Anda di halaman 1dari 86

PEDOMAN

PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN


PEMBELAJARAN BERBASIS
KOMPETENSI

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


KUPANG
2011
SAMBUTAN REKTOR

Kami mengucapkan puji dan syukur pada Tuhan YME, karena LP3 Undana telah berhasil
merampungkan sebuah naskah akademik, yaitu Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Berbasis Kompetensi di Lingkungan Universitas Nusa Cendana. Naskah ini merupakan standar
prosedur operasional bagi semua fakultas/program studi di lingkungan Undana di dalam
mengembangkan kurikulum dan pembelajarannya.

Pada berbagai kesempatan, kami selalu menyampaikan bahwa Undana telah menegaskan
visinya, yaitu menjadi Universitas Berwawasan Global, yang dimaknai sebagai organisasi dengan
pandangan, pengharapan dan sikap global sambil berdiri kokoh di atas tanah yang memiliki kekayaan
alam di Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya cita-cita Undana adalah: (a) menghasilkan lulusan yang
lebih berkualitas, mampu bersaing dalam dunia kerja baik lokal, nasional dan global, terutama mampu
menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain dengan memanfaatkan sumberdaya
yang tersedia secara lokal; (b) mampu menciptakan produk-produk intelektual yang bernilai ekonomi
tinggi untuk meningkatkan dayasaing bangsa dengan optimalisasi sumberdaya alam dan aset sosial
budaya yang tersedia di NTT dan sekitarnya; dan (c) mampu menjadi kekuatan moral bangsa dengan
cara memelihara karakter kebangsaan Indonesia dalam diri sivitas akademika dan alumni Undana
karena posisi yang sangat strategis secara geografis maupun geopolitik di Kawasan Timur Indonesia
Bagian Selatan.

Kenyataan di masa lampau, kita telah berbuat salah dalam pembelajaran kepada mahasiswa,
antara lain dengan memanfaatkan dan mendominasi kesempatan belajar mahasiswa melalui cara
mendikte maupun berbicara untuk diri sendiri. Pembelajaran demikian menghasilkan jumlah lulusan
besar, yang: (a) kurang percaya diri dalam pemecahan masalah, (b) kurang terampil dalam
berkomunikasi, kurang mampu berinteraksi dalam situasi berkelompok, kurang proaktif, kekurangan
orang-orang berjiwa pemimpin, hampir tidak ada ketrampilan berwiraswasta, dan umumnya tidak
mampu memberi keputusan dalam situasi kritis.

Kondisi pembelajaran di atas, menuntut dilakukannya perubahan dalam hal cara mengajar,
yakni lebih fokus kepada belajar mandiri mahasiswa. Untuk merealisasi belajar mandiri mahasiswa
maka syarat yang diperlukan adalah: (a) dosen haruslah berperan sebagai supervisor/fasilitator belajar
dengan berbekal pengetahuan terkini; (b) materi pembelajaran yang baik dan relevan serta mutakhir; (c)
lingkungan pembelajaran (secara fisik maupun psikologis) yang baik dan (d) sumber belajar yang baik.
Dengan demikian kebijakan operasional Undana adalah meningkatkan komitmen Undana terhadap
prioritas kebutuhan, yang meliputi standar kualitas dan relevansi pendidikan, mendorong kontribusi
aktif dan konstruktif staf akademik, serta promosi partnership dalam hal penjaminan mutu.

Penerbitan naskah Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi


di Lingkungan Universitas Nusa Cendana merupakan salah satu wujud komitmen Undana untuk
meningkatkan standar kualitas dan relevansi pendidikan. Diharapkan pengelola fakultas/Program Studi
akan memanfaatkan dokumen ini sebagai referensi baku dalam menyusun program pengembangan
serta program perbaikan secara internal, baik dalam sistem perkuliahan dan pembelajaran dalam
lingkupnya.

Kami menyambut baik diterbitkannya naskah pengembangan kurikulum dan pembelajaran


berbasis KBK oleh LP3 Undana. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada semua Pihak, terutama Tim Pakar, Tim Penyusun dan staf administrasi LP3 Undana
yang terlibat di dalamnya. Kiranya dokumen ini akan menjadi acuan untuk memperkaya proses
pematangan dan juga sebagai penuntun bagi sivitas akademika Undana dalam pelaksanaan tugas
masing-masing.

Kupang, 20 Juni 2011


KATA PENGANTAR

Naskah akademik Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi


Universitas Nusa Cendana telah rampung disusun dan memperoleh pengesahan Senat Universitas Nusa
Cendana pada Tanggal 29 Desember 2010 yang didanai oleh Nuffic Undana tahun anggaran 2010/2011.
Setelah mendapatkan masukan dari anggota senat Undana dan para pakar, baik internal maupun
eksternal, naskah ini direvisi dengan dana DIPA Undana tahun anggaran 2011/2012. Hal ini dilakukan
bagi implementasi dokumen ini, dan ditetapkan dengan keputusan rektor.

Pedoman pengembangan kurikulum berbasis kompetensi ini mengacu kepada


Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000, 045/U/2002 dan
Standar Isi Pendidikan Tinggi yang dikeluarkan oleh BSNP tahun 2010 tentang kompetensi
utama, kompetensi khusus dan kompetensi umum. Hal ini dilakukan untuk memenuhi
kompetensi lulusan sesuai tuntutan pasar dan keinginan stakeholder.

Harapan kami, adanya Pedoman Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran


Berbasis Kompetensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal, terutama oleh pengelola
fakultas/program studi dalam menyusun kurikulum serta program perbaikan secara internal,
baik dalam sistem perkuliahan dan pembelajaran dalam lingkupnya.

Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada tim pakar, tim
penyusun dan staf administrasi LP3 Undana yang terlibat di dalamnya atas kesempatan dan waktu yang
tercurah.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, kami senantiasa mengharapkan adanya
masukan dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak, sebagai upaya proses pembelajaran dan
perbaikan ke depan.
DAFTAR ISI

1 Sambutan Rektor .. ii

2 Kata Pengantar ... iii

3 Daftar isi ........................ iv

4 Daftar Gambar vi

5 Daftar Tabel vii

6 BAB I PENDAHULUAN . 1

A. Latar Belakang . 1

B. Dasar Hukum ... 5

C. Tujuan ... 5

D. Ruang Lingkup . 6

E. Penyusun .. 8

7 BAB II . PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BERBASIS


KOMPETENSI .
10

A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi .. 10

B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002 12


...
C. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi . 15

D. Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran . 26

E. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi 34


7 BAB III PENUTUP ... 67

8 DAFTAR PUSTAKA 68

10 Lampiran1.Langkah-Langkah Penyusunan Kurikukum Berbasis Kompetensi .... 69

Lampiran 2. Sistimatika Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi Lingkup


UNDANA ..
76
DAFTAR GAMBAR

1. Skema Proses Penyusunan Kurikulum .. 11

2. Struktur Kurikulum ... 24

3. Contoh Struktur Kurikulum Kombinasi Serial-Paralel . 25

4. Hard Skill dan Soft Skill 26

5. Hard Skill vs Soft Skill ... 28

6. Sumbu Kordinat 3 ranah Bloom .... 30

7. Ilustrasi TCL versus SCL . 36

8. Skema student centered ..... 37

9. Skema Sistem Pemelajaran KBK .. 49

10. Sistem Pembelajaran 2 . 50

11. Rancangan Pembelajaran SCL 50

12. Unsur-unsur yang perlu Diperhatikan dalam Pembelajaran .. 59

13. Memilih Metode Dalam Pembelajaran .. 60


DAFTAR TABEL

1. Kepmendiknas 232/U/2000 dan Konsep UNESCO .. 13

2. Kelompok Kompetensi Tahun 2002 dan 2010 .. 14

3. Profil Lulusan Program Studi 15

4. Profil & Rumusan Kompetensi Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar 16

5. Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya Program Studi: Pendidikan Guru


Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum.. 18

6. Kaitan Rumusan Kompetensi dengan Bahan Kajian Program Studi: Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum .. 21

7. Matriks Penggambaran Matakuliah Dalam Hubungannya dengan Bahan Kajian dan


Kompetensi .. 22

8. Atribut Soft Skills yang Dominan .. 27

9. Dua Puluh Kualitas Penting dalam Dunia Kerja ... 29

10. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Soft Skills Aspek: Kerjasama ... 33

11. Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL ................................................................... 36

12. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa . 41

13. Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dan kompetensi yang diperoleh


mahasiswa .. 42

14. Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa . 42
15. Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa .. 43

16. Ringkasan model pembelajaran Cooperative Learning dan kompetensi yang


diperoleh mahasiswa .. 44

17. Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang


diperoleh mahasiswa .. 45

18. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa .. 46

19. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang


diperoleh mahasiswa . 47

20. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang


diperoleh mahasiswa .
48

21. Format Rancangan Pembelajaran .. 51

22. Matriks Pembelajaran ............................................................................................ 54

23. Skema Jenjang Kompetensi ... 57

24. Bentuk Umum Rubrik Deskriptif .......................................................................... 63

25. Contoh Rubrik Deskriptif untuk menilai Presentasi Lisan .................................... 63

26. Bentuk Umum Rubrik Holistik . 64


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan
sumberdaya manusia yang diharapkan mampu berperan secara global. Pengaruh globalisasi
dicirikan oleh adanya aliran manusia, informasi, teknologi baru, modal dan gagasan serta citra.
Keadaan ini mempengaruhi perubahan nilai kehidupan masyarakat, perubahan persyaratan
dunia kerja sehingga diperlukan lulusan pendidikan yang memiliki kompetensi sesuai dengan
perkembangan ilmu, teknologi dan seni, dunia kerja, profesi dan pengembangan kepribadian
dengan ciri khas kebudayaannya masing-masing. Perubahan-perubahan yang disebutkan di atas
membutuhkan penyesuaian penyelenggaraan pendidikan baik dasar, menengah maupun
perguruan tinggi secara terus menerus.
Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas juga bermakna adanya dinamika,
khususnya dinamika pendidikan. Oleh karena itu, Perguruan Tinggi di Indonesia dalam
mengemban tugasnya dituntut untuk mengantisipasi berbagai dinamika pembangunan
pendidikan dan juga dituntut menampilkan kemampuan untuk menyesuaikan berbagai
program dan aktivitas akademiknya sejalan dengan paradigma baru pendidikan. Universitas
Nusa Cendana sebagai salah satu penyelenggara Perguruan Tinggi di Indonesia, dituntut untuk
melaksanakan hal tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menyambut pendidikan
berwawasan masa depan, dalam arti pendidikan yang dapat menjawab tantangan masa depan,
yaitu suatu proses guna melahirkan individu-individu yang berbekal pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk hidup dan berkiprah dalam era global.

Komisi Internasional bagi Pendidikan Abad ke 21 yang dibentuk oleh UNESCO


melaporkan bahwa di era global ini, pendidikan dilaksanakan dengan bersandar pada empat
pilar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together (Delors, 1996). Dalam learning to know mahasiswa belajar pengetahuan yang penting
sesuai dengan jenjang pendidikan yang diikuti. Dalam learning to do mahasiswa
mengembangkan keterampilan dengan memadukan pengetahuan yang dikuasai dengan latihan
(law of practice), sehingga terbentuk suatu keterampilan yang memungkinkan mahasiswa
memecahkan masalah dan tantangan kehidupan. Dalam learning to be, mahasiswa belajar
menjadi individu yang utuh, memahami arti hidup dan tahu apa yang terbaik dan sebaiknya
dilakukan, agar dapat hidup dengan baik. Dalam learning to live together, mahasiswa dapat
memahami arti hidup dengan orang lain, dengan jalan saling menghormati, saling menghargai,
serta memahami tentang adanya saling ketergantungan (interdependency). Dengan demikian,
melalui keempat pilar pendidikan ini mahasiswa diharapkan tumbuh menjadi individu yang
utuh, yang menyadari segala hak dan kewajiban, serta menguasai ilmu dan teknologi untuk
bekal hidupnya.
Dengan adanya keempat pilar ini, penyelenggaraan pendidikan tinggi sudah mengarah
untuk menciptakan prinsip pembelajaran yang mengutamakan link and match yang pada
akhirnya memberi peluang besar kepada lulusan untuk mendapat lapangan kerja. Artinya
dengan adanya pilar learning to do dan learning to be yang juga tetap erat dengan kedua pilar
yang lain, lulusan diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja yang setidak-tidaknya untuk
kepentingan diri sendiri dengan keterampilan yang dimiliki tanpa melupakan aspek kognisi.
Hal semacam ini sesungguhnya ikut serta mengurangi problema pemerintah, yakni ikut
mengurangi angka ketergantungan pada pemerintah. Berkurangnya angka ketergantungan pada
pemerintah sudah barang tentu meringankan pemerintah dalam hal penganggaran, dimana
alokasi anggaran untuk mengelola pengangguran bisa diarahkan pada masalah lain, misalnya
pendidikan, dan kesehatan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia dalam era reformasi dewasa
ini perlu dikembangkan. Pengembangan pendidikan di Indonesia di era reformasi, menurut
Fasli Jalal dan Supriadi (2001), dilandaskan pada tiga acuan yang pada prinsipnya bertujuan
untuk menjawab tantangan global. Ketiga acuan yang dimaksud adalah acuan filosofis, acuan
nilai kultural, dan acuan lingkungan strategis.
Acuan filosofis, didasarkan pada abstraksi acuan hukum dan kajian empiris tentang
kondisi sekarang serta idealisasi masa depan. Secara filosofis pendidikan perlu memiliki
karakteristik seperti : (a) mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban; (b)
mendukung diseminasi dan nilai keunggulan, (c) mengembangkan nilai-nilai demokrasi,
kemanusiaan, keadilan dan keagamaan; dan (d) mengembangkan secara berkelanjutan kinerja
kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral. Kesemuanya ini tidak terlepas dari
cita-cita pembentukan masyarakat Indonesia Baru, yakni masyarakat madani.
Acuan nilai kultural sebagai acuan yang harus dimiliki pendidikan di Indonesia tidak
terlepas dari penataan aspek legal. Tata nilai itu sendiri bersifat kompleks dan berjenjang mulai
dari jenjang nilai ideal, nilai instrumental, sampai pada nilai operasional. Pada tingkat ideal,
acuan pendidikan adalah pemberdayaan untuk kemandirian dan keunggulan, sedangkan pada
tingkat instrumental, acuan ini berkiprah pada pengembangan otonomi, kecakapan, kesadaran
berdemokrasi, kreativitas, daya saing, estetika, kearifan, moral, harkat, martabat dan
kebanggaan, yang kesemuanya merupakan nilai-nilai penting yang kesemuanya dikembangkan
melalui pendidikan. Pada tingkat operasional, pendidikan harus menanamkan pentingnya kerja
keras, sportivitas, kesiapan bersaing, dan sekaligus bekerjasama dan disiplin nilai-nilai yang
penting melalui pendidikan adalah diri.
Acuan lingkungan strategis mencakup lingkungan nasional dan lingkungan global.
Lingkungan nasional ditandai oleh dua hal yang substansial yaitu: masih berlanjutnya krisis
dimensional yang menerpa bangsa ini, dan tuntutan reformasi secara total yang belum berjalan
secara baik dan optimal. Lingkungan nasional yang ditandai oleh dua hal substantial di atas
meliputi perubahan demografis dan pengaruh ekonomi yang tidak merata, sehingga penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat, pengaruh sumber kekayaan alam yang
pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan yang baik, pengaruh nilai sosial budaya di era
global ini, dimana munculnya nilai-nilai baru di masyarakat seperti kerja keras, keunggulan,
dan ketepatan waktu, pengaruh politik yang sejak era reformasi terasa sangat labil, serta
pengaruh ideologi dimana pendidikan ideologi perlu terkait dengan yang universal.
Lingkungan nasional yang saat ini masih dalam situasi reformasi, bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Secara nasional, acuan strategis ini mengandung arti keharusan, yakni bahwa pendidikan
di Indonesia harus dapat menjawab tantangan reformasi dan membawa negeri ini keluar dari
berbagai krisis. Lingkungan global ditandai antara lain dengan pesatnya perkembangan
teknologi informasi sehingga kita tidak bisa menjadi warga lokal dan nasional saja, tetapi juga
warga dunia. Oleh karena itu, lingkungan strategis sangat berpengaruh terhadap pendidikan di
Indonesia yakni bagaimana pendidikan masa depan tersebut hendaknya dirancang untuk
menjawab pesatnya perkembangan teknologi yang mendunia.
Sebagai implikasi dari globalisasi dan reformasi tersebut, terjadi perubahan pada
paradigma pendidikan yang menyangkut empat hal. Pertama, paradigma proses pendidikan
yang berorientasi pada pengajaran dimana Dosen lebih menjadi pusat informasi, bergeser pada
proses pendidikan yang berorientasi pada pembelajaran dimana mahasiswa menjadi sumber
(student center). Penggeseran ini memberi peluang bagi banyaknya sumber belajar alternatif
untuk melengkapi dan memperkaya fungsi dan peran Dosen, sehingga peran Dosen berubah
menjadi fasilitator. Kedua, paradigma proses pendidikan tradisional yang berorientasi pada
pendekatan klasikal dan format di dalam kelas, bergeser ke model pembelajaran yang lebih
fleksibel, seperti pendidikan dengan sistem jarak jauh. Ketiga, mutu pendidikan menjadi
prioritas (berarti kualitas menjadi internasional). Keempat, semakin populernya pendidikan
seumur hidup dan makin mencairnya batas antara pendidikan formal dan nonformal.
Saat ini telah terjadi perubahan kurikulum di dunia Perguruan Tinggi di Indonesia, dari
yang semula menitik beratkan pada pemecahan masalah internal Perguruan Tinggi dengan
target penguasaan pada ilmu pengetahuan dan teknologi (SK Mendiknas No. 056/U/1994), ke
kurikulum sekarang yang lebih menekankan pada proses pendidikan yang mengacu pada
konteks kebudayaan dan pengembangan manusia secara komprehensif, global/universal,
dengan targetnya adalah menghasilkan lulusan yang berkebudayaan dan yang mampu berperan
di dunia internasional. Rambu-rambu kurikulum baru kemudian ditetapkan dan dituangkan
dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan
Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik yang kemudian dilengkapi dalam SK
Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi menggantikan SK
Mendiknas No. 056/U/1994, yang semula disebut sebagai Kurikulum Berbasis Isi (KBI),
kemudian beralih ke Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dengan diberlakukannya SK
Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No.045/U/2002, maka masing-masing
Perguruan Tinggi wajib menetapkan standar mutu kurikulum dan manajemen kurikulumnya
sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing yang dimilikinya dan menjamin bahwa
proses pembelajaran dan lulusannya sesuai dengan yang ditetapkan.
Dalam KBK terjadi perubahan dalam proses pembelajaran yang menyangkut juga
perubahan dalam peran Dosen, perencanaan kurikulum, pelaksanaan proses pembelajaran,
pengembangan proses pembelajaran, dan evaluasi program pembelajaran. Dengan
diberlakukannya SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK Mendiknas No.045/U/2002 maka
masing-masing Perguruan Tinggi wajib menetapkan standar mutu kurikulum dan manajemen
kurikulumnya sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing yang dimilikinya dan
menjamin proses pembelajaran dan lulusannya sesuai dengan yang ditetapkan.
Sampai saat ini belum semua program studi di Undana menerapkan konsep Kurikulum
Berbasis Kompetensi sebagaimana tertera dalam SK Mendiknas No. 232/U/2000 dan SK
Mendiknas No. 045/U/ 2002 yang kemudian dilengkapai dengan Keputusan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2010. Dalam rangka mengakomodasi perubahan ekternal,
maka Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Pembelajaran (LP3) Undana bekerjasama
dengan Proyek NUFFIC Undana menyusun Pedoman Pengembangan Kurikulum dan
Pengembangan Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Pedoman ini dimaksudkan untuk
membantu fakultas/program studi dalam rangka penerapan KBK yang telah disepakati
bersama.

