Indonesia, dituntut untuk
melaksanakan hal tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menyambut pendidikan
berwawasan masa depan, dalam arti pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan,
yaitu suatu proses guna melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era global.
B. Dasar Hukum
a) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.
b) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi.
c) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
d) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e) Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen cq Psl 4 tentang peran
guru, sebagai learning agent.
f) Kepmendiknas No. 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA
g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan.
C. Tujuan
$ "
%
" &"' ! # !
(1) % & %
(2)
(3)
(4)
!
(5)
(
(7) (6)
" # % !
Berbeda dengan itu, penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi (lihat alur warna
ungu pada Gambar 1), dimulai dengan langkah-langkah: (1) Penyusunan profil lulusan, yaitu
peran dan fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh lulusan nantinya di masyarakat; (2)
Penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah diancangkan; (3)
Penentuan Bahan Kajian yang terkait dengan bidang IPTEKS program studi; (4) Penetapan
kedalaman dan keluasan kajian (SKS) yang dilakukan dengan menganalisis hubungan antara
kompetensi dan bahan kajian yang diperlukan; (5) Merangkai berbagai bahan kajian tersebut
kedalam mata kuliah; (6) Menyusun struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata
kuliah tersebut dalam semester; (7) Mengembangkan Rancangan Pembelajaran; (8) Memilih
metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensinya.
B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002
Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 memang terdapat halhal yang belum
seluruhnya jelas dan karena tidak ada petunjuk teknis yang menyertainya, menjadikan
perguruan tinggi sulit untuk melaksanakannya. Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan
oleh Tim Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Implementasi Kurikulum DIKTI di
Perguruan Tinggi tahun 2003 yang mensurvai perguruan tinggi yang telah merekonstruksi dan
mengimplementasikan kurikulumnya sesuai dengan isi Kepmen tersebut.
Berdasarkan studi yang telah dilaksanakan tersebut diperoleh data bahwa pemahaman
terhadap isi Kepmen tersebut masih berbeda-beda dan kesiapan untuk melakukan perubahan
kurikulum di perguruan tinggi juga berbeda. Berdasarkan kajian tersebut dikeluarkanlah
Kepmendiknas no 045/U/2002 yang dimaksudkan untuk memperjelas dan melengkapi
Kepmendiknas 232/U/200 agar bisa dilaksanakan dengan tepat. Untuk memahami konsep
kurikulum berbasis kompetensi ini harus dipahami kedua Kepmen tersebut secara utuh. Kedua
Kepmen tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun pada satu bagian Kepmen tersebut
mengandung makna yang berbeda, yaitu bahwa dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000
disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional yang
terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata
Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata
Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Konsep
ini adalah runtutan pemikiran yang berusaha mensepadankan antara konsep UNESCO dengan
persyaratan kerja hasil survai yang dijadikan referensi oleh DIKTI, kedalam pola lama yaitu
adanya pengelompokan mata kuliah seperti tergambar pada tabel 1 berikut ini.
-/ % (* 0102 2033 ( % 4
% ) % 4 * * *
5 ( * * *
!
!
" ! $
!
# !
0330 03-3
1 1
2 2
3 3
Profil lulusan adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program studi
di masyarakat/dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang akan dituju. Dengan
menetapkan profil, Perguruan Tinggi dapat memberikan jaminan pada calon mahasiswanya
akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani semua proses pembelajaran di
program studinya. Untuk menetapkan profil lulusan, dapat dimulai dengan menjawab
pertanyaan: Setelah lulus nanti, akan menjadi apa saja lulusan program studi ini? Profil
ini bisa saja merupakan profesi tertentu misal dokter, pengacara, apoteker, dan lainnya, tetapi
juga bisa sebuah peran tertentu seperti manajer, pendidik, peneliti, atau juga sebuah peran yang
lebih umum yang sangat dibutuhkan didalam banyak kondisi dan situasi kerja seperti
komunikator, kreator, pemimpin, dan sebagainya. Beberapa contoh profil lulusan dapat
disimak pada Tabel 3.
10 Dst
BAHAN KAJIAN
Dst
KHUSUS Ketelitian*) v v v v v v v v
(penciri Kejujuran dan berpenampilan
universitas) menarik*)
Kesupelan dan kreatif*) v v v v v v v v
UMUM Bertaqwa kepada Yuhan yang Maha Esa**) v v v v v v v v
(penciri Dst
nasional)
Catatan. 1. *) Sebagai penciri universitas, dapat dikemas dalam mata kuliah KKN atau yang
lainnya yang ditetapkan dengan surat keputusan rektor tetapi juga kompetensi-
kompetensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kompetensi mata kuliah di tiap prodi.
2. **) Sebagai penciri nasional, dikemas dalam mata kuliah umum.
5. Pembentukan Mata Kuliah
Peta kaitan bahan kajian dan kompetensi ini secara simultan juga digunakan untuk
analisis pembentukan sebuah mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan menganalisis
keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan efektivitas pencapaian kompetensi bila beberapa
bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah, dan dengan strategi atau pendekatan
pembelajaran yang tepat, seperti contoh pada Tabel 7 yang disajikan di bawah ini.
KELOMPOK
MATAKULIAH
Keterangan:
A = Landasan kepribadian
B = Penguasaan ilmu dan keterampilan
C = Kemampuan Berkarya
D = Sikap dan perilaku berkarya
E = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat
M1&M2 = Beda jenis bahan kajian dalam suatu elemen kompetensi
MK3 = Tiga bahan kajian dan satu elemen kompetensi
MK5 = Satu bahan kajian untuk mencapai banyak elemen kompetensi dan seterusnya
Dari contoh pembentukan mata kuliah seperti di atas, dimana beberapa bahan kajian
dirangkai menjadi suatu mata kuliah dapat dilaksanakan melalui beberapa pertimbangan yaitu:
(a) adanya keterkaitan yang erat antar bahan kajian yang bila dipelajari secara terintergrasi
diperkirakan akan lebih baik hasilnya; (b) adanya pertimbangan konteks keilmuan, artinya
mahasiswa akan menguasai suatu makna keilmuan dalam konteks tertentu; (c) adanya metode
pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian kompetensi lebih efektif dan efisien
serta berdampak positif pada mahasiswa bila suatu bahan kajian dipelajari secara komprehensif
dan terintegrasi. Dengan demikian pembentukan mata kuliah mempunyai fleksibilitas yang
tinggi, karena itu satu program studi sangat dimungkinkan mempunyai jumlah dan jenis mata
kuliah yang sangat berbeda, karena dalam hal ini mata kuliah hanyalah bungkus serangkain
bahan kajian yang dipilih sendiri oleh sebuah program studi.
%
Specialization
$
Engineering
$
Design
!"
Basic Engineering (E.P)
!"
