Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUGAS

KANKER OVARIUM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Program Profesi Ners Angkatan XXXII
Bagian Keperawatan Maternitas

Oleh:
Bagus Dwi Santoso 220112160132
Nurrachma Ariestanti 220112160055
Hijir Wirastia 220112160053

Program Profesi Ners Angkatan XXXII


Sub Bagian Keperawatan Maternitas
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran Bandung
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker ovarium merupakan penyebab utama kematian ginekologi dan
penyebab paling umum keempat kematian akibat kanker pada wanita, terdapat
16.000 kematian setiap tahunnya. Kanker ovarium menjadi kanker nomor lima
tersering pada perempuan Amerika Serikat dan di Indonesia pada urutan ke enam
terbanyak dari tumor ganas terbanyak pada wanita, setelah kanker servik, uteri,
payudara, kolorektal, kulit, limpoma. (Callahan & Caughey, 2013) American
Cancer Society memperkirakan bahwa pada 2013, sekitar 22,240 wanita akan
menerima diagnosis baru kanker ovarium, dan sekitar 14.230 wanita meninggal
akibat kanker ovarium. Kanker ovarium adalah kanker yang menyerang ovarium
wanita akibat perkembangan sel-sel yang abnormal. Perkembangan kanker ovarium
bisa sangat cepat, dari stadium awal hingga stadium lanjut bisa terjadi dalam waktu
satu tahun. Kanker ovarium merupakan perkembangan lebih lanjut dari tumor
malignan di ovarium.
Berbagai faktor yang berkaitan dengan reproduksi, genetik, dan faktor
lingkungan dihubungkan dengan terjadinya kanker ovarium, diantaranya adalah
nuliparitas, menars awal, menopause terlambat, ras kulit putih, peningkatan usia
dan faktor genetik. Secara umum, faktor risiko diatas berhubungan dengan siklus
ovarium yang tidak terputus selama masa reproduksi. Stimulasi yang berulang-
ulang dari epitel permukaan ovarium dianggap dapat bertransformasi menjadi suatu
keganasan.
Wanita yang memiliki sindrom kanker ovarium (BRCA, BRCA2, atau
sindrom Lynch II/HNPCC), memiliki resiko tinggi menderita kanker ovarium
sebesar 30-50%. Sedangkan, wanita yang mempunya riwayat keluarga yang
menderita kanker ovarium selanjutnya akan meingkatkan resiko sebesar 5-15%
terjadinya kanker ovarium. Kerabat tingkat pertama, yang lebih muda meiliki resiko
yang tinggi pada saat diagnosis kanker ovarium, begitu juga dengan wanita yang
memiliki riwayat kanker payudara memiliki peningkatan dua kali lipat kejadian
kanker ovarium. Mekanisme kanker ovarium diduga terkait dengan mutasi yang
terjadi selama ovulasi, dengan demikian wanita dengan riwayat gangguan waktu
ovulasi seperti, early menarche, infertilitas, nulliparitas, tertunda melahirkan, onset
menopause terlambat berada pada peningkatan resiko kanker ovarium. Selain itu
juga, bertambahnya usia adalah salah satu faktor utama kanker ovarium.

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memberikan informasi mengenai asuhan
keperawatan yang akan diberikan pada pasien dengan kanker ovarium serta
memberikan informasi mengenai kanker ovarium dan cara mengatasinya. Oleh
karena itu dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu dan bermanfaat
untuk kita semuanya.
1.3 Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan dapat memperdalam ilmu
keperawatan yang bersangkutan dengan kanker ovarium dan juga dapat menjadikan
acuan dalam menetapkan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Ovarium