B. Dasar Hukum
a) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.
b) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi.
c) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
d) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e) Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen cq Psl 4 tentang peran
guru, sebagai learning agent.
f) Kepmendiknas No. 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA
g) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan.
C. Tujuan

Pedoman pengembangan kurikulum dan pembelajaran berbasis kompetensi ini berfungsi


sebagai rambu-rambu bagi sivitas akademika Undana dalam rangka mengimplementasi dan
menyempurnakan kurikulum; selanjutnya, sasaran dari Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah
para pengelola/penanggung jawab penyelenggara kegiatan akademik di lingkungan Undana,
baik tingkat universitas, fakultas, program studi maupun Dosen. Secara spesifik, tujuan
pedoman pengembangan kurikulum dan pengembangan pembelajaran ini adalah untuk
membantu:
a) Setiap fakultas/program studi mempunyai patokan yang terukur dan jelas serta dapat
didiskusikan oleh peer groups (task force or classcourses) dalam merancang dan
mengembangkan baik KBK maupun kegiatan pembelajaran.
b) Setiap fakultas/program studi dapat menonjolkan keunggulannya disertai tanggung jawab
khususnya pada stakeholders
c) Pengelola akademik (Dekan, Pembantu Dekan bidang Akademik, Kaprodik, Peer groups
(task force or class courses) dan Dosen dalam merencanakan, menyelenggarakan dan
menyempurnakan kegiatan pembelajaran.
d) Membantu pelaksana penjaminan mutu kurikulum dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan evaluasi internal kurikulum dan implementasinya.
D. Ruang Lingkup

Surat Keputusan Mendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum


Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik, menjelaskan bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan baik mengenai isi maupun bahan kajian dan
pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar di Perguruan Tinggi. Jadi kurikulum memuat
materi-materi pembelajaran yang harus diketahui oleh mahasiswa serta bagaimana mahasiswa
mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan. Kurikulum sebagai seperangkat rencana
yang memuat materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang mudah dikomunikasikan
kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) di dalam institusi pendidikan,
akuntabel dan mudah diaplikasikan dalam praktek serta harus responsif terhadap perubahan
kebutuhan stakeholders akan lulusan program studi tersebut.
Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah kurikulum yang disusun berdasarkan elemen-
elemen kompetensi yang dapat mengantar mahasiswa untuk mencapai kompetensi utama,
kompetensi khusus dan kompetensi umum versi Keputusan Badan Standar Nasional
Pendidikan (dalam Kepmendiknas 032/U/2002, tidak disebutkan kompetensi umum).
Kompetensi dimaksudkan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu
Dalam KBK mata kuliah terdistribusi menurut bahan kajian dalam upaya pencapaian
kompetensi lulusan, baik kompetensi utama yang menurut versi Keputusan BSNP tahun 2010
adalah penciri program studi yang dulu menurut versi Kepmendiknas 032/U/2002 disebut
kurikulum inti maupun pencapaian kompetensi kompetensi khusus dalam versi Keputusan
BSNP tahun 2010 adal;ah penciri universitas yang versi Kepmendiknas 032/U/2002 disebut
kompetensi pendukung dan lainnya sebagai kurikulum institusional dan kompetensi umum
yaitu penciri nasional yang diakomodir dalam mata kuliah (1) Pendidikan Agama, (2)
Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Inggris/bahasa asing, dan (5)
Matematika/Statistika/Logika. Kompetensi utama sebagai pendiri program studi ditetapkan
oleh kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Kompetensi khusus
sebagai penciri universitas ditetapkan oleh universitas sedangkan kompetensi umum sebagai
penciri nasional ditetapkan oleh negara.
Fakultas adalah penyelenggara kegiatan akademik Undana dalam dan/atau disiplin ilmu
tertentu. Fakultas dapat terdiri dari satu program studi atau beberapa program studi, yaitu
kesatuan rencana belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik dan/atau
profesi yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan agar para peserta didik
mampu menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan sasaran
kurikulum. Kurikulum mencakupi enam hal sebagai ruang lingkup cakupan, yakni: (a)
kompetensi lulusan, (b) materi/isi pembelajaran, (c) sumber belajar, (d) strategi dan metoda
pembelajaran, (e) beban dan masa studi, serta (f) sistem evaluasi hasil belajar mahasiswa.
Departemen/Program Studi merupakan penanggung jawab utama dalam mendesain,
mengembangkan, merevisi dan melaksanakan kurikulum; sedangkan Senat Fakultas
merupakan penanggung jawab utama dalam memantau efektivitas penyelenggaraan kurikulum
di tingkat fakultas. Senat Universitas merupakan penanggung jawab utama dalam memantau
efektivitas penyelenggaraan kurikulum di tingkat universitas.
E. Penyusun
1. Tim Penyusun
Pembina : Rektor Undana
Pengarah : Pembantu Rektor Bidang Akademik
Penanggung Jawab Kegiatan : Ketua LP3 Undana
Ketua Pelaksana : Dr. Thontjie Makmara, M.Pd
Sekretaris : Dr. Paulus Taek, MS
Anggota : Ir. Herianus J.D. Lalel, M.Si, Ph.D
Ir. Edi Djoko Sulistijo, MP
Dr. Agustinus Semiun, M.A
Dr. F. Sumantri, M.Si
Dra. Maria A. Kleden, M.Sc
I Wayan Sukarjita,S.Pd, M.Si
2. Tim Pakar Undana : Prof. Ir. F. Umbu Datta, M.App.Sc., Ph.D
Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Arjana, MS
Prof. Dr. A.M. Mandaru, M.Pd
Prof. Drs. Elias Kopong, M.Ed, Ph.D
Prof. Dr. Erna Hartati, MS
Prof. Dr. J. F. Bale Therik, MS
Prof. Dr. Mientje Ratoe Oedjoe, M.Pd
Dr. David B. W. Pandie, MS
Drs. Josua Bire, MA., M.Ed., Ph.D.
Dr. Intje Picauly, M.Si
Dr. Ir. Robby Pellokila, MP
Dr. Heru Sutejo, M.Agr. Sc. Ph.D
3. Tim Pakar P3 UGM : Prof. dr. Harsono, Sp.S (K)
: dr. Ova Emilia, M.M.Ed. Ed, SpOG, Ph.D
BAB II
PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
BERBASIS KOMPETENSI
A. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan lulusan yang berkompeten, yang memiliki life skill, yang mandiri secara
individual untuk menciptakan lapangan kerja sebagai upaya dan kemampuan untuk mengatasi
masalah-masalah lingkungan yang dihadapinya. Selain itu lulusan yang berkompeten juga
mampu memperlihatkan kinerja yang inovatif, yang membuatnya mampu mengatasi tantangan
hidup yang dihadapinya.
Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyusun kurikulum adalah melakukan
analisis SWOT dan Tracer Study serta Labor Market Signals. Baik kurikulum berbasis isi
maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi, harus diawali dengan analisis SWOT terkait dengan
visi keilmuan program studi dan kajian terhadap kebutuhan pasar kerja. Kendati demikian,
proses penyusunan kedua jenis kurikulum itu berbeda sebagaimana terlihat pada Gambar 1
yang disajikan pada bagian berikut ini.
Dalam penyusunan kurikulum yang sering dilakukan (lihat alur warna abu-abu pada
Gambar 1), setelah didapat hasil dari analisis seperti hal-hal tersebut di atas, kemudian
ditentukan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang dijabarkan dalam mata kuliah,
yang kemudian dilengkapi dengan bahan ajarnya (silabus) untuk setiap mata kuliah. Sejumlah
mata kuliah ini disebarkan ke dalam semester-semester. Sebaran mata kuliah ke dalam
semester, biasanya didasarkan pada struktur atau logika urutan sebuah IPTEKS, dengan tingkat
kerumitan dan kesulitan ilmu yang dipelajari. Kurikulum semacam ini mempertimbangkan
apakah lulusannya nanti relevan dengan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders)
bahkan kebutuhan masyarakat pengguna atau tidak.
% % ) * * * *+

$ "
%
" &"' ! # !

(1) % & %

(2)

(3)
(4)
!
(5)
(
(7) (6)
" # % !

(8) Yang biasa dilakukan


KBK yang diusulkan
, -.

Berbeda dengan itu, penyusunan Kurikulum Berbasis Kompetensi (lihat alur warna
ungu pada Gambar 1), dimulai dengan langkah-langkah: (1) Penyusunan profil lulusan, yaitu
peran dan fungsi yang diharapkan dapat dijalankan oleh lulusan nantinya di masyarakat; (2)
Penetapan kompetensi lulusan berdasarkan profil lulusan yang telah diancangkan; (3)
Penentuan Bahan Kajian yang terkait dengan bidang IPTEKS program studi; (4) Penetapan
kedalaman dan keluasan kajian (SKS) yang dilakukan dengan menganalisis hubungan antara
kompetensi dan bahan kajian yang diperlukan; (5) Merangkai berbagai bahan kajian tersebut
kedalam mata kuliah; (6) Menyusun struktur kurikulum dengan cara mendistribusikan mata
kuliah tersebut dalam semester; (7) Mengembangkan Rancangan Pembelajaran; (8) Memilih
metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai kompetensinya.
B. Memahami Lebih Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan No. 045/U/2002
Dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000 memang terdapat halhal yang belum
seluruhnya jelas dan karena tidak ada petunjuk teknis yang menyertainya, menjadikan
perguruan tinggi sulit untuk melaksanakannya. Hal ini terungkap dalam kajian yang dilakukan
oleh Tim Kelompok Kerja Inventarisasi dan Evaluasi Implementasi Kurikulum DIKTI di
Perguruan Tinggi tahun 2003 yang mensurvai perguruan tinggi yang telah merekonstruksi dan
mengimplementasikan kurikulumnya sesuai dengan isi Kepmen tersebut.
Berdasarkan studi yang telah dilaksanakan tersebut diperoleh data bahwa pemahaman
terhadap isi Kepmen tersebut masih berbeda-beda dan kesiapan untuk melakukan perubahan
kurikulum di perguruan tinggi juga berbeda. Berdasarkan kajian tersebut dikeluarkanlah
Kepmendiknas no 045/U/2002 yang dimaksudkan untuk memperjelas dan melengkapi
Kepmendiknas 232/U/200 agar bisa dilaksanakan dengan tepat. Untuk memahami konsep
kurikulum berbasis kompetensi ini harus dipahami kedua Kepmen tersebut secara utuh. Kedua
Kepmen tersebut sebetulnya saling melengkapi, namun pada satu bagian Kepmen tersebut
mengandung makna yang berbeda, yaitu bahwa dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000
disebutkan bahwa kurikulum terdiri atas Kurikulum Inti dan kurikulum Institusional yang
terdiri atas kelompok-kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata
Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK), Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB), Mata
Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), serta Mata Kuliah Berkehidupan Bersama (MBB). Konsep
ini adalah runtutan pemikiran yang berusaha mensepadankan antara konsep UNESCO dengan
persyaratan kerja hasil survai yang dijadikan referensi oleh DIKTI, kedalam pola lama yaitu
adanya pengelompokan mata kuliah seperti tergambar pada tabel 1 berikut ini.
-/ % (* 0102 2033 ( % 4

% ) % 4 * * *
5 ( * * *


!
!
" ! $
!

# !

Namun, pada SK Mendiknas No. 045/U/2002, pengelompokkan mata kuliah tersebut


diluruskan maknanya agar penyusunan kurikulum tidak terfokus pada usaha pengelompokan mata
kuliah tetapi lebih kearah pencapaian kompetensi yang mengandung elemen-elemen kompetensi
sebagai berikut: (a) landasan kepribadian; (b) penguasaan ilmu dan keterampilan; (c) kemampuan
berkarya; (d) sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan
keterampilan yang dikuasai; (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan
pilihan keahlian dalam berkarya. Dengan demikian pengelompokan mata kuliah menjadi tidak
berperan lagi karena tidak terkait langsung dengan pencapaian kompetensi lulusan. Bisa terjadi satu
mata kuliah dibangun untuk mencapai satu atau lebih kompetensi (learning to do, learning to know,
learning tobe, learning to live together) , dan sebaliknya satu kompetensi dapat dicapai lewat lebih
dari satu mata kuliah, sehingga pengelompokan mata kuliah menjadi sulit dilakukan atau dapat
dikatakan tidak bisa dilakukan, kecuali dipaksakan. Jadi pencapaian kompetensilah yang menjadi
tujuan/sasaran kurikulum, sedang pengelompokan mata kuliah bukan sasaran perubahan
kurikulum.
Kurikulum inti menurut Kepmendiknas no.045/U/2002, merupakan penciri dari
kompetensi utama, bersifat dasar untuk mencapai kompetensi lulusan, merupakan acuan baku
minimal mutu penyelenggaraan program studi, dan ditetapkan oleh kalangan perguruan tinggi
(program studi sejenis) bersama masyarakat profesi dan pengguna lulusan. Jadi Kompetensi utama
ini merupakan penciri suatu lulusan program studi tertentu, dan ini bisa disepakati dengan
mengambil beban dari keseluruhan beban studi sebesar 40% 80%. Sementara itu kurikulum
institusional didalamnya terumuskan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya, yang
bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama suatu program studi dan ditetapkan oleh
institusi penyelenggara program studi. Kompetensi pendukung dapat bergerak antara 20% - 40%
dari keseluruhan beban studi. Sementara itu kompetensi lainnya equivalen dengan beban studi
sebesar 0%-30% dari keseluruhan.
Untuk mewujudkan kompetensi terstandar, Keputusan Badan standar Nasional
Pendidikan (BSNP) Tahun 2010 menetapkan tentang kompetensi utama, kompetensi khusus dan
kompetensi umum sebagai penyempurnaan Kepmendiknas No. 232/U/2000 sebagaimana terlihat
pada tabel 2.

Tabel 2. Kelompok kompetensi tahun 2002 dan 2010

0330 03-3

1 1

2 2

3 3

Kompetensi Utama Kompetensi Utama


ditetapkan oleh kalangan Perguruan ditetapkan oleh kalangan Perguruan
Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna
lulusan. lulusan.

Kompetensi Pendukung dan Kompetensi Kompetensi Khusus ditetapkan oleh


lainnya Institusi penyelenggara program studi
ditetapkan oleh Institusi penyelenggara Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara
program studi
C. Tahapan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

1. Penetapan Profil Lulusan.

Profil lulusan adalah peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh lulusan program studi
di masyarakat/dunia kerja. Profil ini adalah outcome pendidikan yang akan dituju. Dengan
menetapkan profil, Perguruan Tinggi dapat memberikan jaminan pada calon mahasiswanya
akan bisa berperan menjadi apa saja setelah ia menjalani semua proses pembelajaran di
program studinya. Untuk menetapkan profil lulusan, dapat dimulai dengan menjawab
pertanyaan: Setelah lulus nanti, akan menjadi apa saja lulusan program studi ini? Profil
ini bisa saja merupakan profesi tertentu misal dokter, pengacara, apoteker, dan lainnya, tetapi
juga bisa sebuah peran tertentu seperti manajer, pendidik, peneliti, atau juga sebuah peran yang
lebih umum yang sangat dibutuhkan didalam banyak kondisi dan situasi kerja seperti
komunikator, kreator, pemimpin, dan sebagainya. Beberapa contoh profil lulusan dapat
disimak pada Tabel 3.

