Anda di halaman 1dari 63

BAB II

PENGUJIAN

2.1 Kedalaman dan Kecepatan Aliran Sepanjang Saluran

A. Tujuan

Pengamatan perubahan profil muka air bebas dan kecepatan rata-rata sepanjang saluran
untuk aliran yang berbeda dan slope yang terbalik.

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Flume; Satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakkan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur
debit.
2. Tube pitot
3. Flow meter
4. Mistar atau pita ukur.

C. Dasar Teori

Pada umumnya tipe aliran melalui saluran terbuka adalah turbulen, karena kecepatan aliran
dan kekerasan dinding relatif besar. Aliran melaui saluran terbuka disebut seragam (uniform)
apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan dan debit pada setiap
tampang di sepanjang aliran adalah konstan. Pada aliran seragam, garis energy, garis muka air dan
dasar saluran adalah sejajar sehingga kemiringan dari tiga garis tersebut adalah sama. Kedalaman
air pada aliran seragam disebut dengan kedalaman normal yn. untuk debit aliran dan luas tampang
lintang saluran tertentu, kedalama normal adalah konstan di seluruh panjang saluran.

Aliran disebut tidak seragam atau berubah (non uniform flow atau varied flow) apabila
variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan.
Aliran disebut mantap apabila variabel aliran di suatu titik seperti kedalaman dan kecepatan tidak
berubah terhadap waktu, dan apabila berubah terhadap waktu disebut aliran tidak mantap.

Dalam aliran melalui saluran terbuka, distribusi kecepatan tergantung pada banyak faktor
seperti bentuk saluran, kekerasan dinding dan jugadebit aliran. Distribusi kecepatan aliran tidak
merata di setiap titik pada tampang lintang. Biasanya pengukuran kecepatan di lapangan dilakukan
dengan menggunakan current meter. Alat ini berupa baling-baling yang berputar karena adanya
aliran, yang kemudian aakan memberikaan hubungan aantara kecepatan sudut baling-baling
dengan kecepatan aliran.

Untuk keperluan praktis dan ekonomis, dimana sering diperlukan kecepaatan rerata pada
vertikal, pengukuran kecepatan dilakukan hanya pada satu atau dua titik tertentu. Kecepatan rerata
dapat diukur pada 0,6 kali kedalaman dari muka air, atau harga rerata dari kecepatan pada 0,2 dan
0,8 kali kedalaman. Ketentuan ini hanya berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan tidak ada
penjelasan secara teoritis. Besar kecepatan rerata ini bervariasi antara 0,8 dan 0,95 kecepaan di
permukaan dan biasanya diambil sekitar 0,85.

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta)

Tabung pitot (tube pitot) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran
zat cair.

Gambar 1.1 Tabung Pitot

Gambar 1.2 Tabung Statis Pitot

Gambar 1.1 menunjukkan pipa berbentuk L (tube pitot) yang berada dalam zat cair yang mengalir
dengan salah satu ujungnya menghadap ke arah datangnya aliran, sedang ujung yang lain ke atas
dan berhubungan langsung dengan udara luar (tekanan atmosfer). Titik dinamis terjadi pada ujung
bagian pipa yang mendatar dan tekanannya akan lebih besar dari tekanan zat cair di sekitarnya
sebesar tinggi kecepatan v2/2g, yang ditunjukkan oleh kenaikan zat cair di dalam tabung.

Untuk menentukan kecepatan aliran zat cair di dalam pipa dengan menggunakan tabung
pitot maka perlu diperoleh pengukuran yang berbeda antara tekanan dinamis dan tekanan statis.
Seperti yang dilihaat pada gambar 1.2, tabung A digunakan untuk mengukur tekanan statis, sedang
tabung B digunakan untuk mengukur tekanan dinamis.

Saluran Terbuka Menuju Kajian Hidrolika Erosi dan Transport Sedimen, Tahun 17

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika I, Beta Offset, Yogyakarta)

Pada debit dan penampang saluran yang tetap, kecepatan aliran air berbanding terbalik
dengan kedalaman aliran,
(Sumber: Bakhtiar, Joetata Hadihardaja, Karakteristik Aliran Air dalam Model, NO. 2 Juni 2009)

D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tanki air telah diisi dengan air bersih


2. Atur flume pada posisi horizontal, dan pastikan tidak ada assesoris lain di dalam flume.

Langkah berikutnya:

3. Hidupkan pompa, dan atur aliran dengan valve pengatur pada outlet pompa
4. Catat angka flowmeter
5. Bagi flume menjadi 3 bagian
6. Ukur kedalaman aliran pada setiap bagian
7. Dengan menggunakan tube pitot tentukan kecepatan rata-rata pada setiap bagian
8. Atur pompa untuk mendapatkan 3 aliran berbeda, dan ulangi langkah diatas
9. Ulangi langkah di atas untuk slope yang berbeda, slope positif dan slope negatif
10. Lengkapi form tabel Praktikum 1 dan tuliskan datanya dimana: Y adalah jarak dari
dasar saluran ke assesoriss level meter (kedalaman air), dan V adalah kecepatan aliran
yang diukur dengan tube pitot.

Catatan: Letakkan tube pitot pada kedalaman 0,6Y, untuk memperkirakan V rata-rata.

E. Pertanyaan

1. Untuk setiap percobaan aliran, gambarkan profil muka air untuk setiap slope sesuai
dengan skema Gambar 1.3 berikut:
Gambar 1.3 Gambar Profil Muka Air untuk setiap Slope

2. Bandingkan nilai kecepatan aliran yang diperoleh dari pengukuran tube pitot, dengan
yang diperoleh dari perhitungan v=Q/(bY).

F. Analisis Data

S1 = 0 b = 6,4 cm

Q Y1 Y2 Y3 Yrata p stat p din v2/2g vpitot Arata vhitung

(L/Jam) (cm) (cm) (cm) (cm) (mm) (mm) (mm) (cm/dtk) (cm2) (cm/dtk)

800 2,8 2,4 2,0 2,4 205 203 2,0 19,8091 15,36 14,4676

1000 3,0 2,4 2,1 2,5 203 202 1,0 14,0072 16,00 17,3611

1200 3,1 2,5 2.3 2,633 200 199 1,0 14,0072 16,85 19,7788
3 31
1. Dik: g = 9,81 m/dtk = 981 cm/dtk2
Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 2 mm = 0,2 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g = 0,2 cm
v2 = vpitot . 2g
= 0,2 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 392,4 cm2/dtk2
v = 392,4 cm2 /dtk 2
= 19,8091 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 2,4 cm
= 15,36 cm2

Q
Vhitung = A
rata
222,2222 cm3 /dtk
= 15,36 cm2
= 14,4676 cm/dtk

2. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 1 mm = 0,1 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,1 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 196,2 cm2/dtk2
v = 196,2 cm2 /dtk 2
= 14,0072 cm/dtk
Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 2,5 cm
= 16 cm2

Q
Vhitung = A
rata
277,7778 cm3 /dtk
= 16 cm2
= 17,3611 cm/dtk

3. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 1 mm = 0,1 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,1 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 196,2 cm2/dtk2
v = 196,2 cm2 /dtk 2
= 14,0072 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 2,6333 cm
= 16,8531 cm2

Q
Vhitung = A
rata
333,3333 cm3 /dtk
=
16,8531 cm2
= 19,7788 cm/dtk
S1 = 0
25.0000

20.0000 1200, 19.7788


Vhitung (cm/dtk) 1000, 17.3611
15.0000 800, 14.4676

10.0000

5.0000

0.0000
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q (L/Jam)

Gambar 1.4 Profil Muka Air untuk S1=0

S2 = 0,4 b = 6,4 cm

Q Y1 Y2 Y3 Yrata p stat p din v2/2g vpitot Arata vhitung

(L/Jam) (cm) (cm) (cm) (cm) (mm) (mm) (mm) (cm/dtk) (cm2) (cm/dtk)

800 1,8 1,6 1,4 1,6 217 216 1,0 14,0072 10,24 21,7014

1000 1,9 1,85 1,9 1,883 203 202 1,0 14,0072 12,05 23,0462
3 31

1200 2,1 1,9 1,95 1,983 211 210 1,0 14,0072 12,69 26,2610
3 31

1. Dik: g = 9,81 m/dtk = 981 cm/dtk2


Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 1 mm = 0,1 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,1 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 196,2 cm2/dtk2
v = 196,2 cm2 /dtk 2
= 14,0072 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 1,6 cm
= 10,24 cm2

