Anda di halaman 1dari 7

JPE 5 (2) (2016)

Journal of Primary Education

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpe

PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING BERVISI SETS


DALAM MENGOPTIMALKAN MULTIPLE INTELLIGENCE DAN HASIL
BELAJAR

Fitria Novita Sarie 1), Enni Suwarsi Rahayu2), Wiwi Isnaeni3)

1)
Prodi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
2)
FMIPA Universitas Negeri Semarang
3)
Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Masalah utama dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar yaitu rendahnya hasil belajar siswa
Diterima 30 Agustus dan belum berkembangnya multiple intelligences peserta didik. Masalah tersebut diprediksi dapat
2016 diatasi dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) bervisi Science Environment
Disetujui 25 September Technology and Society (SETS). Populasi adalah seluruh peserta didik kelas IV SD Negeri di
Kabupaten Kudus. Sampel sebanyak empat kelas diambil secara acak. Metode pengambilan data
2016
menggunakan observasi, tes, dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan deskriptif
Dipublikasikan 2 persentase, uji gain score, dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan persentase skor multiple
Desember 2016 intelligence kelas eksperimen lebih tinggi secara signifikan daripada kelas kontrol. Sembilan aspek
________________ multiple intelligence peserta didik, meliputi verbal, matematis, kinetis, musikal, visual-spatial,
Keywords: interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan eksistensial pada kelas eksperimen terlihat
CTL; Hasil Belajar; , berkembang. Hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor pada kelas eksperimen lebih tinggi
daripada kelas kontrol. Gain score kelas eksperimen sebesar 0,75 lebih tinggi dibandingkan dengan
multiple intelligence;
kelas kontrol. Hasil uji t signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan
SETS bahwa pendekatan CTL bervisi SETS mampu mengoptimalkan multiple intelligence dan hasil
____________________ belajar peserta didik. Oleh karena itu sebaiknya guru dapat menerapkannya pada pembelajaran
IPA dengan materi yang lain.

Abstract
The main problem of learning Science at Elementary School was the low of learning outcome and the
learning process also hadnt developed the multiple intelligences. This research was by Contextual Teaching
and Learning (CTL) approach aimed Science Environment Technology and Society (SETS). It was a quasi-
experimental research with pre-post test group design. The populations was all student grade four in
Elementary School. Four classes. samples was collected by using ramdomly technique. The data was
conducted by using observation, test and interview. The analytical data was conducted using percentage
descriptive, gain score four classes. and t test. The result of the research showed that multiple intelligence
score percentage of the experimental classes was significant higher than the control. The nine aspects of the
students multiple intelligence which were consisted of verbal, mathematical, kinetic, musical, visual-spatial,
interpersonal, intrapersonal, and naturalist and existentially. The cognitive, affective and psychomotor
learning outcome of the experimental classes was higher than the control. The gain score test of the
experimental classes was 0,75 higher than the control classes. The t-test result showed significantly. Based on
the results of these studies concluded that CTL approach aimed SETS could optimize the students learning
outcome and multiple intelligence. There was significant differences of multiple intelligences and the learning
outcome between the students of the two classes. Therefore, it was suggested for teachers to apply this
approach in teaching Science and other materials.

2016 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: p-ISSN 2252-6404


Kampus Unnes Bendan Ngisor, Semarang, 50233
e-ISSN 2502-4515
E-mail: sariefitria@yahoo.co.id