Tabel 3. Profil Lulusan Program Studi


No Program Studi Contoh Profil
1 Pendidikan Guru (1) Guru kelas di SD;
Sekolah Dasar (2) Administrator pendidikan ke-SD-an;
(3) Supervisor pendidikan ke-SD-an;
(4) Peneliti pendidikan ke-SD-an
2 Agribisnis (1) Pelaku bisnis pertanian;
(2) Pengusaha di bidang pertanian;
(3) Peneliti;
(4) Pendidik
3 Peternakan (1) Peternak yang unggul
(2) Manajer usaha peternakan
(3) Entrepreuner
4 Arsitek (1) Arsitek professional;
(2) Kontraktor;
(3) Peneliti;
(4) Akademisi
2. Perumusan Kompetensi Lulusan.
Setelah menetapkan profil lulusan program studi sebagai outcome pendidikan, maka
langkah selanjutnya adalah menentukan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh lulusan
program studi sebagai output pembelajarannya. Untuk menetapkan kompetensi lulusan, dapat
dilakukan dengan menjawab pertanyaan: Untuk menjadi profil (.......yang ditetapkan)
lulusan harus mampu melakukan apa saja?
Pertanyaan ini diulang untuk setiap profil, sehingga diperoleh daftar kompetensi lulusan
secara lengkap. Kompetensi lulusan bisa didapat lewat kajian terhadap tiga unsur yaitu nilai-
nilai yang dicanangkan oleh Perguruan Tinggi (university values), visi keilmuan dari program
studinya (scientific vision), dan kebutuhan masyarakat pemangku kepentingan (need
assesment). Kompetensi menurut Keputusan BSNP Tahun 2010, terbagi dalam tiga kategori
yaitu (1) Kompetensi Utama yaitu penciri program studi berupa rumusan kompetensi yang
berkaitan dengan mata kuliah penciri program studi; (2) Kompetensi Khusus yaitu penciri
universitas berupa rumusan konpetensi yang selaras dengan tujuan Undana; dan (3)
Kompetensi Umum yaitu penciri nasional berupa rumusan kompetensi yang berkaitan dengan
mata kuliah Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris/bahasa
Asing, dan Matematika/Statistika/Logika, masing-masing 2 SKS. Semua rumusan kompetensi
itulah yang menjadi rumusan Kompetensi Lulusan. Untuk lebih jelas dapat diperhatikan Tabel
4.
Tabel 4. Profil dan Rumusan Kompetensi
Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar
PROFIL Kompetensi yang Seharusnya Dimiliki
(PERAN LULUSAN) Kompetensi Utama Kompetensi Khusus Kompetensi Umum
1 Guru kelas di 1. Mengajar secara 1. Ketelitian 1. Bertaqwa kepada
professional di SD 2. Kejujuran dan ber- Tuhan Yang Maha
SD
2. Dst penampilan menarik Esa
3. Kesupelan dan kreatif 2. Dst
2 Administrator Dst Dst Dst
pendidikan ke-
SD-an
3 Supervisor Dst Dst Dst
pendidikan ke-
SD-an
4 Peneliti Dst Dst Dst
pendidikan ke-
SD-an
Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi
Setelah semua kompetensi lulusan terumuskan, langkah selanjutnya adalah mengkaji
apakah kompetensi tersebut telah mengandung kelima elemen kompetensi seperti yang
diwajibkan dalam Kepmendiknas No.045/U/2002. Kelima elemen kompetensi tersebut adalah:
a) Landasan kepribadian,
b) Penguasaan ilmu dan keterampilan,
c) Kemampuan berkarya,
d) Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan
keterampilan yang dikuasai,
e) Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.
Setiap kompetensi lulusan dianalisis apakah mengandung satu atau lebih elemen-
elemen kompetensi tersebut. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menganalisis adanya
muatan elemen kompetensi di setiap kompetensi adalah dengan mengecek kemungkinan
strategi pembelajaran yang akan diterapkan untuk mencapai kompetensi tersebut. Jika
kompetensi mengandung elemen (a) landasan kepribadian yang lebih bersifat softskills, maka
landasan yang bersifat demikian bisa diselipkan dalam bentuk hidden curriculum. Jika
kompetensi tersebut mengandung elemen (b) penguasaan ilmu dan ketrampilan, maka elemen
tersebut diajarkan dalam bentuk mata kuliah. Jika kompetensi mengandung elemen (c)
kemampuan berkarya, maka kompetensi tersebut bisa ditempuh dengan praktek kerja tertentu,
dan bila kompetensi tersebut mengandung elemen (d) sikap dan perilaku dalam berkarya, maka
di dalam praktek kerja tersebut harus terkandung muatan sikap dan perilaku. Terakhir, bila
kompetensi tersebut mengandung elemen (e) pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat,
maka kompetensi tersebut bisa diperoleh dengan strategi praktek kerja di masyarakat.
Pemeriksaan keterkaitan rumusan kompetensi lulusan dengan elemen kompetensi ini
dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa kurikulum yang disusun telah mempertimbangkan
unsur-unsur dasar dari kurikulum yang disarankan oleh UNESCO (learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to live together) dan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (landasan kepribadian). Agar dapat lebih mudah dalam menganalisis elemen
kompetensi ini dapat digunakan matriks pada Tabel 5.
Tabel 5. Kaitan Kompetensi dengan Elemen Kompetensinya
Program Studi: Pendidikan Guru Kelas
Mata Kuliah : Pembelajaran Bhs. Ind. Lintas Kurikulum
Kelompok Rumusan Kompetensi Elemen Kompetensi*)
Kompetensi a b c d e
Utama 1 Menjabarkan tema v v
pembelajaran ke dalam
konteks pembelajaran
2 Menetapkan jaringan tema v v
3 Menyusun silabus v v
pembelajaran tematis
4 Menyusun RPP tematis v v
5 Memraktikkan pembelajaran v v v v v
tematis
KHUSUS 6 Ketelitian**) v v
7 Kejujuran dan berpenampilan v v v v v
menarik**)
8 Kesupelan dan kreatif**) v v v
UMUM 9 Bertaqwa kepada Tuhan***) v v v
Yang Maha Esa

10 Dst

Catatan. 1. Matriks hubungan Rumusan Kompetensi dengan Elemen Kompetensi dalam SK


Mendiknas No. 045/U/2002 dan Keputusan BSNP 2010
2. *) Elemen Kompetensi
a = Landasan kepribadian
b = Penguasaan ilmu dan keterampilan
c = Kemampuan Berkarya
d = Sikap dan perilaku berkarya
e = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat
2. **) Sebagai penciri universitas, dapat dikemas dalam mata kuliah KKN atau yang
lainnya yang ditetapkan dengan surat keputusan rektor tetapi juga kompetensi-
kompetensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kompetensi mata kuliah di tiap
prodi.
3. ***) Sebagai penciri nasional, kompetensi pada no 9 dan seterusnya dikemas dalam
mata kuliah umum
3. Pemilihan Bahan Kajian
Setelah menganalisis elemen kompetensi, maka langkah selanjutnya adalah
menentukan bahan kajian yang akan dipelajari dalam rangka mencapai kompetensi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi atau seni, obyek
yang dipelajari, yang menunjukkan ciri cabang ilmu tertentu, atau dengan kata lain bahan
kajian menunjukkan bidang kajian atau inti keilmuan suatu program studi. Bahan kajian dapat
pula merupakan pengetahuan/bidang kajian yang akan dikembangkan, keilmuan yang sangat
potensial atau dibutuhkan masyarakat untuk masa datang. Pilihan bahan kajian ini sangat
dipengaruhi oleh visi keilmuan program studi yang bersangkutan, yang biasanya dapat diambil
dari program pengembangan program studi.Tingkat keluasan, kerincian, dan kedalaman bahan
kajian ini merupakan pilihan otonom masyarakat ilmiah di program studi tersebut. Bahan
kajian bukan merupakan mata kuliah. Contoh bahan kajian yang sering ditemui misalnya pada
bidang pendidikan adalah (1) kurikulum, (2) pembelajaran, (3) media pembelajaran, (4)
strategi pembelajaran dll. Contoh lain adalah pada program studi pada bidang agroteknologi
adalah (1) Ilmu Tanaman; (2) Media Tanaman; (3) Teknologi Tanaman; (4) Lingkungan dll.

4. Perkiraan dan Penetapan Beban (SKS)


Selama ini pengertian SKS hanya berkaitan dengan waktu satu kegiatan pembelajaran
tanpa dikaitkan dengan variabel lain. Hanya macam kegiatan yang dideskripsikan. Seperti
pengertian 1 SKS mata kuliah yang dilakukan dengan perkuliahan (ceramah) diartikan tiga
macam kegiatan, yaitu kegiatan tatap muka selama 50 menit, kegiatan belajar terstruktur
selama 60 menit, dan kegiatan belajar mandiri selama 60-100 menit, semuanya dalam satuan
per minggu, persemester.
Banyak program studi yang hanya menerima SKS dari tahun ke tahun tanpa
memahami cara menetapkannya. Selama ini perkiraan besarnya SKS sebuah mata kuliah lebih
banyak ditetapkan atas dasar pengalaman dan terutama menyangkut banyaknya bahan kajian
yang harus disampaikan. Hal ini bisa dimengerti karena selain SKS hanya terkait dengan
waktu, kurikulum yang dilaksanakan adalah kurikulum berbasis isi (KBI), serta kegiatannya
lebih banyak berupa kuliah/ceramah (TCL). Sehingga besarnya SKS suatu mata kuliah
sepertinya menjadi hak Dosen pengampunya, yaitu berdasar pada materi yang dikuasai dan
yang harus diajarkan. Dengan paradigma KBK, maka seharusnyalah SKS terkait dengan
kompetensi yang harus dicapai.
Pengertian SKS tetap berkaitan dengan waktu , hanya perkiraan besarnya SKS sebuah
mata kuliah atau suatu pengalaman belajar yang direncanakan, dilakukan dengan menganalisis
secara simultan beberapa variabel, yaitu: (a) tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin
dicapai; (b) tingkat keluasan dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari ; (c) cara/strategi
pembelajaran yang akan diterapkan; (d) dan posisi (letak semester) suatu kegiatan
pembelajaran dilakukan; dan (e) perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu
semester. Dengan demikian, dalam KBK yang lebih menitik beratkan pada kemampuan/
kompetensi mahasiswanya, secara prinsip pengertian SKS harus dipahami sebagai: waktu yang
dibutuhkan oleh mahasiswa untuk mencapai kompetensi tertentu, dengan melalui suatu bentuk
pembelajaran dan bahan kajian tertentu. Untuk itu diperlukan pemetaan hubungan kompetensi
dan bahan kajian, seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Kaitan Rumusan Kompetensi Dengan Bahan Kajian
Program Studi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Mata Kuliah : Pembelajaran Bahasa Indonesia Lintas Kurikulum

BAHAN KAJIAN

Keterpaduan dalam Pembel Bahasa


Keterpaduan dlm Pemb Lintas Kur
Konsep Dasar Pemb BI Lintas Kur

Kaitan keempat Keter. Berbahasa

Pembel Sastra Lintas Kurikulum


Konsep Dasar Pembel Tematis
Kegiatan Pemb BI Lintas Kur

Model Pembel Tematis


RUMUSAN
KOMPETENSI

Mengidentifikasi ciri-ciri pembelajaran v v v


Bhs Ind Lintas Kurikulum
Menerapkan ciri pembelajaran Bhs Ind v v v v v v
UTAMA
Lintas Kurikulum sebagai implementasi
pembelajaran terpadu
(penciri Menjabarkan tema pembelajaran ke v v v v v v
program dalam konteks pembelajaran
Menetapkan jaringan tema v v v v v v
studi)
Menyusun silabus pembelajaran tematis v v v
Menyusun RPP tematis v v v

Mempraktikkan pembelajaran tematis v v v

Dst
KHUSUS Ketelitian*) v v v v v v v v
(penciri Kejujuran dan berpenampilan
universitas) menarik*)
Kesupelan dan kreatif*) v v v v v v v v
UMUM Bertaqwa kepada Yuhan yang Maha Esa**) v v v v v v v v
(penciri Dst
nasional)

Catatan. 1. *) Sebagai penciri universitas, dapat dikemas dalam mata kuliah KKN atau yang
lainnya yang ditetapkan dengan surat keputusan rektor tetapi juga kompetensi-
kompetensi tersebut dapat diintegrasikan dalam kompetensi mata kuliah di tiap prodi.
2. **) Sebagai penciri nasional, dikemas dalam mata kuliah umum.
5. Pembentukan Mata Kuliah
Peta kaitan bahan kajian dan kompetensi ini secara simultan juga digunakan untuk
analisis pembentukan sebuah mata kuliah. Hal ini dapat ditempuh dengan menganalisis
keterdekatan bahan kajian serta kemungkinan efektivitas pencapaian kompetensi bila beberapa
bahan kajian dipelajari dalam satu mata kuliah, dan dengan strategi atau pendekatan
pembelajaran yang tepat, seperti contoh pada Tabel 7 yang disajikan di bawah ini.

Tabel 7. Matriks Penggambaran Matakuliah Dalam Hubungannya


dengan Bahan Kajian dan Kompetensi

MK1 & MK2 =


beda jenis bahan
kajian dalam satu
MK1 elemen kompetensi
MK3 =
tiga bahan kajian
dan satu elemen
kompetensi
MK5 =
satu bahan kajian
untuk mencapai
banyak elemen
kompetensi
Dan seterusnya

KELOMPOK
MATAKULIAH

Keterangan:
A = Landasan kepribadian
B = Penguasaan ilmu dan keterampilan
C = Kemampuan Berkarya
D = Sikap dan perilaku berkarya
E = Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat
M1&M2 = Beda jenis bahan kajian dalam suatu elemen kompetensi
MK3 = Tiga bahan kajian dan satu elemen kompetensi
MK5 = Satu bahan kajian untuk mencapai banyak elemen kompetensi dan seterusnya
Dari contoh pembentukan mata kuliah seperti di atas, dimana beberapa bahan kajian
dirangkai menjadi suatu mata kuliah dapat dilaksanakan melalui beberapa pertimbangan yaitu:
(a) adanya keterkaitan yang erat antar bahan kajian yang bila dipelajari secara terintergrasi
diperkirakan akan lebih baik hasilnya; (b) adanya pertimbangan konteks keilmuan, artinya
mahasiswa akan menguasai suatu makna keilmuan dalam konteks tertentu; (c) adanya metode
pembelajaran yang tepat yang menjadikan pencapaian kompetensi lebih efektif dan efisien
serta berdampak positif pada mahasiswa bila suatu bahan kajian dipelajari secara komprehensif
dan terintegrasi. Dengan demikian pembentukan mata kuliah mempunyai fleksibilitas yang
tinggi, karena itu satu program studi sangat dimungkinkan mempunyai jumlah dan jenis mata
kuliah yang sangat berbeda, karena dalam hal ini mata kuliah hanyalah bungkus serangkain
bahan kajian yang dipilih sendiri oleh sebuah program studi.

6. Menyusun Struktur Kurikulum


Setelah diperoleh perkiraan besarnya SKS setiap mata kuliah, maka langkah
selanjutnya adalah menyusun mata kuliah tersebut di dalam semester. Penyajian mata kuliah
dalam semester ini sering dikenal sebagai struktur kurikulum. Secara teoritis terdapat dua
macam pendekatan struktur kurikulum, yaitu pendekatan serial; dan pendekatan paralel
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Pendekatan serial adalah pendekatan kurikulum berdasarkan logika atau struktur
keilmuannya. Pada pendekatan serial ini, mata kuliah disusun dari yang paling dasar
(berdasarkan logika keilmuannya) sampai di semester akhir yang merupakan mata kuliah
lanjutan (advanced). Setiap mata kuliah saling berhubungan, dengan ditunjukkan dari adanya
mata kuliah prerequisite (prasyarat). Mata kuliah yang tersaji di semester awal akan menjadi
syarat bagi mata kuliah di atasnya. Permasalahan yang sering muncul adalah siapa yang harus
membuat hubungan antar mata kuliah antar semester? Mahasiswa atau Dosen? Jika mahasiswa,
mereka belum memiliki kompetensi untuk memahami keseluruhan kerangka keilmuan
tersebut. Jika Dosen, tidak ada yang menjamin terjadinya kaitan tersebut mengingat antara
mata kuliah satu dengan yang lain diampu oleh Dosen yang berbeda dan sulit dijamin adanya
komunikasi yang baik antar Dosen-Dosen yang terlibat.
Engineering Disp

%
Specialization

$
Engineering

$
Design

!"
Basic Engineering (E.P)
!"

!" #
Mathematic & Basic
!" #

Science

BERDASAR LOGIKA BERDASAR STRATEGI


KEILMUAN PEMBELAJARAN

Gambar 2. Struktur Kurikulum

Kelemahan inilah yang menyebabkan lulusan dengan model struktur serial ini kurang memiliki
kompetensi yang terintegrasi. Sisi lain dari adanya mata kuliah prasyarat sering menjadi
penyebab melambatnya kelulusan mahasiswa karena bila salah satu mata kuliah prasyarat
tersebut gagal dia harus mengulang di tahun berikutnya. Contoh penyusunan struktur
kurikulum yang mengkombinasikan sistem paralel dan seri bisa diikuti pada Gambar 3.
STRUKTUR KURIKULUM BERDASARKAN
KELOMPOK BAHAN KAJIAN DAN KOMPETENSI

() *+
!

