Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi, khususnya aspek-

aspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan aktivitas-aktivitas auditor dalam

mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil keputusan. Terdapat banyak hal yang dapat

dipertimbangkan sebagai data pendukung dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada

aspek keperilakuan auditor.

Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik dengan auditor internal

berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat dengan catatan-catatan suatu

organisasi dan prinsip-prinsip akuntansi yang dibangun oleh badan profesi akuntansi.

Sebaliknya, auditor internal terkait dengan aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang yang

menjalankan operasi organisasi.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal mengevaluasi aktivitas

yang dilakukan oleh orang-orang sehingga terdapat hubungan pribadi antara orang yang

dievaluasi dengan orang yang mengevaluasi dengan para auditor.

B. MEMOTIVASI PIHAK YANG DIAUDIT

Sebagaimana diketahui, motivasi merupakan alat bantu keperilakuan terbesar bagi audit

internal. Dua dari kebutuhan pokok Maslow adalah kebutuhan untuk menjadi bagian dari

organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani auditor internal

secara baik.

Kebutuhan menjadi bagian dari organisasi. Bagian audit merupakan bagian dari

keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki operasi organisasi tersebut. Pihak

yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat mereka akan diterima dan dipertimbangkan untuk
dimasukan dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna memperbaiki kondisi operasi

organisasi. Menghormati diri sendiri dan orang lain. Kebutuhan akan rasa dihormati ini dapat

dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak langsung dalam kerja sama

dengan staf audit untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang bermasalah, membantu dalam

mengidentifikasi kinerja, serta mengembangkan tindakan-tindakan korektif.

C. HUBUNGAN DENGAN GAYA MANAJEMEN

Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Empat gaya tersebut

meliputi gaya mengarahkan, gaya melatih, gaya mendukung, dan gaya mendelegasikan.

Menggunakan suatu pendekatan audit yang konflik dengan filosofi manajemen dari manajemen

pihak yang diaudit akan menyebabkan audit kesulitan dalam perolehan bantuan serta kerja sama

secara sukarela.

Dari empat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya keempat merupakan gaya yang

terpenting. Pada gaya pertama, auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama dengan seluruh

manajemen dalam proses audit sehingga dapat meyakinkan pihak manajeman bahwa auditor

berada di pihak mereka dan mempunyai tujuan untuk mengembangkan desain guna membantu

memperbaiki operasi.

Pada gaya keempat, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa mereka

merupakan bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan kerja atau konsultan.

D. PENGELOLAAN KONFLIK
Dalam hal perubahan, konflik sering kali terjadi pada proses audit. Konflik terjadi dalam

hal lingkup (manajemen), tujuan (auditor eksternal), tanggung jawab (layanan manajemen), dan

nilai.

Dalam bidang akuntansi, konflik dapat terjadi antara auditor yang cenderung

mempertahankan profesionalismenya dan pihak yang diaudit yang cenderung mempertahankan

lembaga atau keinginannya. Oleh sebab itu terdapat empat metode khusus yang secara umum

digunakan untuk menyelesaikan konflik, yaitu arbitrasi, mediasi, kompromi, dan langsung.

E. MASALAH-MASALAH HUBUNGAN

Brink dan Witt (1982) mempunyai daftar konsep yang akan membantu untuk

memperlakukan orang dengan lebih baik. Konsep-konsep tersebut adalah:

1.

Terdapat variasi umum dalam kemampuan dan sifat-sifat dasar individu, oleh sebab itu auditor

seharusnya mempertimbangkannya dalam kaitannya dengan karyawan pihak yang diaudit.

2. Keberagaman perasaan-perasaan dan emosi, sehingga auditor seharusnya mengidentifikasi

keberagaman perasaan dan mencoba menangani hal tersebut secara efektif.

3. Keberagaman persepsi. Staf pihak yang diaudit tidak memandang dengan cara yang sama

seperti yang dilakukan oleh staf audit.

4. Ukuran kelompok pihak yang diaudit dapat berpengaruh pada hubungan. Auditor diharuskan

untuk memodifikasi pendekatan secara teknis ketika menghadapi kelompok yang lebih luas.