81
Fitria Novita Sarie, dkk. / Journal of Primary Education 5 (2) (2016)

PENDAHULUAN

Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar pendekatan Contextual Teaching and Learning
bertujuan mengembangkan pengetahuan dan (CTL) bervisi SETS (Nurhadi, 2003).
pemahaman konsep-konsep IPA yang Pembelajaran CTL bervisi SETS dapat
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam diimplementasikan dengan cara melibatkan
kehidupan sehari-hari serta mengembangkan peserta didik dalam mempelajari materi IPA
rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran melalui berbagai aktivitas kegiatan dengan
tentang adanya hubungan yang saling mengaitkan unsur lingkungan, teknologi, dan
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, masyarakat dan diharapkan dapat
teknologi dan masyarakat (KTSP, 2010). mengembangkan multiple intelligence peserta
Masalah utama dalam pembelajaran IPA di didik, yang berdampak pula pada peningkatan
sekolah dasar adalah masih rendahnya hasil belajar pada mata pelajaran IPA.
keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran,
sehingga berdampak pada rendahnya hasil METODE PENELITIAN
belajar mereka. Pembelajaran IPA yang ada
sekarang ini pada umumnya masih menekankan Penelitian ini merupakan penelitian quasi
pada hafalan konsep saja, padahal dalam IPA eksperimen, dengan desain pre-test and post-test
seharusnya mencakup empat unsur utama yang group design. Teknik pegumpulan data
utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain menggunakan tes dan nontes. Tes dalam
yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur hasil
kehidupan sehari-hari. Selain itu, proses belajar kognitif peserta didik. Teknik non tes
pembelajaran IPA juga belum diperlukan untuk dilakukan dengan teknik observasi. Observasi
mengembangkan kecerdasan peserta didik, dilakukan untuk mengumpulkan data Skor
padahal setiap peserta didik memiliki sembilan multiple intelligence, hasil belajar aspek afektif,
kecerdasan yang harus dikembangkan oleh guru dan hasil belajar aspek psikomotor. Analisis data
dalam kegiatan pembelajaran. menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan
Menurut Gardner (2011), manusia tidak analisis deskriptif kualitatif. Data skor multiple
hanya memiliki satu kecerdasan saja, tetapi intelligence dianalisis dengan metode deskriptif
mencakup serangkaian kecerdasan yang terdiri persentase. Analisis hasil belajar peserta didik
dari sembilan macam kecerdasan. Jenis-jenis dilakukan dengan uji gain score, sedangkan
kecerdasan intelektual dikenal dengan sebutan analisis respon guru dilakukan secara deskriptif
kecerdasan majemuk (multiple intelligence) kualitatif. Perbedaan hasil belajar berupa data
yang meliputi verbal, matematis, kinetis, tes kognitif sebelum dan sesudah pembelajaran
musikal, visual-spatial, interpersonal, dianalisis dengan uji t.
intrapersonal, naturalis, dan eksistensial. Bila
semua kecerdasan majemuk ini ditumbuhkan, HASIL DAN PEMBAHASAN
dikembangkan dan dilibatkan dalam proses
pembelajaran, maka dapat meningkatkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektivitas dalam kegiatan pembelajaran. Guru seluruh aspek multiple intelligence peserta didik di
perlu menerapkan pembelajaran yang inovatif, kelas eksperimen mengalami perkembangan dan
karena sembilan kecerdasan peserta didik dapat masuk dalam kategori baik. Rata-rata multiple
dikembangkan melalui berbagai aktivitas yang intelligence dari yang tertinggi yaitu:
dilakukan. Salah satu pembelajaran inovatif interpersonal, jasmaniah kinestetik, linguistic
yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan verbal, eksistensial spiritual, logis matematis,
multiple intelligence peserta didik yaitu dengan naturalis, visual spasial, musikal dan
intrapersonal. Pada kelas kontrol hanya tiga

82
Fitria Novita Sarie, dkk / Journal of Primary Education 5 (2) (2016)

aspek multiple intelligence peserta didik yang kegiatan pembelajaran yang melibatkan
berkembang yaitu linguistik verbal, logis sembilan kecerdasannya yang meliputi: verbal,
matematis, dan interpersonal, sedangkan enam matematis, kinetis, musikal, visual-spatial,
lainnya kurang berkembang. Untuk lebih interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan
jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. eksistensial. Eberle (2011) mengungkapkan
Rerata seluruh aspek multiple intelligence bahwa setiap inteligensi tidak dapat dipisahkan
peserta didik pada kelas eksperimen diatas 75%. satu persatu, karena satu inteligensi
Pendekatan CTL bervisi SETS mengoptimalkan berhubungan dengan inteligensi lainnya.
multiple intelligence peserta didik melalui berbagai