!" #
Mathematic & Basic
!" #
Science
Kelemahan inilah yang menyebabkan lulusan dengan model struktur serial ini kurang memiliki
kompetensi yang terintegrasi. Sisi lain dari adanya mata kuliah prasyarat sering menjadi
penyebab melambatnya kelulusan mahasiswa karena bila salah satu mata kuliah prasyarat
tersebut gagal dia harus mengulang di tahun berikutnya. Contoh penyusunan struktur
kurikulum yang mengkombinasikan sistem paralel dan seri bisa diikuti pada Gambar 3.
STRUKTUR KURIKULUM BERDASARKAN
KELOMPOK BAHAN KAJIAN DAN KOMPETENSI
() *+
!
"
Social science, ethics
Architecture theory
Architectural design
Structure priciple
Design principle&
And technology
City planing and
and humanities
environment
Building
& '
Dengan demikian struktur kurikulum bisa disusun dengan lebih bervariasi. Dalam
penyusunan struktur kurikulum yang terpenting bukan kebenaran strukturnya tetapi program
untuk mencapai kompetensi lulusan. Sehingga kurikulum harus dilihat sebagai program untuk
mencapai kompetensi lulusan yang harus dilaksanakan. Kurikulum bukan hanya sekedar
dokumen saja, kurikulum sebagaimana diungkapkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000
adalah: Kurikulum pendidikan tinggi adalah sperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di Perguruan Tinggi. Oleh
karenanya, kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur kurikulumnya
saja, namun perlu diikuti dengan pembelajarannya. Perubahan kurikulum berarti juga
perubahan pembelajaran terutama perubahan perilaku dan pola pikir dari peserta serta pelaku
pembelajarannya, agar outcome pembelajaran yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai.
D. Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran
1. Hard Skills dan Soft Skils
Faktor yang cukup dominan dalam menunjang kesuksesan lulusan perguruan tinggi
memasuki dunia kerja adalah kemampuan mengembangkan potensi diri. Kompetensi yang
dimiliki lulusan yang tergambarkan dengan gamblang dari IPK dan daftar nilai mata kuliah
tidak secara otomatis menunjukkan bahwa seorang lulusan dengan prestasi demikian tinggi
dapat dengan mudah sukses meniti karir profesionalnya di lingkungan
lingkungan kerja. Pencapaian
kompetensi lulusan ditempa selama kurang lebih 4 tahun, dengan model pembelajaran yang
kebanyakan hanya mengukur pencapaian prestasi dari aspek kognitif belaka. Padahal masih
ada ranah kecerdasan dan keterampilan lainnya yang justru cukup dominan dalam proses
perjalanan karir seorang lulusan. Prestasi akademik yang lebih bersifat kognitif dalam bentuk
kemasan Knowledge (Pengetahuan), seringkali disebut sebagai hard skills,
skills, yaitu pengetahuan
teoritik atau aplikatif secara teknis. Ada
Ada aspek lain dari kemampuan lulusan yang umumnya
baru nampak ke permukaan setelah terjun ke dunia kerja profesional. Potensi diri mahasiswa,
dan nantinya adalah lulusan, yang mungkin karena kurang menyadarinya, seperti diterlantarkan
dalam dunia akademik, potensi tersebut sering disebut sebagai Soft Skills. Soft Skills,
Skills, dalam
beberapa tulisan ilmiah dimaknai sebagai : Personal
Personal and interpersonal behaviors that develop
andmaximize human performance (e.g.
e.g. coaching, team building, decision making,initiative).
Soft skills do not include technical skills, such as financial, computer or assembly skills
skills
Berthal).
(Berthal
Selain itu diperlukan observasi intensif terhadap minat dan bakat mahasiswa untuk
merumuskan dan melaksanakan metode yang tepat guna. Hal ini dapat dilakukan dengan
adanya suatu unit kerja fungsional yang secara khusus menangani masalah kurikulum,
pengembangan proses pembelajaran, dan pengembangan kompetensi dosen dalam sistem
manajemen mata kuliah, sekaligus dapat berfungsi sebagai Student Concellor. Pada diagram
berikut, dapat dilihan komponen sukses dalam dunia kerja (kiri) dan proporsi dalam system
pendidikan selama ini (kanan).
( 4 * )
4 % 6 44
& 1-.
/-.
,-.
7 2-.
- /- 0- ,- 1--
, 8/
Muatan soft skills diupayakan untuk dapat diintegrasikan dengan kegiatan kurikuler
(bukan bentuk matakuliah tersendiri), tapi ditumpangkan dalam muatan pembelajaran setiap
matakuliah, dengan proporsi sesuai dengan karakteristik matakuliah bersangkutan. Dalam hal
ini, dosen harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pengayaan metode pembelajaran untuk
mendorong dan memfasilitasi mahasiswa mengembangkan potensi diri sesuai dengan atribut-
atribut soft skill yang cocok dikembangkan melalui matakuliah bersangkutan.
Hasil survey yang diterbitkan oleh National Association of Colleges ang Employers
(NACE) TAHUN 2002 di Amerika Serikat, dari jajak pendapat pada 457 pengusaha,
diperoleh kesimpulan bahwa IP hanyalah nomor 17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari
seorang lulusan universitas. Kualitas yang menempati peringkat atas, justru hal-hal yang
kadang dianggap sekedar basa-basi ketika tertulis di iklan lowongan kerja. Misalnya,
kemampuan berkomunikasi, integritas dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
Kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya namun sangat diperlukan ini, disebut juga soft
skills. Hasil survey dimaksud dapat dilihat pada tabel 9 berikut.
No Kualitas Skor
1 Kemampuan berkomunikasi 4,69
2 Kejujuran/integritas 4,59
3 Kemampuan bekerja sama 4,54
4 Kemampuan Interpersonal 4,5
5 Etos kerja yang baik 4,46
6 Memiliki motivasi/berinisiatif 4,42
7 Mampu beradaptasi 4,41
8 Kemampuan analitikal 4,36
9 Kemampuan komputer 4,21
10 Kemampuan berorganisasi 4,05
11 Berorientasi pada detail 4
12 Kemampuaqn memimpin 3,96
13 Percaya diri 3,95
14 Berkepribadian ramah 3,85
15 Sopan/beretika 3,82
16 Bijaksana 3,75
17 IP 3,0 3,68
18 Kreatif 3,59
19 Humuris 3,25
20 Kemampuan enterpreneurship 3,23
Dalam dunia pendidikan, ketercapaian hard skills (aspek pengetahuan dan keterampilan
bidang ilmu) dan soft skills (aspek afektif) merupakan target yang harus dicapai sebagai hasil
pembelajaran. Banyak orang yang menaruh harapan terhadap lembaga pendidikan agar tidak hanya
member bekal pengetahuan (knowledge) ataupun keterampilan (skill) saja kepada anak didik,
melainkan juga pemahaman dan pembentukan soft skills seperti watak, sikap dan perilaku (attitude)
didalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa tiga aspek tersebut
(lihat gambar 11) akhirnya akan menjadi dasar pembentukan dan penilaian terhadap kompetensi
(professional) seseorang sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan.