5. Pengaruh dari berbagi situasi operasi sebagai suatu variasi akhir. Setiap perubahan situasi

mempengaruhi perasaan dan tindakan seseorang, auditor seharusnya memasuki variasi ini ke

dalam pertimbangannya pada hubungan interpersonal.


F. KARAKTERISTIK UMUM INDIVIDU

Sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individu dari pihak yang diaudit,

meliputi:

1. Menjadi produktif, sibuk pada pekerjaan-pekerjaan yang bermakna.

2. Mempunyai dorongan ke arah dedikasi terhadap suatu usaha yang dianggap penting.

3. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain.

4. Bebas untuk memilih guna mendapatkan independensi dan kebebasan pilihan.

5. Memiliki sifat yang adil dan jujur.

6. Memiliki bias pada diri sendiri, tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji dibandingkan

dengan dikritik.

7. Mencari kepuasan diri sendiri.

8. Memiliki nilai untuk mendapatkan imbalan atas usaha-usahanya.

9. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik.

10. Menjadi bagian dari tim yang sukses.

11. Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.

12. Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.

13. Lebih cenderung untuk sensitif dibandingkan dengan membantu orang.

G. KESADARAN PADA DIRI SENDIRI

Dalam suatu situasi dimana banyak hubungan interpersonal, hal terpenting adalah untuk

menyadari dan memegang teguh keseimbangan serta untuk memandang diri sendiri sebagaimana

orang lain memandangnya (Ratcliff et al., 1988). Elemen-elemen utama tersebut adalah:
1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam hubungan secara

mental, fisik, emosional, dan karakteristik pribadi.

2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.

3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalam lingkungan relatif yang dimiliki seseorang, dimana

orang tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.

4. Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain.

5. Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.

6. Suatu perasaan keterpaduan yang berasal dari kepercayaan bahwa seseorang berpartisipasi dalam

suatu lingkungan secara etis.

H. KOMUNIKASI SECARA EFEKTIF

Komunikasi terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, dan laporan tertulis.

Bahasa yang menggunakan aksioma seharusnya jelas, ringkas, bebas akronim, dalam struktur

gramatikal yang baik, dan mengungkapkan isi dalam aturan sederhana yang logis.

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kominikasi yang efektif adalah:

1. Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah bagian dari

manajemen.

2. Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahn-kesalahan kerja dari pihak

yang diaudit.

3. Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan, baik secara verbal atau tertulis.

4. Pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit ketika memberi saran.


5. Menjaga laporan dan memberikan keadilan.

6. Jangan berargunen mengenai moralitas.

7. Mengaitkan dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari temuanya.

8. Sepanjang proses penyusunan laporan mengizinkan pihak yang diaudit untuk mengungkapkan

pendapatnya.

9. Sopan dengan seluruh karyawan pihak yang diaudit dan menyambut manajemen pihak yang

diaudit dengan rasa hormat.

10. Melakukan pertemuan dan wawancara di kantor pihak yang diaudit.

11. Mempertimbangkan kemungkinan tekanan yang muncul dalam diri pihak yang diaudit.

I. PELAKSANAAN AUDIT PARTISIPASI

Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya

organisasi. Porter et al. (1985) mengatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap dan

perilaku auditor.

Elemen-elemen keperilakuan dalan audit partisipasi:

1. Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diaudit bidang mana yang akan diaudit.

2. Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai

pemrograman dan pelaksanaan audit.

3. Peroleh persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi.

4. Dapatkan persetujuan atas isi laporan.

5. Memasukkan informasi nyata pada laporan audit.


DAFTAR PUSTAKA

Arfan Irfan lubis. (2010) Akuntansi Keperilakuan edisi 2, penerbit : Salemba Empat
spek Keperilakuan dalam Audit

1. Memotivasi Pihak Yang Diaudit

Motivasi merupakan alat bantu keperilakuan terbesar bagi audit internal. Dalam teori motivasi, dikenal
dengan lima kebutuhan pokok Maslow. Dua dari kebutuhan pokok tersebut adalah keinginan untuk
menjadi bagian dari organisasi dan kebutuhan untuk diterima dan dikenal, sehingga dapat melayani
auditor internal secara baik.
A. Kebutuhan Menjadi Bagian dari Organisasi
Bagian audit merupakan bagian dari keseluruhan organisasi yang berdedikasi untuk memperbaiki
operasi organisasi tersebut. Pihak yang diaudit dapat dijanjikan bahwa pendapat mereka akan diterima
dan dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam pertimbangan keseluruhan manajemen guna
memperbaiki kondisi operasi organisasi. Para auditor diminta untuk mendekati pihak yang diaudit
dengan bahasa yang memperkuat kebutuhan ini dan potensi penyelesaian serta dengan mempercayai
pihak yang diaudit untuk membantu atau mengambil bagian atas pencapaian tujuan dari pekerjaan
audit sekarang. Hal ini harus dicapai melalui jaminan dari pihak yang diaudit bahwa sikap positif mereka
akan dicerminkan secara langsung ataupun tidak langsung dalam laporan audit.

B. Menghormati Diri Sendiri dan Orang Lain


Kebutuhan akan rasa hormat ini dapat dikaitkan dengan keyakinan pihak yang diaudit untuk bertindak
langsung dalam kerja sama dengan staf audit untuk mengidentifikasikan bidang bidang yang
bermasalah, membantu dalam investigasi terhadap kinerja, serta mengembangkan tindakan tindakan
korektif. Aspek terpenting disini adalah auditor mengidentifikasikan tindakan tindakan pihak yang
diaudit secara langsung sebagai bagian dari usaha audit. Pihak yang diaudit biasanya akan menerima
rasa hormat dan respons manajemen melalui penerapan audit yang merupakan bagian dari manajemen
yang berpengaruh dalam melakukan perbaikan operasional manajemen.

