Anda di halaman 1dari 25

Ujian akhir Semester

INTERAKSI TRANSPORTASI DAN TATA GUNA LAHAN

Fedro tallamma | 165102516 | 14 juni 2017


Soal 1.
Jelaskan dan uraikan apa manfaat ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan terkait dengan
transportasi?

Jawaban.

Dalam PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 05/PRT/M/2008 TENTANG


PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN
PERKOTAAN.

Dijelaskan bahwa:

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang


penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangakan
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi

Oleh karena itu dalam keterkaitannya dengan transportasiRuang terbuka hijau sangat
dibutuhkan jalur hijau, terutama di daerah yang terjadi aktivitas transportasi seperti di jalan.
Pengertian jalur hijau tersebutsebagai mana yang di jelaskan di Permen PU NO. 05/PRT/M/2008
adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang
milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut
jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna
hijau.

Sedangkan untuk penyediaanRTH itu sendiri sebagaimana yang telah dijelaskan di Permen PU
NO. 05/PRT/M/2008 untuk kawasan jalur hijau dan kawasan pejalan kaki adalah sebagai
berikut:

Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara
2030% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan
pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman
dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah
setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah.

Gambar 2.4 Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan


Pulau Jalan dan Median Jalan

Taman pulau jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti
pada persimpangan tiga atau bundaran jalan. Sedangkan median berupa jalur
pemisah yang membagi jalan menjadi dua lajur atau lebih. Median atau pulau
jalan dapat berupa taman atau non taman. Dalam pedoman ini dibahas pulau
jalan dan median yang berbentuk taman/RTH.

a. Pada jalur tanaman tepi jalan

1) Peneduh

a) ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi


median);
b) percabangan 2 m di atas tanah;
c) bentuk percabangan batang tidak merunduk;
d) bermassa daun padat;
e) berasal dari perbanyakan biji;
f) ditanam secara berbaris;
g) tidak mudah tumbang.
Contoh jenis tanaman:

a) Kiara Payung (Filicium decipiens)


b) Tanjung (Mimusops elengi)
c) Bungur (Lagerstroemia floribunda)

Gambar 2.5 Jalur Tanaman Tepi Peneduh


2) Penyerap polusi udara

a) terdiri dari pohon, perdu/semak;


b) memiliki kegunaan untuk menyerap udara;
c) jarak tanam rapat;
d) bermassa daun padat.

Contoh jenis tanaman:

a) Angsana (Ptherocarphus indicus)


b) Akasia daun besar (Accasia mangium)
c) Oleander (Nerium oleander)
d) Bogenvil (Bougenvillea Sp)
e) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)

Gambar 2.6 Jalur Tanaman Tepi Penyerap Polusi Udara

3) Peredam kebisingan

a) terdiri dari pohon, perdu/semak;


b) membentuk massa;
c) bermassa daun rapat;
d) berbagai bentuk tajuk.
Contoh jenis tanaman:

a) Tanjung (Mimusops elengi)


b) Kiara payung (Filicium decipiens)
c) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)
d) Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis)

e) Bogenvil (Bogenvillea sp)


f) Oleander (Nerium oleander)

Gambar 2.7 Jalur Tanaman Tepi Penyerap Kebisingan

4) Pemecah angin

a) tanaman tinggi, perdu/semak;


b) bermassa daun padat;
c) ditanam berbaris atau membentuk massa;
d) jarak tanam rapat < 3 m.

Contoh jenis tanaman:

a) Cemara (Cassuarina equisetifolia)


b) Mahoni (Swietania mahagoni)
c) Tanjung (Mimusops elengi)
d) Kiara Payung (Filicium decipiens)
e) Kembang sepatu ( Hibiscus rosasinensis)

Gambar 2.8 Jalur Tanaman Tepi Pemecah Angin

5) Pembatas pandang

a) tanaman tinggi, perdu/semak;


b) bermassa daun padat;
c) ditanam berbaris atau membentuk massa;
d) jarak tanam rapat.

Contoh jenis tanaman:

a) Bambu (Bambusa sp)


b) Cemara (Cassuarina equisetifolia)
c) Kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)
d) Oleander (Nerium oleander)
Gambar 2.9 Jalur Tanaman Tepi Pembatas Pandang

b. Pada median

Penahan silau lampu kendaraan

a) tanaman perdu/semak;
b) ditanam rapat;
c) ketinggian 1,5 m;
d) bermassa daun padat.