"
Social science, ethics

Architecture theory

Architectural design

Structure priciple
Design principle&

And technology
City planing and
and humanities

environment

Building
& '

Gambar 3. Contoh Struktur Kurikulum kombinasi serial-paralel

Dengan demikian struktur kurikulum bisa disusun dengan lebih bervariasi. Dalam
penyusunan struktur kurikulum yang terpenting bukan kebenaran strukturnya tetapi program
untuk mencapai kompetensi lulusan. Sehingga kurikulum harus dilihat sebagai program untuk
mencapai kompetensi lulusan yang harus dilaksanakan. Kurikulum bukan hanya sekedar
dokumen saja, kurikulum sebagaimana diungkapkan dalam Kepmendiknas No. 232/U/2000
adalah: Kurikulum pendidikan tinggi adalah sperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaian yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di Perguruan Tinggi. Oleh
karenanya, kurikulum tidak hanya sekedar dilihat dari dokumen dan struktur kurikulumnya
saja, namun perlu diikuti dengan pembelajarannya. Perubahan kurikulum berarti juga
perubahan pembelajaran terutama perubahan perilaku dan pola pikir dari peserta serta pelaku
pembelajarannya, agar outcome pembelajaran yang ditetapkan dapat benar-benar tercapai.
D. Integrasi Soft Skills dalam Pembelajaran
1. Hard Skills dan Soft Skils
Faktor yang cukup dominan dalam menunjang kesuksesan lulusan perguruan tinggi
memasuki dunia kerja adalah kemampuan mengembangkan potensi diri. Kompetensi yang
dimiliki lulusan yang tergambarkan dengan gamblang dari IPK dan daftar nilai mata kuliah
tidak secara otomatis menunjukkan bahwa seorang lulusan dengan prestasi demikian tinggi
dapat dengan mudah sukses meniti karir profesionalnya di lingkungan
lingkungan kerja. Pencapaian
kompetensi lulusan ditempa selama kurang lebih 4 tahun, dengan model pembelajaran yang
kebanyakan hanya mengukur pencapaian prestasi dari aspek kognitif belaka. Padahal masih
ada ranah kecerdasan dan keterampilan lainnya yang justru cukup dominan dalam proses
perjalanan karir seorang lulusan. Prestasi akademik yang lebih bersifat kognitif dalam bentuk
kemasan Knowledge (Pengetahuan), seringkali disebut sebagai hard skills,
skills, yaitu pengetahuan
teoritik atau aplikatif secara teknis. Ada
Ada aspek lain dari kemampuan lulusan yang umumnya
baru nampak ke permukaan setelah terjun ke dunia kerja profesional. Potensi diri mahasiswa,
dan nantinya adalah lulusan, yang mungkin karena kurang menyadarinya, seperti diterlantarkan
dalam dunia akademik, potensi tersebut sering disebut sebagai Soft Skills. Soft Skills,
Skills, dalam
beberapa tulisan ilmiah dimaknai sebagai : Personal
Personal and interpersonal behaviors that develop
andmaximize human performance (e.g.
e.g. coaching, team building, decision making,initiative).
Soft skills do not include technical skills, such as financial, computer or assembly skills
skills
Berthal).
(Berthal

Gambar 4. Hard skills dan Soft Skills


Berbagai sumber informasi tentang soft skills telah memberikan penyadaran bagi setiap
pengelola perguruan tinggi untuk mengambil langkah-langkah strategis meningkatkan mutu
lulusan di tengah ketatnya persaingan untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Dalam Buku
Lesson from The TOP yang ditulis oleh Neff dan Citrin, tahun 1999, terdapat 22 atribut soft
skills, yang didasarkan pada hasil interview terhadap sejumlah orang sukses, ada 10 atribut
yang dominan, (nomor urut 1-10) sebagaimana terlihat pada tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8. Atribut Soft Skills yang Dominan

1. Inisiatif 11. Kemampuan Analitis


2. Etika/ integritas 12. Dapat mengatasi Stress
3. Berpikir kritis 13. Manajemen diri
4. Kemauan belajar 14. Menyelesaikan persoalan
5. Komitmen 15. Dapat meringkas
6. Motivasi 16. Berkooperasi
7. Bersemangat 17. Fleksibel
8. Dapat diandalkan 18. Kerja dalam tim
9. Komunikasi lisan 19. Mandiri
10. Kreatif 20. Mendengarkan
21. Tangguh
22. Berargumen logis
Data di atas menunjukkan hasil yang memang selama ini kurang diperhatikan
oleh kalangan pengelola pendidikan tinggi. Sebagai Agent of Human Resource
and Development, sebagian besar perguruan tinggi nyaris selalu terlambat
melakukan scanning terhadap kebutuhan industri terkait dengan profile lulusan.
Demikian pula dengan hasil survey dari Mitsubishi Research Institute, faktor yang
memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja adalah :
1. Soft Skills (40%)
2. Net Working (30%)
3. Keahlian di bidangnya (20%)
4. Finansial (10 %)
Proses pembelajaran yang dilaksanakan selama ini hanya sedikit memberi kontribusi,
sehingga keberhasilan lulusan dalam dunia kerja lebih disebabkan oleh faktor bakat dan
kemampuan bawaan personalnya sendiri. Perguruan tinggi harus menjalankan tanggungjawab
profesionalnya melalui pengorganisasian yang tepat, serta dilakukan secara sistematis untuk
dapat memberdayakan seluruh mahasiswa, sehingga dapat mengembangkan potensi
personalnya. Proses pembelajaran yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya dalam
panduan ini, diharapkan dapat mengintegrasikan pengembangan Soft Skills di dalamnya.
Untuk maksud tersebut, diperlukan kemampuan dosen yang dapat mengelola proses
pembelajaran inovatif dalam kerangka mengakomodasi pengembangan potensi diri mahasiswa
dalam bentuk atribut-atribut soft skills di atas.

Selain itu diperlukan observasi intensif terhadap minat dan bakat mahasiswa untuk
merumuskan dan melaksanakan metode yang tepat guna. Hal ini dapat dilakukan dengan
adanya suatu unit kerja fungsional yang secara khusus menangani masalah kurikulum,
pengembangan proses pembelajaran, dan pengembangan kompetensi dosen dalam sistem
manajemen mata kuliah, sekaligus dapat berfungsi sebagai Student Concellor. Pada diagram
berikut, dapat dilihan komponen sukses dalam dunia kerja (kiri) dan proporsi dalam system
pendidikan selama ini (kanan).

( 4 * )
4 % 6 44

& 1-.
/-.

,-.

7 2-.

- /- 0- ,- 1--

, 8/
Muatan soft skills diupayakan untuk dapat diintegrasikan dengan kegiatan kurikuler
(bukan bentuk matakuliah tersendiri), tapi ditumpangkan dalam muatan pembelajaran setiap
matakuliah, dengan proporsi sesuai dengan karakteristik matakuliah bersangkutan. Dalam hal
ini, dosen harus kreatif dan inovatif dalam melakukan pengayaan metode pembelajaran untuk
mendorong dan memfasilitasi mahasiswa mengembangkan potensi diri sesuai dengan atribut-
atribut soft skill yang cocok dikembangkan melalui matakuliah bersangkutan.

Pengembangan Soft-Skills juga dapat diperkaya melalui kegiatan kemahasiswaan


dengan program pendampingan yang berkelanjutan. Terwujudnya iklim akademik yang
kondusif terhadap berbagai kegiatan pengembangan diri mahasiswa adalah keharusan, dan
menjadi cita-cita pembinaan kemahasiswaan.

Hasil survey yang diterbitkan oleh National Association of Colleges ang Employers
(NACE) TAHUN 2002 di Amerika Serikat, dari jajak pendapat pada 457 pengusaha,
diperoleh kesimpulan bahwa IP hanyalah nomor 17 dari 20 kualitas yang dianggap penting dari
seorang lulusan universitas. Kualitas yang menempati peringkat atas, justru hal-hal yang
kadang dianggap sekedar basa-basi ketika tertulis di iklan lowongan kerja. Misalnya,
kemampuan berkomunikasi, integritas dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
Kualitas-kualitas yang tidak terlihat wujudnya namun sangat diperlukan ini, disebut juga soft
skills. Hasil survey dimaksud dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

Tabel 9. Dua Puluh Kualitas Penting dalam Dunia Kerja

No Kualitas Skor
1 Kemampuan berkomunikasi 4,69
2 Kejujuran/integritas 4,59
3 Kemampuan bekerja sama 4,54
4 Kemampuan Interpersonal 4,5
5 Etos kerja yang baik 4,46
6 Memiliki motivasi/berinisiatif 4,42
7 Mampu beradaptasi 4,41
8 Kemampuan analitikal 4,36
9 Kemampuan komputer 4,21
10 Kemampuan berorganisasi 4,05
11 Berorientasi pada detail 4
12 Kemampuaqn memimpin 3,96
13 Percaya diri 3,95
14 Berkepribadian ramah 3,85
15 Sopan/beretika 3,82
16 Bijaksana 3,75
17 IP 3,0 3,68
18 Kreatif 3,59
19 Humuris 3,25
20 Kemampuan enterpreneurship 3,23

Dalam dunia pendidikan, ketercapaian hard skills (aspek pengetahuan dan keterampilan
bidang ilmu) dan soft skills (aspek afektif) merupakan target yang harus dicapai sebagai hasil
pembelajaran. Banyak orang yang menaruh harapan terhadap lembaga pendidikan agar tidak hanya
member bekal pengetahuan (knowledge) ataupun keterampilan (skill) saja kepada anak didik,
melainkan juga pemahaman dan pembentukan soft skills seperti watak, sikap dan perilaku (attitude)
didalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2005). Lebih lanjut dikatakan bahwa tiga aspek tersebut
(lihat gambar 11) akhirnya akan menjadi dasar pembentukan dan penilaian terhadap kompetensi
(professional) seseorang sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan.


" #
$ #
% &&
!
'

( ) * #+ ,
Karena berbagai alasan, selama ini hanya aspek kognitif dan psikomotorik yang sering
dijadikan target yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran. Dengan disosialisasikannya
pengintegrasian soft skills dalam pembelajaran oleh Dirjen Dikti (2006), ada kewajiban bagi
dosen untuk mengembangkan soft skils mahasiswa. Pengintegrasian soft skills dapat dilakukan
melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Dalam pedoman ini, yang akan diuraikan
adalah pengintegrasian soft skills melalui pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah
membuat desain instruksional mata kuliah dengan mengintegrasikan soft skills melalui
pembelajaran.

Untuk dapat membangun lulusan yang berkualitas dan berkarakter mulia, paling tidak
ada tiga jalur pembinaan yang dapat ditempuh, yaitu (1) jalur ekstra kurikuler melalui kegiatan
kemahasiswaan di luar kelas, misalnya melalui organisasi kemahasiswaan, (2) jalur kurikuler
tak terintegrasi dengan mata kuliah khusus yaitu pendidikan karakter, khususnya etika, melalui
beberapa mata kuliah seperti agama, atau secara khusus memunculkan mata kuliah etika &
budi pekerti, (3) jalur kurikuler terintegrasi yaitu dengan mendorong setiap dosen secara sadar
dan terencana memasukkan aspek soft skills dalam kegiatan pembelajarannya. Pedoman ini
lebih menekankan strategi pengintegrasian aspek soft skills dalam perencanaan dan kegiatan
pembelajaran.

2. Desain Instruksional
Desain instruksional mata kuliah yang wajib dibuat dosen terdiri atas silabus/silabi
dan rencana kegiatan program semester (RKPS). Dalam membuat desain instruksional yang
mengintegrasikan soft skills, langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh dosen adalah
sebagai berikut.
a. Melakukan analisis instruksional (AI) atau pemetaan kompetensi (PK), yaitu proses
menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan
sistematis. Hasil penjabaran berupa bagan AI/PK yang telah ditata berdasarkan struktur
hierarkikal, struktur prosedural, struktur pengelompokkan atau struktur kombinasi.
b. Menuliskan perilaku umum sebagai kompetensi tertinggi mata kuliah pada aspek hard
skills (aspek kognitif dan/atau psikomotorik) dan soft skills (aspek afektif). Perilaku umum
yang dulu disebut TIU (tujuan instruksional Umum), sekarang diistilahkan dengan
standar kompetensi. Pedoman ini menggunakan strandar kompetensi1 dan kompetensi
dasar2.
c. Mennuliskan perilaku khusus atau kompetensi dasar (KD) yang dulu disebut TIK (tujuan
instruksional khusus), berupa pernyataan kompetensi dengan kata kerja tindakan (agar
dapat diukur), yang akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan/unit yang lingkupnya
lebih sempit dari standar kompetensi. Rumusan KD juga harus memasukkan aspek soft
skills yang ditargetkan akan dicapai pada akhir setiap pokok bahasan.
d. Bagan AI/PK yang telah dibuat, selanjutnya dikembangkan menjadi silabus mata kuliah
yang dulu disebut GBPP (garis-garis besar program pengajaran). Komponen yang
dituliskan pada silabus adalah identitas mata kuliah, (mata kuliah/kode),
semester/SKS, prasyarat, pembina mata kuliah), standar kompetensi, kompetensi
dasar, deskripsi materi, kegiatan pembelajaran, materi dan rincian, asesmen dan
referensi.
e. Berdasarkan silabus, dosen mengembangkan rencana pembelajaran (RP) atau rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan/atau rencana kegiatan program semester (RKPS)
dengan komponen yang lebih rinci (lihat bahasan tentang RKPS) untuk setiap kelompok
KD. Pedoman ini menggunakan RKPS. Berbeda dengan SAP, yang harus dibuat setiap
kali tatap muka dalam suatu kompetensi dasar, RKPS dibuat untuk satu semester.
Dalam pemilihan metode pembelajaran, dosen menerapkan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student Centered Learning/SCL).
f. Mengimplementasikan RKPS dan mengevaluasi kompetensi (hard skills dan soft skills)
dalam setiap KD.

! ! "
# !
! ! "
" $ ! %
$ !
! $ ! #
& '
3. Kisi-kisi Pengembangan Soft Skills.
Untuk memudahkan dosen menjabarkan pembelajaran dan kegiatan evaluasinya,
berikut ini disajikan contoh kisi-kisi salah satu aspek soft skils (aspek kerja sama) sehingga
dosen dapat mengenali indikator-indikator soft skills, metode pembelajaran pendukungnya, dan
strategi assesmen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi soft skills sebagaimana terlihat
pada tabel 10

Tabel 10. Kisi-kisi Pengembangan Instrumen Soft Skills Aspek: Kerjasama

No Komponen Indikator Deskriptor Strategi

soft skills Pembelajaran Metode Instrumen

1 Kerjasama Partisipasi Berkontribusi pada kelompok SCL Cooperative Rubrik penilaian,


Learning, lembar observasi,
Tidak mendominasi kelompok Pemberian kuesioner, check list,
tugas,
Mendorong dan memberi kesempatan

Asertif (mampu menyampaikan


pikiran, perasaan da keinginan tanpa
merugikan pihak lain)3

Komunikasi Mampu berkomunikasi secara


lisan/tertulis, verbal, nonverbal secara
jelas, sistematis dan tidak ambigu.

Menjadi pendengar yang baik

Merespon dengan tepat (sustansi dan


cara)

Menggunakan teknologi komunikasi


dengan baik

Memiliki komitmen dan disiplin

Bersifat terbuka/menerima pendapat


orang lain

Membangun Berbagi informasi (sharing)


saling percaya
Memberi dukungan dengan tulus

Menerima orang lain dengan tulus

Terampil Mampu mengelola situasi kontroversi SCL Problem Rubrik penilaian,


mengelola menjadi kondusif solving lembar observasi,
kuesioner, check list,
Mengkritisi ide, bukan orang

3
! /--4% ( ) # ! )
E. Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
1. Kondisi Pembelajaran di Perguruan Tinggi Saat ini
Proses pembelajaran yang banyak dipraktekkan sekarang ini sebagian besar berbentuk
penyampaian secara tatap muka (lecturing) searah. Pada saat mengikuti kuliah atau
mendengarkan ceramah, mahasiswa akan kesulitan untuk mengikuti atau menangkap makna
esensi materi pembelajaran, sehingga kegiatannya sebatas membuat catatan yang kebenarannya
diragukan. Pola proses pembelajaran Dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini efektifitasnya
rendah, dan tidak dapat menumbuh-kembangkan proses partisipasi aktif dalam pembelajaran.
Keadaan ini terjadi sebagai akibat elemen-elemen terbentuknya proses partisipasi yang berupa,
(i) dorongan untuk memperoleh harapan (effort), (ii) kemampuan mengikuti proses
pembelajaran, dan (iii) peluang untuk mengungkapkan materi pembelajaran yang diperolehnya
di dunia nyata/masyarakat tidak ada atau sangat terbatas. Intensitas pembelajaran mahasiswa
umumnya meningkat (tetapi tetap tidak efektif), terjadi pada saat-saat akhir mendekati ujian.
Akibatnya mutu materi dan proses pembelajaran sangat sulit untuk diakses. Dosen menjadi
pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya
sumber ilmu.
Perbaikan pola pembelajaran ini telah banyak dilakukan dengan kombinasi lecturing,
tanya-jawab, dan pemberian tugas, yang kesemuanya dilakukan berdasarkan pengalaman
mengajar Dosen yang bersangkutan dan bersifat trial-error. Luaran proses pembelajaran tetap
tidak dapat diakses, serta memerlukan waktu lama pelaksanaan perbaikannya. Pola
pembelajaran di Perguruan Tinggi yang berlangsung saat sekarang perlu dikaji untuk dapat
dipetakan pola keragamannya. Oleh karenanya, perlu dilakukan perubahan dalam proses dan
materi pembelajaran di Perguruan Tinggi tidak lagi berbentuk Teacher-Centered Content-
Oriented (TCCO), tetapi diganti dengan menggunakan prinsip Student-Centered Learning
(SCL) yang disesuaikan dengan keadaan Perguruan Tingginya.
2. Perubahan dari TCL ke arah SCL
Pola pembelajaran yang terpusat pada Dosen seperti yang dipraktekkan pada saat ini
kurang memadai untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis kompetensi. Berbagai alasan yang
dapat dikemukakan antara lain adalah: (i) perkembangan IPTEK dan Seni yang sangat pesat
dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya merupakan materi pembelajaran yang sulit
dapat dipenuhi oleh seorang Dosen, (ii) perubahan kompetensi kekaryaan yang berlangsung
sangat cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang lebih fleksibel, (iii) kebutuhan
untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses pembelajaran di Perguruan
Tinggi. Oleh karena itu, pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat pada mahasiswa
(SCL) dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti
mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian
berupaya keras mencapai kompetensi yang diinginkan. Ketiga alasan pergeseran pembelajaran
yang diuraikan di atas merupakan alasan diluar esensi proses pembelajaran itu sendiri.
Bila ditinjau dari esensinya, pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma,
yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan
pembelajaran itu sendiri. Paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang
sudah jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of
knowledge. Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari
orang yang belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan
membentuk/mengkonstruksi pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan
dengan paradigma lama belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang
telah dianggap jadi tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari Dosen, akibatnya bentuknya
berupa penyampaian materi (ceramah). Dalam hal demikian berlangsunglah proses pengajaran
dimana Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa sedangkan mahasiswa sebagai penerima pengetahuan hanya secara pasif menerima
dan mendengar. Dengan pola ini perencanaan pengajarannya (GPPP dan SAP) lebih banyak
mendeskripsikan kegiatan yang harus dilakukan oleh pengajar, sedang bagi mahasiswa
perencanaan tersebut lebih banyak bersifat instruksi yang harus dijalankan. Konsekuensi
paradigma baru adalah Dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan
beberapa strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama Dosen) memilih,
menemukan dan menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan keterampilannya (method
of inquiry and discovery). Dengan paradigma inilah proses pembelajaran (learning process)
dilakukan. Dengan ilustrasi pada gambar 7 di bawah ini akan lebih jelas perbedaan TCL
dengan SCL.
Gambar 7: Ilustrasi TCL versus SCL
Teacher Cen

tered Learning
Secara lebih rinci, perbedaan antara metode pembelajaran yan berpusat pada guru (TCL)
dan pembelajaran yang berpusat pada siswa (SCL), dapat disajikan dalam tabel 11 berikut.