" #
$ #
% &&
!
'
( ) * #+ ,
Karena berbagai alasan, selama ini hanya aspek kognitif dan psikomotorik yang sering
dijadikan target yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran. Dengan disosialisasikannya
pengintegrasian soft skills dalam pembelajaran oleh Dirjen Dikti (2006), ada kewajiban bagi
dosen untuk mengembangkan soft skils mahasiswa. Pengintegrasian soft skills dapat dilakukan
melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Dalam pedoman ini, yang akan diuraikan
adalah pengintegrasian soft skills melalui pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah
membuat desain instruksional mata kuliah dengan mengintegrasikan soft skills melalui
pembelajaran.
Untuk dapat membangun lulusan yang berkualitas dan berkarakter mulia, paling tidak
ada tiga jalur pembinaan yang dapat ditempuh, yaitu (1) jalur ekstra kurikuler melalui kegiatan
kemahasiswaan di luar kelas, misalnya melalui organisasi kemahasiswaan, (2) jalur kurikuler
tak terintegrasi dengan mata kuliah khusus yaitu pendidikan karakter, khususnya etika, melalui
beberapa mata kuliah seperti agama, atau secara khusus memunculkan mata kuliah etika &
budi pekerti, (3) jalur kurikuler terintegrasi yaitu dengan mendorong setiap dosen secara sadar
dan terencana memasukkan aspek soft skills dalam kegiatan pembelajarannya. Pedoman ini
lebih menekankan strategi pengintegrasian aspek soft skills dalam perencanaan dan kegiatan
pembelajaran.
2. Desain Instruksional
Desain instruksional mata kuliah yang wajib dibuat dosen terdiri atas silabus/silabi
dan rencana kegiatan program semester (RKPS). Dalam membuat desain instruksional yang
mengintegrasikan soft skills, langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh dosen adalah
sebagai berikut.
a. Melakukan analisis instruksional (AI) atau pemetaan kompetensi (PK), yaitu proses
menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan
sistematis. Hasil penjabaran berupa bagan AI/PK yang telah ditata berdasarkan struktur
hierarkikal, struktur prosedural, struktur pengelompokkan atau struktur kombinasi.
b. Menuliskan perilaku umum sebagai kompetensi tertinggi mata kuliah pada aspek hard
skills (aspek kognitif dan/atau psikomotorik) dan soft skills (aspek afektif). Perilaku umum
yang dulu disebut TIU (tujuan instruksional Umum), sekarang diistilahkan dengan
standar kompetensi. Pedoman ini menggunakan strandar kompetensi1 dan kompetensi
dasar2.
c. Mennuliskan perilaku khusus atau kompetensi dasar (KD) yang dulu disebut TIK (tujuan
instruksional khusus), berupa pernyataan kompetensi dengan kata kerja tindakan (agar
dapat diukur), yang akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan/unit yang lingkupnya
lebih sempit dari standar kompetensi. Rumusan KD juga harus memasukkan aspek soft
skills yang ditargetkan akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan.
d. Bagan AI/PK yang telah dibuat, selanjutnya dikembangkan menjadi silabus mata kuliah
yang dulu disebut GBPP (garis-garis besar program pengajaran). Komponen yang
dituliskan pada silabus adalah identitas mata kuliah, (mata kuliah/kode),
semester/SKS, prasyarat, pembina mata kuliah), standar kompetensi, kompetensi
dasar, deskripsi materi, kegiatan pembelajaran, materi dan rincian, asesmen dan
referensi.
e. Berdasarkan silabus, dosen mengembangkan rencana pembelajaran (RP) atau rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan/atau rencana kegiatan program semester (RKPS)
dengan komponen yang lebih rinci (lihat bahasan tentang RKPS) untuk setiap kelompok
KD. Pedoman ini menggunakan RKPS. Berbeda dengan SAP, yang harus dibuat setiap
kali tatap muka dalam suatu kompetensi dasar, RKPS dibuat untuk satu semester.
Dalam pemilihan metode pembelajaran, dosen menerapkan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student Centered Learning/SCL).
f. Mengimplementasikan RKPS dan mengevaluasi kompetensi (hard skills dan soft skills)
dalam setiap KD.
! ! "
# !
! ! "
" $ ! %
$ !
! $ ! #
& '
3. Kisi-kisi Pengembangan Soft Skills.
Untuk memudahkan dosen menjabarkan pembelajaran dan kegiatan evaluasinya,
berikut ini disajikan contoh kisi-kisi salah satu aspek soft skils (aspek kerja sama) sehingga
dosen dapat mengenali indikator-indikator soft skills, metode pembelajaran pendukungnya, dan
strategi assesmen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi soft skills sebagaimana terlihat
pada tabel 10
3
! /--4% ( ) # ! )
E. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
1. Kondisi Pembelajaran di Perguruan Tinggi Saat ini
Proses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk
penyampaian secara tatap muka (lecturing) searah. Pada saat mengikuti kuliah atau
mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna
esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya
diragukan. Pola proses pembelajaran Dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya
rendah, dan tidak dapat menumbuh-kembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran.
Keadaan ini terjadi sebagai akibat elemen-elemen terbentuknya proses partisipasi yang berupa,
(i) dorongan untuk memperoleh harapan (effort), (ii) kemampuan mengikuti proses
pembelajaran, dan (iii) peluang untuk mengungkapkan materi pembelajaran yang diperolehnya
di dunia nyata/masyarakat tidak ada atau sangat terbatas. Intensitas pembelajaran mahasiswa
umumnya meningkat (tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian.
Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diakses. Dosen menjadi
pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya
sumber ilmu.
Perbaikan pola pembelajaran ini telah banyak dilakukan dengan kombinasi lecturing,
tanya-jawab, dan pemberian tugas, yang kesemuanya dilakukan berdasarkan pengalaman
mengajar Dosen yang bersangkutan dan bersifat trial-error. Luaran proses pembelajaran tetap
tidak dapat diakses, serta memerlukan waktu lama pelaksanaan perbaikannya. Pola
pembelajaran di Perguruan Tinggi yang berlangsung saat sekarang perlu dikaji untuk dapat
dipetakan pola keragamannya. Oleh karenanya, perlu dilakukan perubahan dalam proses dan
materi pembelajaran di Perguruan Tinggi tidak lagi berbentuk Teacher-Centered Content-
Oriented (TCCO), tetapi diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning
(SCL) yang disesuaikan dengan keadaan Perguruan Tingginya.