Contoh jenis tanaman:

a) Bogenvil (Bogenvillea sp)


b) Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis)
c) Oleander (Netrium oleander)
d) Nusa Indah (Mussaenda sp)
Gambar 2.10 Jalur Tanaman pada Median Penahan Silau
Lampu Kendaraan
c. Pada Persimpangan Jalan

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam


penyelesaian lansekap jalan pada persimpangan, antara lain:

1) Daerah bebas pandang di mulut persimpangan

Pada mulut persimpangan diperlukan daerah terbuka agar


tidak menghalangi pandangan pemakai jalan. Untuk
daerah bebas pandang ini ada ketentuan mengenai letak
tanaman yang disesuaikan dengan kecepatan kendaraan
dan bentuk persimpangannya. (lihat buku "Spesifikasi
Perencanaan Lansekap Jalan Pada Persimpangan No.
02/T/BNKT/1992).

Tabel 2.2 Kriteria Pemilihan Tanaman pada


Persimpangan Jalan

Jarak dan Jenis Tanaman


Bentuk
Letak Tanaman Kecepatan 40 Kecepatan 60
Persimpangan
km/jam km/jam
Pada ujung 20 m 40 m
persimpangan Tanaman rendah Tanaman rendah
1. Persimpangan Mendekati 80 m 100 m
kaki empat tegak persimpangan Tanaman tinggi Tanaman tinggi
lurus tanpa kanal
2. Persimpangan 30 m 50 m
kaki empat tidak Pada ujungTanaman rendah Tanaman rendah
tegak lurus persimpangan 80 m 80 m
Tanaman tinggi Tanaman tinggi
Catatan: - Tanaman rendah, berbentuk tanaman perdu dengan
ketinggian < 0.8 m
- Tanaman tinggi, berbentuk pohon dengan percabangan di atas 2 meter
2) Pemilihan jenis tanaman pada persimpangan

Penataan lansekap pada persimpangan akan merupakan


ciri dari persimpangan itu atau lokasi setempat.
Penempatan dan pemilihan tanaman dan ornamen hiasan
harus disesuaikan dengan ketentuan geometrik
persimpangan jalan dan harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:

a) Daerah bebas pandang tidak diperkenankan ditanami


tanaman yang menghalangi pandangan pengemudi.
Sebaiknya digunakan tanaman rendah berbentuk
tanaman perdu dengan ketinggian <0.80 m, dan
jenisnya merupakan berbunga atau berstruktur indah,
misalnya:

- Soka berwarna-warni (Ixora stricata)


- Lantana (Lantana camara)
- Pangkas Kuning (Duranta sp)
Gambar 2.11 Jalur Tanaman pada Daerah Bebas Pandang

b) Bila pada persimpangan terdapat pulau lalu lintas atau


kanal yang dimungkinkan untuk ditanami, sebaiknya
digunakan tanaman perdu rendah dengan
pertimbangan agar tidak mengganggu penyeberang
jalan dan tidak menghalangi pandangan pengemudi
kendaraan.
c) Penggunaan tanaman tinggi berbentuk tanaman
pohon sebagai tanaman pengarah, misalnya:

1) Tanaman berbatang tunggal seperti


jenis palem

Contoh:
- Palem raja (Oreodoxa regia)
- Pinang jambe (Areca catechu)
- Lontar (siwalan) (Borassus flabellifer)

2) Tanaman pohon bercabang > 2 m

Contoh:
- Khaya (Khaya Sinegalensis)
- Bungur (Lagerstromea Loudonii)
- Tanjung (Mimosups Elengi)

e. RTH Ruang Pejalan Kaki

Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada
kiri-kanan jalan atau di dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi
dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai berkut:

1) Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang


ditawarkan oleh sistem pedestrian yaitu:

Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada


lansekap untuk membantu dalam menemukan jalan pada
konteks lingkungan yang lebih besar;
Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang
dipengaruhi oleh kepadatan pedestrian, kehadiran
penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim.
Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk
penyandang cacat.

2) Karakter fisik, meliputi:

Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan


budaya setempat, kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan
penduduk, warisan dan nilai yang dianut terhadap lingkungan;
Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap
tempat umumnya berbeda dipengaruhi oleh tujuan perjalanan,
kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya. Pada umumnya orang
tidak mau berjalan lebih dari 400 m.
Gambar 2.12 Contoh Pola Tanam RTH Jalur Pejalan Kaki

3) Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu
pada Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998,
tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada Bangunan Umum dan
Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki.
SOAL 2.
Dampak yang di timbulkan oleh proses urbanisasi terhadap kehidupan di lingkungan
perkotaan salah satunya adalah munculnya kawasan kumuh (slum area) yang bias
menghabat pekembangan kota dan menurunkan nilai etetika dari kota itu sendiri.

Jelaskan hal ini terkait dengan masalah kesehatan, pendidikan dan perkembangan generasi!

Jawaban:

Salah satu isu kependudukan yang penting dan mendesak untuk segera ditangani
secara menyeluruh adalah urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk
dari desa ke kota. Memang, harus diakui, tidak ada negara di era industrialisasi ini dapat
mencapai pertumbuhan ekonomi berarti tanpa urbanisasi. Urbanisasi adalah masalah yang
cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan
kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah
peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah
lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, kesehatan,
penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera
dicarikan jalan keluarnya.