Q
Vhitung = A
rata
222,2222 cm3 /dtk
=
10,24 cm2
= 21,7014 cm/dtk

2. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 1 mm = 0,1 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,1 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 196,2 cm2/dtk2
v = 196,2 cm2 /dtk 2
= 14,0072 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 1,8833 cm
= 12,0531 cm2

Q
Vhitung = A
rata
277,7778 cm3 /dtk
= 12,0531 cm2
= 23,0462 cm/dtk
3. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2
Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 1 mm = 0,1 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,1 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 196,2 cm2/dtk2
v = 196,2 cm2 /dtk 2
= 14,0072 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 1,9833 cm
= 12,6931 cm2

Q
Vhitung = A
rata
333,3333 cm3 /dtk
= 12,6931 cm2
= 26,2610 cm/dtk

S2 = 0.4
30.0000

25.0000 1200, 26.2610


1000, 23.0462
Vhitung (cm/dtk)

800, 21.7014
20.0000

15.0000

10.0000

5.0000

0.0000
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q (L/Jam)

Gambar 1.5 Profil mUka Air untuk S2=0,4


S3 = 0,8 b = 6,4 cm

Q Y1 Y2 Y3 Yrata p stat p din p stat vpitot Arata vhitung


p
(L/Jam) (cm) (cm) (cm) (cm) (mm) (mm) din (cm/dtk) (cm2) (cm/dtk)

800 1,15 1,2 1,7 1,35 221 219 2,0 19,8091 8,64 25,7202

1000 1,25 1,35 1,8 1,466 219 217 2,0 19,8091 9,386 29,5921
7 9

1200 1,4 1,6 2,0 1,666 216 214 2,0 19,8091 10,66 31,2493
7 69

1. Dik: g = 9,81 m/dtk = 981 cm/dtk2


Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 2 mm = 0,2 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,2 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 392,4 cm2/dtk2
v = 392,4 cm2 /dtk 2
= 19,8091 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 1,35 cm
= 8,64 cm2

Q
Vhitung = A
rata
222,2222 cm3 /dtk
= 8,64 cm2
= 25,7202 cm/dtk

2. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 2 mm = 0,2 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?
Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,2 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 392,4 cm2/dtk2
v = 392,4 cm2 /dtk 2
= 19,8091 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 1,4667 cm
= 9,3869 cm2

Q
Vhitung = A
rata
277,7778 cm3 /dtk
= 9,3869 cm2
= 29,5921 cm/dtk

3. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
v2/2g = p stat p din = 2 mm = 0,2 cm
Dit: Vpitot = ?
Arata = ?
Vhitung = ?

Penyelesaian:
vpitot = v2/2g
v2 = vpitot . 2g
= 0,2 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 392,4 cm2/dtk2
v = 392,4 cm2 /dtk 2
= 19,8091 cm/dtk

Arata = b x yrata
= 6,4 cm x 1,6667 cm
= 10,6669 cm2

Q
Vhitung = A
rata
333,3333 cm3 /dtk
= 10,6669 cm2
= 31,2493 cm/dtk

S3 = 0.8
35.0000
30.0000 1200, 31.2493
1000, 29.5921
Vhitung (cm/dtk)

25.0000 800, 25.7202

20.0000
15.0000
10.0000
5.0000
0.0000
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q (L/Jam)

Gambar 1.6 Profil Muka Air untuk S3=0,8

G. Kesimpulan

Dari analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran yang
diperoleh dari pengukuran tube pitot lebih cenderung kostan dibandingkan dengan kecepatan yang
diperoleh dari perhitungan untuk slope maupun debit yang sama. Sementara kecepatan aliran yang
diperoleh dari perhitungan berubah-ubah pada slope maupun debit yang sama. Hal tersebut
dipengaruhi oleh berubahnya ketinggian aliran pada slope maupun debit yang sama. Dari hasil
analisis di atas juga dapat disimpulkan bahwa semakin besar debit aliran dan kemiringan saluran
(slope) maka kecepatan dan kedalaman aliran juga semakin besar, tetapi pada debit yang sama
besaar kecepataan berbanding terbalik dengan kedalaman. Semaakin rendah kedalaman aliran maka
semakin besar kecepatan aliran.
2.2 Aliran dengan Peluap Ambang Tipis

A. Tujuan

Pengamatan aliran melalui ambang tipis.

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Flume; Satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakkan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur
debit.
2. Tube pitot
3. Flow meter
4. Mistar atau pita ukur.

C. Dasar Teori

Peluap didefinisikan sebagai bukaan pada salah satu sisi kolam atau tanki sehingga zat cair
(biasanya air) di dalam kolam tersebut melimpas di atas peluap. Peluap ini serupa dengan lubang
besar dimana elevasi permukaan zat cair di sebelah hulu lebih rendah dari sisi atas lubang.

Lapis zat cair yang melimpas di atas ambang peluap disebut dengan tinggi peluapan. Peluap
biasanya digunakan untuk mengukur debit aliran. Di dalam bangunan irigasi peluap ditempatkan
pada saluran irigasi yang berfungsi untuk mengukur debit aliran melalui saluran.

Berdasarkan bentuk puncaknya peluap bisa berupa ambang tipis atau ambang lebar. Peluap
disebut ambang tipis apabila tebal peluap t < 0,5H dan disebut ambang lebar apabila t > 0,66H.
apabila 0,5H < t < 0,66H keadaan aliran adalah tidak stabil dimana dapat terjadi kondisi aliran
melalui peluap ambang tipis atau ambang lebar.

Gambar 2.1 Peluap ambang tipis (a) dan lebar (b)


Gambar 2.1a adalah peluap ambang tipis, yang terdiri dari plat tipis dengan puncak tajam. Sedang
gambar 2.1b adalah peluap ambang lebar. Bagian hulu ke puncaknya bisa berbentuk siku atau
dibulatkan.

Menurut bentuknya peluap dapat dibedakan menjadi peluap segiempat, segitiga dan
trapezium, seperti yang terlihaat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Peluap segiempat (a), segitiga (b) dan trapesium (c)

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika I, Beta Offset, Yogyakarta)

Debit aliran yang melewati ambang ini dapat dituliskan sebagai fungsi dari tinggi air di atas
ambang. Untuk aliran yang tinggi, dapat digunakan ambang tipis tanpa bukaan atas, sedaangkan
untuk aliran rendah dapat diigunakan ambang tipis dengan bukaan segi empaat ataau bukaaan V
(segitiga).

Persamaan debit aliran untuk masing-masing bentuk ambang:

1. Debit aliran melalui ambang tipis dengan bukaan atas segi empat adalah:

3
2
Q = K. b. 2g. H 2
3

2. Debit aliran melalui ambang tipis dengan bukaaan atas V (segitiga) adalah:

5
8
Q = 15 K. 2g. tg 2 H 2

Dimana: K = koefisien debit


b = lebar ambang peluap
H = tinggi ar di atas ambang peluap

= sudut bukaan V (segitiga) ammbang peluap
2

Koefisien debit (K) adalah perbandingan antara debit nyata dan debit teoritis:
debit nyata kecepatan nyata luas nyata tampang aliran
K = debit teoritis = kecepatan teoritis luas lubang

(sumber: Manual Praktikum Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universittas
Lhokseumawe, 2011)

D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tanki air telah diisi dengan air bersih


2. Atur flume pada posisi horizontal, dan pastikan tidak ada assesoris lain di dalam flume.

Langkah berikutnya:

3. Ukur tinggi puncak ambang dari dasar saluraan


4. Hidupkan pompa dan atur aliran maksimum yang bisa melalui ambang
5. Tetukan debit aliran dengan cara menampung air dengan tanki ukur. Gunakan tanki
tampungan, atau tempatkan flowmeter pada outlet pompa
6. Ukur kedalaman air di bagian hulu drain, di bagian hulu ambang, pada jarak yang
cukup dimana air tergenang
7. Lakukan percobaan dengan 3 aliran berbeda dan ulangi langkah percobaan di atas
8. Gunakan form tabel Praktikum 2 untuk data percobaan.