2. Perubahan dari TCL ke arah SCL
Pola pembelajaran yang terpusat pada Dosen seperti yang dipraktekkan pada saat ini
kurang memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Berbagai alasan yang
dapat dikemukakan antara lain adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni yang sangat pesat
dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit
dapat dipenuhi oleh seorang Dosen, (ii) perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung
sangat cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan
untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di Perguruan
Tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa
(SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti
mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian
berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Ketiga alasan pergeseran pembelajaran
yang diuraikan di atas merupakan alasan diluar esensi proses pembelajaran itu sendiri.
Bila ditinjau dari esensinya, pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma,
yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan
pembelajaran itu sendiri. Paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang
sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of
knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari
orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan
membentuk/mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan
dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang
telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari Dosen, akibatnya bentuknya
berupa penyampaian materi (ceramah). Dalam hal demikian berlangsunglah proses pengajaran
dimana Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa sedangkan mahasiswa sebagai penerima pengetahuan hanya secara pasif menerima
dan mendengar. Dengan pola ini perencanaan pengajarannya (GPPP dan SAP) lebih banyak
mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan oleh pengajar, sedang bagi mahasiswa
perencanaan tersebut lebih banyak bersifat instruksi yang harus dijalankan. Konsekuensi
paradigma baru adalah Dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan
beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama Dosen) memilih,
menemukan dan menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan keterampilannya (method
of inquiry and discovery). Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning process)
dilakukan. Dengan ilustrasi pada gambar 7 di bawah ini akan lebih jelas perbedaan TCL
dengan SCL.
Gambar 7: Ilustrasi TCL versus SCL
Teacher Cen
tered Learning
Secara lebih rinci, perbedaan antara metode pembelajaran yan berpusat pada guru (TCL)
dan pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL), dapat disajikan dalam tabel 11 berikut.
Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah:
a. Mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan Dosen
b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan Dosen
c. Membuat rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya
d. Belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam
pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi
seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individual maupun berkelompok.
e. Mengoptimalkan kemampuan dirinya.
Terdapat beragam metode pembelajaran menurut model SCL, di antaranya adalah: (1)
Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning
(DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative
Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10)
Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh model tersebut, masih banyak
model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap
pendidik/Dosen dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri.
Kesepuluh model pembelajaran tersebut di atas pada hakekatnya mengikutsertakan
mahasiswa sebagai pebelajar pada dasarnya mengacu pada acuan historis, sosial, dan
pembelajaran berdasarkan pengalaman. Secara historis sebetulnya kesepuluh model
pembelajaran tersebut di atas boleh dibilang tidak dikembangkan dari satu model pembelajaran
saja. Model pembelajaran misalnya diskusi, kooperatif dan kolaborasi ini semua menghendaki
pebelajar belajar bersama teman. Hal ini diperkuat oleh pandangan filosof pada awal abad
pertama yang mengatakan bahwa seseorang membutuhkan teman untuk belajar. Hal semacam
ini dapat dilacak kembali dari hasil karya para ahli psikilogi pendidikan dan teori belajar pada
awal abad ke-20, misalnya John Dewey, dan Thelan.
Dewey pada tahun 1916 mengemukakan gagasan berupa konsep pendidikan dalam
bukunya yang berjudul Democracy and Education. Konsepnya adalah bahwa kelas harus
merupakan cerminnan masyarakat dan berperan sebagai laboratorium untuk mempelajari
kehidupan riil. Pedagogi Dewey mengharuskan Dosen untuk menciptakan iklim pembelajaran
atau perkuliahan yang bernuansakan sistem sosial yang dicirikan oleh prosedur demokrasi dan
proses ilmiah, dimana melalui sistem semacam ini mahasiswa atau pebelajar terdorong dan
termotivasi bahkan mengharuskan diri untuk: (1) belajar secara partisipasif dan kooperatif
dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dihadapi saat itu, (2) belajar prinsip-
prisnsip demokrasi via interaksi dari satu sama lain. Gagasan Dewey yang mengandung
muatan historis dan sosial ini masih diperkuat lagi oleh Thelan dengan premisnya yang sangat
argumentatif bahwa: kelas harus merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan untuk menelaah masalah-masalah sosial dan individual atau masalah antar pribadi.
Berdasarkan pengalaman tentang pembelajaran yang ditingkatkan menjadi
perkuliahan diketahui bahwa akan menjadi baik efesien dan bermakna, jikalau pembelajaran
dilaksanakan dalam suasana partisitif-kooperatif. Karena melalui sifat pembelajaran
(perkuliahan) demikian maka pebelajar lebih mudah memahami konsep-konsep yang rumit
karena dibantu oleh teman-temannya dalam kelompok yang memposisikan atau diposisikan
sebagai tutor, selain menumbuh-kembangkan kemampuan kooperatif dalam kelompok,
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.
Pengalaman sebagai landasan pembelajaran yang bernuansa SCL yang
termanifestasikan dalam kesepuluh model pembelajaran yang akan diuraikan di bawah ini
adalah bahwa melalui sistem perkuliahan yang memberi peluang kepada mahasiswa (pebelajar)
untuk mengalami fakta pembelajaran secara langsung dengan melibatkan pengalaman inderawi
maka mahasiswa akan lebih menguasai konsep-konsep teoritis dan daya tahannya lebih lama
dalam memori. Pengalaman sebagai landasan pembelajaran ini membuat para pemikir di aspek
pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran (perkuliahan) dengan mengutamakan pengalaman
didasarkan pada tiga asumsi yakni: (1) pembelajaran akan dan niscaya baik atau paling baik
kalau pebelajar terlibat dalam pengalaman perkuliahan, (2) pengetahuan (cognitio/notitia)
harus ditemukan dan dikonstruksi sendiri oleh mahasiswa (pebelajar) agar pengetahuan
(cognitio/notitia) itu menjadi bermakna atau setidak-tidaknya jika mahasiswa ingin
menjadikannya bermakna, dan (3) komitmen terhadap belajar akan paling tinggi manakala
mahasiswa (pebelajar) sendiri menetapkan tujuan perkuliahan dan secara efektif mempelajari
tujuan yang telah ditentukan itu dalam suatu framework tertentu.
Perkuliahan dalam kelompok dan berbasis pengalaman jauh lebih efektif karena
melalui pengalaman nyata pebelajar akan memperoleh impressions yang adalah apa-apa yang
diperoleh secara langsung dari pengalaman inderawi yang bersifat hidup, jelas dan kuat serta
wawasan, pemahaman (begriffvermrgen) atau ide-ide (c g t tio) serta teknik-teknik yang
tidak bisa dipaparkan kepada mahasiswa lain yang tidak memiliki pengalaman yang serupa.
Apa yang diperoleh dengan sifatnya seperti yang dipaparkan di atas lebih memperkuat daya
ingat dan lebih menolong mahasiswa (pebelajar) untuk berpikir tingkat tinggi.