2.1.1 Anatomi Ovarium

Gambar 2.1 Anatomi ovarium


Wanita memiliki dua ovarium kiri dan kanan dengan bagian mesovarium menggantung
dibagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan pada dingding pelvis di fossa iliaca. Kedua
ovarium berada di sisi uterus yang dihubungkan oleh ligamentum ovarii propria. Sebagian
besar ovarium berada di intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Bagian ovarium
yang berada di dalam kavum peritoneal dilapisi oleh sel epitel kubus silindris yang disebut
epithelium germinativum. Pinggir atas ovarium atau hilusnya berhubungan dengan
mesoovarium tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabut saraf. Permukaan
belakangnya menuju ke atas dan belakang, sedangkan permukaan depannya menuju ke bawah
dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih tinggi daripada ujung yang dekat
dengan uterus.
Ovarium menghasilkan ovum juga menghasilkan hormone estrogen dan progesterone.
Ovum yang dihasilkan oleh ovarium ditangkap oleh fimbrie dan berjalan melalui tuba fallopi
masuk ke uterus. Ovarium berbentuk bulat lonjong agak pipih, permukaan halus dan ukurannya
bervariasi sesuai dengan pertambahan usia. Gambaran ovarium bayi baru lahir warna agak
coklat, memanjang, struktur rata. Ukuranya kira-kira 1,3 x 0,5 x0,3 cm, beratnya kurang dari
0.3 gram, dengan bertambahnya usia menjadi anak-anak, ovarium juga bertambah besar dan
saat usia prepubertas dijumpai follicle kistik yang dominan yang hampir mirip dengan penyakit
polikistik ovariun. Pada periode reproduksi, ovarium bentuk agak oval, ukuran 3-5 x 1,5-3,0 x
0.6-1,5 cm dan berat kira-kira 5-8 gram, warna putih kemerah-merahan dan permukaan lebih
halus. Pada pemotongan dijumpai follikel-follikel kistik, korpora lutea warna kuning, korpora
albikan warna putih umumnya dijumpai di korteks dan medula. Wanita post menopause jumlah
ovariumnya bertambah.
Struktur ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar yang di liputi oleh epithelium
germinativum berbentuk kubus dan di bagian dalam terdiri dari stroma serta folikel-folikel
premordial. Medula di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma, pembuluh-pembuluh
darah dan sedikit otot polos. Folikel-folikel ini merupakan bagian terpenting dari ovarium dan
dapat dilihat dibagian korteks dalam letak yang beraneka ragam, dan folikel ini berkembang
menjadi folikel de graaf yang matang berisi liquor follikuli, mengandung estrogen dan siap
berovulasi. Folikel de graaf yang matang terdiri dari ovum, stratum granulosum, teka interna
dan teka eksterna. Ovarium diperdarahi oleh arteri ovarika yang merupakan cabang dari aorta
melalui ligamentum infundibulopelpikum yang memperdarahi seluruh permukaan ovarium dan
beranastomosis dengan arteri ovarium cabang arteri uterine dan memperdarahi korteks dan
medulla, kemudian berjalan ke arah hilus. Sama halnya dengan pembuluh darah vena
bersamasama dengan arteri. Aliran lymph ovarium melalui stroma ovarium dan membentuk
pleksus di hilus dan bermuara ke kelenjar getah bening paraaorta.
Gambar 2.2 berikut merupakan gambaran ovarium dengan perkembangan jaringan kanker

Gambar 2.2 Metastase jaringan kanker pada ovarium

2.1.2 Epidemiologi Kanker Ovarium


Rata-rata 1 dari 70 wanita berpotensi untuk menderita kanker ovarium selama hidupnya
dan 1 dari 95 wanita berpotensi untuk mengalami kematian akibat kanker ovarian invasif.
Semua wanita beresiko menderita kanker ovarium, namun wanita yang lebih tua lebih sering
dibandingkan wanita yang lebih muda. Sekitar 90% wanita yang menderita kanker ovarium
terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan dua pertiga wanita saat di diagnosis
menderita kanker ovarium berusia diatas 55.
Epidemiology and End Results (SEER), program lembaga kanker national,
menyebutkan bahwa rata-rata usia penderta kanker ovarium adalah 63 tahun. Insidensi tertinggi
dicatat di Eropa Utara, Tengah dan Timur, diikuti oleh Eropa Barat dan Amerika Utara, dan
tingkat terendah di Afrika dan sebagian Asia (negara Jepang paling rendah). Gambaran
persentase diagnosis berdasarkan usia sekitar 1,3% didiagnosis di bawah usia 20; 3,6% antara
20 dan 34; 7,4% antara 35 dan 44; 18,6% antara 45 dan 54; 23,4% antara 55 dan 64; 20,1%
antara 65 dan 74; 17,6% antara 75 dan 84 dan 8,1% tahun 85 tahun. Angka ini didasarkan kasus
yang di diagnosis pada 2005-2009 dari 18 daerah menurut data SEER. Lebih dari 23000 kasus
baru terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Kanker ovarium menjadi kanker nomor lima
tersering pada perempuan Amerika Serikat dan di Indonesia pada urutan ke enam terbanyak
dari tumor ganas terbanyak pada wanita, setelah kanker servik, uteri, payudara, kolorektal,
kulit, limpoma. (Callahan & Caughey, 2013).
2.1.3 Faktor Risiko Kanker Ovarium
A. Faktor resiko (umum)
1) Diet tinggi lemak
2) Merokok
3) Alkohol
4) Riwayat kanker kolon, endometrium
5) Nulipara
6) Infertilitas
7) Menstruasi dini
8) Tidak pernah melahirkan