E. Pertanyaan

1. Dari data percobaan di atas, tampilkan hasil K dalam fungsi debit aliran
2. Tunjukkan bahwa K adalah konstan dan tampilkan validitas margin untuk debit
alirannya.
F. Analisa Data

Jenis ambang: Rectangular Weir

b = 3,2 cm

Q H Y H K

(L/Jam) (cm) (cm) (cm)

800 6,4 7,8 1,4 1,4196

1000 6,4 8,3 1,9 1,3469

1200 6,4 8,05 1,75 1,2698

1. Dik: g = 9,81 m/dtk = 981 cm/dtk2


b2 = 3,2 cm
Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
Dit: K = ?
Penyelesaian:
3
2
Q = 3 K. b. 2g. H 2

2
222,2222 cm3/dtk = 3 K . 3,2 cm . 2 981 cmdtk 2 . (1,4 cm)3

2
= 3 K . 3,2 cm .1962 2 . 2,744 3

2
= K . 3,2 cm . (44,2945) . (1,6565) cm2/dtk
3

2
= 3 K . 234.7963 cm3/dtk

666,6666 cm3/dtk = 469,5926 . K cm3/dtk

666,6666
K= = 1,4197
469,5926

2. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


b = 3,2 cm
Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
Dit: K = ?
Penyelesaian:
3
2
Q = 3 K. b. 2g. H 2

2
333,3333 cm3/dtk = 3 K . 3,2 cm . 2 981 cmdtk 2 . (1,9 cm)3

2
= 3 K . 3,2 cm .1962 2 . 6,859 3

2
= 3 K . 3,2 cm . (44,2945) . (2,6190) cm2/dtk

2
= 3 K . 371,2233 cm3/dtk

999,9999 cm3/dtk = 742,4466 . K cm3/dtk


999,9999
K= = 1,3469
742,44666

3. Dik: g = 9.81 cm/dtk2 = 981 cm/dtk2


b = 3,2 cm
Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
Dit:K = ?
Penyelesaian:
3
2
Q = 3 K. b. 2g. H 2

2
277,7778 cm3/dtk = 3 K . 3,2 cm . 2 981 cmdtk 2 . (1,75 cm)3

2
= 3 K . 3,2 cm .1962 2 . 5,3594 3

2
= 3 K . 3,2 cm . (44,2945) . (2,3150) cm2/dtk

2
= 3 K . 328,1337 cm3/dtk

833,3334 cm3/dtk = 656,2674 . K cm3/dtk


833,3334
K= = 1,2698
656,2674
K dalam fungsi debit aliran untuk ambang tipis berbentuk Rectangular weir

Rectangular weir
1.44
1.42 800, 1.4197
1.4
1.38 1000, 1.387
1.36
1.34
K

1.32
1.3
1.28
1.26
1.24 1200, 1.2472
1.22
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q

Gambar 2.3 Grafik K pada ambang tipis berbentuk Rectangular Weir


Jenis ambang: V-shape Weir

b = 3,2 cm = 58

Q h y H K

(L/Jam) (cm) (cm) (cm)

800 5,1 7,8 2,7 1,4197

1000 5,1 8,2 3,1 1,2537

1200 5,1 8,5 3,4 1,1942

1. Dik: g = 9,81 m/dtk = 981 cm/dtk2


Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
= 58
Dit: K = ?
Penyelesaian:
5
8
Q = 15 K. 2g. tg 2 H 2

8 58
222,2222 cm3/dtk = 15 K . 2 981 cmdtk 2 . tg ( 2 ) . (2,7 cm)5

8
= 15 K . 1962 2 . 29 . 143,4891 5

8
= 15 K . (44,2945) . (0,5543) . (11,9787) cm3/dtk

8
= 15 K . 294,1063 cm3/dtk

3333,3330 cm3/dtk = 2352,8504 . K cm3/dtk


3333,3330
K= = 1,4167
2352,8504

2. Dik: g = 9.81 cm/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
= 58
Dit:K = ?
Penyelesaian:
5
8
Q = 15 K. 2g. tg 2 H 2

8 58
277,7778 cm3/dtk = 15 K . 2 981 cmdtk 2 . tg ( 2 ) . (3,1 cm)5

8
= 15 K . 1962 2 . 29 . 286,2915 5

8
= 15 K . (44,2945) . (0,5543) . (16,9202) cm3/dtk

8
= 15 K . 415,4322 cm3/dtk

4166,6670 cm3/dtk = 3323,4576 . K cm3/dtk


4166,6670
K= = 1,2537
3323,4576

3. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
= 58
Dit: K = ?
Penyelesaian:
5
8
Q = 15 K. 2g. tg 2 H 2

8 58
333,3333 cm3/dtk = 15 K . 2 981 cmdtk 2 . tg ( 2 ) . (3,4 cm)5

8
= 15 K . 1962 2 . 58 . 454,3542 5

8
= K . (44,2945) . (0,5543) . (21,3156) cm3/dtk
15

8
= 15 K . 523,3500 cm3/dtk

4999,9995 cm3/dtk = 4186,8000 . K cm3/dtk

4999,9995
K= = 1,1942
4186,8000
K dalam fungsi debit aliran pada ambang tipis berbentuk V-shape weir

V-Shape weir
1.45
800, 1.4167
1.4

1.35

1.3
K

1.25 1000, 1.2537

1.2 1200, 1.1942


1.15
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q

Gambar 2.4 Grafik K pada ambang tipis berbentuk V-Shape Weir

G. Kesimpulan

Dari hasil analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa besarnya debit dan kedalaman aliran
sangat mempengaruhi nilai dari koefisien debit, semakin besar debit dan kedalaman aliran maka
koefisien debit semakin kecil. Artinya, besar debit dan kedalaman aliran berbanding terbalik
dengan besar koefisien debit. Dari grafik konstanta debit terhadap debit aliran dapat dilihat bahwa
nilai koefisien debit untuk setiap debit aliran selalu mengalami penurunan tetapi cenderung
konstan.
2.3 Aliran dengan Perubahan Sepanjang Saluran

A. Tujuan

Pengamatan aliran yang melaui rintangan tiba-tiba pada bagian saluran dengan adanya
tahanan/bendung. Bendung untuk kedalaman kritis dan venturimeter untuk saluran.

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Flume; Satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakkan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur
debit.
2. Tube pitot
3. Flow meter
4. Mistar atau pita ukur.

C. Dasar Teori

Pada saluran terbuka terdapat jenis aliran seraagam (uniform flow) dan aliran tak seragam
(varied flow). Di dalam aliran seragam, dianggap aliran adalah mantap dann satu dimensi. Contoh
aliran seragam adalah aliran melalui saluran irigasi yang sama panjang dan tidak ada perubahan
penampang. Aliran di saluran irigasi yang dekat dengan bangunan irigasi tidak lagi sergam karena
adanya pembendungan atau terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidakk seragam. Aliran
seragam tidak dapat terjadi pada kecepatan yang besar atau kemiringan saluran sangat besar.
Apabila kecepatan aliran melampaui batas tertentu (kecepatan kritik), maka muka air menjadi tidak
stabil dan akan terjadi gelombang

Di dalam aliran tidak seragam, garis tenaga tidak sejajar dengan garis muka air dan dasar
saluran. Kedalaman dan kecepatan aliran di sepanjang saluran tidak konstan. Pengaliran ini terjadi
apabila tampang lintang sepanjang saluran tidak konstan, seperti sungai, atau juga di saluran
seragam (irigasi) di dekat daerah bangunan (bendung) atau di ujung saluran. Analisis aliran tidak
seragam biasanya bertujuan untuk mengetahui profil aliran di sepanjang saluran.