3.1 Small Group Discussion
Diskusi adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari
banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain. Mahasiswa
peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk mendiskusikan
bahan yang diberikan oleh Dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok
tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa akan belajar: (a) Menjadi pendengar
yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama; (c) Memberikan dan menerima umpan balik
yang konstruktif; (d) Menghormati perbedaan pendapat; (e) Mendukung pendapat dengan
bukti; dan (f) Menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain).
Adapun aktivitas diskusi kelompok kecil dapat berupa: (a) Membangkitkan ide; (b)
Menyimpulkan poin penting; (c) Mengases tingkat skill dan pengetahuan; (d) Mengkaji
kembali topic di kelas sebelumnya; (e) Menelaah latihan, quiz, tugas menulis; (f) Memproses
outcome pembelajaran pada akhir kelas; (g) Memberi komentar tentang jalannya kelas; (h)
Membandingkan teori, isu, dan interpretasi; (i) Menyelesaikan masalah; dan (j) Brainstroming.
Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG
MAHASISWA BELAJAR DIPEROLEH
MAHASISWA
membentuk kelompok Membuat rancangan bahan Kerja sama
(5-10) dikusi dan aturan diskusi. Berfikir kritis
memilih bahan diskusi Menjadi moderator dan Kreatif
mepresentasikan paper sekaligus mengulas pada setiap Komunikasi
dan mendiskusikan di akhir sesion diskusi Berargumentasi
kelas mahasiswa.
3.2 Simulasi/Demonstrasi
Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke
dalam kelas. Misalnya, untuk mata kuliah aplikasi instrumentasi, mahasiswa diminta membuat
perusahaan fiktif yang bergerak di bidang aplikasi instrumentasi, kemudian perusahaan
tersebut diminta melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh perusahaan sesungguhnya
dalam memberikan jasa kepada kliennya, misalnya melakukan proses bidding, dan sebagainya.
Simulasi dapat berbentuk: (a) Permainan peran (role playing). Dalam contoh di atas, setiap
mahasiswa dapat diberi peran masing-masing, misalnya sebagai direktur, engineer, bagian
pemasaran dan lain-lain; (b) Simulation exercices and simulation games; dan (c) Model
komputer. Simulasi dapat mengubah cara pandang (mindset) mahasiswa, dengan jalan: (a)
mempraktekkan kemampuan umum (misalnya komunikasi verbal & nonverbal); (b)
mempraktekkan kemampuan khusus; (c) mempraktekkan kemampuan tim; (d)
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving); (e) menggunakan
kemampuan sintesis; dan (f) mengembangkan kemampuan empati. Ringkasan model
pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dapat dilihat dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa
dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
Tabel 14. Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
Tabel 15. Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang
didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok.
Masalah/tugas/kasus memang berasal dari Dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan
kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat
diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai
oleh Dosen. Semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok.
Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa, dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
KOMPETENSI YANG
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN YANG DIPEROLEH
MAHASISWA BELAJAR
MAHASISWA
CI adalah konsep belajar yang membantu Dosen mengaitkan isi matakuliah dengan
situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat
keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai
anggota masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur, maupun investor.
Sebagai contoh, apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi jual beli, maka dalam
pembelajarannya, selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan contoh, dan
mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk terjun langsung di
pusat-pusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses transaksi jual beli tersebut,
atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu pelakunya, sebagai pembeli, misalnya. Pada
saat itu, mahasiswa dapat melakukan pengamatan langsung, mengkajinya dengan berbagai
teori yang ada, sampai ia dapat menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
terjadinya proses transaksi jual beli. Hasil keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini
selanjutnya dipresentasikan di dalam kelas, untuk dibahas dan menampung saran dan masukan
lain dari seluruh anggota kelas. Pada intinya dengan CI, Dosen dan mahasiswa memanfaatkan
pengetahuan secara bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah,
serta memberikan kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk
belajar satu sama lain. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan contoh
kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada tabel 18.
Tabel 18. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
PjBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam
belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiry) yang
panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk
yang dirancang dengan sangat hati-hati. Ringkasan model pembelajaran Project-Based
Learning dan contoh kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
KOMPETENSI YANG
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN
MAHASISWA BELAJAR DIPEROLEH
MAHASISWA
Tugas pertama yang harus dikerjakan Dosen dalam pembelajaran adalah menyusun
rencana pembelajarannya. Bentuk rancangan pembelajaran yang lazim terdiri dari Garis-garis
Besar perencanaan Pengajaran (GBPP) yang merupakan rencana kegiatan pengajaran selama
satu semester, dan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang merupakan rincian kegiatan di setiap
minggunya atau setiap kegiatan tatap muka. Dalam pedoman ini digunakan istilah
silabus/silabi untuk menggantikan GBPP, sedangkan RKPS untuk menggantikan SAP sebagai
mana dijelaskan pada bagian C. Silabus disusun berdasarkan analisis instruksional/pemetaan
kompetensi yang merupakan rangkaian pencapaian tujuan instruksional/tujuan pengajaran.
Rumusan tujuan instruksional lebih banyak pada ranah kognitif, karena rencana ini sangat
dipengaruhi paradigma lama (yang telah diuraikan di atas) sehingga kegiatan yang disusun
sebagian besar berupa perkuliahan/ceramah yang diakhiri dengan ujian tulis baik di tengah
semester atau di akhir semester. Di sini kegiatan pengajaran sebagai proses dipisahkan dengan
hasil belajar. Secara sistem semua uraian diatas tergambarkan dalam Gambar 9 berikut ini.
&
Dosen
PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN
&' PROSES
" %
' DAN HASIL
BELAJAR
sumber
Mhs belajar
(CHECK)
% 4 % % , ,
% 97 *
% 5
5
* , %%
( 7 * % , ,
%
5 % 5
+ *% , % 5
* 8 '6 7 +
* 5 * 5 * 5 * 5 * 5
7 5 7 5 7 5 7 5 7 5
)
* 5 ' '6 7 + 5
(5) (6)
(1) (2) (4)
(3)
Kriteria Bobot Nilai
Minggu Kemampuan Akhir Bentuk
Bahan Kajian Penilaian
ke- yang Diharapkan Pembelajaran
(Indikator) (%)
Secara rinci, keterangan tentang format rancangan pembelajaran disajikan dalam bentuk
deskripsi sebagai berikut:
Angka (1) menunjukkan kapan suatu kegiatan dilakukan, yaitu minggu ke-1 sampai ke- 16
(satu semester),(bisa 1/2/3/4) mingguan.
Angka (2) menunjukkan rumusan kompetensi yaitu rumusan kemampuan akhir di bidang
kognitif, psikomotorik, dan afektif (lengkap dan utuh, baik bersifat hard skills dan soft
skills. Angka (3) menunjukkan pencantuman pokok/sub pokok bahasan atau topic bahasan.