1. Faktor genetik
Riwayat keluarga menjadi salah satu faktor seorang wanita bisa terkena kanker
ovarium. Pada umumnya kanker ovarium epitel bersifat sporadis, 5-10% dan
meningkat menjadi 7% apabila saudara kandung telah menderita kanker ovarium.
Menurut American Cancer Society (ACS) 2011, menyebutkan riwayat keluarga ini
dapat mempengaruhi sebesar 10%.
2. Usia
Angka kejadian kanker ovarium meningkat dengan seiringnya pertambahan usia.
Umumnya ditemui pada usa 40 tahun ke atas. Sebanyak 60% penderita kanker
ovarium penderita berusia 40 tahun ke atas dan sebanyak 60% berusia lebih muda.
Kanker ovarium banyak diderita setelah memasuki masa monopause. (American
Cancer Society, 2011)
3. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. Ada
beberapa kalsifikasi paritas:
a. Nullipara (wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali)
b. Primiara (wanita yang telah melahirkan seorang anak)
c. Multipara (wanita yang pernah melahirkan bayi hidup beberapa kali)
d. Grandemultipara (wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih)
(Dewi, 2008)
4. Faktor hormonal
Penggunaan hormon estrogen pada terapi gejala yang berhubungan dengan
menopause berhubungan dengan peningkatan risiko kanker ovarium baik dari
insideni maupun tingkat mortalitasnya. Peningkatan risiko secara spesifik terlihat
pada wanita dengan penggunaaan hormon estrogen tanpa disertai progesteron
karena peran progesteron yaitu menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel
ovarium. Pada kehamilan, tingginya kadar progesteron akan membantu
menurunkan risiko tumor ganas ovarium. (Cannistra SA, 2009)
Hormon lain yang juga mempengaruhi tingginya angka kejadian kanker ovarium
yaitu hormon gonadotropin yang fungsinya untuk pertumbuhan. Menurut teori yang
melakukan percobaan kepada binatang dimana pada percobaan ini ditemukan
bahwa jika kadar estrogen rendah pada sirkulasi perifer maka kadar hormon
gonadotropin meningkat. Peningkatan kadar hormon gonadotropin ini ternyata
berhubungan dengan semakin besarnya tumor ovarium pada binatang percobaan
tersebut. (Cannistra S, 2009)
Penekanan kadar androgen juga dapat mempengaruhi kejadian kanker ovarium. Hal
ini berkaitan dengan teori yang pertama kali dikemukakan oleh Risch pada tahun
1998 yang mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam
terbentuknya kanker ovarium karena didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen dan dapat menstimulasi pertumbuhan epitel
ovarium normal serta sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel. Epitel ovarium
yang selalu terpapar pada androgenik steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri
dan kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidropiandrosteron dan
testosterone. (Cannistra SA, 2009)
5. Faktor Reproduksi
Riwayat reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak reproduksi memiliki dampak
terbesar pada penyakit ini. Infertilitas, menarche dini (sebelum usia 12 tahun),
memiliki anak setelah usia 30 tahun dan menopause yang terlambat dapatjuga
meningkatkan risiko untuk berkembang menjadi kanker ovarium.
Pada kanker ovarium, terdapat hubungan jumlah siklus menstruasi yang dialami
seorang perempuan sepanjang hidupnya, di mana semakin banyak jumlah siklus
menstruasi yang dilewatinya maka semakin tinggi pula risiko perempuan terkena
kanker ovarium. (Coughlinn SS, 2009)
6. Pil Kontrasepsi
Kontrasepsi berarti mengurangi kemungkinan atau mencegah konsepsi.Penggunaan
kontrasepsi merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yangcukup penting
pada wanita saat ini. Pada tahun 2005, megacu kepada United Nationdi mana lebih
dari 660 juta wanita yang menikah atau hidup bersama pada usiaproduktif (15-49
tahun) menggunakan beberapa metode kontrasepsi dan 450 jutaorang menggunakan
kontrasepsi oral dan Intrauterina Devices (IUD).
Penelitian dari Center for Disease Control menemukan penurunan risiko terjadinya
kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil
kontrasepsi, yaitu dengan risiko relatif 0,6. Penelitian ini juga melaporkan bahwa
pemakaian pil kontrasepsi selama satu tahun menurunkan risiko sampai 11%,
sedangkan pemakaian pil kontrasepsi sampai lima tahun menurunkan risiko
sampai50%. Penurunan risiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya.
7. Kerusakan sel epitel ovarium ( Incessant Ovulation )
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla tahun 1972, yangmenyatakan
bahwa pada saat ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium.Untuk
penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan,
terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhanakan terganggu dan tidak
teratur sehingga dapat menimbulkan proses transformasimenjadi sel-sel tumor.
(Cannistra SA, 2009)
8. Obat-Obat yang Meningkatkan Kesuburan (Fertility Drugs )
Obat-obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan
secara oral, dan obat-obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti
follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing hormone
(LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multiple ovulasi. Menurut hipotesis
incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini
jelasakan meningkatkan risiko relatife terjadinya kanker ovarium. (Kurageorgi, et
al, 2010)
9. Terapi Hormon Pengganti pada Masa Menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (menopausalhormon
therapy = MHT) dengan estrogen saja selama 10 tahun meningkatkan risikorelative
2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, risiko
relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan estrogen yangkemudian
diikuti dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya
risiko relatife menjadi 1,5. Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan estrogen saja,
secara nyata meningkatkan risiko relatif terkena kanker ovarium. (Kurageorgi, et
al, 2010)
10. Penggunaan Bedak Tabur
Penggunaan bedak tabur langsung pada organ genital atau tissue pembersih bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker) terhadap ovarium. Selain itu, bedak tabur juga
mengandung asbes yaitu bahan mineral penyebab kanker. (Huncharek M. et al,
2003)