Tabel 11: Rangkuman Perbedaan TCL dan SCL

No TEACHER CENTERED LEARNING STUDENT CENTERED LEARNING

1 Pengetahuan ditransfer dari Dosen ke Mahasiswa secara aktif mengembangkan


mahasiswa pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya
2 Mahasiswa menerima pengetahuan secara Mahasiswa secara aktif terlibat di dalam
pasif mengelola pegetahuan
3 Lebih menekankan pada penguasaan Tidak hanya menekankan pada pengetahuan
materi materi tetapi juga dalam mengembangkan
karakter mahasiswa (live long learning)
4 Biasanya memanfaatkan media tunggal Memanfaatkan media (multimedia)
5 Fungsi Dosen sebagai pemberi infor,masi Fungsi Dosen sebagai fasilitator dan evaluasi
utama dan evaluator dilakukan bersama dengan mahasiswa
6 Proses pembelajaran dan penilaian Proses pembelajaran dan penilaian yang
dilakukan secara terpisah dilakukan, saling berkesinambungan dan
terintegrasi.
7 Menekankan pada jawaban yang benar Penekanan pada proses pengembangan
saja pengetahuan. Kesalahan dipandang sebagai
salah satu sumber belajar.
8 Sesuai untuk mengembangkan ilmu Sesuai untuk pengembangan ilmu dengan
dalam suatu disiplin ilmu saja. cara pendekatan interdisipliner
9 Iklim belajar lebih individualis dan Iklim yang dikembangkan lebih bersifat
kompetitif kolaboratif, suportif dan kooperatif
10 Hanya mahasiswa yang dianggap Mahasiswa dan Dosen belajar bersama dalam
melakukan proses pembelajaran mengembangkan pengetahuan, konsep dan
keteramp
keterampilan
11 Perkuliahan merupakan bagian terbesar Mahasiswa belajar tidak hanya dari
dalam proses pembelajaran perkuliahan tetapi dapat menggunakan
berbagai cara an kegiatan
12 Penekanan pada tuntasnya materi Penekanan pada pencapaian kompetensi
pembelajaran peserta didik dan bukan tuntasnya materi
13 Penekanan pada bagaimana cara Dosen Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa
melakukan pembelajaran belajar dengan menggunakan berbagai bahan
pelajaran , metode interdisipliner, penekanan
pada problem based learning
learning dan skill
competency.

Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan


pembelajaran adalah interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar, di dalam
lingkungan belajar tertentu. Sehingga dengan mendeskripsikan setiap unsur yang terlibat dalam
pembelajaran tersebut
tersebut dapat ditengarai ciri pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
(student
centered learning)) seperti pada Gambar 8..

Gambar 8:: Skema Student Centered


Gambar di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran SCL, Dosen masih
memiliki peran yang penting seperti dalam rincian tugas berikut ini:
a. Bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran.
b. Mengkaji kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran
c. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran dengan menyediakan berbagai pengalaman
belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dibebankan
pada matakuliah yang diampu.
d. Membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan
dalam memecahkan permasalahan nyata.
e. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan
dengan kompetensinya.

Sementara itu, peran yang harus dilakukan mahasiswa dalam pembelajaran SCL adalah:
a. Mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan Dosen
b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan Dosen
c. Membuat rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikutinya
d. Belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam
pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi
seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individual maupun berkelompok.
e. Mengoptimalkan kemampuan dirinya.

3. Model-model Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi

Terdapat beragam metode pembelajaran menurut model SCL, di antaranya adalah: (1)
Small Group Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning
(DL); (5) Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative
Learning (CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10)
Problem Based Learning and Inquiry (PBL). Selain kesepuluh model tersebut, masih banyak
model pembelajaran lain yang belum dapat disebutkan satu persatu, bahkan setiap
pendidik/Dosen dapat pula mengembangkan model pembelajarannya sendiri.
Kesepuluh model pembelajaran tersebut di atas pada hakekatnya mengikutsertakan
mahasiswa sebagai pebelajar pada dasarnya mengacu pada acuan historis, sosial, dan
pembelajaran berdasarkan pengalaman. Secara historis sebetulnya kesepuluh model
pembelajaran tersebut di atas boleh dibilang tidak dikembangkan dari satu model pembelajaran
saja. Model pembelajaran misalnya diskusi, kooperatif dan kolaborasi ini semua menghendaki
pebelajar belajar bersama teman. Hal ini diperkuat oleh pandangan filosof pada awal abad
pertama yang mengatakan bahwa seseorang membutuhkan teman untuk belajar. Hal semacam
ini dapat dilacak kembali dari hasil karya para ahli psikilogi pendidikan dan teori belajar pada
awal abad ke-20, misalnya John Dewey, dan Thelan.
Dewey pada tahun 1916 mengemukakan gagasan berupa konsep pendidikan dalam
bukunya yang berjudul Democracy and Education. Konsepnya adalah bahwa kelas harus
merupakan cerminnan masyarakat dan berperan sebagai laboratorium untuk mempelajari
kehidupan riil. Pedagogi Dewey mengharuskan Dosen untuk menciptakan iklim pembelajaran
atau perkuliahan yang bernuansakan sistem sosial yang dicirikan oleh prosedur demokrasi dan
proses ilmiah, dimana melalui sistem semacam ini mahasiswa atau pebelajar terdorong dan
termotivasi bahkan mengharuskan diri untuk: (1) belajar secara partisipasif dan kooperatif
dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dihadapi saat itu, (2) belajar prinsip-
prisnsip demokrasi via interaksi dari satu sama lain. Gagasan Dewey yang mengandung
muatan historis dan sosial ini masih diperkuat lagi oleh Thelan dengan premisnya yang sangat
argumentatif bahwa: kelas harus merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang
bertujuan untuk menelaah masalah-masalah sosial dan individual atau masalah antar pribadi.
Berdasarkan pengalaman tentang pembelajaran yang ditingkatkan menjadi
perkuliahan diketahui bahwa akan menjadi baik efesien dan bermakna, jikalau pembelajaran
dilaksanakan dalam suasana partisitif-kooperatif. Karena melalui sifat pembelajaran
(perkuliahan) demikian maka pebelajar lebih mudah memahami konsep-konsep yang rumit
karena dibantu oleh teman-temannya dalam kelompok yang memposisikan atau diposisikan
sebagai tutor, selain menumbuh-kembangkan kemampuan kooperatif dalam kelompok,
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.
Pengalaman sebagai landasan pembelajaran yang bernuansa SCL yang
termanifestasikan dalam kesepuluh model pembelajaran yang akan diuraikan di bawah ini
adalah bahwa melalui sistem perkuliahan yang memberi peluang kepada mahasiswa (pebelajar)
untuk mengalami fakta pembelajaran secara langsung dengan melibatkan pengalaman inderawi
maka mahasiswa akan lebih menguasai konsep-konsep teoritis dan daya tahannya lebih lama
dalam memori. Pengalaman sebagai landasan pembelajaran ini membuat para pemikir di aspek
pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran (perkuliahan) dengan mengutamakan pengalaman
didasarkan pada tiga asumsi yakni: (1) pembelajaran akan dan niscaya baik atau paling baik
kalau pebelajar terlibat dalam pengalaman perkuliahan, (2) pengetahuan (cognitio/notitia)
harus ditemukan dan dikonstruksi sendiri oleh mahasiswa (pebelajar) agar pengetahuan
(cognitio/notitia) itu menjadi bermakna atau setidak-tidaknya jika mahasiswa ingin
menjadikannya bermakna, dan (3) komitmen terhadap belajar akan paling tinggi manakala
mahasiswa (pebelajar) sendiri menetapkan tujuan perkuliahan dan secara efektif mempelajari
tujuan yang telah ditentukan itu dalam suatu framework tertentu.
Perkuliahan dalam kelompok dan berbasis pengalaman jauh lebih efektif karena
melalui pengalaman nyata pebelajar akan memperoleh impressions yang adalah apa-apa yang
diperoleh secara langsung dari pengalaman inderawi yang bersifat hidup, jelas dan kuat serta
wawasan, pemahaman (begriffvermrgen) atau ide-ide (c g t tio) serta teknik-teknik yang
tidak bisa dipaparkan kepada mahasiswa lain yang tidak memiliki pengalaman yang serupa.
Apa yang diperoleh dengan sifatnya seperti yang dipaparkan di atas lebih memperkuat daya
ingat dan lebih menolong mahasiswa (pebelajar) untuk berpikir tingkat tinggi.
3.1 Small Group Discussion
Diskusi adalah salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian dari
banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL, CbL, PBL, dan lain-lain. Mahasiswa
peserta kuliah diminta membuat kelompok kecil (5 sampai 10 orang) untuk mendiskusikan
bahan yang diberikan oleh Dosen atau bahan yang diperoleh sendiri oleh anggota kelompok
tersebut. Dengan aktivitas kelompok kecil, mahasiswa akan belajar: (a) Menjadi pendengar
yang baik; (b) Bekerjasama untuk tugas bersama; (c) Memberikan dan menerima umpan balik
yang konstruktif; (d) Menghormati perbedaan pendapat; (e) Mendukung pendapat dengan
bukti; dan (f) Menghargai sudut pandang yang bervariasi (gender, budaya, dan lain-lain).
Adapun aktivitas diskusi kelompok kecil dapat berupa: (a) Membangkitkan ide; (b)
Menyimpulkan poin penting; (c) Mengases tingkat skill dan pengetahuan; (d) Mengkaji
kembali topic di kelas sebelumnya; (e) Menelaah latihan, quiz, tugas menulis; (f) Memproses
outcome pembelajaran pada akhir kelas; (g) Memberi komentar tentang jalannya kelas; (h)
Membandingkan teori, isu, dan interpretasi; (i) Menyelesaikan masalah; dan (j) Brainstroming.
Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Ringkasan model pembelajaran Small Group Discussion dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG
MAHASISWA BELAJAR DIPEROLEH
MAHASISWA
membentuk kelompok Membuat rancangan bahan Kerja sama
(5-10) dikusi dan aturan diskusi. Berfikir kritis
memilih bahan diskusi Menjadi moderator dan Kreatif
mepresentasikan paper sekaligus mengulas pada setiap Komunikasi
dan mendiskusikan di akhir sesion diskusi Berargumentasi
kelas mahasiswa.
3.2 Simulasi/Demonstrasi
Simulasi adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya ke
dalam kelas. Misalnya, untuk mata kuliah aplikasi instrumentasi, mahasiswa diminta membuat
perusahaan fiktif yang bergerak di bidang aplikasi instrumentasi, kemudian perusahaan
tersebut diminta melakukan hal yang sebagaimana dilakukan oleh perusahaan sesungguhnya
dalam memberikan jasa kepada kliennya, misalnya melakukan proses bidding, dan sebagainya.
Simulasi dapat berbentuk: (a) Permainan peran (role playing). Dalam contoh di atas, setiap
mahasiswa dapat diberi peran masing-masing, misalnya sebagai direktur, engineer, bagian
pemasaran dan lain-lain; (b) Simulation exercices and simulation games; dan (c) Model
komputer. Simulasi dapat mengubah cara pandang (mindset) mahasiswa, dengan jalan: (a)
mempraktekkan kemampuan umum (misalnya komunikasi verbal & nonverbal); (b)
mempraktekkan kemampuan khusus; (c) mempraktekkan kemampuan tim; (d)
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah (problem-solving); (e) menggunakan
kemampuan sintesis; dan (f) mengembangkan kemampuan empati. Ringkasan model
pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dapat dilihat dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa
dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Ringkasan model pembelajaran Simulasi/Demonstrasi dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa

YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG


DIPEROLEH
MAHASISWA BELAJAR
MAHASISWA
Mempelajari dan Merancang situasi/ kegiatan Ketrampilan sesuai
menjalankan suatu peran yang mirip dengan yang peran
yang ditugaskan sesungguhnya, bisa berupa Percaya diri
kepadanya. bermain peran, model Sikap kerja
Atau mempraktekan/ komputer, atau berbagai Pengalaman
mencoba berbagai model latihan simulasi.
(komputer) yang telah Membahas kinerja
disiapkan. mahasiswa.

3.3 Discovery Learning (DL)


DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia,
baik yang diberikan Dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun
pengetahuan dengan cara belajar mandiri. Ringkasan model pembelajaran Discovery Learning
dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Ringkasan model pembelajaran Diccovery Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa

YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG


MAHASISWA BELAJAR DIPEROLEH
MAHASISWA
Mencari, Menyediakan data, atau Berfikir kritis
mengumpulkan, dan petunjuk (metode) untuk Kreatif
menyusun informasi menelusuri suatu pengetahuan Responsif
yang ada untuk yang harus dipelajari oleh Bertanggung jawab
mendeskripsikan suatu mahasiswa. Berfikir sistimatis
pengetahuan. Memeriksa dan memberi ulasan
terhadap hasil belajar mandiri
mahasiswa.
3.4 Self-Directed Learning (SDL)
SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri.
Dalam hal ini, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang
telah dijalani, dilakukan semuanya oleh individu yang bersangkutan. Sementara Dosen hanya
bertindak sebagai fasilitator, yang memberi arahan, bimbingan, dan konfirmasi terhadap
kemajuan belajar yang telah dilakukan individu mahasiswa tersebut. Metode belajar ini
bermanfaat untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa bahwa belajar adalah
tanggungjawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk
bertanggungjawab terhadap semua pikiran dan tindakan yang dilakukannya.
Metode pembelajaran SDL dapat diterapkan apabila asumsi berikut sudah terpenuhi.
Sebagai orang dewasa, kemampuan mahasiswa semestinya bergeser dari orang yang
tergantung pada orang lain menjadi individu yang mampu belajar mandiri. Prinsip yang
digunakan di dalam SDL adalah: (a) pengalaman merupakan sumber belajar yang sangat
bermanfaat; (b) kesiapan belajar merupakan tahap awal menjadi pembelajar mandiri; dan (c)
orang dewasa lebih tertarik belajar dari permasalahan daripada dari isi matakuliah. Pengakuan,
penghargaan, dan dukungan terhadap proses belajar orang dewasa perlu diciptakan dalam
lingkungan belajar. Dalam hal ini, Dosen dan mahasiswa harus memiliki semangat yang saling
melengkapi dalam melakukan pencarian pengetahuan. Ringkasan model pembelajaran Self-
Directed Learning dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Ringkasan model pembelajaran Self-Directed Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa

YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG


MAHASISWA BELAJAR YANG DIPEROLEH
MAHASISWA
Merencanakan kegiatan Sebagai fasilitator. -
belajar, melaksanakan,
dan menilai
pengalaman belajarnya
sendiri.
3.5 Cooperative Learning (CL)
CL adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh Dosen untuk
memecahkan suatu masalah/kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas
beberapa orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang beragam.
Metode ini sangat terstruktur, karena pembentukan kelompok, materi yang dibahas,
langkah-langkah diskusi serta produk akhir yang harus dihasilkan, semuanya ditentukan dan
dikontrol oleh Dosen. Mahasiswa dalam hal ini hanya mengikuti prosedur diskusi yang
dirancang oleh Dosen. Pada dasarnya CL seperti ini merupakan perpaduan antara teacher-
centered dan student-centered learning. CL bermanfaat untuk membantu menumbuhkan dan
mengasah: (a) kebiasaan belajar aktif pada diri mahasiswa; (b) rasa tanggungjawab individu
dan kelompok mahasiswa; (c) kemampuan dan keterampilan bekerjasama antar mahasiswa;
dan (d) keterampilan sosial mahasiswa. Ringkasan model pembelajaran Cooperatif Learning
dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Ringkasan model pembelajaran Cooperative Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa

YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG


MAHASISWA BELAJAR YANG DIPEROLEH
MAHASISWA
Membahas dan Merancang dan memonitor Kerjasama
menyimpulkan proses dan hasil belajar berfikir kritis
masalah/ tugas yang kelompok mahasiswa. Percaya diri
diberikan Dosen Menyiapkan suatu masalah/
secara berkelompok. kasus at au bentuk tugas
untuk diselesaikan ol e h
mahasiswa secara
berkelompok.