Angka (4) menunjukkan pencantuman strategi pembelajaran yang dapat berupa kuliah,
diskusi, presentasi tugas, seminar, simulasi, response, praktikum, kuliah lapangan, praktik
bengkel, survei lapangan, bermain peran, dsb. Angka (5) menunjukkan pencantuman
latihan atau yang dilakukan. Angka (6) menunjukkan pencantuman kriteria penilaian
berupa indikator pencapaian kompetensi yang dicanangkan yaitu unsur kemampuan yang
dinilai (bisa kualitatif seperti ketepatan analisis, kerapian sajian, kreativitas ide,
kemampuan berkomunikasi dsb; dan bisa juga kuantitatif, seperti banyaknya kutipan
acuan,/unsur yang dibahas, kebenaran hitungan). Angka (7) menunjukkan pencantuman
bobot nilai, disesuaikan dengan waktu yang digunakan untuk membahas atau mengerjakan
tugas atau tingkat pentingnya bahasan, atau kompetensi utama/pendukung/lainnya.
Pemberian tugas sebagai bagian integral dari aktivitas pembelajaran, hendaknya dirancang
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Salah satu contoh rancangan tugas, disajikan
sebagai berikut:
Penjelasan tentang format rancangan tugas adalah sebagai berikut. Pertama, tentang
tujuan tugas. Hal yang dicantumkan pada tujuan tugas adalah rumusan kompetensi yang
diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa bila ia berhasil mengerjakan tugas dimaksud (hard
skills dan soft skills). Kedua, tentang uraian tugas, ada dua hal yang mutlak diperjelas yaitu
obyek garapan tugas serta hal yang harus dikerjakan dengan batasan-batasan tertentu. Uraian
tugas tentang obyek garapan, ditulis obyek materi yang akan dikaji dalam tugas dimaksud,
misalnya tentang gaya hidup remaja di perkotaan terkait dengan mata kuliah psikologi
perkembangan
Pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Uraian tugas tentang hal yang
harus dikerjakan dan batasan-batasan, perlu dipaparkan tentang uraian besaran, tingkat
kerumitan, dan keluasan masalah dari obyek material yang dikaji, tingkat ketajaman, dan
kedalaman studi yang distandarkan, misalnya perihal gaya hidup remaja di perkotaan. Ketiga,
tentang metode/cara pengerjaan tugas, dipaparkan hal-hal yang berupa petunjuk tentang
teori/teknik/alat yang sebaiknya digunakan, alternatif langkah-langkah yang dapat ditempuh,
data dan buku acuan yang wajib yang disarankan untuk digunakan serta ketentuan pengerjaan
secara kelompok/individual. Keempat, tentang deskripsi luaran tugas yang dihasilkan,
dikemukakan uraian tentang bentuk hasil studi/kinerja yang harus ditunjukkan, misalnya studi
yang tersaji dalam makalah minimum 20 halaman, termasuk skema, tabel dan gambar, besaran
huruf yang tertentu dan mungkin dilengkapi sajian dalam bentuk CD dengan format Power
Point. Kelima, tentang kriteria penilaian, diberi uraian yang berisi butir-butir indikator yang
dapat menunjukkan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam usaha mencapai kompetensi yang
telah dirumuskan.
A. Tujuan Tugas:
Menjelaskan atau membahas teori ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan, asas-asas
dasar dan komponen2 lingkungan mikro ternak dikaitkan dengan situasi nyata.
B. Uraian Tugas:
1. Obyek Garapan : konsep ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan, asas-asas dasar ilmu
lingkungan dan unsur-unsur lingkungan mikro
3. Metode Pengerjaan:
Menjawab pertanyaan pada lembar kerja 1 (LK1)
Menuangkan dalam bentuk makalah
Presentasi di depan kelas
1. Ketepatan Penjelasan
2. Komunikasi
- Tertulis
- Lisan
Tabel 23. Skema Jenjang Kompetensi
Kriteria 1: Ketepatan Penjelasan (Skor 40)
KEUTUHAN Utuh dan Utuh Bahasan tidak Bahasan sangat Bahasan tidak
BAHASAN berkaitan lengkap, masih tidak utuh sesuai yang
ada yang tidak diinstruksikan 20
diungkapkan
KEBENARAN Dibahas Ungkapan Bahasan sudah Bahasan ada Bahasan tidak ada
BAHASAN dengan tepat, bahasan tepat benar tetapi namun banyak sama sekali
argumentasi namun terlalu kurang luas berada di luar 20
benar dan luas ringkas kawasan teori
dilandasi
dasar teori
KERAPIAN Paper dibuat Paper menarik Dijilid, biasa Dijilid, kurang Tidak ada hasil
PAPER sangat dan rapi rapi
menarik, rapi 15
dan membuat
pembaca
tertarik
melihat lebih
jauh
Kriteria 2b : Komunikasi Lisan
ORGANISASI Sangat Data yang Ada informasi Asal ada Bingung untuk
integratif dan dibutuhkan namun tidak informasi walau menyampaikan
memuat terangkum didukung data tanpa didukung informasi 10
semua dengan baik yang kuat data
informasi
yang
dibutuhkan
SARANA/ ALAT
Efektivitas Efisiensi
KOMPETENSI
Tingkat kesukaran
Tingkat kemampuan
Gambar 12. Unsur-unsur yang perlu Diperhatikan dalam Memilih Metode Pembelajaran
& &
DISKUSI / PRAKTIKUM / Computer
BELAJAR
KULIAH PRESENTASI STUDI Aided MANDIRI
* %+ SEMINAR / LAPANGAN Learning
Kemampuan
komunikasi )
Penguasaan
hukum adat )
Berenang )
.
Penilaian adalah tugas Dosen yang dipandang cukup sulit bagi Dosen. Beberapa
permasalahan sering muncul dalam proses penilaian, diantaranya adalah:
1) Pemberian angka pada hasil belajar mahasiswa apakah termasuk penilaian. Banyak di antara
Dosen yang terjebak hanya memberikan angka pada proses penilaiannya. Padahal esensi
dari penilaian adalah memberikan umpan balik pada kinerja/kompetensi yang ditunjukkan
mahasiswa agar dapat mengarah pada ketercapaian output dan outcome pembelajaran.
Angka bukanlah tujuan akhir dari penilaian.
2) Jenis kemampuan apa yang kita nilai dari mahasiswa? Dosen sering mengalami kesulitan
untuk menilai kemampuan siswa. Tidak jarang Dosen kurang mampu membedakan
kemampuan akhir yang akan dinilainya. Sebagai contoh, pada saat Dosen hendak menilai
kognitif, sering dipengaruhi oleh kemampuan afeksi mahasiswa seperti sikap dan
penampilan mahasiswa.
3) Apakah teknik penilaian yang kita jalankan sudah tepat sesuai kemampuan mahasiswa
secara nyata dan benar? Dosen juga sering mengalami kesulitan dalam menentukan metode
penilaian yang tepat untuk menilai kompetensi tertentu. Misalnya, pada saat Dosen menilai
psikomotor, masih sering dilakukan secara ujian tertulis.