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan skor Multiple Intelligence Peserta Didik (dalam %)
Aspek Multiple Tingkat Multiple Intelligence peserta didik Rerata (%)
No Intelligence yang (%) dari Kelas:
diamati Eksp1 Eksp2 Kontrol1 Kontrol2 Eksperimen Kontrol
1. Linguistik Verbal 87 82 46 58 85 52
2. Logis Matematis 81 85 42 54 83 48
3. Visual Spasial 70 83 43 40 77 42
4. Jasmaniah Kinestetik 90 81 51 38 86 45
5. Musikal 73 76 25 25 75 25
6. Interpersonal 89 85 57 61 87 59
7. Intrapersonal 73 77 33 35 75 34
8. Naturalis 74 81 25 25 78 25
9. Eksistensial Spiritual 87 80 25 24 84 25
Rata-rata (%) 80 81 39 40 81 39
Kualifikasi Baik Baik Kurang Kurang Baik Kurang

Tabel 4.2. Skor Tes Kognitif Sebelum dan Sesudah Pembelajaran pada Kelas Eksperimen dan
Kontrol
Skor Skor Rerata
Data Kelas
Terendah Tertinggi Skor Ketuntasan Klasikal (%)
Eksperimen1 37 78
67 55
Eksperimen2 46 80
Sebe-lum
Kontrol1 33 78
65 53
Kontrol2 46 78
Eksperimen1 68 100
85 93
Eksperimen2 60 100
Sesu-dah
Kontrol1 54 82
71 65
Kontrol2 60 82

83
Fitria Novita Sarie, dkk / Journal of Primary Education 5 (2) (2016)

Gambar 4.1. Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Kelas Eksperimen dan Kontrol (dalam %)

Persentase rerata multiple intelligence kelas berkaitan dengan materi Sumber Daya
eksperimen lebih tinggi secara signifikan Alam. Pada aspek logis matematis, kelas
daripada kelas kontrol. Perbedaan ini mungkin eksperimen mencapai persentase 83 sedangkan
disebabkan karena kegiatan-kegiatan peserta kelas kontrol hanya mencapai persentase 48.
didik yang terdapat pada pembelajaran kelas Kegiatan yang memfasilitasi optimalnya
eksperimen memfasilitasi optimalnya seluruh kecerdasan logis matematis pada kelas
multiple intelligence yang mereka miliki. Pada eksperimen, yaitu guru
kelas kontrol kegiatan pembelajarannya hanya
terbatas pada aspek kecerdasan verbal, menyajikan masalah kontekstualm,
matematis, dan interpersonal saja, sehingga kemudian peserta didik menanggapi dan
enam kecerdasan yang lain belum berkembang menyelesaikan masalah tersebut.
secara optimal. Kwartolo (2007), menyatakan Pada aspek visual spasial, kelas
bahwa kurikulum KTSP yang digunakan saat ini eksperimen mencapai persentase 77 sedangkan
memberikan kesempatan pengembangan yang kelas kontrol hanya mencapai persentase 42.
luas bagi guru/sekolah untuk mengembangkan Kegiatan yang memfasilitasi optimalnya
silabus (materi pembelajaran) yang disesuaikan kecerdasan visual spasial pada kelas eksperimen,
dengan karakteristik peserta didik dan kondisi yaitu peserta didik menggambar hasil Sumber
sekolah agar peserta didik mendapatkan Daya Alam yang ada di Hutan. masalah
pengalaman belajar yang bermakna. Maka dari tersebut. Pada aspek jasmaniah kinestetik, kelas
itu, guru sebaiknya menggunakan pendekatan eksperimen mencapai persentase 86 sedangkan
pembelajaran yang inovatif dengan berbagai kelas kontrol hanya mencapai persentase 45.
aktivitas belajar yang bervariasi agar peserta Kegiatan yang memfasilitasi optimalnya
didik mencapai pengalaman belajar yang kecerdasan jasmaniah kinestetik pada kelas
bermakna, sehingga seluruh potensi dan multiple eksperimen, yaitu peserta didik melakukan
intelligence peserta didik berkembang optimal, percobaan menggunakan teknologi sederhana.
salah satunya menggunakan pendekatan CTL Pada aspek Musikal Berirama, kelas eksperimen
bervisi SETS. mencapai persentase 75 sedangkan kelas kontrol
Pada aspek linguistik verbal, kelas hanya mencapai persentase 25. Kegiatan yang
eksperimen mencapai persentase 85 sedangkan memfasilitasi optimalnya kecerdasan musikal
kelas kontrol hanya mencapai persentase 52. pada kelas eksperimen, yaitu peserta didik
Kegiatan yang memfasilitasi optimalnya menyanyikan lagu kulihat ibu pertiwi secara
kecerdasan linguistik verbal pada kelas bersama-sama.
eksperimen, yaitu menulis hal-hal yang