3.6 Collaborative Learning (CbL)

CbL adalah metode belajar yang menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang
didasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok.
Masalah/tugas/kasus memang berasal dari Dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan
kelompok yang didasarkan pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat
diskusi/kerja kelompok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/kerja kelompok ingin dinilai
oleh Dosen. Semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok.
Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang diperoleh
mahasiswa, dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Ringkasan model pembelajaran Collaborative Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
KOMPETENSI YANG
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN YANG DIPEROLEH
MAHASISWA BELAJAR
MAHASISWA

Bekerja sama dengan anggota Merancang tugas Merancang tugas yang


kelompoknya dalam yang bersifat open bersifat open ended.
mengerjakan tugas ended. Sebagai fasilitator dan
Membuat rancangan proses dan Sebagai fasilitator dan motivator.
bentuk penilaian berdasarkan motivator.
konsensus kelompoknya sendiri.

3.7 Contextual Instruction (CI)

CI adalah konsep belajar yang membantu Dosen mengaitkan isi matakuliah dengan
situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat
keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai
anggota masyarakat, pelaku kerja profesional atau manajerial, entrepreneur, maupun investor.
Sebagai contoh, apabila kompetensi yang dituntut matakuliah adalah mahasiswa dapat
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses transaksi jual beli, maka dalam
pembelajarannya, selain konsep transaksi ini dibahas dalam kelas, juga diberikan contoh, dan
mendiskusikannya. Mahasiswa juga diberi tugas dan kesempatan untuk terjun langsung di
pusat-pusat perdagangan untuk mengamati secara langsung proses transaksi jual beli tersebut,
atau bahkan terlibat langsung sebagai salah satu pelakunya, sebagai pembeli, misalnya. Pada
saat itu, mahasiswa dapat melakukan pengamatan langsung, mengkajinya dengan berbagai
teori yang ada, sampai ia dapat menganalis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
terjadinya proses transaksi jual beli. Hasil keterlibatan, pengamatan dan kajiannya ini
selanjutnya dipresentasikan di dalam kelas, untuk dibahas dan menampung saran dan masukan
lain dari seluruh anggota kelas. Pada intinya dengan CI, Dosen dan mahasiswa memanfaatkan
pengetahuan secara bersama-sama, untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh matakuliah,
serta memberikan kesempatan pada semua orang yang terlibat dalam pembelajaran untuk
belajar satu sama lain. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan contoh
kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18. Ringkasan model pembelajaran Contextual Instruktion dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa

YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN KOMPETENSI YANG


MAHASISWA BELAJAR YANG DIPEROLEH
MAHASISWA
Membahas konsep Menjelaskan bahan kajian Analisis
(teori) kaitannya dengan yang bersifat teori dan Percaya diri
situasi nyata mengkaitkannya dengan Berfikir kritis
Melakukan studi lapang/ situasi nyata dalam Sensitif / kepekaan
terjun di dunia nyata kehidupan sehari-hari, atau Pengalaman
untuk mempelajari kerja profesional, atau
kesesuaian teori. manajerial, atau
entrepreneurial.
Menyusun tugas untuk studi
mahasiswa terjun ke
lapangan

3.8 Project-Based Learning (PjBL)

PjBL adalah metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam
belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/penggalian (inquiry) yang
panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan kompleks serta tugas dan produk
yang dirancang dengan sangat hati-hati. Ringkasan model pembelajaran Project-Based
Learning dan contoh kompetensi yang diperoleh mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
KOMPETENSI YANG
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN
MAHASISWA BELAJAR DIPEROLEH
MAHASISWA

Mengerjakan tugas Merancang suatu tugas Kreatifitas


(berupa proyek) yang telah (proyek) yang sistematik agar Inisiatif
dirancang secara mahasiswa belajar pengetahuan Bertanggung jawab
sistematis. dan ketrampilan melalui proses Berfikir komprehensif
Menunjukan kinerja dan pencarian/ penggalian
mempertanggung (inquiry), yang terstruktur dan
jawabkan hasil kerjanya di kompleks.
forum. Merumuskan dan melakukan
proses pembimbingan dan
asesmen.

3.9 Problem-Based Learning/Inquiry (PBL/I)


PBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan
pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan masalah tersebut. Pada
umumnya, terdapat empat langkah yang perlu dilakukan mahasiswa dalam PBL/I, yaitu: (a)
menerima masalah yang relevan dengan salah satu/beberapa kompetensi yang dituntut
matakuliah, dari Dosennya; (b) melakukan pencarian data dan informasi yang relevan untuk
memecahkan masalah; (c) menata data dan mengaitkan data dengan masalah; dan (d)
menganalis strategi pemecahan masalahPBL/I adalah belajar dengan memanfaatkan masalah
dan mahasiswa harus melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat
memecahkan masalah tersebut. Ringkasan model pembelajaran Problem-Based
Learning/Inquiry dan kompetensi yang diperoleh mahasiswa, dapat dilihat pada table 20.
Tabel 20. Ringkasan Model Pembelajaran Project-Based Learning dan kompetensi yang
diperoleh mahasiswa
KOMPETENSI YANG
YANG DILAKUKAN BENTUK KEGIATAN
MAHASISWA BELAJAR DIPEROLEH
MAHASISWA

Belajar dengan menggali/ Merancang tugas untuk Mengidentifikasi dan


mencari informasi mencapai kompetensi tertentu analisis
(inquiry) serta Membuat petunjuk(metode) Belajar mandiri
memanfaatkan informasi untuk mahasiswa dalam Kerjasama
tersebut untuk mencari pemecahan masalah Keberanian membuat
memecahkan masalah yang dipilih oleh mahasiswa keputusan
faktual/ yang dirancang sendiri atau yang ditetapkan. Berfikir kritis,
oleh Dosen . bertanggung jawab

F. Menyusun Rencana Pembelajaran

Tugas pertama yang harus dikerjakan Dosen dalam pembelajaran adalah menyusun
rencana pembelajarannya. Bentuk rancangan pembelajaran yang lazim terdiri dari Garis-garis
Besar perencanaan Pengajaran (GBPP) yang merupakan rencana kegiatan pengajaran selama
satu semester, dan Satuan Acara Pengajaran (SAP) yang merupakan rincian kegiatan di setiap
minggunya atau setiap kegiatan tatap muka. Dalam pedoman ini digunakan istilah
silabus/silabi untuk menggantikan GBPP, sedangkan RKPS untuk menggantikan SAP sebagai
mana dijelaskan pada bagian C. Silabus disusun berdasarkan analisis instruksional/pemetaan
kompetensi yang merupakan rangkaian pencapaian tujuan instruksional/tujuan pengajaran.
Rumusan tujuan instruksional lebih banyak pada ranah kognitif, karena rencana ini sangat
dipengaruhi paradigma lama (yang telah diuraikan di atas) sehingga kegiatan yang disusun
sebagian besar berupa perkuliahan/ceramah yang diakhiri dengan ujian tulis baik di tengah
semester atau di akhir semester. Di sini kegiatan pengajaran sebagai proses dipisahkan dengan
hasil belajar. Secara sistem semua uraian diatas tergambarkan dalam Gambar 9 berikut ini.
&

(PLAN) (DO) (ACT)

Dosen

PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN
&' PROSES
" %
' DAN HASIL
BELAJAR
sumber
Mhs belajar

METODE DAN MODEL


PEMBELAJARAN SCL
(

(CHECK)

Gambar 9: Skema Sistem Pembelajaran KBK

Dalam konsep KBK yang diusulkan, perencanaan pembelajaran didasarkan pada


paradigma baru. Perbedaan yang sangat mendasar adalah proses pembelajaran tidak
terpisahkan dari hasil belajar. Ia menggunakan siklus yang lebih pendek dengan
mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi. Paradigma pembelejaran yang demikian
membuat ujian akhir semester sebagai hasil belajar menjadi tidak penting lagi, karena
dikembangkannya bentuk assesment yang lebih menekankan pada proses dan sekaligus hasil
belajar (lihat gambar 9: Sistem Pembelajaran 2 dan Gambar 10: Contoh Perencanaan SCL).
* % 5 0!

% 4 % % , ,

% 97 *
% 5

5
* , %%
( 7 * % , ,
%
5 % 5

+ *% , % 5

Gambar 10: Sistem Pembelajaran (2)

* 8 '6 7 +
* 5 * 5 * 5 * 5 * 5
7 5 7 5 7 5 7 5 7 5

)
* 5 ' '6 7 + 5

Gambar 11: Rancangan Pembelajaran SCL


Dalam pembelajaran SCL, perencanaan pembelajaran akan berisi rincian pengalaman
belajar mahasiswa, apa yang harus mahasiswa kerjakan dan hasilkan. Terkait dengan struktur
kurikulum yang telah tersusun sebelumnya, maka suatu mata kuliah telah ditetapkan posisi
semesternya, beban sks, serta kompetensi-kompetensi yang dibebankan atau harus dicapai oleh
mahasiswa setelah pembelajaran mata kuliah ini dijalaninya. Dengan demikian, perencanaan
pembelajaran suatu mata kuliah akan memuat : (a) rumusan kemampuan akhir yang harus
dicapai disetiap tahapan pembelajaran yang bila semua tahap telah dilakukan diharapkan
kompetensinya bisa tercapai; (b) waktu yang disediakan untuk mendapatkan kemampuan
tahapan tadi; (c) strategi/bentuk pembelajaran yang diterapkan untuk mencapai kemampuan
akhir tiap tahapan; (d) bahan kajian tiap tahap; (e) kriteria penilaian yang terkait dengan
kemampuan akhir yang diharapkan untuk setiap kegiatan pembelajaran; dan (f) bobot nilai di
tiap tahap pembelajaran. Contoh format rancangan pembelajaran ini dapat disimak pada tabel
21.

Tabel 21. Format Rancangan Pembelajaran

(5) (6)
(1) (2) (4)
(3)
Kriteria Bobot Nilai
Minggu Kemampuan Akhir Bentuk
Bahan Kajian Penilaian
ke- yang Diharapkan Pembelajaran
(Indikator) (%)

Secara rinci, keterangan tentang format rancangan pembelajaran disajikan dalam bentuk
deskripsi sebagai berikut:

a. Cara Mengisi format rencana pembelajaran

Angka (1) menunjukkan kapan suatu kegiatan dilakukan, yaitu minggu ke-1 sampai ke- 16
(satu semester),(bisa 1/2/3/4) mingguan.

Angka (2) menunjukkan rumusan kompetensi yaitu rumusan kemampuan akhir di bidang
kognitif, psikomotorik, dan afektif (lengkap dan utuh, baik bersifat hard skills dan soft
skills. Angka (3) menunjukkan pencantuman pokok/sub pokok bahasan atau topic bahasan.
Angka (4) menunjukkan pencantuman strategi pembelajaran yang dapat berupa kuliah,
diskusi, presentasi tugas, seminar, simulasi, response, praktikum, kuliah lapangan, praktik
bengkel, survei lapangan, bermain peran, dsb. Angka (5) menunjukkan pencantuman
latihan atau yang dilakukan. Angka (6) menunjukkan pencantuman kriteria penilaian
berupa indikator pencapaian kompetensi yang dicanangkan yaitu unsur kemampuan yang
dinilai (bisa kualitatif seperti ketepatan analisis, kerapian sajian, kreativitas ide,
kemampuan berkomunikasi dsb; dan bisa juga kuantitatif, seperti banyaknya kutipan
acuan,/unsur yang dibahas, kebenaran hitungan). Angka (7) menunjukkan pencantuman
bobot nilai, disesuaikan dengan waktu yang digunakan untuk membahas atau mengerjakan
tugas atau tingkat pentingnya bahasan, atau kompetensi utama/pendukung/lainnya.

b. Penjelasan Format Tugas

Pemberian tugas sebagai bagian integral dari aktivitas pembelajaran, hendaknya dirancang
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Salah satu contoh rancangan tugas, disajikan
sebagai berikut:

FORMAT RANCANGAN TUGAS


Mata Kuliah: ....
SEMESTER: .....
1. Tujuan Tugas: .
2. Uraian Tugas:
a. Obyek garapan: .
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan ..............
c. Metode/cara pengerjaan dan acuan yang digunakan: .
d. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan: ..
3. Kriteria Penilaian:
a. ..
b. ..
c. ..

Penjelasan tentang format rancangan tugas adalah sebagai berikut. Pertama, tentang
tujuan tugas. Hal yang dicantumkan pada tujuan tugas adalah rumusan kompetensi yang
diharapkan dapat dicapai oleh mahasiswa bila ia berhasil mengerjakan tugas dimaksud (hard
skills dan soft skills). Kedua, tentang uraian tugas, ada dua hal yang mutlak diperjelas yaitu
obyek garapan tugas serta hal yang harus dikerjakan dengan batasan-batasan tertentu. Uraian
tugas tentang obyek garapan, ditulis obyek materi yang akan dikaji dalam tugas dimaksud,
misalnya tentang gaya hidup remaja di perkotaan terkait dengan mata kuliah psikologi
perkembangan

Pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Uraian tugas tentang hal yang
harus dikerjakan dan batasan-batasan, perlu dipaparkan tentang uraian besaran, tingkat
kerumitan, dan keluasan masalah dari obyek material yang dikaji, tingkat ketajaman, dan
kedalaman studi yang distandarkan, misalnya perihal gaya hidup remaja di perkotaan. Ketiga,
tentang metode/cara pengerjaan tugas, dipaparkan hal-hal yang berupa petunjuk tentang
teori/teknik/alat yang sebaiknya digunakan, alternatif langkah-langkah yang dapat ditempuh,
data dan buku acuan yang wajib yang disarankan untuk digunakan serta ketentuan pengerjaan
secara kelompok/individual. Keempat, tentang deskripsi luaran tugas yang dihasilkan,
dikemukakan uraian tentang bentuk hasil studi/kinerja yang harus ditunjukkan, misalnya studi
yang tersaji dalam makalah minimum 20 halaman, termasuk skema, tabel dan gambar, besaran
huruf yang tertentu dan mungkin dilengkapi sajian dalam bentuk CD dengan format Power
Point. Kelima, tentang kriteria penilaian, diberi uraian yang berisi butir-butir indikator yang
dapat menunjukkan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam usaha mencapai kompetensi yang
telah dirumuskan.

Contoh Rencana Kegiatan Pembelajaran Ssemester (RKPS)


Nama Mata Kuliah : Dasar Ilmu Lingkungan Ternak SKS : 2
Program Studi : Peternakan Fakultas : Peternakan
Standar Kompetensi:
Mampu menganalisis hubungan antara faktor-faktor lingkungan dan usaha peternakan dalam
rangka meningkatkan produktivitas ternak
Tabel 22. Matriks Pembelajaran
Kriteria
Kompetensi Materi/Pokok Strategi
Minggu Latihan yang dilakukan Penilaian Bobot
Dasar Bahasan Pembelajaran
(Indikator)
1 Menjelaskan Rancangan Pemaparan a) Memberikan
manfaat pembelajaran, Dosen tanggapan balik dan
rancangan kontrak kuliah, mengenai usul saran terhadap
pembelajaran, lembaran tanggapan materi, proses proses pembelajaran
kontrak kuliah pembelajaran yang akan dijalani
dan lembar serta motivasi secara tertulis pada
tanggapan untuk lembar tanggapan
pencapaian b) Teknik menjaga
tujuan akhir konsentrasi selama
yang proses pembelajaran
diharapkan
2-4 Menjelaskan I. Konsep-Konsep Contextual a) Menjawab pertanyaan Ketepatan 10 %
konsep- ekologi Dasar Ilmu Instruction pada LK1 sesuai teori penjelasan;
sebagai dasar Lingkungan Ternak yang ada dan daya tarik,
ilmu kenyataan di lapangan komunikasi
lingkungan, asas 1. Ekologi b) Jawaban dibuat
dasar ilmu sebagai dasar resume; secara berklpk
lingkungan dan ilmu ling. @ 5 org
dalil-dalil 2. Asas-asas c) Dipresentasi dan
pengaruh dasar ilmu ditanggapi kelompok
lingkungan pada lingkungan lain
ternak 3. Dalil-dalil
pengrh ling pd
ternak
5-7 Menjelaskan II. Lingkungan Cooperative a) Membahas dan Ketepatan 20%
keterkaitan Fisik Ternak Learning menyimpulkan masalah analisis/
pengaruh yang berhubungan penjelasan,
unsur-unsur II. 1. Unsur Unsur dengan unsur ling fisik daya tarik
lingkungan fisik Lingkungan yang mempengaruhi komunikasi,
terhadap Mikro Ternak penampilan ternak dari kreatifitas
penampilan II.2. Pengaruh skripsi, tesis, disertasi,
ternak Unsur Ling jurnal dan internet (LK2)
Fisik Terhadap b) Jwban dibuat paper
Penampilan dan dipresentasi scr klpk,
Ternak @ 5 org; paper maks 15
hal.
Minggu Kemampuan Materi/Pokok Strategi Latihan yang dilakukan Kriteria Bobot
akhir yang Bahasan Pembelajaran Penilaian
diharapkan (Indikator)
89 Mampu III.Lingkungan Discovery a) Menelusuri berbagai Kebrhasilan 15 %
menguraikan Biologi learning bahan bacaan berkaitan penjelasan/,
peranan dari Ternak dengan unsur2 ling daya tarik
unsur-unsur biologi yang komunikasi
lingkungan III.1. Lahan mempengaruhi ternak,
biologi bagi dari skripsi, tesis,
penampilan III.2. Flora (makro disertasi, jurnal dan
ternak dan mikro) internet (LK3)