4) Bagaimana cara penilaian: paper/karangan, syair. Matematika, maket, patung, ujian tulis/
uraian, apakah sama caranya?
5) Apakah tes dan ujian tulis merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk melihat
kemampuan/kompetensi mahasiswa? Masih banyak di antara Dosen yang selalu
menggunakan metode ujian tertulis mulai dari awal penilaian sampai ujian akhir.
1) Rubrik Deskriptif
Rubrik deskriptif memiliki empat komponen atau bagian, yaitu deskripsi tugas, skala
nilai, dimensi, dan deskripsi dimensi. Bentuk umum rubrik deskriptif ditunjukkan pada
Gambar 13. Keempat komponen tersebut adalah (1) Deskripsi tugas: menjelaskan tugas atau
objek yang akan dinilai atau dievaluasi. Deskripsi tugas ini harus benar-benar jelas agar
mahasiswa memahami tugas yang diberikan; (2) Skala nilai: menyatakan tingkat capaian
mahasiswa dalam mengerjakan tugas untuk dimensi tertentu. Skala nilai biasanya dibagi
menjadi beberapa tingkat, misalnya dibagi menjadi tiga tingkat yaitu sangat memuaskan,
memuaskan, dan cukup. Jumlah skala nilai ini bersifat fleksibel, dapat diperbanyak atau
dikurangi sesuai kebutuhan. Pada umumnya tiga skala nilai telah dapat mencukupi keperluan
penilaian; (3) Dimensi: Dimensi menyatakan aspek-aspek yang dinilai dari pelaksanaan tugas
yang diberikan. Sebagai contoh, dalam tugas presentasi, aspek-aspek yang dinilai adalah
pemahaman, pemikiran, komunikasi, penggunaan media visual, dan kemampuan presentasi.
Aspek-aspek yang dinilai dapat saja diberikan bobot yang berbeda dalam penilaian, misalnya
aspek pemikiran diberi bobot lebih tinggi daripada aspek lain dan kemampuan presentasi tidak
terlalu tinggi dibandingkan aspek yang lain. Contoh: diberikan bobot 30% untuk pemikiran,
10% untuk kemampuan presentasi, dan 20% untuk yang lainnya. Pemberian bobot bergantung
pada kepentingan penilaian; dan (4) Tolok Ukur Dimensi: disebut juga tolok ukur penilaian.
Merupakan deskripsi yang menjelaskan bagaimana karakteristik dari hasil kerja mahasiswa.
Hal itu digunakan untuk standar yang menentukan pencapaian skala penilaian, misalnya nilai
sangat memuaskan, memuaskan, atau cukup. Rubrik deskriptif memberikan deskripsi
karakteristik atau tolok ukur penilaian pada setiap skala nilai yang diberikan. Format ini
banyak dipakai Dosen dalam menilai tugas mahasiswa karena memberikan panduan yang
lengkap untuk menilai hasil kerja mahasiswa. Meskipun memerlukan waktu untuk
menyusunnya, manfaat rubrik deskriptif bagi Dosen dan mahasiswa (sebagai umpan balik atas
kinerja) melebihi usaha untuk membuatnya.
2) Rubrik Holistik
Berbeda dengan rubrik deskriptif yang memiliki beberapa skala nilai, rubrik holistik
hanya memiliki satu skala nilai, yaitu skala tertinggi. Isi dari deskripsi dimensinya adalah
kriteria dari suatu kinerja untuk skala tertinggi. Apabila mahasiswa tidak memenuhi kriteria
tersebut, penilai memberi komentar berupa alasan mengapa tugas mahasiswa tidak
mendapatkan nilai maksimal. Tabel 18 menunjukkan bentuk umum dari rubrik holistik.
Tabel 24. Bentuk Umum Rubrik Deskriptif
DIMENSI Skala 1 Skala 2 Skala 3
Dimensi 1 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 2 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 3 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 4 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 5 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
SKOR TOTAL ..
Tabel 26. Bentuk Umum Rubrik Holistik
Kelemahan rubrik holistik adalah Dosen masih harus menuliskan komentar atas capaian
mahasiswa pada setiap dimensi bila mahasiswa tidak mencapai kriteria maksimum. Karena
tidak ada panduan terperinci mungkin sekali terjadi ketidakajegan pemberian komentar atau
umpan balik kepada mahasiswa. Dosen perlu menuliskan komentar yang sama pada tugas
mahasiswa yang menunjukkan karakteristik yang sama, sehingga akan memerlukan lebih
banyak waktu. Diakui bahwa menyusun rubrik holistik lebih sederhana daripada rubrik
deskriptif, namun waktu yang diperlukan untuk melakukan penilaian menjadi lebih lama.
3) Cara membuat Rubrik
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam membuat rubrik adalah:
a) Mencari berbagai model rubrik
Saat ini penggunaan rubrik mulai berkembang luas. Berbagai model rubrik dapat
diperoleh dengan melakukan pencarian di website, karena banyak institusi pendidikan
dan staf pengajar yang menaruh rubrik mereka dalam website. Berbagai model rubrik
yang ada dapat dipelajari dengan membandingkan sebuah rubrik dengan rubrik lainnya
sehingga menginspirasi ide-ide contoh dimensi dan tolok ukur yang selanjutnya
diadaptasi sesuai dengan tujuan pembelajaran (menggunakan atau mengadaptasi rubrik
Dosen lain, tentu dengan meminta ijin kepada penulis aslinya).
b) Menetapkan Dimensi
Setelah mengetahui pokok-pokok pemikiran tentang tugas yang diberikan dan harapan
terhadap hasil kerja mahasiswa dapat disusun komponen rubrik yang penting, yaitu
dimensi. Pembuatan dimensi dilakukan dalam beberapa tahap: (a) membuat daftar yang
berisi harapan-harapan Dosen dari tugas yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa; (b)
menyusun daftar yang telah dibuat mulai dari harapan yang paling diinginkan; (c)
meringkas daftar harapan, jika daftar harapan masih panjang. Daftar dapat
disederhanakan dengan cara menghilangkan elemen yang kurang penting atau
menggabungkan elemen yang memiliki kesamaan; (d) mengelompokkan elemen
tersebut berdasarkan hubungan yang satu dengan yang lainnya. Jadi, setiap kelompok
berisi elemen-elemen yang saling berhubungan; (e) langkah berikutnya adalah memberi
nama masing-masing kelompok dengan nama yang menggambarkan elemen-elemen di
dalamnya; (f) nama-nama yang diberikan pada langkah di atas disebut dengan dimensi
dan elemen-elemen di dalamnya menjadi deskripsi dimensi untuk skala tertinggi.