2.1.4 Patofisiologi (Prawirohardjo. 2005, Derek, Liewellyn-Jones,2001)

Pada Ca ovarium ini banyak yang tidak menunjukkan gejala dikarenakan ovarium yang
kecil. Sebagian besar tanda dan gejala akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin, dan
komplikasi tumor.
A. Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembengkakan pada
perut. Tumor yang membesar dapat menekan oang-organ yang ada disekitar. Apabila
tumor membesar an mendesak kandung kemih maka akan mengakibatkan gangguan
miksi sedangkan tumor yng terletak di dalam rongga perut terkadang menimbulkan rasa
berat dalam perut dan mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai.
B. Akibat aktivitas hormonal
1) Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali tumor itu sendiri mengeluarkan
hormon
C. Akibat komplikasi
1) Perdarahan di dalam kista
Biasanya terjadi sedikit demi sedikit yang kemudian menyebabkan pembesaran luka
dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minial. Akan tetapi bila perdarah
terjadi dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan nyeri.
2) Putaran tangkai
Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya putaran
tangkai menibulkan tarikan melalui ligamentum infundibelopelvikum terhadap
peritoneum parietal dan ini menimbulkan rasa sakit
3) Infeksi pada tumor
Terjadi bila tumor berada pada sumber kuman pathogen. Kista dermoid cenderung
mengalami peradangan disusul penanahan.
4) Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, tetai juga dapat terjadi karena trauma seperti jatuh atau
pukulan pada perut dan juga pada saat melakukan hubungan seks. Jika robekan kista
terjadi
5) Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama
terhadap kemungkinan perubahan keganasan. Adanya asites dalam hal ini
mencurigakan, adanya metastasi memperkuat diagnosa keganasan
Patofisiologi
Zat karsinogenik

Zat onkogen

Masuk ke tubuh

Aktivitas zat onkogen

Antionkogen inadekuat

Kanker ovarium pertumbuhan sel abnormal


Kerusakan respon makrofag
intergritas jaringan Mudah perdarahan Perubahan ovarium dapat bermetastase ke
terhadap kanker
organ lain
anemia
Sekresi hormon
Merangsang zat vaso aktif
kahektin Perubahan Perubahan fungsi organ
histamin, bradikininin
Kurangnya penampilan dan
prostaglandin
pembentukan peran
Hipermetabolik
energi Perubahan fungsi
Merangsang ujung penyimpanan lemak
Gangguan citra hormonal
saraf bebas
tubuh dan harga
BB turun kelelahan
diri
Resiko disfungsi seksual
nyeri
Gangguan pemenuhan
nutrisi
2.1.5 Klasifikasi Histologi Kanker Ovarium
Secara histologis tumor ovarium dibagi berdasarkan jaringan asalnya.
Menurut teori, tumor ovarium berasal dari 3 komponen ovarium, yakni : (1) Derivat
epitel permukaan yang berasal dari coelomik epitelium, (2) Germ sel, yang
bermigrasi ke ovarium dari yolk sac dan bersifat pluripoten dan (3) Stromal
ovarium, termasuk sex cord yang merupakan petanda dari endokrin apparatus
ovarium post natal (Choi, A.S.T, & Leung, 2007)
Secara sederhana, kanker ovarium dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
tipe epitelial dan tipe nonepitelial, yang termasuk tipe epitelial adalah kanker
ovarium yang berasal dari epitel permukaan, sedangkan yang termasuk tipe
nonepitelial adalah kanker ovarium yang berasal dari germ sel dan sex cord stromal
(Baron, Boardman, Lafky, & al, 2005)

Gambar 2.3 Pembagian tumor ovarium menurut sel asalnya


Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Ovarium menurut WHO

SURFACE EPITHELIAL-STROMAL TUMORS


Serous tumors
Benign (cystadenoma)
Borderline tumors (serous borderline tumor)
Malignant (serous adenocarcinoma)
Mucinous tumors, endocervical-like and intestinal type
Benign (cystadenoma)
Borderline tumors (mucinous borderline tumor)
Malignant (mucinous adenocarcinoma)
Endometrioid tumors
Benign (cystadenoma)
Borderline tumors (endometrioid borderline tumor)
Malignant (endometrioid adenocarcinoma)
Clear cell tumors
Benign
Borderline tumors
Malignant (clear cell adenocarcinoma)
Transitional cell tumors
Brenner tumor
Brenner tumor of borderline malignancy
Malignant Brenner tumor
Transitional cell carcinoma (non-Brenner type)
Epithelial-stromal
Adenosarcoma
Malignant mixed mllerian tumor
SEX CORDSTROMAL TUMORS
Granulosa tumors
Fibromas
Fibrothecomas
Thecomas
Sertoli cell tumors
Leydig cell tumors
Sex cord tumor with annular tubules
Gynandroblastoma
Steroid (lipid) cell tumors

GERM CELL TUMORS


Teratoma
Immature
Mature
Solid
Cystic (dermoid cyst)

Monodermal (e.g., struma ovarii, carcinoid)