III.3. Fauna b) Dibuat laporan kmd


(makro dan diperiksa oleh Dosen dan
mikro diberi ulasan
10-11 Memberikan IV. Lingkungan Discovery a) Menelusuri berbagai Keberhasila 15 %
contoh tentang Kimia Ternak Learning bahan bacaan berkaitan n
pengaruh unsur- dengan unsur2 ling. kimia penjelasan/a
unsur IV.1. Sumber daya yang tdpt pada pakan nalisis, daya
lingkungan air yang mempengaruhi tarik
kimia (polutan ternak, dari skripsi, tesis, komunikasi
dan toksit) yang IV.2. Sumber daya disertasi, jurnal dan
membahayakan lahan internet (LK4)
ternak
IV.3. Sumber daya b) Dibuat lap kmd
udara diperiks Dosen dan
diberi ulasan
IV.4. Sumber daya
pakan

12-13 Menunjukkan V. lingkungan Discovery a) Menelusuri berbagai Ketepatan 15%


lingkungan Sosial Ternak Learning bahan bacaan berkaitan analisis/
sosial antar dengan unsur2 ling. kimia penjelasan,
ternak dan V.1. Tingkah laku yang tdpt pada pakan daya tarik
ternak, ternak ternak yang mempengaruhi
dan manusia (hubungan ternak, dari skripsi, tesis,
antar ternak) disertasi, jurnal dan
internet (LK4)
V2. Manajemen
(hubungan b) Dibuat laporan kmd
antar ternak diperiksa oleh Dosen dan
dan manusia) diberi ulasan

14-16 Menjelaskan VI. Kemampuan Cooperative a) Membahas dan Ketepatan 25%


hasil analisis Tubuh Learning mnyimpulkan masalah dr analisis/
proses adaptasi Ternak Untuk berbagai bahan bacaan penjelasan,
tubuh ternak Adaptasi berkaitan dngn daya tarik
terhadap kemampuan tubuh ternak komunikasi,
lingkungannya V.1. Adaptasi Faali untuk melakukan adaptasi kretivitas
dari skripsi, tesis,
V.2.Adaptasi disertasi, jurnal dan
Morfologik internet (LK5)

V.3. Adaptasi b) Jwban dibuat paper


Anatomik dan dipresentasi scr klpk,
@ 5 org; paper maks 15
V.4. Adaptasi hal.
Tingkah Laku

Format Rancangan Tugas


Nama Mata Kuliah : Dasar Ilmu Lingkungan Ternak SKS :2
Program studi : Peternakan Pertemuan ke : 2 4

A. Tujuan Tugas:
Menjelaskan atau membahas teori ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan, asas-asas
dasar dan komponen2 lingkungan mikro ternak dikaitkan dengan situasi nyata.
B. Uraian Tugas:

1. Obyek Garapan : konsep ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan, asas-asas dasar ilmu
lingkungan dan unsur-unsur lingkungan mikro

2. Batasan yang harus dikerjakan:


Pengertian Istilah-istilah dalam ekologi
Prinsip, asumsi dasar atau mekanisme kerja dari 14 asas dasar
lingkungan dan contoh nyata pada ternak selain yang sudah ada
Komponen Unsur-unsur lingkungan mikro

3. Metode Pengerjaan:
Menjawab pertanyaan pada lembar kerja 1 (LK1)
Menuangkan dalam bentuk makalah
Presentasi di depan kelas

4. Deskripsi luaran tugas yang dihasilkan:


Paper mengenai summary ekologi, asas-asas lingkungan dan unsur-
unsur lingkungan ternak diketik dengan komputer minimal 5 halaman
dengan font Times New Roman 12, spasi 1,5. Dijilid rangkap 3. Kertas
A4, 80 gram

C. Kriteria Penilaian (10%)

1. Ketepatan Penjelasan
2. Komunikasi
- Tertulis
- Lisan
Tabel 23. Skema Jenjang Kompetensi
Kriteria 1: Ketepatan Penjelasan (Skor 40)

DIMENSI Sangat Memuaskan Batas Kurang Di bawah SKOR


Memuaskan Memuaskan Standard

KEUTUHAN Utuh dan Utuh Bahasan tidak Bahasan sangat Bahasan tidak
BAHASAN berkaitan lengkap, masih tidak utuh sesuai yang
ada yang tidak diinstruksikan 20
diungkapkan

KEBENARAN Dibahas Ungkapan Bahasan sudah Bahasan ada Bahasan tidak ada
BAHASAN dengan tepat, bahasan tepat benar tetapi namun banyak sama sekali
argumentasi namun terlalu kurang luas berada di luar 20
benar dan luas ringkas kawasan teori
dilandasi
dasar teori

Kriteria 2a. Komunikasi Tertulis (Skor 30)

Sangat Kurang Di bawah


DIMENSI Memuaskan Batas SKOR
Memuaskan Memuaskan Standard

BAHASA Bahasa Bahasa Bahasa sesuai Bahasa yang Kacau balau


PAPER menarik dan dikemas kaidah yang digunakan
menggugah sedemikian berlaku menyulitkan 15
pembaca sehingga pembaca utk
untuk lebih pembaca memahami
mendalami memahami maksud bahasa
dengan baik

Sangat Kurang Di bawah


DIMENSI Memuaskan Batas SKOR
Memuaskan Memuaskan Standard

KERAPIAN Paper dibuat Paper menarik Dijilid, biasa Dijilid, kurang Tidak ada hasil
PAPER sangat dan rapi rapi
menarik, rapi 15
dan membuat
pembaca
tertarik
melihat lebih
jauh
Kriteria 2b : Komunikasi Lisan

Sangat Kurang Di bawah


DIMENSI Memuaskan Batas SKOR
Memuaskan Memuaskan Standard

ISI Memberi Membuka Data pendukung Informasi yang Tidak ada


semangat bagi wawasan masih kurang disampaikan informasi
pendengar biasa-biasa saja 10
untuk
menyimak
bahasan lebih
jauh

ORGANISASI Sangat Data yang Ada informasi Asal ada Bingung untuk
integratif dan dibutuhkan namun tidak informasi walau menyampaikan
memuat terangkum didukung data tanpa didukung informasi 10
semua dengan baik yang kuat data
informasi
yang
dibutuhkan

GAYA Menarik dan Membuat Kaku dan tidak Banyak Tidak


PRESENTASI membuat pendengar menguasai berbicara di luar menyampaikan
pendengar dapat bahasan konteks informasi 10
tertarik untuk menyelami
berinteraksi dengan baik

G. Memilih Metode Pembelajaran dengan Pendekatan SCL


Pada dasarnya proses membuat rancangan pembelajaran adalah memilih metode
pembelajaran yang tepat agar mencapai kompetensi yang ditetapkan. Dalam memilih metode
pembelajaran perlu diperhatikan kaitan antar unsur-unsur berikut, yaitu: (1) mahasiswa; (2)
materi ajar/bahan kajian; dan (c) sarana/alat pembelajaran. Kaitan pertama adalah hubungan
antara mahasiswa dengan bahan kajian yang akan dipelajari, aspek yang penting adalah
mengukur tingkat kesulitan atau kompleksitas bahan kajian terhadap tingkat kemampuan
mahasiswa yang akan belajar. Mahasiswa tahun ketiga diasumsikan berbeda tingkat
kemampuannya dengan mahasiswa di tahun pertama, sehingga bahan kajian yang sulit harus
dicari cara yang lebih tepat yang sesuai dengan tingkat kemampuan agar mahasiswa bisa
belajar dengan baik dalam mencapai kompetensinya. Kedua adalah kaitan antara mahasiswa
dengan sarana pembelajaran, perlu diperhatikan tingkat efisiensinya. Jumlah mahasiswa per
kelas tentu berbeda dalam menetapkan sarana/alat pembelajaran yang digunakan agar efisien
dalam mencapai kompetensi. Misalnya, pemberian ringkasan kuliah untuk jumlah mahasiswa
yang besar kemudian dibahas berkelompok akan lebih efektif dari pada diceramahkan, bila
yang akan dicapai adalah penguasaan teoritis. Ketiga adalah kaitan antara tingkat kesulitan dan
macam bahan kajian/ keilmuan dengan sarana pembelajaran yang dipilih. Sebagai contoh, bila
mengajarkan warna namun tidak menggunakan alat tayang visual, maka pembelajaran warna
tersebut menjadi tidak dapat diserap oleh mahasiswa dengan baik.
Dengan mempertimbangkan ketiga kaitan tersebut, yang tetap menjadi fokus dalam
memilih metode pembelajaran adalah kesesuaiannya dengan kemampuan/ kompetensi
(learning outcome) yang ingin dicapai dari suatu tahapan pembelajaran. (lihat Gambar 15 :
kaitan unsur dalam memilih metode pembelajaran). Kompetensi dalam proses pendidikan
dipahami sebagai gabungan kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif yang tercermin
dalam perilaku. Atau dalam dunia kerja digunakan istilah gabungan hardskills dan softskills,
dimana hardskill dimaksudkan sebagai kemampuan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi (kemampuan teknis), sedangkan softskills dimaknai sebagai kemampuan
interpersonal dan intrapersonal (non teknis). Sehingga dalam pembelajaran yang mengarah
tercapainya kompetensi akan dipilih model pembelajaran yang selain dapat menghasilkan
hardskills juga harus dapat menumbuhkan softskills pada anak didik. Kesepuluh model
pembelajaran yang telah diuraikan di atas akan dapat menghasilkan kemampuan hardskills dan
softskills (lihat Gambar 12).

SARANA/ ALAT

Efektivitas Efisiensi
KOMPETENSI

MATERI AJAR/ MAHASISWA


BAHAN KAJIAN

Tingkat kesukaran
Tingkat kemampuan

Gambar 12. Unsur-unsur yang perlu Diperhatikan dalam Memilih Metode Pembelajaran
& &
DISKUSI / PRAKTIKUM / Computer
BELAJAR
KULIAH PRESENTASI STUDI Aided MANDIRI
* %+ SEMINAR / LAPANGAN Learning
Kemampuan
komunikasi )
Penguasaan
hukum adat )
Berenang )
.

, " -.' % / ! , 0 "

H. Penilaian Kemampuan Peserta Didik

Penilaian adalah tugas Dosen yang dipandang cukup sulit bagi Dosen. Beberapa
permasalahan sering muncul dalam proses penilaian, diantaranya adalah:

1) Pemberian angka pada hasil belajar mahasiswa apakah termasuk penilaian. Banyak di antara
Dosen yang terjebak hanya memberikan angka pada proses penilaiannya. Padahal esensi
dari penilaian adalah memberikan umpan balik pada kinerja/kompetensi yang ditunjukkan
mahasiswa agar dapat mengarah pada ketercapaian output dan outcome pembelajaran.
Angka bukanlah tujuan akhir dari penilaian.

2) Jenis kemampuan apa yang kita nilai dari mahasiswa? Dosen sering mengalami kesulitan
untuk menilai kemampuan siswa. Tidak jarang Dosen kurang mampu membedakan
kemampuan akhir yang akan dinilainya. Sebagai contoh, pada saat Dosen hendak menilai
kognitif, sering dipengaruhi oleh kemampuan afeksi mahasiswa seperti sikap dan
penampilan mahasiswa.
3) Apakah teknik penilaian yang kita jalankan sudah tepat sesuai kemampuan mahasiswa
secara nyata dan benar? Dosen juga sering mengalami kesulitan dalam menentukan metode
penilaian yang tepat untuk menilai kompetensi tertentu. Misalnya, pada saat Dosen menilai
psikomotor, masih sering dilakukan secara ujian tertulis.

4) Bagaimana cara penilaian: paper/karangan, syair. Matematika, maket, patung, ujian tulis/
uraian, apakah sama caranya?

5) Apakah tes dan ujian tulis merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk melihat
kemampuan/kompetensi mahasiswa? Masih banyak di antara Dosen yang selalu
menggunakan metode ujian tertulis mulai dari awal penilaian sampai ujian akhir.

Melihat sedemikian rumitnya permasalahan penilaian, maka di dalam pembelajaran


SCL untuk mencapai kompetensi maka diajukan model penilaian secara rubrik. Rubrik
merupakan panduan asesmen yang menggambarkan kriteria yang digunakan Dosen dalam
menilai dan memberi tingkatan dari hasil pekerjaan mahasiswa. Rubrik perlu memuat daftar
karakteristik yang diinginkan yang perlu ditunjukkan dalam suatu pekerjaan mahasiswa dengan
panduan untuk mengevaluasi masing-masing karakteristik tersebut. Manfaat pemakaian rubrik
di dalam proses penilaian adalah:
1) Rubrik menjelaskan deskripsi tugas
2) Rubrik memberikan informasi bobot
3) Mahasiswa memperoleh umpan balik yang cepat dan akurat
4) Penilaian lebih objektif dan konsisten
Secara konseptual rubrik memiliki tiga (3) macam bentuk, yaitu (a) rubrik deskriptif;
(b) rubrik holistik; dan (3) rubrik skala persepsi. Di dalam pembelajaran sering menggunakan
rubrik deskriptif dan rubrik holistik. Sementara rubrik skala persepsi sering digunakan untuk
melakukan penelitian atau survai.

1) Rubrik Deskriptif
Rubrik deskriptif memiliki empat komponen atau bagian, yaitu deskripsi tugas, skala
nilai, dimensi, dan deskripsi dimensi. Bentuk umum rubrik deskriptif ditunjukkan pada
Gambar 13. Keempat komponen tersebut adalah (1) Deskripsi tugas: menjelaskan tugas atau
objek yang akan dinilai atau dievaluasi. Deskripsi tugas ini harus benar-benar jelas agar
mahasiswa memahami tugas yang diberikan; (2) Skala nilai: menyatakan tingkat capaian
mahasiswa dalam mengerjakan tugas untuk dimensi tertentu. Skala nilai biasanya dibagi
menjadi beberapa tingkat, misalnya dibagi menjadi tiga tingkat yaitu sangat memuaskan,
memuaskan, dan cukup. Jumlah skala nilai ini bersifat fleksibel, dapat diperbanyak atau
dikurangi sesuai kebutuhan. Pada umumnya tiga skala nilai telah dapat mencukupi keperluan
penilaian; (3) Dimensi: Dimensi menyatakan aspek-aspek yang dinilai dari pelaksanaan tugas
yang diberikan. Sebagai contoh, dalam tugas presentasi, aspek-aspek yang dinilai adalah
pemahaman, pemikiran, komunikasi, penggunaan media visual, dan kemampuan presentasi.
Aspek-aspek yang dinilai dapat saja diberikan bobot yang berbeda dalam penilaian, misalnya
aspek pemikiran diberi bobot lebih tinggi daripada aspek lain dan kemampuan presentasi tidak
terlalu tinggi dibandingkan aspek yang lain. Contoh: diberikan bobot 30% untuk pemikiran,
10% untuk kemampuan presentasi, dan 20% untuk yang lainnya. Pemberian bobot bergantung
pada kepentingan penilaian; dan (4) Tolok Ukur Dimensi: disebut juga tolok ukur penilaian.
Merupakan deskripsi yang menjelaskan bagaimana karakteristik dari hasil kerja mahasiswa.
Hal itu digunakan untuk standar yang menentukan pencapaian skala penilaian, misalnya nilai
sangat memuaskan, memuaskan, atau cukup. Rubrik deskriptif memberikan deskripsi
karakteristik atau tolok ukur penilaian pada setiap skala nilai yang diberikan. Format ini
banyak dipakai Dosen dalam menilai tugas mahasiswa karena memberikan panduan yang
lengkap untuk menilai hasil kerja mahasiswa. Meskipun memerlukan waktu untuk
menyusunnya, manfaat rubrik deskriptif bagi Dosen dan mahasiswa (sebagai umpan balik atas
kinerja) melebihi usaha untuk membuatnya.

2) Rubrik Holistik
Berbeda dengan rubrik deskriptif yang memiliki beberapa skala nilai, rubrik holistik
hanya memiliki satu skala nilai, yaitu skala tertinggi. Isi dari deskripsi dimensinya adalah
kriteria dari suatu kinerja untuk skala tertinggi. Apabila mahasiswa tidak memenuhi kriteria
tersebut, penilai memberi komentar berupa alasan mengapa tugas mahasiswa tidak
mendapatkan nilai maksimal. Tabel 18 menunjukkan bentuk umum dari rubrik holistik.
Tabel 24. Bentuk Umum Rubrik Deskriptif
DIMENSI Skala 1 Skala 2 Skala 3
Dimensi 1 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 2 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 3 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 4 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi
Dimensi 5 Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi Tolok ukur dimensi

Tabel 25. Contoh Rubrik Deskriptif untuk menilai Presentasi Lisan

Dimensi Sangat Baik Baik Memuaskan Batas Dibawah Skor


Harapan
Organisasi Presentasi Presentasi Presentasi Cukup Tidak ada
terorganisasi terorganisasi mempunyai focus, organisasi
dengan dengan focus dan namun yang jelas.
menyajikan fakta menyajikan menyajikan bukti Fakta tidak
yang didukung fakta yang beberapa kurang digunakan
oleh contoh yang meyakinkan bukti yang mencukupi untuk
telah dianalisis untuk mendukung untuk mendukung
sesuai konsep. mendukung kesimpulan- digunakan pernyataan.
(9-10) kesimpulan- kesimpulan dalam (0-1)
kesimpulan (4-5) menarik
(6-8) kesimpulan.
(3-2)
Isi mampu Isi akurat dan Isi secara Isinya Isinya tidak
menggugah lengkap. Para umum akurat, kurang akurat atau
pendengar untuk pendengar tapi tidak akurat, terlalu umum.
mengembangkan menambah lengkap. karena Pendengar
pikiran. wawasan baru Para tidak ada tidak belajar
(14-15) tentang topic pendengar data apapun atau
tersebut. bisa factual, kadang
(10-13) mempelajari tidak menyesatkan.
beberapa menambah (0-3)
fakta yang pemahaman
tersirat, tetapi pendengar.
mereka tidak (3-5)
menambah
wawasan baru
tentang topic
tersebut.
(6-9)

SKOR TOTAL ..
Tabel 26. Bentuk Umum Rubrik Holistik

DIMENSI Kriteria Komentar Nilai


Dimensi 1 Harapan Dimensi 1

Dimensi 2 Harapan Dimensi 2

Dimensi 3 Harapan Dimensi 3

Dimensi 4 Harapan Dimensi 4

Dimensi 5 Harapan Dimensi 5

Kelemahan rubrik holistik adalah Dosen masih harus menuliskan komentar atas capaian
mahasiswa pada setiap dimensi bila mahasiswa tidak mencapai kriteria maksimum. Karena
tidak ada panduan terperinci mungkin sekali terjadi ketidakajegan pemberian komentar atau
umpan balik kepada mahasiswa. Dosen perlu menuliskan komentar yang sama pada tugas
mahasiswa yang menunjukkan karakteristik yang sama, sehingga akan memerlukan lebih
banyak waktu. Diakui bahwa menyusun rubrik holistik lebih sederhana daripada rubrik
deskriptif, namun waktu yang diperlukan untuk melakukan penilaian menjadi lebih lama.
3) Cara membuat Rubrik
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam membuat rubrik adalah:
a) Mencari berbagai model rubrik
Saat ini penggunaan rubrik mulai berkembang luas. Berbagai model rubrik dapat
diperoleh dengan melakukan pencarian di website, karena banyak institusi pendidikan
dan staf pengajar yang menaruh rubrik mereka dalam website. Berbagai model rubrik
yang ada dapat dipelajari dengan membandingkan sebuah rubrik dengan rubrik lainnya
sehingga menginspirasi ide-ide contoh dimensi dan tolok ukur yang selanjutnya
diadaptasi sesuai dengan tujuan pembelajaran (menggunakan atau mengadaptasi rubrik
Dosen lain, tentu dengan meminta ijin kepada penulis aslinya).
b) Menetapkan Dimensi
Setelah mengetahui pokok-pokok pemikiran tentang tugas yang diberikan dan harapan
terhadap hasil kerja mahasiswa dapat disusun komponen rubrik yang penting, yaitu
dimensi. Pembuatan dimensi dilakukan dalam beberapa tahap: (a) membuat daftar yang
berisi harapan-harapan Dosen dari tugas yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa; (b)
menyusun daftar yang telah dibuat mulai dari harapan yang paling diinginkan; (c)
meringkas daftar harapan, jika daftar harapan masih panjang. Daftar dapat
disederhanakan dengan cara menghilangkan elemen yang kurang penting atau
menggabungkan elemen yang memiliki kesamaan; (d) mengelompokkan elemen
tersebut berdasarkan hubungan yang satu dengan yang lainnya. Jadi, setiap kelompok
berisi elemen-elemen yang saling berhubungan; (e) langkah berikutnya adalah memberi
nama masing-masing kelompok dengan nama yang menggambarkan elemen-elemen di
dalamnya; (f) nama-nama yang diberikan pada langkah di atas disebut dengan dimensi
dan elemen-elemen di dalamnya menjadi deskripsi dimensi untuk skala tertinggi.

c) Menentukan Skala
Tingkat pencapaian hasil kerja mahasiswa untuk setiap dimensi ditunjukkan dengan
skala penilaian. Jumlah skala yang dianjurkan sesuai dengan tingkatan penilaian yang
ada di program studi masing-masing, misalnya penilaian sampai skala 5, yaitu sangat
baik, baik, cukup, kurang baik, dan sangat kurang. Semakin banyak skala yang
dipergunakan semakin tidak mudah membedakan tolok ukur setiap dimensi, sehingga
dapat menimbulkan subjektif. Tingkatan skala yang digunakan harus jelas dan relevan
untuk Dosen dan mahasiswa. Berikut beberapa contoh nama tingkatan skala penilaian:
(a) melebihi standar, memenuhi standar, mendekati standar, di bawah standar; (b) bukti
yang lengkap, bukti cukup, bukti yang minimal, tidak ada bukti; (c) baik sekali, sangat
baik, cukup, belum cukup; dan seterusnya. Apapun nama yang digunakan pada setiap
tingkatan skala, Dosen dan mahasiswa mengerti dengan jelas, skala yang
mencerminkan hasil kerja mahasiswa yang dapat diterima.
d) Membuat Tolok Ukur pada Rubrik Deskriptif
Pada penyusunan rubrik deskriptif, setelah skala penilaian didefinisikan, langkah
selanjutnya adalah membuat deskripsi dimensi (tolok ukur dimensi) untuk setiap skala.
Tahapan pembuatan tolok ukur dimensi :
1 Tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi sudah dibuat sebelumnya, yaitu
daftar daftar yang telah dibuat saat pada proses pembuatan dimensi. Daftar
tersebut berupa harapan-harapan Dosen pada tugas mahasiswa;
2 Membuat tolok dimensi untuk skala terendah. Pembuatannya mudah karena
merupakan kebalikan tolok ukur dimensi untuk skala tertinggi;
3 Membuat deskripsi dimensi untuk skala pertengahan.
Semakin banyak skala yang digunakan, semakin sulit membedakan dan menyatakan
secara tepat tolok ukur dimensi yang dapat dimasukkan dalam suatu skala nilai. Jika
menggunakan lebih dari tiga skala, tolok ukur dimensi yang dibuat terlebih dahulu
adalah yang paling luar atau yang lebih dekat ke skala tertinggi atau terendah.
Kemudian selangkah demi selangkah menuju ke bagian tengah. Rubrik dan segala
bentuk penilaiannya diharapkan dapat diketahui secara terbuka oleh mahasiswa di awal
semester. Oleh karenanya, pada saat proses perencanaan studi (pengisian KRS), semua
perencanaan dan alat pembelajaran harus telah diterimakan pada mahasiswa, hal ini
dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
BAB III
PENUTUP

Tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri. Sistem pendidikan di Undana
merupakan bagian integral dari perubahan itu sendiri, bahkan merupakan ujung tombak dari
perubahan di Nusa Tenggara Timur pada khususnya dan umumnya perubahan ke arah dunia
yang lebih sempurna. Pada saat seluruh variabel berkehidupan dan bermasyarakat dalam
beragam aspeknya terus berubah dan berkembang, maka Undana sebagai bagian integral
pendidikan tinggi, adalah agen penderivasi yang harus terus-menerus menyesuaikan diri.
Undana sebagai institusi pendidikan tinggi yang berhubungan langsung dengan
pemangku kepentingan di Nusa Tenggara Timur, bahkan masyarakat luas jelas harus menjadi
agen perubahan bagi kepentingan pengguna lulusan Undana. Oleh sebab itu naskah dokumen
akademik ini merupakan wujud konsistensi Undana dalam merealisasikan visi dan misinya
secara konsisten dan berkelanjutan mengawal penerapan system pembelajaran berbasis KBK di
lingkungan Undana. Naskah akademik ini diharapkan akan dilokakaryakan dan
disosialisasikan kepada Senat Universitas Nusa Cendana yang pada akhirnya mengahasilkan
naskah akademik yang dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

BNSP. 2010. Standar Isi Pendidikan Tinggi. Jakarta: BNSP


Direktorat Akademik Dirjen Dikti. 2008. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Tinggi. Jakarta: Dirjen Dikti
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.
Keputusan Menteri Pendidikan nasional Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara
Nomor 1999 Nomor 115 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3859
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional

Undang-Undang No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen cq psl 4 tentang peran guru,
sebagai learning agent.
Kemendiknas No 2 Tahun 2009 tentang Statuta UNDANA
Lampiran 1: Langkah-Langkah Penyusunan Kurikukum Berbasis Kompetensi

! "
# $
% $ &
'
( )
*
*
$
&+
, *

Secara deskriptif, urutan penyusunan KBK diuraikan sebagai berikut.

1. Pembentukan Tim Penyusun KBK Program Studi

Tiap jurusan/program studi membentuk tim penyusun KBK dalam koordinasi


pembantu dekan bidang akademik. Tim penysun beranggotakan semua Dosen dari berbagai
disiplin ilmu dalam jurusan/program studi yang bersangkutan dengan susunan personalia
sebagai berikut: ketua (dijabat ketua jurusan), sekretaris (sekretaris jurusan jika tanpa program
studi, sedangkan bagi jurusan yang memiliki program studi, sekretaris dijabat oleh ketua
program studi. Bagi program studi yang memiliki rumpun bidang studi seperti Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, jabatan sekretaris yang dipegang oleh ketua program studi,
dibantu oleh penanggung jawab tiap bidang studi). Tim penyusun KBK ditetapkan dengan
surat keputusan denkan.
2. Penetapan Profil Lulusan Program Studi
Pertanyaan umum terkait dengan penetapan profil lulusan program studi adalah:Kelak
setelah lulus, para lulusan PS ini akan menjadi apa saja?Rincian menjadi apa saja terkait
dengan:(1) kompetensi yang dicapai ketika dalam proses pembelajaran dan ciri program studi
(2) pekerjaan sehari-hari yang kelak dilakukan oleh lulusan PS. Terkait dengan bisa apa saja,
(lihat deskriptor). Perihal menjadi apa saja, dapat (1) bermuara di profesi masing-masing
individu lulusan PS dan (2) berkonotasi dengan jabatan professional.
Perihal profil lulusan bisa apa saja, ada descriptor umum dan descriptor spesifik.
Deskriptor umum sesuai dengan ideologi Negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka
implementasi sistem pendidikan nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di
Indonesia pada setiap level kualifikasi pada KKNI mencakup proses yang membangun karakter
dan kepribadian manusia Indonesia yang (1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (2)
Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik di dalam menyelesaikan tugasnya, (3)
Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian
dunia (4) Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi
terhadap masyarakat dan lingkungannya (5) Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan,
kepercayaan, dan agama serta pendapat/temuan original orang lain (6) Menjunjung tinggi
penegakan hukum serta memiliki semangat untuk mendahulukan kepentingan bangsa serta
masyarakat luas.
Deskriptor spesifik level 5 (KKNI) meliputi (1) , Mampu menyelesaikan
pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah
maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan
mutu dan kuantitas yang terukur, (2) Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan
tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural
(3) Memiliki kemampuan mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis secara
komprehensif (4) Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung
jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok.
Parameter dan cara penulisan descriptor adalah sebagai berikut: (1) Mampu
melakukan dengan menggunakan dengan cara dan dapat menunjukkan hasil
dalam (kondisi); (2) Mempunyai pengetahuan sehingga dapat (3) Memiliki
kemampuan . (pengelolaan) dan .. (softskills).

3. Perumusan Kompetensi Lulusan Program Studi


Kompetensi mengarah ke profil:lulusan harus mampu melakukan apa saja? Yang
dimaksud dengan profil lulusan disini adalah peran yang diharapkan bisa dilakukan
nantinya oleh lulusan PS di dunia kehidupan. Peran ini bisa menunjuk kepada: (1) suatu
profesi (dokter, arsitek, pengacara, guru, perawat, dokter hewan) atau (2) jenis pekerjaan
yang khusus (manager perusahaan, praktisi hukum, akademisi) atau (3) bentuk kerja yang
bisa digunakan dalam beberapa bidang yang lebih umum (komunikator, kreator, leader)
yang dicanangkan oleh PS yang bersangkutan atau (4) Bidang yang sesuai dengan ciri khas
PS. Klasifikasi kompetensi menurut BSNP tahun 2010 dapat dilihat pada table berikut ini.

3
Dst

Jika dibandingkan dengan klasifikasi kompetensi tahun 2002, terdapat perbedaan pada
tahun 2010 sebagaimana tertera pada table berikut ini.
0330 03-3

1 1

2 2

3 3
Dst Dst

Kompetensi Utama Kompetensi Utama


ditetapkan oleh kalangan Perguruan ditetapkan oleh kalangan Perguruan
Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna
lulusan. lulusan.

Kompetensi Pendukung dan Kompetensi Kompetensi Khusus ditetapkan oleh


lainnya Institusi penyelenggara program studi
ditetapkan oleh Institusi penyelenggara
program studi Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara

Dalam rangka standarisasi nasional pendidikan, BSNP menetapkan klasifikasi


kompetensi sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini.

% * * 7 %!

% * * 7 2 $ 5* .
" !
% # 0 !
% : # # 0 !
* / 0 !
* ## 2 #/ 0 !
2 2 # 0 !
% *
" # " * 7 7 *
-<0
% * 7
* 7 ; ;
" ' !
< !
4. Pengkajian Kandungan Elemen Kompetensi
Rumusan kompetensi pada tataran program studi perlu dikaji apakah mengangdung
elemen kompetensi sebagaimana dipersyaratkan dalam SK Mendiknas RI No. 045/U/2002 dan
keputusan BSNP tagun 2010 atau tidak. Elemen kompetensi dimaksud berdasarkan kedua
keputusan tersebut dapat dilihat pada table berikut ini.

12 0 2 / 1 2 !
' ' 3456 67337'
! 73-3
KOMPETENSI

Kompetensi Kompetensi Kompetensi


Utama Khusus Umum

1. Landasan kepribadian.

2. Penguasaan ilmu dan ketrampilan.


Proporsi Proporsi Proporsi
3. Kemampuan berkarya. sks sks sks
(142 sks) (4 sks) (10 sks)
4. Sikap dan perilaku dalam berkarya.

5. Pemahaman kaidah berkehidupan


bermasyarakat.

Kompetensi Utama
ditetapkan oleh kalangan Perguruan Tinggi, masyarakat profesi dan pengguna
lulusan. Kompetensi Khusus ditetapkan oleh Institusi penyelenggara program
studi. Kompetensi Umum ditetapkan oleh negara

5. Pemilihan Bahan Kajian


Untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan sebelumnya, bahan kajian apa
yang perlu dipelajari? Bahan kajian adalah suatu bangunan ilmu, teknologi atau seni , obyek
yang dipelajari, pengetahuan/bidang kajian yang akandikembangkan, keilmuan yang sangat
potensial atau dibutuhkan masyarakat untuk masa datang.
6. Perkiraan dan Penetapan Beban (SKS)
Untuk mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan, berapa waktu yangdibutuhkan
oleh mahasiswa? Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan besaran waktu yang
dibutuhkan adalah (1) tingkat kemampuan/kompetensi yang ingin dicapai (2) tingkat keluasan
dan kedalaman bahan kajian yang dipelajari (3) cara/strategi pembelajaran yang akan
diterapkan, (4) posisi (letak semester) suatu kegiatan pembelajaran dilakukan dan (5)
perbandingan terhadap keseluruhan beban studi di satu semester.
7. Pembentukan Mata Kuliah
Untuk membentuk mata kuliah, dilakukan analisis keterdekatan bahan kajian serta
kemungkinan keefektivan pencapaian kompetensi bila beberapa bahan kajian dipelajari dalam
satu mata kuliah? Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah (1) keterkaitan yang erat antar
bahan kajian (2) pertimbangan konteks keilmuan dan (3) adanya metode pembelajaran yang
tepat. Mata kuliah merupakan bungkus bahan kajian. Hubungan antara bahan kajian dengan
kompetensi dalam bentuk mata kuliah, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

- . * / 0
1 2- 2.
+ $ -
3 $ -
4 $ -

5
( $ -
%

$
8. Menyusun Struktur Kurikulum

Untuk mencapai kompetensi secara runtut, sebaran mata kuliah ditata semester
demi semester. Penataan dimaksud berdasarkan hirarki tiap bidang keilmuan dan kebutuhan
institusi. Sebagai contoh, mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan sebagai sarana pembelajaran
mata kuliah lainnya di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, mutlak ditempatkan
pada semester 1.

9. Pengesahan Kurikulum Program Studi


Untuk melaksanakan kurikulum KBK, semua pemangku kepentingan mutlak
menyetujui rancangan yang diajukan. Artinya rancangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
dimaksud perlu disahkan oleh pemangku kepentingan untuk dilaksanakan.

10. Pelatihan Dosen Pengampu Mata Kuliah KBK untuk Merancang Pembelajaran
Pelatihan Dosen pemangku mata kuliah KBK dalam merancang pembelajaran,
mutlak dilakukan guna mendukung pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dalam
koordinasi Pembantu Dekan Bidang Akademik bersama para Ketua Jurusan dan para Ketua
Program Studi. Jika dipandang perlu, LP3 Undana dapat diminta untuk memberikan
pendampingan dengan menghadirkan anggota tim pakar LP3 Undana.

11. Perancangan Pembelajaran Mata Kuliah oleh Dosen Pengampu Menggunakan


Metode Pembelajaran dengan Pendekatan SCL

Penerapan KBK dalam pembelajaran yang menuntut adanya keseimbangan antara


hard skills dan soft skills, hanya dapat dilakukan dengan dengan pendekatan SCL. Metode
pembelajaran yang relevan dengan pendekatan SCL, antara lain adalah : (1) Small Group
Discussion; (2) Role-Play & Simulation; (3) Case Study; (4) Discovery Learning (DL); (5)
Self-Directed Learning (SDL); (6) Cooperative Learning (CL); (7) Collaborative Learning
(CbL); (8)Contextual Instruction (CI); (9) Project Based Learning (PjBL); dan (10) Problem
Based Learning and Inquiry (PBL).
12. Rancangan Penilaian Hasil Belajar

Metoda penilaian harus tepat dan cocok dengan tujuan dan konteks penilaian itu
sendiri. Ada berbagai strategi dan teknik penilaian, antara lain, (a) Observasi (b) Paper-and-
pencil tests, (c) Pertanyaan lisan, (d) Benchmark / reference sets, (e) Wawancara, (f) Peer - &
self-assessment, (g) Performance assessment, (h) Contoh-contoh tulisan, (i) Pertunjukan, (j)
Portofolio, (k) Project/product assessment, (l) Standardized criterion refernce & norm
reference test.

Lampiran 2: Sistimatika Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi Lingkup UNDANA

)
/ &
$ &
0 &

!1 "
.. &
& !2 3 32 "
$

$
. &

, *
$
*& 45
... , * & !, &"

Anda mungkin juga menyukai