c) Menentukan Skala
Tingkat pencapaian hasil kerja mahasiswa untuk setiap dimensi ditunjukkan dengan
skala penilaian. Jumlah skala yang dianjurkan sesuai dengan tingkatan penilaian yang
ada di program studi masing-masing, misalnya penilaian sampai skala 5, yaitu sangat
baik, baik, cukup, kurang baik, dan sangat kurang. Semakin banyak skala yang
dipergunakan semakin tidak mudah membedakan tolok ukur setiap dimensi, sehingga
dapat menimbulkan subjektif. Tingkatan skala yang digunakan harus jelas dan relevan
untuk Dosen dan mahasiswa. Berikut beberapa contoh nama tingkatan skala penilaian:
(a) melebihi standar, memenuhi standar, mendekati standar, di bawah standar; (b) bukti
yang lengkap, bukti cukup, bukti yang minimal, tidak ada bukti; (c) baik sekali, sangat
baik, cukup, belum cukup; dan seterusnya. Apapun nama yang digunakan pada setiap
tingkatan skala, Dosen dan mahasiswa mengerti dengan jelas, skala yang
mencerminkan hasil kerja mahasiswa yang dapat diterima.
d) Membuat Tolok Ukur pada Rubrik Deskriptif
Pada penyusunan rubrik deskriptif, setelah skala penilaian didefinisikan, langkah
selanjutnya adalah membuat deskripsi dimensi (tolok ukur dimensi) untuk setiap skala.
Tahapan pembuatan tolok ukur dimensi :
1 Tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi sudah dibuat sebelumnya, yaitu
daftar daftar yang telah dibuat saat pada proses pembuatan dimensi. Daftar
tersebut berupa harapan-harapan Dosen pada tugas mahasiswa;
2 Membuat tolok dimensi untuk skala terendah. Pembuatannya mudah karena
merupakan kebalikan tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi;
3 Membuat deskripsi dimensi untuk skala pertengahan.
Semakin banyak skala yang digunakan, semakin sulit membedakan dan menyatakan
secara tepat tolok ukur dimensi yang dapat dimasukkan dalam suatu skala nilai. Jika
menggunakan lebih dari tiga skala, tolok ukur dimensi yang dibuat terlebih dahulu
adalah yang paling luar atau yang lebih dekat ke skala tertinggi atau terendah.
Kemudian selangkah demi selangkah menuju ke bagian tengah. Rubrik dan segala
bentuk penilaiannya diharapkan dapat diketahui secara terbuka oleh mahasiswa di awal
semester. Oleh karenanya, pada saat proses perencanaan studi (pengisian KRS), semua
perencanaan dan alat pembelajaran harus telah diterimakan pada mahasiswa, hal ini
dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
BAB III
PENUTUP
Tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri. Sistem pendidikan di Undana
merupakan bagian integral dari perubahan itu sendiri, bahkan merupakan ujung tombak dari
perubahan di Nusa Tenggara Timur pada khususnya dan umumnya perubahan ke arah dunia
yang lebih sempurna. Pada saat seluruh variabel berkehidupan dan bermasyarakat dalam
beragam aspeknya terus berubah dan berkembang, maka Undana sebagai bagian integral
pendidikan tinggi, adalah agen penderivasi yang harus terus-menerus menyesuaikan diri.
Undana sebagai institusi pendidikan tinggi yang berhubungan langsung dengan
pemangku kepentingan di Nusa Tenggara Timur, bahkan masyarakat luas jelas harus menjadi
agen perubahan bagi kepentingan pengguna lulusan Undana. Oleh sebab itu naskah dokumen
akademik ini merupakan wujud konsistensi Undana dalam merealisasikan visi dan misinya
secara konsisten dan berkelanjutan mengawal penerapan system pembelajaran berbasis KBK di
lingkungan Undana. Naskah akademik ini diharapkan akan dilokakaryakan dan
disosialisasikan kepada Senat Universitas Nusa Cendana yang pada akhirnya mengahasilkan
naskah akademik yang dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen cq psl 4 tentang peran guru,
sebagai learning agent.
Kemendiknas No 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA
Lampiran 1: Langkah-Langkah Penyusunan Kurikukum Berbasis Kompetensi
! "
# $
% $ &
'
( )
*
*
$
&+
, *
3
Dst
Jika dibandingkan dengan klasifikasi kompetensi tahun 2002, terdapat perbedaan pada
tahun 2010 sebagaimana tertera pada table berikut ini.
0330 03-3
1 1
2 2
3 3
Dst Dst
% * * 7 %!
% * * 7 2 $ 5* .
" !
% # 0 !
% : # # 0 !
* / 0 !
* ## 2 #/ 0 !
2 2 # 0 !
% *
" # " * 7 7 *
-<0
% * 7
* 7 ; ;
" ' !
< !
4. Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi
Rumusan kompetensi pada tataran program studi perlu dikaji apakah mengangdung
elemen kompetensi sebagaimana dipersyaratkan dalam SK Mendiknas RI No. 045/U/2002 dan
keputusan BSNP tagun 2010 atau tidak. Elemen kompetensi dimaksud berdasarkan kedua
keputusan tersebut dapat dilihat pada table berikut ini.
12 0 2 / 1 2 !
' ' 3456 67337'
! 73-3
KOMPETENSI
1. Landasan kepribadian.
Kompetensi Utama
ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna
lulusan. Kompetensi Khusus ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program
studi. Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara
- . * / 0
1 2- 2.
+ $ -
3 $ -
4 $ -
5
( $ -
%
$
8. Menyusun Struktur Kurikulum
Untuk mencapai kompetensi secara runtut, sebaran mata kuliah ditata semester
demi semester. Penataan dimaksud berdasarkan hirarki tiap bidang keilmuan dan kebutuhan
institusi. Sebagai contoh, mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan sebagai sarana pembelajaran
mata kuliah lainnya di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, mutlak ditempatkan
pada semester 1.
10. Pelatihan Dosen Pengampu Mata Kuliah KBK untuk Merancang Pembelajaran
Pelatihan Dosen pemangku mata kuliah KBK dalam merancang pembelajaran,
mutlak dilakukan guna mendukung pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dalam
koordinasi Pembantu Dekan Bidang Akademik bersama para Ketua Jurusan dan para Ketua
Program Studi. Jika dipandang perlu, LP3 Undana dapat diminta untuk memberikan
pendampingan dengan menghadirkan anggota tim pakar LP3 Undana.
Metoda penilaian harus tepat dan cocok dengan tujuan dan konteks penilaian itu
sendiri. Ada berbagai strategi dan teknik penilaian, antara lain, (a) Observasi (b) Paper-and-
pencil tests, (c) Pertanyaan lisan, (d) Benchmark / reference sets, (e) Wawancara, (f) Peer - &
self-assessment, (g) Performance assessment, (h) Contoh-contoh tulisan, (i) Pertunjukan, (j)
Portofolio, (k) Project/product assessment, (l) Standardized criterion refernce & norm
reference test.
)
/ &
$ &
0 &
!1 "
.. &
& !2 3 32 "
$
$
. &
, *
$
*& 45
... , * & !, &"