Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia
Indonesia adalah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000 sebanyak
14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus
bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun. Pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di
Indonesia akan berjumlah sekitar 34,22 juta jiwa. Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat
Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama
dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5 % dari seluruh jumlah
penduduk (BPS, 2010). Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh Siskayanti, Nugroho,
tentang pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kemampuan berinteraksi klien isolasi
sosial di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang menunjukkan hasil bahwa
komunikasi terapeutik memiliki pengaruh yang signifikan dalam peningkatan
kemampuan interaksi klien isolasi sosial dengan p-value (p< 0,05). Penyebab
kecemasan yang sering dialami lansia adalah kondisi lingkungan atau tempat tinggal
seseorang, emosi yang ditekan, sebab-sebab fisik . Kecemasan ditandai dengan
ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Bila kecemasan tidak
sejalan dengan kehidupan dan berlangsung terus-menerus dalam waktu lama, dapat
terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuart & Sundeen, 2000). Sejauh ini
kecemasan dapat dikurangi dengan obat-obat farmakologis dan psikoterapi, tetapi
kebanyakan orang memilih teknik alternatif yang murah dan aman. Terdapat berbagai
macam teknik alternatif yang dapat di pilih seperti pijat refleksi, yoga, siatzu, meditasi
dan aromaterapi. Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan
pada lansia adalah dengan memberikan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik
termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal dan nonverbal (Muslihah dan Fatimah, 2010).
Berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan, perawat kurang berpartisipasi
dalam komunikasi terapeutik. Hal ini ditunjukkan berdasarkan pengalaman peneliti
sendiri pada saat praktik di ruumah sakit jarang sekali ditemukan perawat melakukan
komunikasi terapeutik terhadap pasiennya, seperti perawat tidak memperkenalkan
dirinya kepada pasien, tidak menjelaskan tindakan keperawatan yang akan dilakukan,

1
kemudian bahasa tubuh perawat yang menunjukkan ketidaknyamanan. Berdasarkan
fenomena tersebut, belum pernah terdapat penelitian mengenai terapi komunikasi
terpeutik untuk menurunkan kecemasan pada lansia yang tinggal di Balai Rehabilitasi
Sosial Pucang Gading Semarang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
panelitian lebih lanjut mengenai pengaruh komunikasi terapeutik terhadap penurunan
kecemasan pada lansia di Balai Rehabilitasi Sosial Pucang Gading, Semarang.
(BPS,2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Komukasi Terapeutik?


2. Apa Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik?
3. Apa Tehnik Komunikasi Teraupetik?
4. Apa Saja Faktor Dalam Komunikasi Terapeutik?
5. Bagaimana Proses Dari Komunikasi Terapeutik?
6. Apa Pengertian Dari Lanjut Usia?
7. Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Pada Pasien Lansia?
8. Bagaimana Pendekatan Keperawatan Lansia Dalam Komunikasi terapeutik?
9. Bagaimana Tehnik Komunikasi Pada Lansia?
10. Apa Saja Hambatan Komunikasi Pada Lansia?
11. Bagaimana Tehnik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Dari Komunikasi Terapeutik.


2. Mengetahui Fase-Fase Dala Komunikasi Terapeutik.
3. Mengetahui Tehnik Komunikasi Terapeutik.
4. Mengetahui Faktor Dalam Komunikasi Terapeutik.
5. Mengetahui Proses Dari Komunikasi Terapeutik.
6. Mengetahui Pengertian Dari Lanjut Usia.
7. Menegetahui Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Pada Pasien Lansia.
8. Menegetahui Pendekatan Keperawatan Lansia Dalam Komunikasi Terapeutik.
9. Mengetahui Tehnik Komunikasi Pada Lansia.
10. Menegetahui Hambatan Komunikasi Pada Pasien Lansia.
11. Mengetahui Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan.

2
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien
yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku
pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama

3
dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien
berubah ke arah positif seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik
yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup. (Muslihah &
Fatmawati, 2010)

2.2 Fase Fase Komunikasi Terapeutik


1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien . Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga
mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat
untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya
bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien.( Arikunto, 2010)
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a) Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi
dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri. Perasaan apa yang
muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan
cemas? Apa yang dicemaskan?.
b) Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada
saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai
kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang
lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya
dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling
percaya .
c) Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada
saat memulai interaksi.
d) Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut .

4
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu
atau kontak dengan klien. Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien. Dengan memperkenalkan dirinya berarti
perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien
untuk membuka dirinya . Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan
data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a) Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi
terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan
terapeutik karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi
keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat
statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi. Karena itu, untuk
mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap
terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan
menghargai klien.
b) Merumuskan kontrak pada klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin
kelangsungan sebuah interaksi. Pada saat merumuskan kontrak perawat juga
perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga
untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap
perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang
serba bisa dan serba tahu. Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya
membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien
sendiri.
c) Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap
ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan
memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat
mengidentifikasi masalah klien.

5
d) merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai.
Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien.

3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat
dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap
adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui
active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang
dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau
alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien
memiliki pikiran dan ide yang sama .Tujuan tehnik menyimpulkan adalah
membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting .
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tahap ini
dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien,
setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada
waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

6
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi
ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh
terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar
mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui
bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien
merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien
merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini
juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan
harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada
akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi
marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk
mencoba salah satu dari alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan
keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat,
maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon
tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan
responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.(Stuart &
Sunden, 2006).
2.3 Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik (Suliswati,2005).
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap
orientasi.
a) Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat
sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan
masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah
pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada

7
masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian
terhadap klien .

b) Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban


yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien
mengekspresikan dirinya.
c) Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan
jawaban yang singkat.

d) Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah
pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak
pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan
klien untuk menjawab.

e) Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien
dan biasanya dimulai dengan kata why (mengapa). Why question ini
dipertimbangkan tidak tepat karena :

2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik. Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima.
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien
dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai
waktu untuk mendengarkan.

3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien.
Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien. Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang
mendukung listening.
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya.
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan
klien, juga tidak boleh menambahkan informasi. Apabila perawat menginterpretasikan
8
pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya.
Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan
isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien.
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk
membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.
Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik
pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah
usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah
penting.
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien
sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing. Tehnik ini
memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo
interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya.
Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.
8. Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau
pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan
penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan
pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu
dalam memberikan alternatif pemecahan masalah.
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu
perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri

9
pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi
yang telah dilakukan.
10. Mengubah Cara Pandang
Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan
cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek
negatifnya saja. Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran
negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang
perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien
mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : sebenarnya apa yang anda
pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya. Reframing akan membuat klien mampu
melihat apa yang dialaminya dari sisi positif sehingga memungkinkan klien untuk
membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam
masalah yang dialami klien supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini
bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang
masalah yang dialami klien.
12. Membagi Persepsi
persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang
perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien.
13. Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. Tehnik ini sangat
bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal
masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. suatu
pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan
kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk

10
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Reniforcement bisa
diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

2.4 Faktor-Faktor Komunikasi Terapeutik (Potter & Perry,2006)


Faktor faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik:
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
i. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor penghambat komunikasi :


a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator
dengan reseptor berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya

2.5 Proses Komunikasi Terapeutik Dalam Perawatan (Noorkasiani,2009).

11
a. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
b. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau
kelompok.
c. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh
atau ekspresi wajah.
d. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan
pada penerima/ sasaran.
e. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut
dituju.
f. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.
.
2.6 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak
distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia
akan mengakhiri hidup dengan episode terminal. Penggolongan lansia menurut Depkes
menjadi tiga kelompok yakni : Kelompok lansia dini (55 64 tahun), merupakan
kelompok yang baru memasuki lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas), Kelompok
lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. (Nursalam,2011).

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 katagori, yaitu :

a) Usia lanjut : 60 74 tahun


b) Usia tua : 75 -89 tahun

c) Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun.

2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia

12
Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan
dengan komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang
terkait usia dan penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari
interaksi, karena pasien lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang
dicintai yang aktif terlibat pada perawatan pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan.
Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut
usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah yang kompleks dan beberapa
keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya. Untuk setiap dekade
kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan mengalami satu penyakit kronik
baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4
penyakit kronis. Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit
bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter. Masalah usia atau
dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan
kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan
pasien lanjut usia. (Hastono, 2007).

2.8 Pendekatan Keperawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi Terapeutik


a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang
dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai
dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya.
Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksansakan dan dicarikan solusinya karena
riil dan mudah diobservasi. (Hidayat,2008)
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan
perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
meaksanakan pendekatan ini, perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi
klien. (Hidayat,2008)
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan berinteraksi
dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain atau
mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari

13
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesame lansia maupun
dengan petugas kesehatan. (Hidayat,2008)
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan
sakit atau mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama
bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar belakang
keagamaan yang baik. (Hidayat,2008)
2.9 Tehnik Komunikasi pada Lansia (Dahlan, 2012).
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat dimengerti, asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui
adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera
menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut, misalnya dengan
mengajukan pertanyaan, apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini? Apa yang
bisa saya bantu?. Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan
bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan di luar materi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan
pernyataan-pernyataan di luar materi yang diinginkan, maka perawat hendaknya
mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan karena
umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif

14
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil. Perubahan ini
perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai selama lansia berbicara.
Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia
tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan
klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama
memberi dukungan baik secara materiil dan moril, petugas kesehatan jangan
sampai terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan
kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu
dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima dan
dipersepsikan sama oleh klien.
f. Sabar dan ikhlas
Klien lansia mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan
dan kekanak-kanakan, bila perubahan ini tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas
dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang
dilakukan tidak terapeutik, solutif, namun dapat berakibat komunikasi
berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien
dengan petugas kesehatan.

2.10 Hambatan Komunkiasi pada Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap nonasresif. (Acin.,2005).
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-
perilaku di bawah ini :
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain

15
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri
5) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan
maupun tindakan
b. Nonasertif
Tanda-tanda dari sikap nonasertif ini adalah :
1) Menarik diri bila diajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkapkan keyakinan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain

2.11 Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan


Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara
sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian
nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi
ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. (Azizah,2011)
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat
menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif
sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain:
a) Kenali segala reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang
lain serta lingkungannya, kemudian lakukan langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara
mengobservasi klien bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2) Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan
dimulai dari kenyataan yang merisaukan.

16
3) Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang
cocok bagi klien dan bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai
menolak.
b) Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien, dengan
jalan sebagai berikut:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu, tempat
dan macam perawatan.
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal
kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan
sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan
meluangkan waktu bersamanya.
d) Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana/tindakan
dapat terealisasikan dengan baik dan cepat. Upaya ini dilaksanakan dengan cara-
cara sebagai berikut:
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia
menentukan perasaan-perasaannya.
2) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan
tentang apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat
dilakukan dalam rangka membantu.
3) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima
kenyataan.
4) Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman
fisik) apabila klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.

17
BAB III

ISI PERCAKAPAN

LANSIA : Yuni Amelia Sari

PERAWAT A : Gunawan Sudarmono

PERAWAT B : Novirda

OKTA : Bagas Ade Putra

NARATOR : Candra Irianto


18
Disebuah pemukiman, hiduplah seorang wanita lanjut usia yang tinggal bersama anak
bungsunya yang saat ini telah berkeluarga. Wanita lanjut usia ini telah ditinggal meninggal
oleh suaminya karena sakit setahun yang lalu. Dia memiliki tiga orang anak, yang pertama
laki-laki dan sudah berkeluarga, namun tinggal di Jawa, yang kedua perempuan dan juga
sudah berkeluarga dan saat ini ikut suaminya tinggal di Kalimantan, sedangkan anak
bungsunya yaitu perempuan dan saat ini tinggal bersama dia.

Wanita lanjut usia ini bernama Ibu Yuni, dia merupakan ibu rumah tangga sedangkan
suaminya dulu adalah seorang PNS guru. Saat ini Ibu Aisyah tinggal dirumah anak
bungsunya.

Role Play :

Perawat A baru saja mendapat tugas untuk bekerja di Puskesmas Pelita, kemudian
pada hari pertama bekerja dia melewati sebuah rumah yang cukup besar tapi terlihat sepi,
sesekali perawat tersebut melihat ke dalam rumah. Namun, rumah tersebut terlihat seperti
tidak berpenghuni.

Sesampai Di Puskesmas, Perawat A menanyakan hal yang membuatnya penasaran


kepada Perawat lain yang sedang bertugas di Puskesmas Pelita juga.

Perawat A : Eh, tadi saya lewat depan rumah yang ada pohon mangganya itu, rumahnya
cukup besar, halamannya cukup luas, keadaannya juga bersih, tapi kenapa terlihat sepi sekali
ya? Siapa yang tinggal disana?

Perawat B : Saya kurang tau juga sih, soalnya saya juga baru beberapa hari kerja disini,
tapi yang saya dengar, ada sepasang suami istri yang tinggal disana, dan yang saya dengar
juga, mereka jarang dirumah karena keduanya bekerja, tapi kalau tidak salah ibu dari istri
yang punya rumah juga tinggal disana.

Perawat A : Informasi apalagi yang kira-kira kamu tau tentang keluarga itu?

Perawat B : Dari infomarsi perawat lain yang sudah bekerja disini, keluarga itu memang
cukup tertutup, jadi banyak perawat yang masih susah mencari informasi dari mereka

19
Perawat A : Bagaimana kalau kita coba berkunjung kesana nanti sore? Kita juga harus
melakukan survey kesehatan terhadap lansia kan?

Perawat B : Kalau kamu sendiri saja bagaimana, soalnya saya harus melakukan
perawatan keluarga untuk keluarga yang tinggal di ujung gang sana

Perawat A : Oke baiklah, saya sendirian juga tidak apa-apa

Sepulang bekerja di Puskesmas Perawat A melakukan kunjungan ke rumah yang ingin


ia kunjungi tadi.

Perawat A : Assalamualaikum, selamat sore

(Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah, Perawat A mengulangi salam)

Perawat A : Assalamualaikum, selamat sore

(Tetapi tetap tidak ada jawaban, Dia kemudian memutuskan untuk kembali lagi
besok. )

Perawat A : Kayaknya gak ada orang, apa mungkin lagi pergi ya? Ya sudahlah besok saja
saya kesini lagi

Keesokan harinya, Perawat A kembali mencoba berkunjung kerumah Ibu Yuni.

Perawat A : Assalamualaikum

Bagas : Waalaikumsalam, Siapa ya?

Perawat A : Selamat Sore mas, saya Gunawan dari Puskesmas Pelita

Bagas : Iya ada apa? Seingat saya, saya tidak pernah memanggil perawat untuk
kesini mas

20
Perawat A : Maaf sebelumnya mas, saya kesini berniat untuk berkunjung, karena kami
dari Puskesmas Pelita sedang melakukan survey kesehatan di lingkungan sekitar
puskesmas

Bagas : Tapi disini tidak ada yang sakit mas, maaf ya. Saya juga mau berangkat
jemput anak saya les

Perawat A : Baiklah mas kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih mas, maaf
sebelumnya jika saya mengganggu

Bagas : Iya iya

Belum sempat Bagas menutup pintu rumahnya, tiba-tiba terdengar suara benda besar
jatuh. Bagas langsung berlari menuju sumber suara. Kemudian dari dalam rumah terdengar
teriakan minta tolong.

Bagas : Tolong......Tolong

(Perawat A langsung datang menuju sumber suara. Dia melihat seorang wanita tua
yang terkapar di lantai dan berusaha di angkat oleh Bagas. Perawat A langsung membantu
Bagas mengangkat wanita tua itu. )

Perawat A : Mari saya bantu

(Wanita itu kemudian memegangi dadanya dan terus menyeringai kesakitan. Perawat
A mengambil beberapa bantal yang ada di atas kasur itu, kemudian meletakkannya di
belakang wanita itu dan memposisikan semi fowler. )

Perawat A : Ibu, sekarang coba ikuti saya, tarik napas dalam, hembuskan, tarik lagi,
hembuskan pelan-pelan, tarik lagi, hembuskan lagi pelan-pelan

(Wanita itu mengikuti instruksi dari Perawat A, setelah itu wajah wanita itu mulai
terlihat tenang. )

Perawat A : Bagaimana perasaannya bu?

Ibu Yuni : Alhamdulillah sudah agak mendingan

Perawat A : Syukurlah kalau begitu bu, saya merasa lega

Ibu Aisyah : Mas siapa ya?

21
Perawat A : Perkenalkan bu, saya Gunawan perawat dari Puskesmas Pelita

Ibu Yuni : Saya Ibu Yuni, Ibu dari Bagas

Perawat A : Oh iya bu, sekarang apa yang ibu rasakan?

Ibu Yuni : Dada saya terasa sesak, terus sakit sekali

Perawat A : Coba ibu gambarkan sakitnya itu seperti apa bu?

Ibu Yuni : Kayak di tindih gitu nak

Perawat A : Ibu sudah berapa lama merasakan sakit seperti ini?

Ibu Yuni : Dari tiga tahun yang lalu nak

Perawat A : Selain sesak dan nyeri, apalagi yang sering ibu rasakan?

Ibu Yuni : Kalau misalnya saya jalan yang cukup jauh, biasanya saya langsung lemes,
jadi kalau mau keluar rumah, belum sampai pintu saya duduk dulu, setelah itu baru jalan lagi
keluar

Perawat A : Kalau begitu saya boleh periksa tekanan darah ibu?

Ibu Yuni : Boleh, silahkan nak

Perawat A : (Sambil mengukur tekanan darah, nadi, dan pernapasan) Sebelumnya ibu
sudah pernah ke rumah sakit atau puskesmas?

Ibu Yuni : Setahun yang lalu, setelah suami saya meninggal saya sempat pingsan dan
langsung di bawa ke rumah sakit, tapi anak saya bilang saya hanya syok saja

Perawat A : Baiklah bu kalau begitu, sebaiknya ibu istirahat saja, nanti kalau
diperbolehkan, saya mau berkunjung lagi kesini melihat kondisi ibu, bagaimana bu?

Ibu Yuni : Dengan senang hati nak

Perawat A : Terima kasih bu, selamat beristirahat

(Kemudian Perawat A keluar dari kamar Ibu Yuni, diikuti oleh anaknya Bagas. Setelah
itu Perawat A melakukan sedikit percakapan dengan Bagas.)

Perawat A : Begini mas, kalau diperbolehkan saya ingin melakukan pengkajian terhadap
penyakit yang di derita oleh Ibu Yuni, bagaimana mas?
22
Bagas : Itu buat apa? Penelitian aja ya?

Perawat A : Gak kok mas, saya ingin melakukan pengkajian dan intervensi terhadap Ibu
Yuni, semoga nanti kedepannya kita bisa sama-sama meminimalisir keluhan-keluhan yang di
rasakan oleh Ibu Yuni. Bagaimana mas?

Okta : Kalau memang mas niatnya mau bantu Ibu saya, ya gak apa-apa sih

Perawat A : Syukurlah kalau begitu. Tadi saya dengar ibu pernah dibawah ke rumah sakit
setahun yang lalu

Bagas : Iya mas, setelah ayah saya meninggal, ibu saya langsung shock, jadi kami
bawa ke rumah sakit dan langsung di periksa

Perawat A : Bagaimana hasil dari pemeriksaan disana?

Bagas : Dokter bilang Ibu saya menderita penyakit Jantung Koroner

(Okta masuk ke dalam dan kembali ke luar dengan membawa map besar berwarna
coklat)

Bagas : Ini hasil pemeriksaan setahun yang lalu

Perawat A : Boleh saya lihat mas?

Bagas : Boleh mas

(Kemudian Perawat A melihat hasil pemeriksaan Ibu Yuni dan mencatat beberapa hal
yang perlu di catat.)

Perawat A : Oh iya sudah mas, kalau begitu saya permisi pulang. Kalau besok saya
kesini lagi bagaimana mas?

Bagas : Boleh mas, kebetulan besok saya pulang cepat

Perawat A : Alhamdulillah kalau begitu, besok sekitar jam 3 saya kesini lagi. Terima
kasih mas, assalamualaikum

Keesokan harinya, Perawat A kembali berkunjung kerumah Ibu Yuni bersama dengan
Perawat B....

23
Perawat A : Assalamualaikum

Ibu Yuni : Waalaikumsalam, Gunawan. Masuk nak.

Perawat A : Iya bu, keadaan ibu gimana?

Ibu Yuni : Alhamdulillah udah agak mendingan nak

Perawat A : perkenalkan ibu ini teman saya namanya Novirda.

Ibu Yuni : oh nak Novirda

Perawat B : iya ibu saya Novirda

Tak lama kemudian, anak dari Ibu Yuni datang.

Bagas : Assalamualaikum

Ibu Yuni : Waalaikumsalam

Perawat A : Nah, berhubung mas Bagas nya sudah datang, kita mulai sekarang aja ya
bu?

Ibu Yuni : Iya nak

Perawat A : Begini, setelah kemarin saya melakukan pengkajian fisik terhadap ibu dan
pengkajian melalui wawancara. Serta berdasarkan diagnosis dokter yang saya lihat dan saya
baca di catatan medis yang mas tunjukkan kemarin. Saya membuat beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh Ibu Yuni. Saya berharap mas Bagas juga ikut bersama-sama membantu ibu
untuk melakukan beberapa hal ini.

Bagas : Jadi kira-kira saya dan ibu saya harus bagaimana mas?

Perawat B : Usahakan ibu jangan terlalu banyak melakukan gerakan berlebihan, apalagi
misalnya ibu duduk, terus langsung berdiri dan berjalan. Itu membuat perubahan ritme
jantungnya sangat cepat, jd usahakan berjalan yang santai saja.

Bagas : Oh iya mbak, nanti saya akan mengontrol kondisi ibu saya

Perawat B : Nah kalau misalnya ibu masih suka ngeluh sesak napas, disandarin ke kursi
aja mas, atau kalau di kamar bantalnya di tinggikan sampai ibu ngerasa nyaman.

Ibu Yuni : Baik nak

24
Perawat B : Nah, ini saya juga sudah siapkan daftar menu makanan harian untuk ibu,
disini juga ada kebutuhan kalori tiap harinya, terus ada juga resep-resep masakannya kalau
ibu mau coba masak sendiri.

Ibu Yuni : Wah, saya dapet resep masakan baru ya?

Perawat A : Kalau mau jalan-jalan atau rekreasi, mas juga bisa ajak ibunya, karena
dengan begitu ibu bisa menyegarkan pikirannya. Dan bermain dengan cucu juga bisa menjadi
obat yang cukup baik untuk mengurangi stress ibu

Bagas : Jadi kalau ibu saya mau di ajak jalan-jalan bisa ya sus?

Perawat B : Insya allah bisa mas, asal kondisinya terus diperhatikan

Ibu Yuni : Saya boleh masuk ke kamar, soalnya mau istirahat dulu

Perawat A&B : Oh baik bu, selamat istirahat ya bu, terima kasih

Ibu Yuni : Sama-sama nak

Ibu Yuni berjalan masuk ke dalam kamar.....

Perawat A : Saya permisi dulu ya mas, insya allah besok saya akan kesini lagi, untuk
memonitor keadaan ibu kembali

Bagas : Baik mas

Perawat A : Oke kalau begitu, saya permisi ya mas. Assalamualaikum

Bagas : Waalaikumsalam

Beberapa hari kemudian, Perawat A sering mengunjungi Ibu Aisyah untuk memonitor
kondisi kesehatannya.

Sejak saat itu, Ibu Yuni melakukan saran-saran yang dianjurkan Perawat A, sehingga
penyakitnya jarang kambuh dan dia mulai merasa percaya diri untuk dapat sehat.

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik (Stuart dan Sundeen). Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki
outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome
perawatan kesehatan untuk orang tuatidak hanya tergantung pada perawatan
kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan
melalui komunikasi yang efektif. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien.
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia
lanjut menjadi empat macam meliputi:usia pertengahan, usia lanjut, usia lanjut usia
dan usia tua. Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan

26
fisik, psikologis, social, dan spiritualTeknik komunikasi pada lansia terdiri dari :
teknik asertif, responsif, focus, supportif , klarifikasi, sabar dan ikhlas dan lain-lain.
Hambatan berkomunkasi dengan lansia ada agresif, non-asertif dan sebagainya. Teknik
perawatan lansia pada reaksi penolakan : kenali segera reaksi penolakan klien,
orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri, libatkan keluarga atau
pihak keluarga terdekat dengan tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi
pada lansia: menunjukkan rasa hormat hindari menggunakan istilah yang
merendahkan pasien, pertahankan kontak mata dengan pasien dan lainnya.

4.2 Saran

a. Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar
pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar.
b. Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam
pemahamannya.
c. Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab itu,
saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.

27

Anda mungkin juga menyukai