Dysgerminoma
Yolk sac tumor (endodermal sinus tumor)
Mixed germ cell tumors

2.1.6 Tanda dan Gejala Kanker Ovarium


Tanda dan gejala terjadinya kanker ovarium seringkali tidak terlihat sampai
masa perkembangan akhir. Walaupun, sering disebut sebagai silent killer namun,
kanker ovarium harus dianggap sebagai penyakit yang harus diperhatikan tanda dan
gejalanya secara hati-hati oleh pasien dan petugas kesehatan. Kanker ovarium harus
menjadi pertimbangan pada wanita berusia di atas 40 tahun yang memiliki keluhan
perut yang samar, ketidaknyamanan panggul, nyeri, atau pembesaran, sakit
punggung, gangguan pencernaan, ketidak mampuan untuk makan normal, perut
terasa penuh setelah makan dengan porsi sedikit, rasa kembung, sembelit,
inkontinensia urin, atau penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
Terjadinya tanda kanker ovarium cenderung progresif, terus-menerus, sering dan
berat. dan mungkin terjadi selaras dengan gejala lainnya. Tanda yang paling umum
adalah pembesaran di perut akibat akumulasi cairan (asites). Kanker ovarium
merupakan neoplasma yang berkembang pesat, sehingga diagnosis tidak dibuat
sampai terjadi penyebaran kanker.
Kanker ovarium jarang didiagnosis secara dini, hampir 70% wanita dengan
kanker ovarium telah bermetastasis ke luar panggul pada saat diagnosis awal.
Pemeriksaan skrining masal dan deteksi dini belum sukses dilakukan. Tes yang
digunakan adalah untuk menentukan ukuran, lokasi, kualitas (misalnya isi berupa
cairan atau padat) dari CA-25 tingkat antigen massa dan serum (Ward & Hisley ,
2016).

2.1.5 Stadium Kanker Ovarium


Stadium kanker ovarium ditentukan berdasarkan pada penemuan yang
dilakukan saat melakukan eksplorasi. Stadium kanker ovarium menurut
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) berdasarkan pada
hasil evaluasi pembedahan terhadap tumor ovarium primer dan penemuan
penyebarannya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.2 Kriteria Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO


Stadium kanker Kategori
ovarium primer
(FIGO, 2014)

Stadium I Pertumbuhan terbatas pada ovarium


Ia Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tidak ada asites
yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan
luar, kapsul utuh
Ib Pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada asites
berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul
intak.
Ic Tumor dengan stadium Ia atau Ib tetapi ada tumor di
permukaan luar satu atau kedua ovarium, atau dengan kapsul
pecah, atau dengan asites berisi sel ganas atau dengan
bilasan peritoneum positif.
Ic1 Surgical spill
Ic2 Kapsul mengalami rupture sebelum operasi tumor pada
permukaan ovarium
Ic3 Sel maligna pada ascites atau pembersihan peritoneal
Stadium II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan
perluasan ke panggul.
IIa Perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba.

IIb Perluasan ke jaringan pelvis lainnya.

IIc Tumor stadium IIa atau IIb tetapi dengan tumor pada
permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah, atau
dengan asites yang mengandung sel ganas atau dengan
bilasan peritoneum positif.
Stadium III Tumor mengenai satu atau kedua ovarium, dengan bukti
mikroskopik metastasis kavum peritoneal di luar pelvis,
dan/atau metastasis ke kelenjar limfe regional.
IIIa Tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening
negatif tetapi secara histologik dan dikonfirmasi secara
mikroskopik adanya pertumbuhan (seeding) di permukaan
peritoneum abdominal.
IIIb Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di
permukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopik,
diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening
negatif.
IIIc Implan di abdomen dengan diameter > 2 cm dan/atau
kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif
Stadium IV Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan
metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya
positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga
metastasis ke parenkim liver.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Prawirohardjo (2002), metoda-metoda yang selanjutnya dapat
membantu menegakkan diagnosis antara lain:
A. Laparaskopi yaitu pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah kista berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-
sifat kista,
B. Ultrasonografi yaitu dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas
kista, apakah kista berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,
apakah kista kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak,
C. Foto Rontgen yaitu pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat
adanya gigi dalam kista,
D. Parasentesis yaitu pungsi asites berguna untuk menentukan sebab asites.
Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum
peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.