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta)

Salah satu cara untuk menghitung debit aliran pada saluran adalah dengan menambahkan
bendung pada saluran. Berikut jenis bendung dan persamaan debit aliran sebagai fungsi dari
kedalaman H, dimana K adalah konstan dan diperoleh dari hasil percobaan.
Gambar 3.1 Jenis Bendungan

(sumber: Manual Praktikum Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universittas
Lhokseumawe, 2011)

Bangunan jenis ambang banyak digunakan dalam saluran terbuka berfungsi untuk
mengendalikan tinggi muka air di hulu serta mengukur debit aliran. Untuk kepentingan kedua hal
tersebut di atas, maka ambang bertindak sebagai rintangan yang membantu menciptakan kondisi
energi minimum dalam suatu aliran lambat.
(Sumber: Alex Binilang, Karakteristik Parameter Hidrolis Aliran Melalui Ambang Pada Saluran
Terbuka)

D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tanki air telah diisi dengan air bersih


2. Atur flume pada posisi horizontal, dan pastikan tidak ada assesoris lain di dalam flume.

Langkah berikutnya:

3. Ukur tinggi puncak tahanan/bendung dari dasar saluran


4. Hidupkan pompa,buka katup input aliran, atur aliran sebatas maksimum dapat melewati
bendung
5. Catat angka pada flowmeter
6. Ukur kedalaman aliran, pada baggian hulu ke bendung, pada jarak yang cukup untuk
mendapatkan kedalaman dimana air tergenang
7. Coba untuk 3 variasi aliran, dan ulangi langkah diatas
8. Gunakan form tabel Praktikum 3 untuk data percobaan.

E. Pertanyaan

1. Dari data percobaan, K adalah fungsi dari debit aliran. Tunjukkan bahwa K adalah
konstan dan tampilkan validitas margin untuk debit alirannya
2. Pelajari perubahan pada profil muka air bebas. Tunjukkan profil mana yang dapat
diamati.

F. Analisis Data

Jenis bendung: Ambang lebar

b = 6,4 cm

hbendung = 9 cm

bbendung = 6 cm

lbendung = 22 cm

Q h H H3/2 K

(L/Jam) (cm) (cm) (cm)

800 10,7 1,7 2,2165 0,5002

1000 10,9 1,9 2,6190 0,5291

1200 11,1 2,1 3,0432 0,5464


1. Dik: g = 9,81 m/dtk = 981 cm/dtk2
Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
b = 6,4 cm
hbendung = 9 cm
h = 10,7 cm
Dit: H = ?
H3/2 = ?
K=?
Penyelesaian:
H = h - hbendung
= 10,7 cm 9 cm
= 1,7 cm

H3/2 = (1,7 cm)3/2


= (1,7 )3
= 4,913 3
= 2,2165 cm

3
Q = K . g. b. H 2

222,2222 cm3/dtk = K . 981 cmdtk 2 . 6,4 cm .2,2165 cmcm

= K . (31,3209). (6,4). (2,2165)cm3/dtk

= 444,3058 K cm3/dtk

222,2222 3 /
K= = 0,5002
444,3058 3 /

2. Dik: g = 9.81 cm/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
b = 6,4 cm
hbendung = 9 cm
h = 10,9 cm
Dit: H = ?
H3/2 = ?
K=?
Penyelesaian:
H = h - hbendung
= 10,9 cm 9 cm
= 1,9 cm

H3/2 = (1,9 cm)3/2


= (1,9 )3
= 6,859 3
= 2,6190 cm

3
Q = K . g. b. H 2

277,7778 cm3/dtk = K . 981 cmdtk 2 . 6,4 cm .2,6190 cmcm

= K . (31,3209). (6,4). (2,6190)cm3/dtk

= 524,9884 K cm3/dtk

277,7778 3 /
K= = 0,5291
524,9884 3 /

3. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
b = 6,4 cm
hbendung = 9 cm
h = 11,1 cm
Dit: H = ?
H3/2 = ?
K=?
Penyelesaian:
H = h - hbendung
= 11,1 cm 9 cm
= 2,1 cm

H3/2 = (2,1 cm)3/2


= (2,1 )3
= 9,261 3
= 3,0432 cm

3
Q = K . g. b. H 2

333,3333 cm3/dtk = K . 981 cmdtk 2 . 6,4 cm . 3,0432 cmcm

= K . (31,3209). (6,4). (3,0432)cm3/dtk

= 610,0209 K cm3/dtk

333,3333 3 /
K= = 0,5464
610,0209 3 /

K dalam fungsi debit aliran pada aliran dengan perubahan sepanjang saluran

0.55
1200, 0.5464
0.54

0.53 1000, 0.5291

0.52
K

0.51

0.5 800, 0.5002

0.49
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q

Gambar 3.2 Grafik K pada Aliran dengan Perubahan Sepanjang Saluran

G. Kesimpulan

Dari hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa pada aliran dengan perubahan sepanjang
saluran, semakin besar debit aliran dan kedalaman air pada bagian hulu bendung, maka semakin
besar pula koefisien debit. Artinya, pada aliran dengan perubahan sepanjang saluran koefisien debit
berbanding lurus dengan debit aliran dan kedalaman air pada bagian hulu bendung. Dari hasil
analisa di atas, juga dapat dilihat bahwa nilai dari koefisien debit cenderung konstan pada 0,5.
2.4 Pengukuran Aliran dengan Saluran Venturi

A. Tujuan

Pengukuran debit aliran dengan mempersempit debit saluran yang dilalui aliran.

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Flume; Satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakkan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur
debit.
2. Tube pitot
3. Flow meter
4. Mistar atau pita ukur.

C. Dasar Teori

Saluran venturi mempersempit tampang saluran yang dilewati aliran. Aliran yang melalui
saluran venturi dapat berupa aliran tenang (subkritis, Fr < 1) atau aliran deras (superkritis, Fr > 1).

Gambar 4.1 Saluran Venturi dengan Aliran Tenang

Untuk aliran tenang, persamaan debit aliran dapat dituuliskan sebagai berikut:

Q = K . b2 (2g(h1 h2))1/2
Dimana: h1 = kedalaman air dari hulu leher venturi

h2 = kedalaman air pada leher venturi

b2 = lebar leher venturi

Untuk aliran deras, persamaan debit alirannya adalah:

Q = K. .b2.h11/2

Gambar 4.2 Saluran Venturi dengan Aliran Deras

(sumber: Manual Praktikum Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universittas
Lhokseumawe, 2011)
D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tanki air telah diisi dengan air bersih


2. Atur flume pada posisi horizontal, dan pastikan tidak ada assesoris lain di dalam flume
3. Pasang venturi pada posisi dimana profil airnya seragam

Langkah berikutnya:

4. Hidupkan pompa,buka katup input aliran, atur aliran sebatas maksimum yang dapat
ditampung saluran
5. Catat angka pada flowmeter, dan tinggi h1 dan h2
6. Ulangi langkah sebelumnya untuk 2 aliran berbeda, yaitu jenis aliran deras dan aliran
tenang
7. Gunakan form tabel Praktikum 4 untuk data dan perhitungan.

E. Pertanyaan

1. Dari data percobaan, K adalah fungsi dari debit aliran deras dan tenang. Tunjukkan
bahwa K adalah konstan dan tampilkan validitas margin untuk debit alirannya
2. Pelajari perubahan pada profil muka air bebas sepanjang venturi.

F. Analisis Data

Jenis aliran: Aliran dengan saluran venturi

b = 6,4 cm

S0 = 0

Q h1 h2 h1 - h2 b2 K

(L/Jam) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

800 3,75 2,30 1,45 1,5 2,7776

1000 4,10 2,50 1,60 1,5 3,3052

1200 5,20 3,80 1,40 1,5 4,2401


1. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2
Q = 800 L/Jam = 222,2222 cm3/dtk
b2 = 1,5 cm
h1-h2 = 1,45 cm
Dit: K = ?
Penyelesaian:
Q = K . b2 (2g (h1 - h2))1/2

222,2222 cm3/dtk = K . 1,5 cm (2 x 981 cm/dtk2 x 1,45 cm)1/2

= K . 1,5 cm (2844,9 cm2/dtk2)1/2

2
= K . 1,5 cm 2844,9 2

= K . 1,5 cm (53,3376 cm/dtk)

= K . 80,0064 cm2/dtk

222,2222 3 /
K= = 2,7776
84,0064 2 /

2. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2


Q = 1000 L/Jam = 277,7778 cm3/dtk
b2 = 1,5 cm
h1-h2 = 1,6 cm
Dit: K = ?
Penyelesaian:
Q = K . b (2g (h1 - h2))1/2