84
Fitria Novita Sarie, dkk / Journal of Primary Education 5 (2) (2016)

Pada aspek interpersonal, kelas guru harus mengetahui jenis kecerdasan dan
eksperimen mencapai persentase 87 sedangkan kegiatan apa saja yang relevan untuk
kelas kontrol hanya mencapai persentase 59. mengoptimalkan multiple intelligence peserta
Kegiatan yang memfasilitasi optimalnya didik. Agar aspek kecerdasan musikal tinggi,
kecerdasan interpersonal pada kelas eksperimen, guru dapat membiasakan peserta didik untuk
yaitu peserta didik melakukan kerjasama, bernyanyi sebelum dan sesudah pembelajaran
diskusi, dan presentasi kelompok. Pada aspek dengan tema yang sesuai dengan materi. Agar
intrapersonal, kelas eksperimen mencapai aspek intrapersonal tinggi, maka guru harus
persentase 75 sedangkan kelas kontrol hanya selalu membiasakan peserta didik untuk
mencapai persentase 34. Kegiatan yang membuat refleksidiri sendiri setelah
memfasilitasi optimalnya kecerdasan intra pembelajaran, tentang materi yang sudah
personal pada kelas eksperimen, yaitu peserta dipahami dan yang belum dipahami.
didik membuat refleksi dengan menuliskan hal- Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
hal yang telah dipahami dan yang belum disimpulkan bahwa Multiple Intelligence peserta
dipahami. didik pada kelas eksperimen dengan
Pada aspek naturalis, kelas eksperimen menggunakan pendekatan CTL bervisi SETS
mencapai persentase 78 sedangkan kelas kontrol berkembang lebih optimal daripada kelas
hanya mencapai persentase 25. Kegiatan yang kontrol. Kesimpulan diperkuat oleh penelitian
memfasilitasi optimalnya kecerdasan naturalis Pradana (2014) yang menyatakan bahwa
pada kelas eksperimen, yaitu peserta didik kecerdasan majemuk peserta didik model
memberikan solusi pemecahan masalah dalam kooperatif THT dengan pendekatan CTL lebih
kehidupan sehari-hari. Pada aspek eksistensial tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol yang
spiritual, kelas eksperimen mencapai persentase tidak menggunakan pendekatan CTL. Penelitian
84 sedangkan kelas kontrol hanya mencapai Ozdemir (2006) juga menunjukkan bahwa ada
persentase 25. Kegiatan yang memfasilitasi perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara
optimalnya kecerdasan visual spasial pada kelas kelas eksperimen yang menggunakan
eksperimen, yaitu peserta didik member respond pembelajaran berbasis multiple intelligence dan
an ulasan tentang materi SDA yang telah kelas kontrol yang menggunakan desain
dipelajari. pembelajaran tradisional. Denig (2004), dari
Dunn (1993) mengatakan bahwa Niagara University menganalisis bahwa konsep
seseorang memiliki potensi, bakat, dan kecerdasan majemuk dan konsep gaya belajar
kemampuan bawaan yang perlu dikembangkan. bila dikombinasikan dapat berkontribusi besar
Apabila pembelajaran dilakukan dengan cara pada pembelajaran, artinya peserta didik dapat
yang sesuai dengan kemampuan dan bakat yang belajar lebih optimal dan efektif apabila
dimiliki, kemungkinan untuk menguasai suatu menggunakan gaya belajar yang sesuai dengan
subyek lebih besar. Maka dari itu, untuk inteligensi yang dimiliki.
mengoptimalkan setiap kecerdasan pada peserta Pendekatan CTL bervisi SETS juga
didik, guru harus selalu mengontrol dan diketahui mampu mengoptimalkan hasil belajar
mengarahkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan peserta didik yang meliputi tiga aspek, yaitu
peserta didik sesuai dengan potensi dan kognitif, afektif, dan psikomotor. Secara ringkas,
bakatnya. hasil skor tes kognitif disajikan dalam Tabel 4.2.
Griggs (2009) mengungkapkan bahwa Hasil tes kognitif sebelum pembelajaran
pengajar hendaknya telah mengetahui kekuatan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif
(inteligensi) dari peserta didik yang akan diajar, sama atau tidak terdapat perbedaan. Setelah
sehingga dalam membuat perencanaan pembelajaran, menunjukkan hasil tes kognitif
pembelajaran menjadi lebih baik dan relevan. pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, sebaiknya kelas kontrol. Persentase peningkatan hasil

85
Fitria Novita Sarie, dkk / Journal of Primary Education 5 (2) (2016)

belajar kognitif kelas eksperimen dan kontrol didik, sehingga keaktifan, keberanian, dan
disajikan pada Gambar 4.1. kerjasama peserta didik cenderung rendah.
Kemampuan kognitif peserta didik pada Selain itu hasil belajar aspek psikomotor kelas
kelas eksperimen mengalami peningkatan yang eksperimen juga lebih tinggi daripada kelas
signifikan. Rerata skor tes kognitif sesudah kontrol. Hal ini dikarenakan dalam
pembelajaran pada kelas eksperimen adalah 85, implementasi pendekatan CTL bervisi SETS
dengan rerata ketuntasan klasikal mencapai terdapat kegiatan unjuk kerja, sehingga aspek
93%. Pada kelas kontrol rerata skor tes kognitif aspek psikomotor peserta didik terlihat
sesudah pembelajaran yaitu sebesar 71, dengan berkembang optimal. Sedangkan pada kelas
rerata ketuntasan klasikal hanya mencapai 65%. kontrol kegiatan diskusi hanya sebatas
Untuk mengetahui signifikansi perbedaan menyelesaikan pertanyaan, tidak ada kegiatan
rata-rata kemampuan kognitif antar kelas yang praktikum, sehingga kemampuan aspek
diteliti dilakukan uji perbedaan rerata Uji t psikomotor peserta didik kurang optimal.
dengan menggunakan skor sebelum Peningkatan hasil tes kognitif sebelum
pembelajaran dan sesudah pembelajaran. Untuk dan sesudah pembelajaran pada kelas
mengetahui selisih antara nilai tes kognitif eksperimen, uji gain, serta hasil analisis uji t
sebelum dan sesudah pembelajaran dilakukan menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif
uji gain. Berdasarkan hasil penghitungan peserta didik kelas eksperimen lebih baik
didapatkan data bahwa gain score kelas daripada hasil belajar kognitif peserta didik kelas
eksperimen menunjukkan angka sebesar 0,75, kontrol. Menurut Sabandar (2011) salah satu
sedangkan gain score pada kelas kontrol manfaat pendekatan Contextual Teaching and
menunjukkan angka sebesar 0,31. Berdasarkan Learning adalah membantu peserta didik
klasifikasi, maka N-gain kelas eksperimen memahami konsep pembelajaran, karena
termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan N- mereka belajar materi dengan menghubungkan
gain kelas kontrol termasuk dalam kategori dunia nyata yang ada di sekitarnya. Menurut
rendah. Dari hasil uji t terhadap data pretes dan Binadja (2006) keunggulan pembelajaran
postes tersebut diperoleh thitung = 8,619 dengan dengan pendekatan SETS adalah bersifat
signifikansi sebesar 0,000, sedangkan nilai kontekstual dan komprehensif. Komprehensif
tTabel=2,021. Dari hasil perhitungan tersebut artinya terintegrasi antara keempat komponen
dapat diketahui bahwa 8,619 > 2,021 atau thitung SETS, yaitu: sains, lingkungan, teknologi, dan
> tTabel dan nilai signifikansi < 0,05. Berdasarkan masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa,
ketentuan yang berlaku, maka dapat pendekatan CTL bervisi SETS mampu
disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar mengoptimalkan hasil belajar kognitif peserta
yang signifikan antara siswa pada kelas didik. Hal ini dikarenakan dengan pendekatan
eksperimen yang menggunakan pendekatan CTL bervisi SETS pembelajaran lebih
CTL bervisi SETS dan siswa kelas kontrol yang bermakna. Peserta didik lebih aktif
menggunakan pendekatan langsung dengan mengkonstruk pengetahuannya melalui
metode diskusi dan demonstrasi. penemuan-penemuan dan kegiatan bertanya.
Hasil belajar aspek afektif pada kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. SIMPULAN
Hal ini dikarenakan pada implementasi
pendekatan CTL bervisi SETS terdapat Pendekatan CTL bervisi SETS dapat
kegiatan pembelajaran yang mengasah peserta mengoptimalkan seluruh multiple intelligence
didik menjadi aktif, berani, dan mampu peserta didik yang meliputi: verbal, matematis,
bekerjasama dengan temannya. Sedangkan kinetis, musikal, visual-spasial, interpersonal,
pembelajaran pada kelas kontrol cenderung intrapersonal, naturalis, dan eksistensial. Selain
didominasi guru dan kurang melibatkan peserta

86
Fitria Novita Sarie, dkk / Journal of Primary Education 5 (2) (2016)

itu, pendekatan CTL bervisi SETS juga dapat Griggs LA, S Barney, JB Sederberg, E Collins, S
mengoptimalkan hasil belajar peserta didik. Keith & L Iannaci. 2009. Varying
Pedagogy to Address Student Multiple
intelligences. Journal of the Sociology of
DAFTAR PUSTAKA Self-Knowledge, 7(1):55-60.
Kwartolo Y. 2007. Mengimplementasikan
Binadja, A. 2006. Pembelajaran Sains
KTSP dengan Pembelajaran Partisipatif
Berwawasan SETS Untuk Pendidikan
dan Tematik Menuju Sukacita dalam
Dasar. Makalah. Pelatihan Pelatih Guru
Belajar (Joy in Learning). Jurnal
Sains Madrasah Ibtidaiyah dan
Pendidikan Penabur, 1(9):66-80.
Tsanawiyah Se-Jawa Tengah di IAIN
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual
Walisongo . Semarang, 16 April 2006.
(Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas).
Denig S. 2004. Multiple intelligences and
Jakarta: Gramedia Widiasarana
Learning Style. Teachers College Record,
Ozdemir P, Guneysu & Tekkaya. 2006.
106(1):96-111.
Enhancing Learning through Multiple
Dunn, R. & Dunn, K. 1993. Teaching elementary
intelligences. Journal of Biological
students through their individual learning
Education, 40(2):74-78.
styles: Practical approaches for grades 3-6.
Pradana L. 2014. Eksperimentasi Model
Allyn & Bacon: Boston.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Eberle, SG. 2011. Playing with the Multiple
Heads Together Dengan Pendekatan
intelligences, How Play Helps Them
Contextual Teaching And Learning Pada
Grow. American Journal of Play, 4(1):19-
Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar
51.
Ditinjau Dari Kecerdasan Majemuk
Gardner, H. (Ed). 2011. Frames of Mind :The
Peserta Didik SMP Negeri Kelas VIII
Theory of Multiple intelligences. New York:
Sekota Madiun. Jurnal Tesis Universitas
Basic Books.
Sebelas Maret, 2(10):1031-1041

87

Anda mungkin juga menyukai