2.1.7 Pencegahan Kanker Ovarium


Karena penyebabnya yang belum diketahui, pencegahan kanker ovarium pun
tidak bisa dilakukan secara pasti. Meski demikian, ada beberapa hal yang dapat
menurunkan risiko Anda terkena kanker ini, terutama metode yang bisa
menghentikan proses ovulasi. Langkah-langkah tersebut meliputi:
A. Menggunakan kontrasepsi dalam bentuk pil. Konsumsi pil kontrasepsi
selama lima tahun terbukti dapat mengurangi risiko kanker ovarium hingga
setengahnya.
B. Menjalani kehamilan dan menyusui.
C. Menerapkan gaya hidup yang sehat agar terhindar dari obesitas. Contohnya,
teratur berolahraga dan memiliki pola makan yang sehat dan seimbang.
Jika Anda memiliki risiko kanker ovarium yang tinggi, operasi pengangkatan
ovarium dan tuba falopi sebelum terkena kanker juga dapat dilakukan untuk
meminimalisasi risiko Anda. Prosedur ini biasanya dianjurkan pada usia 35 hingga
40 tahun atau saat Anda memutuskan untuk tidak ingin memiliki keturunan lagi.
Selain itu ada juga 5 cara untuk pencegahan kannker ovarium diantaranya :
1) Pola makan seimbang.
Batasi makanan yang tinggi lemak hewani, protein tinggi, asupan makanan
berkalori tinggi.
Secara khusus untuk membatasi asupan lemak. Penelitian telah
menunjukkan bahwa jika wanita pada makanan sehari-hari mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung lemak jenuh, lebih mungkin untuk terkena
kanker ovarium. Makanan yang dapat mengurangi resiko kanker ovarium pada
wanita, seperti sayuran, wortel, jagung, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, dan
makanan yang kaya akan serat
2) Pemeriksaan rutin.
Wanita bisa melakukan pemeriksaan ginekologi secara teratur atau USG dapat
mendeteksi berbagai penyakit ovarium, pengobatan dini dapat mencegah kista
ovarium dan lesi lainnya terjadi,yang dapat menyebabkan kanker ovarium.
Terutama pada wanita di atas 45 tahun, dianjurkan untuk 3 sampai 6 bulan sekali
melakukan pemeriksaan ginekologi atau USG untuk deteksi dini kanker ovarium.
Selain itu, bisa juga lakukan pemeriksaan terhadap kondisi diri sendiri yang
juga membantu mencegah kanker ovarium, jika ada kembung, nyeri perut,
perdarahan vagina dan gejala lain, segera lakukan pengobatan tepat waktu, dan
harus perhatikan perbedaan dengan penyakit lain untuk menghindari misdiagnosis.
Dalam pemeriksaan ginekologi, ditemukan pembesaran ovarium, dan tidak dapat
didiagnosis dengan hanya 1 pemeriksaan, Anda harus menjadwalkan tindak lanjut,
yang sangat penting untuk pencegahan kanker ovarium.
3) Laktasi berkepanjangan.
ASI yang diperpanjang untuk mencegah peran kanker ovarium hanya dalam
jangka pendek (4-6 bulan) yang valid, lebih dari enam bulan menyusui, akan
merangsang sekresi hipofisis oksitosin pada saat yang sama, juga akan
meningkatkan produksi gonadotropin, untuk hal ini perlu diperhatikan.
4) Penggunaan hormon.
Para ahli Modern Cancer Hospital Guanzhou mengatakan, pencegahan kanker
ovarium, wanita harus berhati-hati untuk menggunakan hormon. Banyak wanita
memiliki gejala gangguan menstruasi, hormon yang biasa digunakan untuk
mengatur menstruasi.
Sebuah survei menemukan bahwa jika penggunaan jangka panjang hormon
untuk mengatur haid, haid tidak teratur atau jangka panjang, cenderung
menyebabkan peningkatan risiko kanker ovarium.
5) Meningkatkan aktivitas fisik.
Jumlah yang tepat untuk latihan fisik tidak hanya bersantai, suasana hati yang
menyenangkan, tetapi juga membantu untuk meningkatkan daya tahan tubuh,
sehingga tubuhtidak rentan terhadap penyakit.

2.1.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi.
Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat
diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan.
Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan
melakukan pemantauan terhadap efek samping kemoterapi secara berkala terhadap
sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran
cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :
A. Operasi (stadium awal)
B. Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
C. Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)

2.1.9 Asuhan Keperwatan


A. Pengkajian
a. Identitas klien
- Nama, usia, tanggal lahir, suku bangsa, agama, diagnosa medis,
pendidikan, pekerjaan, lamanya perkawinan, tanggal pengkajian, alamat
- Nama suami/ penanggungjawab, pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Keluhan utama (alasan datang ke RS)
- Nyeri akut atau kronis pada abdomen
c. Riwayat kesehatan sekarang
- Klien datang dengan keluhan nyeri dan lingkar abdomen yang semakin
membesar, yang dapat dijabarkan dengan PQRST.
d. Riwayat kesehatan dahulu
- Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian. Selain itu juga ditanyakan siklus
menstruasi, obstetric, dan perkawinan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
- Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit kanker lainnya.
f. Riwayat kontrasepsi
Jenis dan lamanya menggunakan alat kontrasepsi
Dimana pasangnya?
Apakah ada keluhan selama memakai kontrasepsi
g. Aktifitas hidup sehari-hari (ADL)
Nutrisi dan cairan : frekuensi, pola, porsi/ menu, pantangan
Eliminasi BAB dan BAK
Istirahat dan tidur : pola lamanya, keluhan yang mengganggu
Aktivitas
Personal hygiene
h. Riwayat psikososial
- Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker
ovarium.
- Psikologis : status emosi, koping mekanisme, dan penerimaan.
- Spiritual : agama dan kepercayaan, pengaruh pemuka agama.
i. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : penampilan, GCS, lemah/ letih, BB dan TB
Tanda-tanda vital (RR, S, TD, nadi)
Kepala, muka, dan leher
Dada; jantung, paru, payudara
Abdomen
- Palpasi : nyeri abdomen, nyeri punggung bawah
Genitalia
- Inspeksi : Perdarahan, keputihan
- Pada pemeriksaan dalam bisa teraba ada benjolan bila tumor telah
membesar.
Ekstremitas
C. Analisa data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : klien Kanker ovarium Gangguan rasa
mengatakan nyeri nyaman : nyeri
pada perut Kerusakan integritas jaringan
DO:
- Klien tampak Pengeluaran zat vasoaktif
meringis. (histamine, bradikinin,
- Skala nyeri ( 0-5). prostaglandin)
- TTV :
N: >100x/m Merangsang ujung saraf bebas
TD :>120/80x/m.
- Terdapat nyeri Cortex cerebri
tekan pada
abdomen
Nyeri
2 DS : Kanker ovarium Gangguan
DO: pemenuhan
- Klien tampak Respon makrofag terhadap sel nutrisi: kurang
lemah kanker dari kebutuhan
- BB kurang dari
ideal Makrofag inadekuat