277,7778 cm3/dtk = K . 1,5 cm (2 x 981 cm/dtk2 x 1,6 cm)1/2

= K . 1,5 cm (3139,2 cm2/dtk2)1/2

2
= K . 1,5 cm 3139,2 2

= K . 1,5 cm (56,0286 cm/dtk)

= K . 84,0429 cm2/dtk

277,7778 3 /
K= = 3,3052
84,0429 2 /
3. Dik: g = 9.81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2
Q = 1200 L/Jam = 333,3333 cm3/dtk
b2 = 1,5 cm
h1-h2 = 1,4 cm
Dit: K = ?
Penyelesaian:
Q = K . b (2g (h1 - h2))1/2

222,2222 cm3/dtk = K . 1,5 cm (2 x 981 cm/dtk2 x 1,4 cm)1/2

= K . 1,5 cm (2746,8 cm2/dtk2)1/2

2
= K . 1,5 cm 2746,8 2

= K . 1,5 cm (52,4099 cm/dtk)

= K . 78,6149 cm2/dtk

333,3333 3 /
K= = 4,2401
78,6149 2 /

K dalam fungsi debit aliran pada saluran venture

Aliran Tenang
5
1200, 4.2401
4
4
1000, 3.3052
3
800, 3
3
K

2
2
1
1
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Q

Gambar 4.3 Grafik K pada Aliran dengan Saluran venture


G. Kesimpulan

Dari hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa pada aliran dengan saluran venturi
koefisien debit semakin bertambah sejalan dengan semakin besarnya debit dan kedalaman aliran
pada saluran venture. Artinya, pada aliran dengan saluran venturi koefisien debit berbanding lurus
dengan debit dan kedalaman aliran. Dari hasil analisa di atas juga dapat dilihaat bahwa nilai dari
koefien debit pada aliran dengan saluran venture cenderung konstan antara 2 sampa 4.
2.5 Aliran Melalui Pelimpah

A. Tujuan

1. Mempelajari aliran yang melewati pelimpah dan terbentuknya loncat air


2. Mempelajari karakteristik aliran deras dan aliran tenang dan aliran transisi antaranya.

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Flume; Satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakkan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tangki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur
debit.
2. Tube pitot
3. Flow meter
4. Mistar atau pita ukur.

C. Dasar Teori

Pada waduk atau reservoir, salah satu cara untuk mengeluarkan air dari tampungannya
adalah melalui pelimpah. Air yang melewati pelimpah akan terjun dengan kecepatan tingggi. Untuk
menghindari kerusakan kaki bangunan pelimpah, bagian bangunan dimana terjadi terjunan didesign
khusus.

Berikut jenis design bangunan pelimpah:

Gambar 5.1 Jenis Design Bangunan Pelimpah


Gambar 5.2 Dam with Launching Platform

(sumber: Manual Praktikum Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universittas
Lhokseumawe, 2011)

Profil muka air yang melewati pelimpah akan berubah secara beraturan. Dalam hidrolika
untuk memprediksi profil muka air dari aliran melalui saluran terbuka dapat menggunakan
persamaan:


=
2
1
3

Berdasarkan persamaan tersebut dapat dibedakan tiga kondisi muka air berdasarkan nilai
dy/dx seperti yang ditunjukkan dalam gambar
Gambar 5.3 Profil Muka Air

Jika dy/dx = 0, maka muka air sejajar dengan dasar saluran

dy/dx > 0, kedalam air bertambah dengan arah aliran di sepanjang saluran

dy/dx < 0, kedalaman air berkurang dengan arah aliran di sepanjang saluran

Profil muka air dipengaruhi oleh karakteristik saluran dan debit aliran. Perhitungan profil
muka air biasanya dilakukan dengan cara bertahap dari satu tampang ke tampang berikutnya yang
berjarak cukup kecil sehingga permukaan air di antara kedua tampang dapat didekati dengan garis
lurus. Apabila aliran adalah subkritis hitungan dimulai dari titik paling hilir dan maju ke arah hulu,
sedang jika aliran adalah superkritis hitungan dilakukan dari hulu ke hilir.
Gambar 5.4 Titik-titik Kontrol di Saluran Terbuka

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta)

D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tanki air telah diisi air bersih


2. Atur flume pada posisi horizontal, dan pastikan tidak ada assesoris lain di dalam flume
3. Pasang pelimpah pada posisi dimana profil airnya seragam
4. Untuk pengamatan arus balik, pasang floodgate pada ujung saluran.

Langkah berikutnya:

5. Hidupkan pompa,atur aliran dengan kecepatan rendah sampai air di belakang pelimpah
naik
6. Amati saat dimana air mulai meluncur dari pelimpah dan bagaimana bentuk alirandari
meluncur sampai menuju floodgate
7. Atur aliran tutup floodgate perlahan-lahan sampai muncul loncat air
8. Ukur kedalaman aliran sebelum dan setelah loncat air
9. Secara bertahap tambahakan aliran.perhatikan bagaimana bentuk perubahan loncat air.
Untuk setiap tahapap ukur kedalaman aaliran sebelum dan setelaah loncat air
10. Ulangi percobaan dengan jeniss pelimpah lain dan lengkapi form Praktikum 5.

E. Pertanyaan

Untuk setiap pelimpah yang diamati, gambarkan profil muka airnya.

Gambar 5.5 Profil Muka Air setelah melalui Pelimpah


F. Analisis Data

Jenis pelimpah: Dam with Launching Platform

G. Kesimpulan

Dari pengamatan pada percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa aliran
yang melalui pelimpah akan terbentuk loncatan air setelah melewati pelimpah. Selain itu, profil
muka air setelah melewati pelimpah berubah secara beraturan. Pada saat air mengalir diatas
pelimpah air mengalir dengan deras sehingga pada saat itu aliran berupa aliran deras dan setelah
melewati pelimpah aliran akan berubah secara perlahan hingga aliran menjadi aliran tenang.
Perubahan aliran dari aliran deras ke aliran tenang inilah yang disebut dengan aliran transisi.

2.6 Karakteristik Loncat Air


A. Tujuan

1. Mempelajari kondisi bentuk loncat air

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Flume; Satu set model saluran terbuka dengan dinding tembus pandang yang diletakkan
pada struktur rangka kaku. Dasar saluran ini dapat diubah kemiringannya. Saluran ini
dilengkapi pula dengan tanki pelayanan berikut pompa sirkulasi air dan alat pengukur
debit.
2. Tube pitot
3. Flow meter
4. Mistar atau pita ukur.

C. Dasar Teori

Apabila tipe aliran di saluran berubah dari aliran superkritis menjadi subkritis maka akan
terjadi loncat air. Loncat air merupakan salah satu contoh bentuk aliran berubah cepat (rapidly
varied flow). Gambar 6.1 menunjukkan tampang memanjang saluran dengan kemiringan berubah
dari kemiringan curam menjadi landai. Keadaan ini terjadi misalnya pada kaki bangunan pelimpah.
Aliran di bagian hulu adalah superkritis sedang di bagian hilir adalah subkritis. Di antara kedua tipe
aliran tersebut terdapat daerah transisi dimana loncat air terjadi.

Gambar 6.1 Loncat Air

Pada loncat air, kecepatan aliran berkurang secara mendadak dari v1 menjadi v2. Sejalan
dengan itu kedalaman aliran juga bertambah dengan cepat dari y1 menjadi y2.
Gambar 6.2 Kehilangan Tenaga pada Loncat Air

Pada loncat air dapat dilihat olakan air yang sangat besar, yang disertai dengan
berkurangnya energy aliran. Setelah loncat air, aliran menjadi tenang dengan kedalaman besar dan
kecepatan kecil. Karena olakan yang sangat besar maka loncat air dapat menyebabkan terjadinya
erosi di lokasi tersebut.

Untuk mendapatkan panjang loncat air L, tidak ada rumus teoritis yang dapat digunakan
untuk menghitungnya. Panjang loncat air dapat ditentukan dengan percobaan di laboratorium.
Untuk saluran segiempat, panjang loncat air diambil antara 5 dan 7 kali tinggi loncat air:

L = 5-7 (y2 y1)

Keterangan: 5-7 = lima sampai tujuh

Dalam praktek, panjang loncat air ini digunakan untuk menentukan panjang peerlindungan
saluran dimana loncat air terjadi.