2. Hubungan dengan Gaya Manajemen


Terdapat empat gaya manajemen (kepemimpinan) secara umum. Keempat gaya manajemen tersebut
yaitu :
a. Gaya mengarahkan
Gaya mengarahkan berarti pemimpin memberikan intruksi spesifik dan mengawasi penyelesaian
pekerjaan dari dekat.
b. Gaya melatih
Gaya melatih berarti pemimpin tidak hanya memberikan pengarahan dan mengawasi penyelesaian
tugas dari dekat, tetapi juga menjelaskan keputusan, menawarkan saran, dan mendukung kemajuan
bawahannya.
c. Gaya mendukung
Gaya mendukung berarti pemimpin memudahkan dan mendukung upaya bawahan untuk penyelesaian
tugas serta berbagi tanggung jawab dalam pembuatan keputusan dengan bawahan.
d. Gaya mendelegasikan
Gaya mendelegasikan berarti pemimpin menyerahkan tanggung jawab pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah kepada bawahan secara relative utuh.
Masing masing gaya manajemen tersebut mempunyai perbedaan yang luas dan semuanya
mencerminkan filosofi serta pendekatan manajemen terhadap para manajer. Menggunakan suatu
pendekatan audit yang konflik dengan filosofi manajemen dari manajemen pihak yang diaudit akan
menyebabkan audit menjadi tidak popular dan menimbulkan kesulitan kesulitan dalam perolehan
bantuan serta kerja sama secara sukarela.
Dari keempat gaya tersebut, gaya pertama dan gaya terakhir merupakan yang terpenting untuk
didiskusikan. Pada gaya pertama, aturan aturan manajemen dipatuhi secara sangat ketat. Auditor
seharusnya tidak membuat ikatan ikatan dengan staf tanpa persetujuan manajemen. Akan tetapi, hal
ini membuat auditor kesulitan untuk memperoleh informasi maupun akses terhadap informasi, sehingga
harus diambil langkah lain. Auditor seharusnya mencoba untuk bekerja sama dengan seluruh
manajemen dalam proses audit. Hubungan yang akrab dan berulang dapat meyakinkan pihak
manajemen bahwa auditor berada di pihak mereka. Oleh karena itu, kejujuran dalam berdiskusi dapat
menyakinkan manajemen bahwa tujuan audit adalah untuk mengembangkan desain guna membantu
memperbaiki operasi. Selain itu, dibutuhkan suatu pola perilaku audit yang dapat mewujudkan
hubungan dengan manajemen karyawan yang bergaya pelatih.
Sebagaimana dengan gaya mendelegasikan, auditor seharusnya mengambil pendekatan bahwa mereka
merupakan bagian dari tim manajemen dan bertindak sebagai rekan kerja atau konsultan. Bila audit
dilakukan menggunakan pendekatan audit tradisional, maka auditor akan mempercayai atau mau
membantu audit tersebut secara penuh. Auditor sebaiknya memilih pendekatan yang membuatnya
dapat berhubungan dengan kelompok pihak yang diaudit.
Perubahan Manajemen
Salah satu masalah terbesar yang dimiliki oleh auditor adalah menjual perubahan perubahan yang
akan dijalankan melalui implementasi dan temuan audit. Ilmu social telah mengidentifikasikan sejumlah
alas an mengapa orang tidak menginginkan perubahan metode operasi mereka. Ada tiga hal yang
mungkin merupakan faktor terpenting yang menimbulkan keengganan untuk melakukan perubahan :
1. Ketakutan terhadap apa yang tidak diketahui, yaitu apa yang akan dibawa oleh perubahan
tersebut.
2. Aspek birokrasi dari kenyataan perubahan, baik secara horizontal maupun vertical.
3. Aspek ego, dengan adanya perubahan, maka metode sekarang dianggap tidak efisien atau tidak
layak.
Oleh sebab itu auditor seharusnya mengambil tindakan pasti untuk menghilangkan ketakutan atau
pertentangan dari pihak yang diaudit. Dalam kasus ketakutan dari ketidaktahuan, auditor seharusnya
berhati-hati dalam menelaah kemungkinan dari pihak yang diaudit untuk menghasilkan perubahan, baik
berdampak bagus maupun yang tidak begitu bagus. Pihak yang diaudit seharusnya diberitahu mengenai
metodologi atau penyelesaian yang dapat digunakan dan secara aktif menasihati mencari tahu
mengenai metode metode yang direkomendasikan.
Aktivitas aspek birokrasi yang penting untuk mengakomodasi perubahan. Disini pihak yang diaudit dapat
mempunyai kesempatan untuk membantu mendesain metode baru dan memastikan bahwa metode
tersebut tidak akan menimbulkan gangguan terhadap operasi sekarang. Dengan demikian pihak yang
diaudit mampu membantu dalam mendesain perubahan sebagaimana mereka mempengaruhi
hubungan internal, baik secara vertical maupun horizontal. Terkait dengan masalah ini, beberapa
pendekatan yang dapat diambil antara lain meliputi:
1. Auditor internal seharusnya melihat perubahan audit dengan cara pandang manajer.
2. Konsep auditor terhadap pengendalian seharusnya sejauh mungkin menyerupai konsep konsep
manajemen.
3. Auditor seharusnya mengutamakan suatu pendekatan partisifatif.
4. Auditor seharusnya menjadi suatu audit yang seimbang, tidak sebagai suatu yang menghakimi.
5. Auditor seharusnya melengkapi kegagalan dari suatu pendekatan manajemen.
6. Auditor internal seharusnya mencoba untuk bertindak sebagai seorang penasihat dan bukan
sebagai seorang kebijakan.
Guna mengurangi konfrontasi dan sifat statis, auditor internal seharusnya meyakinkan bahwa
perubahan adalah evolusi bukan revolusi. Perubahan seharusnya dipandang sebagai perbaikan suatu
operasi yang sebenarnya tidak salah. Audit hanya membantu membuat operasi tersebut menjadi lebih
efisien dan efektif. Walaupun pada saat sekarang operasi tersebut tidak rusak atau cacat, tetapi operasi
tersebut akan dapat diperbaiki lebih jauh lagi dengan bantuan pihak yang diaudit. Pandangan
pandangan yang demikian, menjadi penting untuk diperhatikan sebab cara pandang tersebut akan
mampu menjadi monivator untuk melakukan kegiatan kegiatan perbaikan secara berlanjut di
lingkungan organisasi yang berubah secara simultan.

3. Pengelolaan Konflik
Konflik adalah suatu karakteristik yang kerap kali terjadi pada proses audit (Chambers at al., 1987).
Konflik sering kali membantu pencapaian tujuan audit, tetapi jika tidak ditangani lebih awal, maka
konflik akan menjadi lebih tajam dan luas. Konflik dapat terjaadi dalam hal hal seperti berikut :
1. Lingkup seperti terhadap manajemen.
2. Tujuan sebagaimana terhadap auditor eksternal.
3. Tanggung jawab seperti layanan manajemen.
4. Nilai dominasi atau persepsi terhadap peran audit dari kacamata pihak yang diaudit.
Dalam bidang akuntansi, konflik dapat terjadi antara auditor yang cenderung mempertahakan
profesionalismenya dan pihak yang diaudit yang cenderung mempertahankan lembaga atau
keinginannya. Dapat disimpulkan bahwa ketika seorang auditor bekerja pada suatu lembaga bisnis
professional, yang dikelilingi oleh suatu birokrasi, konflik dan hilangnya nilai nilai serta norma norma
profesionalisme akan muncul. Di pihhak lain, sikap dan keyakinan yang berkaitan dengan lingkungan
anggota seprofesi sering kali dibentuk oleh kondisi birokrasi.oleh karena itu, sikap yang dimunculkan
oleh satu atau beberapa orang professional yang mempertahankan nilai nilai profesionalismenya akan
cenderung menjadi pemicu konflik.
Aranya dan Ferris (1984) telah melakukan survey terhadap auditor dan dapat kesimpulan menyatakan
bahwa:
1. Konflik yang terjadi pada organisasi profesi akuntan lebih tinggi dibandingkan dengan konflik yang
terjadi pada akuntan yang bekerja dilingkungan organisasi bisnis bukan profesi.
2. Dalam organisasi professional, tingkat konflik yang diterima berbanding terbalik dengan posisi
individu dalam suatu birokrasi.
3. Persepsi konflik berhubungan secara negative dengan kepuasan kerja dan berhubungan secara
positif dengan kecenderungan untuk berpindah kerja.
Konflik akan muncul ketika di dalam organisasi bisnis profesional terdapat sebagian orang yang
memegang teguh nilai nilai profesionalismenya, sementara sebagian lainnya tidak bahkancenderung
untuk menghilangkan nilai nilai tersebut. Ada empat metode khusus
yang secara umum digunakan untuk menyelesaikan konflik:

a. Arbitrasi
b. Mediasi
c. Kompromi
d. Langsung
Keempat metode tersebut mencoba untuk mencapai suatu posisi yang dianggap adalah yang terbaik
bagi organisasi. Metode tersbut tidak selalu mencoba untuk meredakan perasaan dari masing masing
kelompok yang mengalami konflik. Metode yang terbaik dan paling sering digunakan dalam pendekatan
keperilakuan adalah metode kompromi, jika perbedaan masih dapat di kompromikan. Metode terbaik
lainnya yaitu mediasi. Mediasi merupakan jenis metode kompromi dengan pengecualian bahwa mediasi
yang menggunakan sseorang juri cenderung memegang teguh kepentingan kepentingan organisasi.
Pada metode arbitrasi, ketika terjadi suatu konflik muncullah kelompok ketiga yang menjadi suatu
harapan penyelesaian konflik dalam organisais tersebut.

4. Masalah Masalah Konflik


Brink dan Witt (1982) mempunyai daftar konsep yang akan membantu untuk memperlakukan orang
dengan lebih baik. Konsep konsep tersebut merupakan perilaku langsung dan kemungkinan dapat
dimanfaatkan untuk semua hubungan singkat perusahaan. Konsep tersebut meliputi :
1. Terdapat variasi umum dalam kemampuan dan sifat sifat dasar individu. Auditor seharusnya
menyadari adanya perbedaan ini dan mempertimbangkan dalam kaitannya dengan karyawan pihak yang
diaudit.
2. Pengaruh terbesar terhadap perasaan - perasaan dan emosi seharusnya juga dipertimbangkan.
Auditor seharusnya mengidentifikasi keberagaman peranan dan mencoba menangani hal tersebut
secara efektif.
3. Keragaman persepsi seharusnya juga dipertimbangkan. Staf pihak yang diaudit tidak memandang
dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh stf audit. Beragam pengalaman, pendidikan, dan
lingkungan dari kedua kelompok menghasilkan dikotomi terhadap sikap dan interprestasinya.
Perbedaan ini dapat berdampak serius pada komunikasi dan dapat menjadi sumber yang konstan dari
sikap sikap yang kurang menyenagkan jika tidak di pertimbangkan secara hati hati.
4. Ukuran kelompok pihak yang diaudit dapat berpengaruh pada hubungan. Variasi dari apa yang
disebut sebagai kelompok dinamis menghasruskan auditor untuk memodifikasi pendekatan secara
teknis ketika melakukannya dengan kelompok yang lebih luas. Hal disebabkan karena banyak
pendekatan teknis yang tidak mengintegrasikan seluruh variasi perilaku.
5. Pengaruh dari berbagai situasi operasional sebagi suatu variasi akhir. Setiap perubahan situasi
mempengaruhi perasaan dan tindakan seseorang. Auditor seharusnya memasukkan variasi ini ke dalam
pertimbangan pada hubungan interpersonal.

5. Karakteristik Umum Individu


Brink dan Witt (1982) juga telah membuat suatudaftar mengenai karakteristik kelompok individu dari
orang-orang yang beradadalam berbagai tingkatan. Auditor seharusnya mempertimbangkan hal
tersebut karena hal ituberpengaruh terhadap kepribadian,sikap,dan aktivitas. Pengetahuan dan
pertimbangan atas perbedaan inidapat membantu untuk memastikan hubungan yang lebih harmonis.
Pada umumnya sifat yang muncul pada berbagai tingkatan dalam setiap individudari pihak yang diaudit
meliputi :
a. Menjadi Produktif, sibuk padapekerjaan-pekerjaan yang bermakn.
b. Mempunyai dorongan kearah dedikasi terhadap suatuusaha yang dianggap penting.
c. Mempunyai keinginan untuk melayani dan memberikan bantuan kepada individu lain.
d. Bebas ubtukmemilihguna mendapatkan indenpendensi dan kebebasan pilihan.
e. Memiliki sifat yang adil dan jujur.
f. Memiliki bias pada diri sendiri,tercermin pada sikap yang lebih suka dipuji dibandingkan dengan
kritik.
g. Mencari kepuasan diri sendiri.
h. Memiliki nilai untukmendapatkan imbalan atas usahanya.
i. Bersikap seperti orang-orang yang patuh dan dapat beradaptasi secara baik.
j. Menjadi bagian tim yang sukses.
k. Memiliki rasa haru atas bencana yang menimpa orang lain.
l. Memiliki keterkaitan pada pemaksimalan kepuasan diri sendiri.
m. Lebih cenderung untuk sensitive dibandingkandengan membantu orang.

6. Kesadaran pada diri sendiri


Dalam suatu situasi dimana terdapat banyak hubungan interpersonal sebagaimana yang terdapat
didalam audit internal, merupakan hal penting untuk menyadari dan memegang teguh keseimbangan
serta untuk memandabg diri sendiri sebagaimana orang lain memandangnya (Ratclff et al,1988).
Beberapa elemen utama dari aspek yang terpenting kondisi ini adalah:
1. Adanya pengetahuan terhadap kekuatan dan kelemahan orang lain dalam berhubungan secara
mental ,fisik dan karakterisrik pribadi.
2. Rasa memiliki terhadap produktivitas dan kepuasan kelompok kerja.
3. Kesadaran terhadap perintah dasar dalamlingkungan relative yang dimilki seseorang dimana orang
tersebut harus menyesuaikan diri dengan kelompok organisasi yang luas.
4. Suatu keinginan untuk melayani kebutuhan- kebutuhan orang lain
5. Suatu perasaan memiliki atas produktivitas yang didasarkan pada ego seseorang.
6. Suatau perasaan keterpaduan yangberasal dari kepercayaan bahwa seseorang berpartisipasi dalam
suatu lingkungan secara etis.

7. Komunikasi secara Efektif


Komunikasi ini terdiri atas wawancara, musyawarah, laporan lisan, laporan tertulis. Perintah seorang
auditor dengan menggunakan komunikasi yang efektif merupakan cara yang positif untuk menciptakan
lingkungan yang harmonis dalam menjalankan audit.
Terdapat unsur-unsur yang dipresentasikan baik secara lisan maupun tulisan yang dipertimbangkan
untuk memiliki hubungan perilaku yang baik unsur tersebut adalah :
a. Jangan bicara atau menulis dalam bentuk langsung sebab auditor bukanlah bagian dari
manajemen.
b. Jangan menggunakan istilah-istilah yang berimplikasi pada kesalahan-kesalahan dari pihak yang
diaudit.
c. Jangan menjadikan pihak yang diaudit sebagai pokok bahasan baik secara verbal maupun tertulis.
d. Ketika memberikan saran pertimbangkan sifat ego pihak yang diaudit sebab hal ini berimplikasi
kepadaanggapan mereka .
e. Mengijinkan pihak yang diaudit untuk melakukan perubahan dalam bahasa laporan sepanjang
tidak mengubah subtansinya.
f. Jangan berargumen atau berkomentar mengenai moralitas, karena auditor mencari fakta dan tidak
bertindak sebgai seorang penasihat yang berhungan dengan moral.
g. Menjaga laporan dan memberikan keadilan.
h. Mengaitkan dengan kondisi lingkungan ketika mencari penyebab dari temuanya.
i. Mengizinkan paihak yang diaudit sepanjang proses penyusunan laporan untuk mengungkapkan
pendapat
j. Sopan dengan seluruh tingkatan staff pihak yang diaudit dan menyambut manajemen pihak yang
diaudit dengan rasa hormat.
k. Melakukan pertemuan dan wawancara dikantor pihak yangdiaudit.
l. Mempertimbangkan kemungkinatekanan yang muncul dalam diri pihak yang diaudit.
Menghadapi banyaknya Oposisi
Terdapat tiga jenis pokok dari banyaknya oposisi :
a. Suatu indikasi yang menunjukan kurang pentingnya audit
b. Pihak yangdiaudit bertindak dalam suatu gaya konfrontasional
c. Pihak yang diaudit menolak untuk mengambil berbagai tindakan selama atau secara audit.

8. Pelaksanaan Audit Partisipatif


Telah menjadi suatu hal yang umum dalam audit bahwa inti dari kinerja audit yang baik berasal
daripendekatan keprilakuan. Elemen keprilakuan tersebut meliputi:
a. Pada awal audit, tanyakan pada pihak yang diadit bidang mana yang akan diaudit.
b. Bangun suatu pendekatan kerja sama dengan staf pihak yang diaudit dalam menilai.
Pemrogram audit
Pelaksanaan audit
c. Perolehan persetujuan dan rekomendasi untuk tindakan koreksi
d. Dapatkan persetujuan atas isi laporan
e. Memeasukan informasi nyata pada laporan audit. Partisipasi didalam audit membantu
memecahkan berbagai permasalahan dan mengordinasikan tindakan korektif.Seluruh keberhasilan
diatas tergantung pada kredibilitas auditor atas kekejujuran.
Penggunaan Pengetahuan Keperilakuan dalam Audit
Secara umum penanganan keperilakuan organisasi adalah akibat dari berbagai hal berikut ;
1. Kondisi, pada umumnya kualitas dri struktur pengendalian internal.
2. Motivasi atau kebutuhan dari karyawan kantor untuk membentuk etika dan kejujuran.
3. Sikap atas dasar karakteristik pribadi dari seluruh tingkatan karyawan.
Diasumsikan bahwa para auditor internal dalam setiap pekerjaannya selalu berhubungan dengan
karyawan karyawan yang ada diorganisasi. Kedekatan ini menghasilkan posisi evaluative yang
memungkinkan karyawan untuk menerima atau menolak auditor, di mana hal tersebut akan berdampak
pada tingkat kebebasan auditor. Pengalaman dan pemahaman atas aspek keperilakuan serta
pertimbangan terkait memberikan kepada auditor alat audit yang kuat.
Selain masalah perilaku pihak yang diaudit, auditor internal juga perlu memahami budaya organisasi.
Porter et al (1985) dikatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi sikap dan perilaku auditor. Untuk
budaya organisasi, unsure unsure tercermin, antara lain :
1. Komitmen karyawan
2. Kualitas pelatihan dan Pengembangan staf
3. Identitas perusahaan seperti kebijakan.
4. Pembuatan keputusan.
5. Fokus manajemen.
Oleh karena itu, suatu audit tidak akan menjadi kontradiktif ketika laporan audit dapat diterima dan di
implementasikan.

Anda mungkin juga menyukai