Sekresi hormone kahektin

Hipermetabolik
Represi penyimpanan lemak

BB menurun

Gangguan pemenuhan nutrisi


3 DS : klien Kanker ovarium Gangguan citra
mengatakan tidak tubuh dan harga
percaya diri Perubahan struktur dan fungsi diri
DO: organ tubuh (ovarium) dan
- Klien tampak dapat bermetastase ke organ
menutup diri lainnya
- Terdapat
perubahan bentuk Perubahan penampilan dan
tubuh peran

Gangguan citra tub uh dan


harga diri
4 DS: klien Kanker ovarium Resiko tinggi
menyatakan disfungsi
ketidaknyamanan Perubahan struktur dan fungsi seksual
pada saat coitus organ tubuh (ovarium) dan
DO: dapat bermetastase ke organ
- lingkar abdomen lainnya
meningkat akibat
pembesaran Perubahan fungsi organ
tumor
Perubahan hormonal

Resiko tinggi disfungsi seksual

D. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :


1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
hipermetabolik dan represi lemak.
3. Gangguan citra tubuh dan harga diri berhubungan dengan perubahan dalam
penampilan fungsi dan peran.
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan
struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji faktor lain yang menunjang 1. Melihat faktor yang dapat
dengan proses tindakan keperawatan nyeri, keletihan, marah pasien. meningkatkan dan menurunkan
inflamasi. klien mengatakan nyeri 2. Ajarkan klien strategi untuk nyeri.
berkurang/ terkontrol. meredakan nyeri dan 2. Dengan napas dalam klien akan
kriteria hasil : ketidaknyamanan dengan teknik lebih tenang dan mengendalikan
- Klien mengatakan relaksasi dan distraksi. nyeri. Distraksi menyebabkan
nyeri berkurang. 3. Kolaborasi dengan tim medis pengalihan nyeri.
- TTV dalam batas dalam memberi obat analgesic 3. Analgesic dapat memblokade nyeri,
normal dapat menurunkan ambang rangsang
- Skala nyeri turun 4. Jelaskan kegunaan analgesic dan nyeri di medulla spinalis posterior.
cara-cara untuk mengurangi efek 4. Untuk meningkatkan keefektifan
samping analgesic.
5. Kaji karakteristik nyeri : lokasi,
kualitas, frekuensi. 5. Mengevaluasi keefektifan
intervensi.
2 Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan 1. Pantau masukan makanan setiap 1. Mengidentifikasi kekuatan/
nutrisi : kurang dari tindakan keperawatan hari defisiensi nutrisi.
kebutuhan kebutuhan nutrisi klien 2. Kontrol faktor lingkungan (bau, 2. Dapat memicu respon mual.
berhubungan dengan terpenuhi. Kriteria hasil : kebisingan). Hindari makanan
hipermetabolik dan - Nafsu makan baik terlalu manis, berlemak, pedas.
represi lemak. - Porsi makan habis 3. Pertahankan hygiene mulut 3. Akumulasi partikel makanan di
- Mual(-) yang baik (sikat gigi, mencuci mulut dapat menambah bau dan rasa
- Muntah(-) mulut) sebelum dan sesudah tidak sedap yang dapat menurunkan
makan. nafsu makan.
4. Mual/muntah merupakan efek
4. Berikan antiemetic pada jadwal samping dari pemberian kemoterapi.
regular sebelum/ selama dan
setelah pemberian agen anti
neoplastik dengan sesuai.

3 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan 1. Kaji perasaan klien tentang citra 1. Untuk memperkirakan intervensi
dan harga diri tindakan keperawatan tubuh dan tingkat harga diri tepat yang diberikan.
berhubungan dengan klien dapat memperbaiki 2. Berikan dorongan untuk 2. Dengan partisipasi aktif maka akan
perubahan dalam persepsi citra tubuh dan keikutsertaan kontinyu dalam meningkatkan harga diri klien.
penampilan fungsi dan harga dirinya. Kriteria aktifitas dan pembuatan
peran hasil : keputusan.
- Klien tidak menutup
diri 3. Berikan dorongan pada klien 3. Meningkatkan kenyamanan klien
- Klien dapat dan pasangannya untuk saling sehingga lebih percaya diri.
bersosialisasi berbagi kekhawatiran tentang
perubahan fungsi seksual dan
menggali alternatif untuk
ekspresi seksual