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta)

Berikut persamaan yang berhubungan dengan loncat air:


Gambar 6.3 Karakteristik Loncat Air

Untuk tampang segiempat diperoleh persamaan:

3 2 3 2
= 2 =

(2 3 )3
hL = 42 1

2 1 +2
= 1 2 ( )
2

Dimana q adalah debit aliran per satuan lebar, q = Q/b.

(sumber: Manual Praktikum Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universittas
Lhokseumawe, 2011)
Tinggi permukaan air (kedalaman air) berbanding terbalik dengan bilangan Froude pada debit
dan penampang saluran yang tetap.
(Sumber: Bakhtiar, Joetata Hadihardaja, Karakteristik Aliran Air dalam Model Saluran Terbuka
Menuju Kajian Hidrolika Erosi dan Transport Sedimen, Tahun 17, NO. 2 Juni 2009)

Pada percobaan loncat air dapat dilihat olakannya yang sangat besar dengan pengurangan
energi yang sangat besar, sehingga loncat air menjadi tenang oleh karena kecepatannya berkurang
secara mendadak dan kedalamanya bertambah secara cepat.

Loncat air dapat diaplikasikan sebagai perendam energi pada bangunan air sehingga
pengikisan struktur di hilir bendung dapat dicegah, sehingga memperbesar tekanan lapisan lindung
serta memperkecil tekanan angkat struktur tembok dengan memperbesar kedalaman pada lapis
lindung pada kantong udara penyuplai air sehingga mencegah penguncian udara.

(Sumber: M. Kabir Ikhsan, Pengaruh Bentuk Mercu Bendung Terhadap Tinggi Loncat Air Kolam
Olak Model USBR IV (Simulasi Laboratorium), Vol 7 No 1 Maret 2017)

D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tanki air telah diisi air bersih


2. Atur flume pada posisi horizontal, dan pastikan tidak ada assesoris lain di dalam flume
3. Pasang pelimpah pada posisi dimana profil airnya seragam
4. Untuk pengamatan loncat air, pasang floodgate pada ujung saluran
5. Pasang tube pitot untuk mengukur kecepatan aliran

Langkah berikutnya:

6. Hidupkan pompa, atur aliran dengan kecepatan rendah sampai air di belakang pelimpah
naik
7. Amati saat dimana air mulai meluncur dari pelimpah dan bagaimana bentuk aliran dari
meluncur sampai menuju floodgate
8. Atur aliran dan tutup floodgate perlahan-lahan sampai muncul loncat air
9. Ukur kedalaman aliran sebelum dan setelah loncat air
10. Secara bertahap tambahakan aliran.perhatikan bagaimana bentuk perubahan loncat air.
Untuk setiap tahapap ukur kedalaman aaliran sebelum dan setelaah loncat air
11. Gunakan form tabel Praktikum 6
Gambar 6.4 Perubahan Profil Muka Aliran setelah Loncat Air

E. Pertanyaan

1. Hitung angka Froude sebelum dan setelah loncat air


2. Tentukan kedalaman kritis, Yc
3. Untuk setiap percobaan gambarkan profil loncat air dan kedalaman kritisnya
4. Tentukan Energi spesifik sebelum dan setelah loncat air
5. Buktikan kebenaran teorinya.

F. Analisis Data

Kondisi p stat p din v2/2g V h Fr = v/(gh)0.5

Aliran (mm) (mm) (mm)

Sebelum 223 45 178 186,8786 0,8 6,6708


loncat

Setelah 189 187 2 19,8091 4,4 0,3015


loncat

Dik: b = 6,4 cm

Q = 2400 L/Jam = 666,6667 cm3/dtk

g = 981 cm/dtk2

Dit: v2/2g = ?

v=?
Fr = ?

Penyelesaian:

1. Sebelum loncat
v2/2g = p stat p din
= 223 mm 45 mm
= 178 mm
= 17,8 cm
v /2g = p stat p din
2

v2 = (p stat p din) . 2g
= 17,8 cm x 2 x 981 cm/dtk2
=34923,6 cm2/dtk2
v = 34923,6 2 / 2
= 186,8786 cm/dtk

h = 0,8 cm
186,8786 / 186,8786 / 186,8786 /
Fr = = = = = 6,6708

981 2 0,8 784,8 2 / 2 28,0143 /

2. Setelah loncat
v2/2g = p stat p din
= 189 mm 187 mm
= 2 mm
= 0,2 cm
v /2g = p stat p din
2

v2 = (p stat p din) . 2g
= 0,2 cm x 2 x 981 cm/dtk2
= 392,4 cm2/dtk2
v = 392,4 2 / 2
= 19,8091 cm/dtk

h = 4,4 cm
19,8091 / 19,8091 / 19,8091 /
Fr = = = = = 0,3015

981 2 4,4 4316,4 2 / 2 65,6993 /

Menentukan kedalaman kritis (yc)

3 2
yc = dimana q =
Dik: Q = 1500 L/Jam = 416,6667 cm3/dtk

b = 6,4 cm

g = 9,81 m/dtk2 = 981 cm/dtk2

416,6667 3 /
q= = = 65,1042 cm2/dtk
6,4

Dit: yc = ?

Penyelesaian:

3 2 2
3 2 (65,1045 ) 3 4238,5530 4 / 2
=
3
yc =
2
= = 4,3206 3 = 1,6287
981 / 981 / 2

Menentukan Energi Spesifik

Es = y + v2/2g

1. Sebelum loncat
Dik: v2/2g = 19 mm = 1,9 cm
y = 0,9 cm
Dit: Es = ?
Penyelesaian:

Es = y + v2/2g

= 0,9 cm + 1,9 cm

= 2,8 cm

2. Sebelum loncat
Dik: v2/2g = 10 mm = 1 cm
y = 3,2 cm
Dit: Es = ?
Penyelesaian:

Es = y + v2/2g
= 3,2 cm + 1 cm

= 4,2 cm

G. Kesimpulan

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran pada saluran sebelum loncat air
adalah superkritis karena Fr > 1, artinya air meluncur pada saluran . Sementara itu, aliran pada
saluran setelah loncat air merupakan aliran subkritis karena Fr < 1, yang artinya air mengalir pada
saluran. Dari hasil analisis didapatkan kedalaman kritis-nya yaitu 1,6287 cm dan energy spesifik
aliran sebelum loncat yaitu 2,8 cm serta energy spesifik aliran setelah loncat yaitu 4,2 cm.

2.7 Tekanan Hidrostatik

A. Tujuan

Menentukan pusat dan besar gaya tekanan hidrostatik pada bidang terendam

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Aparatus quadrant dan tangki


2. Beban dan kait
3. Air.
Gambar 7.1 Alat Pengujian Tekanaan Hidrostatik

C. Dasar Teori

Tekanan hidrostatis adalah tekanan pada zat cair yang diam. Tekanan yang dirasakan oleh dasar
wadah yang berisi air sama dengan besarnya gaya berat zat cair yang menekannya persatuan luasan dasar
wadah ( F / A). Besarnya tekanan hidrostatis tergantung pada jenis dan kedalaman zat cair. Semakin
dalam dari permukaan zat cair maka semakin besar tekanannya. Tekanan hidrostatis jenis zat cair
yaitu massa jenisnya dan tidak tergantung dengan bentuk wadahnya.
(Sumber: Eko Ermawati, Marmi Sudarmi, Diane Noviandini, Pembuatan Komik Tentang Tekanan
Hidrostis Sebagi Media Pembelajaran Fisika, Radiasi. Vol.4. No.1. Eko Ermawati )
Pusat Tekanan

Pada kondisi hidrostatik, tekanan yang diberikan oleh zat cair adala proporsional terhadap
kedalaman. Semakin besar jarak dari permukaan zat cair semakin besar tekanan yang terjadi.

p = gh

pada gambar 7.2 terlihat bahwa p bertambah besar dari p1 pada kedalaman h1 menjadi p2 pada
kedalaman h2.

Gambar 7.2 Diagram Hidrostatis

Fp = Gaya tekanan hidrostatik

Cg = Pusat berat bidang

Cp = Pusat tekanan

e = Jarak antara Cp ke Cg

Jarak dari permukaan ke pusat tekanan:

Lcp = Lcg + e

Lcp = Lcg +

Dimana Icg adalah momen inersia tampangg, maka untuk tampang segi empat:
1
3
Lcp = Lcg + 12

2
Lcp = Lcg + 12

Gaya Tekanan

Resultan gaya hidrostatik pada bidang terendam adalah tekanan pada pusat berat dikalikan luas
tampang terendam,

Fp = Pcg x A

Plat terendam sebagian dengan posisi bidang tegak lurus permukaan air ( = 90)

Jika plat terendam sebagian maka L = h dan Ycg = h/2, sehingga

2
e= =
12 ( ) 6
2


Lcp = Lp2 - 3

Dimana Lp2 = jarak dari titik atas radius quadrant ke bagiaan terendam paling bawah, pada
tekanan maksimum, Lp2 = a + d. Pengurangan h/3 disebabkan distribusi tekanan akan berbentuk
segitiga, karena plat vertikal quadrant terendam sebagian.


Jika tekanan, pcg = x g x 2 dan A = h x b

Maka resultan gaya plat terendam sebagian, dapa dituliskan sebagai:

2
Fp = x g x xb
2
Gambar 7.3 Apparatus Quadrant

Keterangan gambar 7.3:

L = jarak tumpuan ke titik beban

a = jarak dari as lengan neraca ke permukaan quadrant

b = lebar quadrant

d = kedalaman permukaan bagian belakang quadrant

(sumber: Manual Praktikum Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universittas
Lhokseumawe, 2011)
D. Langkah Percobaan

Sebelum memulai percobaan, pastikan:

1. Tempatkan tanki air pada posisi setimbaang, cek bubble levelnya


2. Ukur dimensi quadrant, a,L,d dan b
3. Tempatkan lengaan timbangan padaa tumpuannya, dan kait beban pada ujung lengan
4. Tutup keran pembuang pada tanki. Geser penyeimbang daari ujung lengan, sampai plat
vertikal tegak lurus pada tanki
5. Tuang air ke dalam tanki sampai plat miring dan muka air mencaapai titik teratas plat
6. Tempatkan beban pada kait sampai plat kembali tegak lurus dasar tanki
7. Catat level air pada skala quadrant dan berat beban pada kait. Jika belum seimbang air
dapat dibuang pelaan-pelan denagn membuka keran pembuang padaa dasar tanki
8. Ulangi langkah 5,6,7 untuk penambahan beban
9. Kebalikannya, pindahkan beban dari kait atu persatu, seimbangkan dengan membuang
air pelahan-lahan. Kembali catat berat beban daan level air pada skala quadrant, untuk
setiaap pemindahan beban
10. Gunakan form tabel Praktikum 7.
E. Analisa Data

b = 7 cm

L = 28,5 cm

d = 10 cm

a = 10 cm

= 1000 kg/m3

Pengisian Tanki Pengosongan Tanki Rata-rata Perhitungan

Beban Tinggi Beban Tinggi Beban Tinggi Lcp Fcp

F (gr) h (mm) F (gr) h (mm) F (kg) h (m)

0 0 50 48 0 0 0,2000 0

15 26 45 45 0,015 0,0255 0,1915 0,2233

20 29 40 42 0,020 0,0290 0,1903 0.2888

25 33 35 39 0,025 0,0330 0,1890 0,3739

30 36 30 36 0,030 0,0360 0,1880 0,4450

35 39 25 33 0,035 0,0390 0,1870 0,5222

40 42 20 29 0,040 0,0420 0,1860 0,6057

45 45 15 25 0,045 0,0450 0,1850 0,6953

50 48 0 0 0,050 0,0480 0,1840 0,7911


Dik: b = 7 cm = 0,07 m

L =28,5 cm = 0,285 m

d = 10 cm = 0.1 m

a = 10 cm = 0,1 m

= 1000 kg/m3

g = 9,81 m/dtk2

Dit: Lcp = ?

Fcp = ?

Penyelesaian:

Lp2 = a + d

= 0,1 m + 0,1 m

= 0,2 m

1. F = 0 kg
h=0m

0
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m 3 m = 0,2 m 0 m = 0,2 m
2 (0 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
=0N

2. F = 0,015 kg
h = 0,0255 m

0,0255
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m m = 0,2 m 0,0085 m = 0,1915 m
3
2 (0,0255 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x (3,2513 x 10-4) m2 x 0,07 m
= 0,2233 N
3. F = 0,020 kg
h = 0,0290 m

0,0290
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m m = 0,2 m 0,0097 m = 0,1903 m
3
2 (0,0290 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x (4,205 x 10-4) m2 x 0,07 m
= 0,2888 N

4. F = 0,025 kg
h = 0,0330 m

0,0330
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m 3
m = 0,2 m 0,0110 m = 0,1890 m
2 (0,0330 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m x 9,81 m/dtk x (5,445 x 10-4) m2 x 0,07 m
3 2

= 0,3739 N

5. F = 0,030 kg
h = 0,0360 m

0,0360
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m m = 0,2 m 0,0120 m = 0,1880 m
3
2 (0,0360 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x (6,48 x 10-4) m2 x 0,07 m
= 0,4450 N

6. F = 0,035 kg
h = 0,0390 m

0,0390
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m m = 0,2 m 0,0130 m = 0,1870 m
3
2 (0,0390 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m x 9,81 m/dtk x (7,605 x 10-4) m2 x 0,07 m
3 2

= 0,5222 N
7. F = 0,040 kg
h = 0,0420 m

0,0420
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m m = 0,2 m 0,0140 m = 0,1860 m
3
2 (0,0420 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x (8,82 x 10-4) m2 x 0,07 m
= 0,6057 N

8. F = 0,045 kg
h = 0,0450 m

0,0450
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m 3
m = 0,2 m 0,0150 m = 0,1850 m
2 (0,0450 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m x 9,81 m/dtk x (1,0125 x 10-3) m2 x 0,07 m
3 2

= 0,6953 N

9. F = 0,050 kg
h = 0,0480 m

0,0480
Lcp = Lp2 - 3 = 0,2 m m = 0,2 m 0,0160 m = 0,1840 m
3
2 (0,0480 )2
Fcp = g 2 = 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x x 0,07 m
2
= 1000 kg/m3 x 9,81 m/dtk2 x (1,152 x 10-3) m2 x 0,07 m
= 0,7911 N

F. Kesimpulan

Dari hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar jarak dari permukaan zat
cair maka semakin besar juga tekanan yang terjadi. Sementara itu, dari hasil analisa yang telah
didapat besar tekanan hidrostatik pada pusat tekanan berbanding terbalik dengan jarak pusat
tekanan. Karena saat tekanan hidrostatik pada pusat tekanan (Fcp) semakin besar maka jarak pusat
tekanan (Lcp) menjadi semakin kecil.
2.8 Osborne Reynolds

A. Tujuan

1. Menentukan jenis aliran laminar, turbulen dan transisi.

B. Peralatan Yang Digunakan

1. Hydraulic Bench
2. Apparatus Osborne Reynolds
3. Tinta
4. Air
5. Stopwatch
6. Gelas ukur

Gambar 8.1 Aparatus Osborne Reynolds


C. Dasar Teori

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu aliran laminar dan turbulen. Dalam
aliran laminar partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar.
Aliran ini terjadi apabila kecepatan kecil dan/atau kekentalan besar.

Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam gangguan yang dapat
menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan berkurangnya kekentalan dan bertambahnya
kecepatan aliran maka daya redam terhadap gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu
batas tertentu akan menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminar ke turbulen.

Pada aliran turbulen gerak partikel-partikel zat cair tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila
kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil.

Pada tahun 1884, Osborne Reynolds melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat
aliraan laminar daan turbulen. Alat yang digunaakan terdiri dari pipa kaca yang dapaat melewatkan
air dengan berbagai kecepatan. Reynolds menunjukkan bahwa untuk kecepatan aliran yang kecil di
dalam pipa kaca, zat warna akan mengalir dalam satu garis lurus seperti benang yang sejajar dengan
sumbu pipa. Saat kecepataan bertambah besaar, benaang warna mulai bergelombang yang akhirnya
akan pecah dan menyebar pada seluruh aliran di dalam pipa.

Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil, percampuran tidak
terjadi dan partikel-paartikel zat cair bergerak dalam lapisan-lapisan yang sejajar, dan menggelincir
terhadap lapisan di sampingnya. Keadaan ini disebut aaliran laminar. Pada kecepatan yang lebih
besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang pipa, dan terlihat bahwa pencampuran dari
partikel-partikel zat cair terjadi, keadaan ini disebut aliran turbulen.

Menurut Reynolds, ada tiga factor yang memengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan zat
cair (mu), rapat massa zat cair (rho), dan diameter pipa D. Hubungan antara , , dan D yang
mempunyai dimensi sama dengan kecepatan adalah /D.

Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapaat diklaasifikasikan berdasarkan suatu angkaa


tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran di dalam pipa dengan nilai
/D, yang disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini:

Re = = atau Re =

Dengan (nu) adalah kekentalan kinematik. Dari percobaan yang dilakukan dapt disimpulkan
bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan sehingga alirran adalah laminar. Dengan
bertaambahnyaa angka Reynolds baik karena bertambahnya kecepatan atau berkurangnya
kekentalan zat cair atau bertambah besarnya dimensi medan aliran (pipa), akan menyebabkan
kondisi aliran laminar menjadi tidak stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas nilai tertentu
aliran berubah dari laminar menjadi turbulen.
Berdasarkan pada percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk
angka Reynolds di bawah 2000, gangguan ailiran dapat direedam oleh kekentalan zat cair, dan
aliran pada kondisi tersebut adalah laminar. Aliran akan turbulen aapabila angka Reynolds lebih
besaar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut (2000<Re<4000)
aliran adalan transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re = 2000 dan Re = 4000) disebut
dengan batas kritik bawah dan atas.

(sumber: Bambang Triatmodjo, 1993, Hidraulika II, Beta Offset, Yogyakarta)

Aliran laminar dan turbulen ini dibedakan berdasarkan padakarakteristik internal aliran.
Umumnya klasifikasi ini bergantungpada gangguan-gangguan yang dapat dialami oleh suatu aliran
yang mempengaruhi gerak dari partikel partikel fluida tersebut. Apabila aliran mempunyai
kecepatan relatif rendah atau fluidanya sangat viscous, gangguan yang mungkin dialami oleh medan
aliran akibat getaran, ketidakteraturan permukaan batas dan sebagainya, relatif lebih cepat teredam
oleh viskositas fluida tersebut dan aliran fluida tersebut disebut aliran laminar. Fluida dapat
dianggap bergerak dalam bentuk lapisan-lapisan dengan pertukaran molekuler yang hanya terjadi
diantara lapisan-lapisan yang berbatasan untuk kondisi tersebut. Gangguan yang timbul semakin
besar hingga tercapai kondisi peralihan pada kecepatan aliran yang bertambah besar atau efek
viskositas yang berkurang. Terlampauinya kondisi peralihan menyebabkan sebagian gangguan
tersebut menjadi semakin kuat, dimana partikel bergerak secara fluktuasi atau acak dan terjadi
percampuran gerak partikel antara lapisan-lapisan yang berbatasan. Kondisi aliran yang demikian
disebut dengan aliran turbulen.
(Sumber: Umar Faruk dan Kamiran, Analisis Pengaruh Aliran Turbulen Terhadap Karakteristik
Lapisan Batas pada Pelat Datar Panas, JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN:
2301-928X)

D. Langkah Percobaan

1. Tempatkan Apparatus di atas hydraulic bench, hubungkan pipa inletnya dengan


konektor bench
2. Isi air kedalam hydraulic bench
3. Isi tanki warna dengan zat warna, letakkan pada posisi yang benar sampai jarum warna
berada di tengah corong
4. Tutup katup kintrol aliran
5. Buka katup inlet, hidupkan pompa. Dan pelan-pelan isi tanki utama hingga ketinggian
pelimpah, kemudian tutup katup inlet
6. Atur katup pengontrol aliran (buka-tutup, beberaapa kali) untuk mengalirkan air ke
dalam pipa visualisasi
7. Biarkan beberapa menit ( 10 menit) sebelum langkah berikutnya
8. Hidupkan pompa dan buka katup pengonttrol perlahan-lahan sampai air menetes dari
pipa visualisasi
9. Buka katup pengontrol sampai level air dalam silinder konstan (melalui nozzle dan
injector), lalu buka katup injeksi warna perlahan-lahan sampai terjadi aliran lambat
dengan zat warna
10. Tamping air yang mengalir di pipa outlet yang tersambung pada katup pengontrol aliran
dengan gelas ukur. Hitung dan catat waktu yang diperlukan untuk mencapai volume
tertentu dengan menggunakan stopwatch
11. Ulangi langkah 8, untuk penambahan kecepatan aliran dengan semakin membuka katup
pengontrol aliran
12. Gunaka form tabel Praktikum 8.

E. Pertanyaan

1. Bandingkan hasil visualisasi dengan teori!

F. Analisa Data

Diameter pipa, D = 10 mm

Suhu air = 25C

Viskositas kinemaatik () = 0,897 x 10-6 m2/dtk

Kondisi Volume Air Waktu trata Q v


Aliran (ml) (dtk) (dtk) (m3/dtk) (m/dtk) Re
Zat
Warna
300 103
Laminar 300 108 108,3333 2,7692 x 10-6 0,0353 393,5340
300 114
300 21
Transisi 300 21 21 1,4286 x 10-5 0,1820 2028,9855
300 21
300 8
Turbulen 300 8 8 3,75 x 10-5 0,4777 5325,5295
300 8

Dik: D = 10 mm = 0,01 m

= 0,897 x 10-6 m2/dtk

V = 300 ml = 300 x 10-6 m3


1 1
A = 4 2 = 4 x 3,14 x (0,01 m)2 = 7,85 x 10-5 m2

Dit: trata = ?

Q=?

v=?

Re = ?

Penyelesaian:

1. Laminer
(103+108+114)
trata = = 108,3333 dtk
3

V 300 106 3
Q= = = 2,7692 x 10-6 m3/dtk
108,3333

2,7692 106 3 /
v== = 0,0353 m/dtk
7,85 105 2


0,0353 0,01

Re = = = 393,5340
0,897 106 2 /

Untuk laminar, Re<2000


393,5340 < 2000 (terbukti)

2. Transisi
(21+21+21)
trata = = 21 dtk
3

V 300 106 3
Q= = = 1,4286 x 10-5 m3/dtk
21

1,4286 105 3 /
v== = 0,1820 m/dtk
7,85 105 2


0,1820 0,01

Re = = = 2028,9855
0,897 10 2 /
6

Untuk transisi, 2000 < Re < 4000


2000 < 2028,9855 ,4000 (terbukti)

3. Turbulen
(8+8+8)
trata = = 8 dtk
3

V 300 106 3
Q= = = 3,75 x 10-5 m3/dtk
8

3,75 105 3 /
v== = 0,4777 m/dtk
7,85 105 2


0,4777 0,01

Re = = = 5325,5295
0,897 106 2 /

Untuk laminar, 4000 < Re


4000 < 5325,5295 (terbukti)

F. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengamatan secara
visual telah sesuai dengan teori bilangan Osborne Reynolds, dimana:

1. Pada saat pengamatan dengan kondisi kecepatan aliran kecil, zat warna mengalir secara
lurus dan teratur. Dan dari hasil percobaan didapakan Re = 393,5340. Artinya, Re <
2000. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat kecepatan aliran kecil maka aliran
termasuk aliran laminar
2. Pada saat pengamatan dengan kondisi kecepatan aliran sedang atau tidak terlalu kecil
dan tidak terlalu besar, zat warna mengalir sedikit acak atau mulai pecah. Dan dari hasil
percobaan didapakan Re = 2028,9855. Artinya, 2000 < Re < 4000. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada saat kecepatan aliran tidak terlalu kecil dan tidak terlalu
besar maka aliran termasuk aliran transisi
3. Pada saat pengamatan dengan kondisi kecepatan aliran besar, zat warna menjadi pecah
dan menyebar ke seluruh penampang pipa atau menyatu dengan aliran. Dan dari hasil
percobaan didapakan Re = 5325,5295. Artinya, 4000 < Re. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada saat kecepatan aliran besar maka aliran termasuk aliran turbulen.

Anda mungkin juga menyukai