Namun tidak dapat dipungkiri pula, dampak urbanisasi menciptakan masalah


kemiskinan beragam, antara lain tidak tersedianya lapangan pekerjaan, ketidaksiapan
infrastruktur, perumahan dan layanan publik. Jumlah penduduk yang semakin meningkat
dan penyebaran yang relatif tidak merata membawa pengaruh besar bagi terjadinya
perpindahan penduduk antarwilayah.

Urbanisasi dapat menambah polusi di daerah perkotaan. Masyarakat yang


melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh
pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua
dan roda empat yang terus menerus membanjiri kota, menimbulkan berbagai pencemaran
seperti polusi udara dan polusi suara.

Selain itu urbanisasi juga dapat menjadi penyebab bencana alam. Kaum urban yang
tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat
kota maupun di pinggiran daerah aliran sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar,
baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang. Keadaan ini bisa menjadi salah satu
penyebab banjir.

DAMPAK URBANISASI BAGI KESEHATAN PERKOTAAN

Dampak urbanisasi yang biasanya menjadi perhatian adalah masalah kemiskinan


dan kesehatan kota. Yang digambarkan melalui wajah perkotaan, dengan sudut-sudut
pemukiman kumuh. Dampak yang terkait kesehatan adalah masalah air bersih dan sanitasi.
Berdasarkan laporan UNESCAP, ternyata dua dari tiap lima penduduk kota tinggal di
kawasan kumuh atau sekitar empat puluh persen warga di tiap kota. Indonesia bersama
Cina dan Filipina adalah tiga negara yang mengalami penurunan secara signifikan, tingkat
ketersediaan air bersih bagi warga kota. Dan jelas, akan mengakibatkan kehiduapan yang
tidak sehat sehingga rentan terhadap penyakit. Yang paling merasakan dampak ini adalah
kaum miskin kota. Berbagai program pemerintah yang ada sebenarnya cukup baik. Akan
tetapi, terkadang masih muncul kesan adanya kurang koordinasi antarlembaga yang ada.
Meningkatnya urbanisasi menyebabkan lebih dari 43 persen penduduk Indonesia
kini tinggal di perkotaan. Diperkirakan angka itu akan meningkat menjadi 60 persen pada
tahun 2025. Akibatnya, semua kota kini dan di masa mendatang harus menghadapi beban
yang semakin berat dan berbagai dampak negatif urbanisasi berupa antara lain : lingkungan
kumuh dan perumahan yang tidak sehat, pencemaran udara, gizi buruk, perilaku tidak
sehat, meningkatnya kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit menular, penyakit
tidak menular, dan kecelakaan, serta menurunnya kapasitas pelayanan publik, termasuk
pelayanan kesehatan.

Sementara perkiraan UN Habitat (United Nations Human Settlemen Programme)


bahwa 38% dari populasi penduduk perkotaan di negara berkembang tinggal di lingkungan
kumuh atau slums area yang notabene adalah keluarga miskin. Total populasi penduduk di
negara berkembang (Asia, Afrika dan Amerika Latin) yang tinggal di slums area adalah 126
juta jiwa di benua Afrika, 433 juta jiwa tinggal di benua Asia, dan 87 juta jiwa tinggal di
wilayah Amerika Latin (Herr dan Karl, 2002; Herr dan Mboup, 2003; dalam Montgomery,
2004). Berdasarkan sudut pandang kemiskinan perkotaan, kemiskinan dan kesehatan
lingkungan merupakan dua buah aspek yang saling terkait. Kemiskinan mengakibatkan
kerentanan pada kesehatan lingkungan, dan rendahnya kualitas kesehatan lingkungan
mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk lepas dari belenggu kemiskinan yang
dideritanya.

Kecenderungan berdasarkan studi Mantra (2002) dengan acuan data sensus


penduduk 1990 2000 terlihat bahwa di daerah perkotaan angk pertumbuhan penduduk
sebesar 3,67% setiap tahun. Sebaliknya di desa sebesar 0,13% setiap tahun. Ini menunjukkan
pertumbuhan daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibanding pedesaan. Fenomena ini diduga
karena peranan urbanisasi. Pertumbuhan penduduk yang cepat memberikan dampak
negatif yaitu menimbulkan kemiskinan yang akhirnya memberikan konsekuensi terhadap
pola kehidupan perkotaan yang jelek seperti pemukiman kumuh dan perilaku hidup sehat.
Proses urbanisasi dan krisis ekonomi ternyata juga menyebabkan bertambahnya daerah
daerah kumuh (slums). Lingkungan dan pola hidup tidak sehat menyebabkan pertambahan
penularan prevalensi penyakit seperti ISPA, diare dan penyakit kulit lainnya. Sebelum
terjadinya urbanisasi besar besaran atau sebelum krisis (1997 1998) di Palembang jumlah
penderita ISPA 97.900 penderita. Itu naik menjadi 139.026 penderita periode 1998 1999
(sesudah krisis). Kecenderungan ini juga sama terjadi untuk jenis penyakit diare. Sebelum
terjadinya urbanisasi besar besaran atau sebelum krisis (1997 1998) di Palembang jumlah
penderita diare 22.695 penderita. Itu naik menjadi 28.815 penderita atau sekitar 23,87% pada
periode 1998 1999 (sesudah krisis). Memburuknya lingkungan sosial selama urbanisasi
dan krisis juga telah menciptakan tempat tempat baru terjadinya wabah demam berdarah
(DBD).

Namun demikian, walaupun secara faktual telah terjadi kenaikan penderita


penyakit (ISPA, diare, dan DBD) ternyata penurunan akses pelayanan kesehatan, karena
sulitnya menjangkau daerah daerah kumuh tersebut. Urbanisasi dan krisis ekonomi
ternyata juga menyebabkan penurunan konsumsi makanan dan merubah pola makan
penduduk, khususnya keluarga miskin.

DAMPAK URBANISASI DALAM BIDANG PENDIDIKAN

Tidak bisa di pugkiri salah satu factor pendorong urbanisasi adalah karena aspek
pendidikan yang mana Fasilitas pendidikan sekolah atau pun perguruan tinggi yang kurang
berkualitas di desa.

Akibat dari kurangnya pendidikandi desa dan Kepergian penduduk desa ke kota untuk
mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan
tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang
datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi
mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh
harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang
sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi
tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.

Untuk mengatasi permasalahan urbanisasi yang dari tahun ke tahun terjadi di perkotaan
akibat kurang mendukungnya potensi kehidupan yang ada pada pedesaan yang
menyebabkan terjadinya urbanisasi secara besar-besaran ke kota, maka diperlukan
berbagai upaya untuk menekan hal tersebut dengan memperhatikan segala dampak
system yang saling berhubungan. Dimana pengembangan pedesaan jika hanya
memperhatikan satu faktor pendukung seperti potensi sumber daya tanpa adanya
dukungan terhadap system sarana dan prasarana yang memadai untuk mengelola potensi
tersebut maka hanya akan sia-sia, dan ini akan menimbulkan dampak negative hingga ke
perkotaan akibat terjadinya urbanisasi oleh penduduk pedesaan.

Salah satu contoh program Pemerintah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
pengembangan Desa yaitu, meningkatkan desa swadaya (tradisional), melalui desa
swakarya (transisi), menjadi desa swasembada. Usaha untuk menigkatkan kemajuan desa-
desa swadaya dan swakarsa menjadi Desa Swasembada(Maju). Pada pengembangan desa
ini Pemerintah merupakan pihak yang sangat berperan penting terhadap pengembangan
desa-desa tersebut. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai solusi masalah
urbanisasi di antaranya :

Melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan


aspek potensi desa.

Pertama, upaya peningkatan aspek pendidikan di desa dapat dilakukan dengan


menggalakkan pendidikan menengah yang bersifat kejuruan. Pendidikan menengah yang
bersifat kejuruan tentunya akan sangat membantu mengembangkan bakat peserta didik
yang sifatnya praktis sesuai dengan peminatan yang diinginkan. Selain itu, peningkatan
aspek ini dapat juga digunakan untuk mendorong munculnya jiwa kewirausahaan sehingga
bisa menyediakan lapangan pekerjaan di desanya.Tentunya dengan adanya lapangan
pekerjaan di desa akan mengurangi laju urbanisasi yang terjadi.

Kedua, aspek aksesibilitas (dalam hal transportasi) di desa merupakan faktor penting untuk
menunjang aktivitas ekonomi, walau pada faktanya masih banyak desa di negara kita yang
masih memiliki aksesibilitas yang buruk. Padahal aksesibilitas tersebut berfungsi sebagai
jalur penghubung terjadinya aliran barang dan jasa (aktivitas ekonomi).Melalui
peningkatan aksesibilitas di desa seperti pembangunan jalan dan jembatan serta sarana
telekomunikasi, pemberdayaan potensi sumber daya yang terdapat di desa dapat
dikembangkan secara optimal. Adanya kemudahan akses tersebut juga bisa menjadi faktor
penarik bagi pihak pemerintah dan swasta untuk bermitra dan mengembangkan aspek
unggulan desa yang bersangkutan.

Ketiga, pemberdayaan potensi utama desa dapat dilakukan untuk menekan urbanisasi.
Salah satu cara untuk mengembangkan potensi desa dapat dilakukan sesuai dengan sumber
daya yang ada seperti potensi agrobisnis maupun aspek pariwisatanya. Potensi agrobisnis
di desa dapat dilakukan dengan pengembangan dan pemasaran yang lebih menjual
sehingga potensi tersebut dapat terberdayakan.Dengan sendirinya lapangan pekerjaan akan
tersedia sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi yang terjadi. Demikian pula dengan
aspek pariwisata yang mampu menambah lapangan pekerjaan di desa. Pada akhirnya,
berbagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi urbanisasi memerlukan kerja sama dari
berbagai pihak mulai dari pemerintah dan penduduknya. Tanpa adanya sinergi dalam
melaksanakan upaya penekanan urbanisasi, maka urbanisasi akan terus terjadi. (Anggigeo,
2010 dalam http://anggigeo.wordpress.com/2010/10/06/upaya-penanganan-urbanisasi/)

Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia

Pembangunan ini dimaksud untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk wilayah


pedesaan. Dimana Pembangunan wilayah pedesaan ini dilakukan oleh berbagai
Departemen Pemerintahan. Pembangunan masyarakat desa sebagai suatu strategi untuk
memajukan kehidupan social dan kehidupan ekonomi bagi kelompok tertentu, yaitu
penduduk yang miskin di pedesaan.
Pembangunan dalam wilayah pedesaan dapat dibagi menjadi dua bagian (Jayadinata, 1999
: 93), yaitu :
1) Proyek produktif yang langsung, dilaksanakan dalam pertanian, peternakan, kehutanan,
perikanan, pertambangan, industry, dan kepariwisataan.
2) Proyek produktif dan sosial yang tidak langsung, meliputi :

Perumahan;Pelayanan sosial dan ekonomi:


pendidikan, kesehatan, kebudayaan, agama, rekreasi, dan olah raga, penyediaan
ruang terbuka (taman dan sebagainya), administrasi, pertahanan, pasar, dan
pertokoan, tempat penggudangan, dan tempat pengolahan hasil;
Utilitas umum (utility): air minum, saluran air limbah, penyediaan energy, dan
pengaturan pembuangan sampah;
Pelayanan perhubungan: jalan raya, kereta api, jalur lalu lintas, sungai, jembatan,
pengangkutan umum, radio, televisi, dan telekomunikasi.

Dengan adanya suatu upaya pengembangan desa melalui peningkatan hasil kegiatan
usaha maupun peningkatan sarana dan prasarana ini, diharapkan bisa menjadi faktor
pendukung untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada pada wilayah pedesaan
sehingga membuat penduduk pedesaan bisa tetap tinggal melakukan aktifitas ekonomi
secara lancar tanpa perlu untuk keluar dari desanya seperti melakukan urbanisasi ke
perkotaan untuk memperbaiki nasib tanpa dibekali skill yang mendukung yang ujung-
ujungnya kebanyakan penduduk desa tersebut hanya menciptakan lingkungan kumuh
bagi perkotaan.

Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat
ini sedang dikembangkan.

Pertama, mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah


perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini dikenal dengan istilah urbanisasi pedesaan .

Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan


istilah daerah penyangga pusat pertumbuhan.

Kelompok kebijaksanaan pertama merupakan upaya untuk mempercepat tingkat


urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa
terobosan yang bersifat non-ekonomi. Bahkan perubahan tingkat urbanisasi tersebut
diharapkan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu didorong
pertumbuhan daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri perkotaan, namun tetap dikenal
pada nuansa pedesaan. Dengan demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan
sebagai orang kota walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang
memiliki nuansa pedesaan.
Beberapa cara yang sedang dikembangkan untuk mempercepat tingkat urbanisasi tersebut
antara lain dengan memodernisasi daerah pedesaan sehingga memiliki sifat-sifat daerah
perkotaan. Pengertian modernisasi daerah pedesaan tidak semata-mata dalam arti fisik,
seperti misalnya membangun fasilitas perkotaan, namun membangun penduduk pedesaan
sehingga memiliki ciri-ciri modern penduduk perkotaan. Dalam hubungan inilah lahir
konsep urbanisasi pedesaan.

Konsep urbanisasi pedesaan mengacu pada kondisi di mana suatu daerah secara fisik
masih memiliki ciri-ciri pedesaan yang kental, namun karena ciri penduduk yang hidup
didalamnya sudah menampakkan sikap maju dan mandiri, seperti antara lain mata
pencaharian lebih besar di nonpertanian, sudah mengenal dan memanfaatkan lembaga
keuangan, memiliki aspirasi yang tinggi terhadap dunia pendidikan, dan sebagainya,
sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan.

DAMPAK URBANISASI DAN PERKEMBANGAN GENERASI

Salah satu dampak dari urbanisasi adalah lunturnya nilai budaya yang dibawa dari desa,
serta lunturnya sifat gotong royong dalam generasi muda yang berpidah dari desa kekota.

Generasi muda sebagai elemen yang sangat penting dan tidak bisa digantikan
dengan apapun dalam melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia dan sekaligus
berkontribusi sangat besar dalam pembangunan bangsa dan Permasalahan terhadap
masyarakat saat ini yang belum mengetahui, memahami, menguasai, dan
mengkomunikasikan budaya lokal perlu suatu cara untuk dapat mengarahkan itu semua.
Disinilah peran generasi muda di lingkungan tempat mereka tinggal untuk bersama-sama
mengarahkan itu semua melalui pelestarian kebudayaan, salah satunya dengan ikut serta
langsung dalam acara festival budaya di daerah masing-masing agar dapat mengenal dan
mencintai kebudayaan yang ada di Indonesia sejak dini. Hal inilah yang membuktikan
bahwa di pundak pemudalah masa depan pembangunan bangsa dan negara Indonesia,
karena pada diri generasi muda tersimpan potensi yang besar dan memiliki daya kreatifitas
yang tidak terbatas untuk kesuksesan suatu pembangunan. Begitu juga dalam pelestarian
budaya di suatu Negara. Kontribusi dan apresiasi yang besar dari generasi muda sangat
diperlukan karena generasi muda sebagai tenaga-tenaga professional yang energik, kreatif,
dan inovatif.
Pemberdayaan generasi muda sebagai frontliner untuk melestarikan kebudayaan
bangsa Indonesia ini sangat dibutuhkan sebagai upaya mempercepat kemajuan untuk dunia
industri budaya dan pariwisata Indonesia di masa yang akan datang.
Akibat dari urbanisasi di daerah perkotaan mungkin juga mengakibatkan hal-hal sebagai
berikut :
a. kurangnya kesadaran masyarakat
Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini masih terbilang minim.
Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai dengan
perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti budaya lokal tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, tetapi banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa. Budaya lokal juga dapat di sesuaikan dengan perkembangan zaman, asalkan masih
tidak meningalkan ciri khas dari budaya tersebut.
b. Kurangnya pembelajaran budaya
Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini banyak
yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal melalui
pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam membangun
budaya bangsa serta bagaiman cara mengadaptasi budaya lokal di tengan perkembangan
zaman.

c. Minimnya komunikasi budaya


Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah pahaman
tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi budaya ini sering menimbulkan
perselisihan antarsuku yang akan berdampak turunnya ketahanan budaya bangsa.

Selain dari dampak terhadap budaya yang akan berkurang, dampak social juga sangat
berkaitan dengan proses urbanisasi bagi generasi yang akan datang

Diantara dampak sosial urbanisai adalah akan berkurangnya tenaga kerja di wilayah
pedeasaan. Sehingga terjadi kelambatan dalam pola pembangunan. Masyarakat yang
cenderung lari ke perkotaan dengan meninggalkan desa jarang sekali kembali lagi untuk
membangun daerahnya, karena merasa sudah kerasan hidup di kota, manakala kembalipun
ke desa mereka ada kecanggungan tersendiri, yang biasa mengolah sawah dan bertani
mereka cenderung menjadi malas. Sekalipun mereka hanya sebatas menjadi pedagang
asongan diperkotaan. Pola pewarisan pertanian pun di pedesaan perlahan tapi pasti akan
hilang. Misalnya anak-anak muda yang pergi merantau ke kota dengan berlatar belakang
pendidikan dasar di dorong oleh orang tuanya untuk bekerja tidak lagi bertani. Siklus ini
mengakibatkan terputusnya pola regenarsi pertanian di pedesaan. Karena itu, sangat sedikit
sekali anak-anak muda yang gemar bertani mengikuti tradisi orang tuanya.
Dampak selanjutnya adalah banyak terbentuknya pemukiman-pemukiman kumuh
diwilayah perkotaan. Larinya masyarakat pedesaan ke perkotaan sebenarnya mereka tidak
memiliki skil dan kompetensi yang memadai untuk bersaing hidup di perkotaan. Akibatnya
mereka melakukan apa saja yang dianggap bisa mendatangkan uang. Dengan datang ke
Kota masyarakat Desa tersebut, menimbulkan peroalan baru yaitu munculnya sejumlah
pemukiman-pemukiman kumuh yang mengganggu ke indahan Kota.
Bisa dibayangkan, masyarakat desa yang hanya berpendidikan dasar merantau ke
kota, mereka miskin etika dan estetika dan rendahnya pengetahuan mereka terhadap
keindahan lingkungan, maka terciptalah masyarakat yang tidak disiplin memenuhi sudut-
sudut Kota. Kondisi masyarakat seperti ini tentunya juga tidak bisa dipersalahkan, yang
patut menjadi renungan kita adalah mereka melakukan cara seperti itu karena terhimpit
oleh kebutuhan hidup. Para pemangku kebijakan seharusnya memotong mata rantai ini
dengan memberikan pola pembangunan yang merata di bidang pendidikan, ekonomi dan
budaya disetiap pedesaan.
Dampak terakhir dari persolan ini, mengakibatkan meningkatnya tuna karya
(penganguran) yang semakin membengkak di wilayah perkotaan. Seseorang akan memiliki
skil dan kompetensi yang berkualitas manakala orang tersebut memiliki kemapanan dalam
hal pendidikan, baik pendidikan informal dan non formal, namun jika sebaliknya, maka
terciptalah dengan sendirinya masyarakat yang tuna karya. Karena itu, jika siklus ini tidak
segera di potong oleh pemerintah, akibatnya tingkat penganguran berubah menjadi
kemiskinan yang akut.
SOAL 3.
Permasalahan transportasi yang ada saat ini berdampak baik negative maupun positif yang
sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan bagaimana menurut anda penaganan untuk
dampak negative yang terjadi dikaitkan dengan konsep pembangunan berkelanjutan !

Jawab :

Sesuatu hal apapaun itu pasti memiliki permasalahan sama halnya dengan sistem
transportasi perkotaan. Permasalahan seperti kemacetan (congestion), keterlambatan
(delay), polusi udara, dan pemborosan energi merupakan sebagian dari sekian banyak
permasalahan yang dihadapi suatu kota berkaitan dengan masalah transportasi.
Permasalahan ini berkaitan erat dengan pola tata guna lahan, karena sektor ini sangat
berperan dalam menentukan kegiatan dan aktivitas pergerakan yang terjadi. Permasalahan
ini bila tidak segera ditangani dengan suatu sistem dan solusi yang tepat, akan dapat
memperbesar dampak dan permasalahan yang ditimbulkan serta pemborosan penggunaan
energi yang sia-sia. Untuk memberikan alternatif pemecahan yang tepat, maka diperlukan
suatu sistem pendekatan yang tepat pula yang mencakup seluruh aspek yang terkait.

Suatu kecenderungan terjadi karena berkembangnya suatu kota bersamaan pula dengan
berkembangnya masalah transportasi yang terjadi, sehingga jika tidak ada sinergi yang baik
antara keduanya maka masalah ini akan selalu membayangi perkembangan suatu wilayah
perkotaan secara terus-menerus. Permasalahan yang ada bukan saja menyangkut pada
kenyamanan sistem transportasi yang terganggu (kepadatan, kemacetan, keterlambatan,
parkir dll.), namun juga dapat meningkatkan pencemaran lingkungan melalui
meningkatnya gas buang dari kendaraan bermotor serta merupakan suatu bentuk
pemborosan energi yang sia-sia. Jadi dapat dilhat, bahwa permasalahan transportasi ini
merupakan suatu permasalahan kompleks yang melibatkan banyak aspek, pihak dan sistem
yang terkait sehingga dalam pemecahan permasalahan tersebut memerlukan suatu
pemecahan yang comprehensive dan terpadu yang melibatkan semua unsur (elemen) dan
aktor dalam pembangunan suatu kota.

Seiring dengan perubahan iklim (climate change) transportsi berkelanjutan menjadi


sesuatu hal yang wajib dipatuhi dalam setiap perencanaan siatem transportasi. Sistem
transportasi berkelanjutan (sustainable transportasion) menjadi sebuah jawaban dari
tantangan yang dihadapi planner dan menjadi trend dalam dewasa ini, perkembangan kota
biasanya dibarengi dengan masalah kemacetan lalu-lintas dan polusi udara. Strategi apa
yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut merupakan perdebatan yang panjang.
Para pendukung new urbanism percaya bahwa kemacetan dan polusi bisa ditanggulangi
dengan memaksakan lebih banyak orang dan kendaraan dalam kawasan yang sempit.
Dengan lebih terkonsentrasi, penyediaan angkutan umum bisa lebih baik dan efisien,
sehingga orang akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan cenderung
menggunakan angkuatan umum, bersepeda atau berjalan kaki. Sebaliknya budaya sub
urban dengan gagasan urban sprawl menganggap bahwa kemacetan disebabkan karena
terlalu banyaknya kendaraan di wilayah yang sempit, dan pada gilirannya kemacetan
memperparah polusi. Oleh karena itu kota harus dibiarkan berkembang menyebar, untuk
menyebar lalu-lintas dan tidak terfokus pada satu satu kota saja.

Dari tinjauan masalahan transportasi dan dampaknya pada lingkungan, maka dapat dilihat
kontribusi yang sangat besar dari masalah transportasi terhadap kenyaman dan kelestarian
lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan ini sedikitnya terdapat tiga konsep yang dapat
diberikan.

Konsep yang pertama adalah usaha untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor yang
ada, hal ini dapat dilakukan dengan penyedian sarana transportasi yang bersifat masal yang
nyaman, sehingga dapat menjadi alternatif terbaik bagi masyarakat dan dapat mengurangi
jumlah kendaraan pribadi.

Konsep kedua adalah perbaikan mutu gas buang dari kendaraan bermotor, baik dari segi
desain, perawatan maupun pemakaian bahan bakar yang seminimal mungkin dapat
memberikan pencemaran terhadap lingkungan.

Konsep yang ke tiga adalah usaha mengurangi kemacetan lalu lingtas di jalan sehingga
pemborosan energi dan pencemaran lingkungan dapat dikurangi. Mengkaji pada usulan
dalam pembahasan sistem jaringan maupun sisten pergerakan untuk meberikan suatu
sistem angkutan masal yang cepat dan nyaman dalam bentuk kereta api, tentunya hal ini
sangat mendukung konsep pembangunan yang berkelanjutan karena dapat mengurangi
jumlah kendaraan bermotor.

Atau dengan menerapkan sisitem transportasi yang berkelanjutan. Seperti busway, Segway,
sepeda, kereta api atau pembangunan jalan tol dan UlTra(uban light transport).

Selain itu konsep pengaturan tata guna lahan juga telah tertuang dalam rencanarencana
kota, namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kendala. Sistem
pengaturan tata guna lahan membutuhkan peran serta langsung masyarakat dan
memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Hal terpenting yang berkaitan dengan
pengaturan tata guna lahan (pembagian pusat-pusat pertumbuhan) adalah pemakaian
sistem transportasi yang menghubungkan antar pusat-pusat atau antara pusat dengan sub-
pusat pertumbuhan yang masih mengandalkan pada sistem transportasi jalan raya. Kondisi
ini mengakibatkan tingginya permasalahan transportasi seperti kepadatan, kemacetan,
perpakiran dan lain-lain. Sebagai alternatif dari aspek sistem pergerakan yang dapat
diajukan dalam usaha mengatasi permasalahan ini adalah dengan pengembangan suatu
sistem angkutan umum masal (mass rapid transportation) yang efektif dan efisien. Sebagai
pilihan terbaik dari sistem jaringan adalah moda angkutan kereta api, karena beberapa
pertimbangan seperti daya angkut, kecepatan, dampak petumbuhan sepanjang jalur
lintasan dan lain-lain. Sistem ini hendaknya terpadu dengan sistem moda angkutan lainnya
dengan fungsi dan hirarki yang jelas. Sistem jaringan kereta api diterapkan untuk
menghubungkan pusat kota dengan pusat-pusat pertumbuhan di sekitanrnya (kota satelit),
sedangkan pada pergerakan internal pusat kota dan masing-masing sub pusat kota
menggunakan sistem angkutan masal yang fleksibel seperti bus. Untuk pusat-pusat kota
dimana harga tanah sudaha sangat tinggi dapat diterapkan sistem subway, sedangkan di
daerah pinggiran dapat menggunakan sistem eleveted. Penerapan sistem terminal yang
terpadu antar beberapa macam moda angkutan merupakan suatu prasarana yang penting
untuk memudahkan pencapaian dan kenyamanan. Hal yang terpenting pula adalah
koordinasi antar sistem kelembagaan yang terkait, sehingga masing-masing kebijaksanaan
yang diambil berkaitan dengan masalah transportasi dapat dilakukan secara terpadu dan
terarah. Aspek pencemaran lingkungan sebagai dampat dari permasalahan transportasi
adalah sangat besar, sehingga pemecahan masalah ini harus segera dilakukan sehingga
keselamatan lingkungan segera dapat dilakukan. Usulan pemanfaatan sistem jaringan
kereta api dan bus yang terpadu merupak salah satu usaha yang tepat dalam mengatasi
masalah transportasi yang pada akhirnya akan dapat pula mengurangi pencemaran yang
ditimbulkan terhadap lingkungan
Daftar pustaka

file:///C:/Users/Fedro%20tallamma/Downloads/tata%20guna%20lahan%20dan%20trnspo
rt%20berkelanjutan.pdf

http://studiperadaban.blogspot.co.id/2012/05/dampak-sosial-urbanisasi.html

http://bhangga1231.blogspot.co.id/2013/07/pengaruh-perkembangan-desa-serta.html

https://www.scribd.com/doc/181101330/Tugas-dr-Anita-Grup-5-IKM-Dampak-
Urbanisasi-bagi-Kesehatan-Perkotaan-docx

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 05/PRT/M/2008 TENTANG


PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU DI
KAWASAN PERKOTAAN.

Anda mungkin juga menyukai