4 Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan 1. Mendengarkan pernyataan klien 1. Mengetahui intervensi yang akan
disfungsi seksual tindakan keperawatan dan pasangan. dilakukan.
berhubungan dengan klien mengatakan paham 2. Diskusikan sensasi atau 2. Diskusi aktif dengan klien untuk
perubahan struktur atau tentang perubahan ketidaknyamanan fisik, mencari solusi bersama.
fungsi tubuh, struktur dan fungsi perubahan pada respons
perubahan kadar seksual individu.
hormone 3. Kaji informasi klien dan 3. Dengan pengetahuan maka akan
pasangan tentang anatomi/ mengurangi kecemasan klien.
fungsi seksual dan pengaruh
prosedur pembedahan.
4. Identifikasi faktor budaya/nilai 4. Untuk menyesuaikan intervensi yang

budaya dilakukan agar sesuai dengan nilai


budaya yang dianut klien.
5. Bantu klien untuk menyadari 5. Membantu penerimaan klien.
atau menerima tahap berduka
6. Dorong klien untuk menyadari 6. Agar klien mempunyai koping yang

atau menerima tahap berduka positif.

7. Dorong klien untuk berbagi 7. Dengan mengeluarkan perasaan

pikiran/masalah dengan orang maka akan mengurangi kecemasan.

terdekatnya
8. Berikan solusi masalah terhadap 8. Menyesuaikan klien dengan

masalah potensial. ex : menunda keadaannya yang sekarang.

koitus seksual saat kelelahan


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kanker ovarium merupakan penyebab utama kematian ginekologi dan
penyebab paling umum keempat kematian akibat kanker pada wanita, terdapat
16.000 kematian setiap tahunnya. Kanker ovarium menyumbang sekitar 3% dari
semua kanker pada wanita. American Cancer Society memperkirakan bahwa pada
2013, sekitar 22,240 wanita akan menerima diagnosis baru kanker ovarium, dan
sekitar 14.230 wanita meninggal dari kanker ovarium (Ward & Hisley , 2016).
Berbagai faktor yang berkaitan dengan reproduksi, genetik, dan faktor
lingkungan dihubungkan dengan terjadinya kanker ovarium, diantaranya adalah
nuliparitas, menars awal, menopause terlambat, ras kulit putih, peningkatan usia dan
faktor genetik.
Tanda dan gejala dari kanker ovarium seringkali tidak terlihat pada masa awal
perkembangan. Kanker ovarium jarang didiagnosis secara dini, hampir 70% wanita
dengan kanker ovarium telah bermetastasis ke luar panggul pada saat diagnosis awal.
Pemeriksaan skrining masal dan deteksi dini belum sukses dilakukan.

3.2 Saran
Gejala kanker ovarium yang seringkali tidak terdeteksi membuat hal tersebut
penting untuk dilakukan pemberian informasi mengenai kanker ovarium kepada
wanita terutama yang berusia di atas 40 tahun. Apabila kanker ovarium dapat
terdeteksi lebih awal diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan,
sehingga kualitas hidup pasien dengan kanker ovarium dapat meningkat Dengan
demikian, pemahaman dan keahlian dalam aplikasi asuhan keperawatan wanita
dengan kanker ovarium harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar
dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung
jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan
Asuhan Keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2011. Cancer Facts And Figures


Baron, A., Boardman, C., Lafky, J., & al, e. (2005). Soluble Epidermal Growth
Factor Receptor (SEG-FR) and Cancer Antigen 125 (CS-125) as Screening
Diagnostic Test for Epithelial ovarian Cancer.
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih
bahasa Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Callahan, T., & Caughey, A. (2013). Bluprints Obstetrics and Gynecology.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Business.
Cannistra SA. 2009. Cancer of The Ovary. Nursing Eng Journal Medical
Choi, J. W., A.S.T, H., & Leung, P. (2007). Gonadotropin and Ovarian Cancer.
Endocrine Reviews.
Coughlinn SS. 2009. Menopausal Hormone Therapy And Risk Of Ephitelial
Ovarium Cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev
Derek, Liewellyn-Jones.2001. Dasar-dasar Obstetri Dan Ginekologi. Alih Bahasa:
Hadyanto, Ed. 6. Hipokrates, Jakarta
Dewi. 2008. Rerata Usia Manarkhe Wanita Indonesia: Tinjauan Kesehatan
Reproduksi Wanita Indonesi. Journal UI
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Hefner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II.
Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Huncharek M. Greschwind JF, Kupelnick B. 2003. Perineal Application Of Cosmetic
Talc And Risk Of Invasive Ephitelial Ovarium Cancer. Anticancer Resources
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification.
Mosby. Philadelphia.
Kurageorgi, et al. 2010. Reproductives Factors And Postmenopausal Hormone Use
In Relation To Endometrial Cancer Risk In The Nurses Health Study Cohort. Int
Journal Cancer
Langseth H,et al. 2008. Perineal Use Of Talc And Risk Of Ovarium Cancer. Journal
Epidemiol Community Health
Mansjoer, Arif. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification.


Mosby. USA.
Prawirohardjo 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: yayasan Bina Pustaka
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smelzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Ward, S., & Hisley , S. (2016). Maternal-Child Nursing Care Optimizing Outcomes
for Mothers, Children, & Families. Philadelphia: F.A Davis Company.
Williams, Rayburn F. (2005). Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya medika.
Winkjosastro, Hanifa, (2005), Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai