(Chon, 1986).
Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat murni atau
kristal yang lebih teratur/murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu
reaksi biasanya tidak murni. Mereka masih terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang
terjadi selama reaksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkristalan kembali dengan
mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa
dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara
rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai. Ada dua kemungkinan keadaan dalam
rekristalisasi yaitu pengotor lebih larut daripada senyawa yang dimurnikan, atau kelarutan
pengotor lebih kecil daripada senyawa yang dimurnikan. Pada dasarnya proses rekristalisasi
adalah:
- Melarutkan senyawa yang akan dimurnikan kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat
titik didihnya.
- Menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut
- Biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal.
- Memisahkan kristal dari larutan berair.
Kristal yang terjadi dikeringkan dan ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur,
kromatografi dan metode spektroskopi. Langkah penentuan pelarut dalam rekristalisasi
merupakan langkah penentu keberhasilan pemisahan. Jika senyawa larut dalam keadaan panas
maka penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering
mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan penambahan
karbon aktif penghilang warna seperti norit (Damtith, 1994).
Mekanisme Reaksi
H O O H O- O
N + C C N+ C O C CH3
H3C O CH3
H H CH3
H
H O
N CH3
N+ C CH3
C + CH COOH
3
H O
O
C
Asetanilida + -O CH3
Alat
- Labu alas bulat
- Set alat refluks
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Erlenmeyer 500 ml
- Gelas ukur 10 ml
- Corong Buchner
- Vacum pump
- Corong biasa
- Cawan petri
Bahan
- Anilin
- Asetat anhidrida
- Abu zink
- Kertas saring
- Asam asetat glasial
- Air
- Karbon aktif (norit)
Prinsip Kerja
- Skema kerja
Hasil
- Prosedur kerja
Campuran 5,125 gram (5 ml) 20.5 g anilin, 5,375 gram (5 ml asetat anhidrida), 0,025
gram abu zink dan 5,25 gram (5 ml) asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu alas bulat
500 mL yang dilengkapi dengan pendingin. Campuran direfluks selama 30 menit, kemudian
campuran dituangkan sambil diaduk secara cepat ke dalam gelas piala yang berisi air es.
Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan air dingin.
Hasilnya dikeringkan dan ditentukan titik leburnya. Pada tahap rekristalisasi asetanilida,
disiapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang sudah dihangatkan/dipanaskan. Kertas saring
diatur pada corong. Larutan asetanilida disaring, kemudian endapan karbon dicuci dengan air
panas 5 ml. Filtratnya didinginkan dengan pelan-pelan ke dalam penangas air es. Dinding
erlenmeyer digores-goreskan untuk merangsang terbentuknya kristal. Larutan difiltrasi
menggunakan corong Buchner. Kristal dicuci pada corong Buchner dengan sedikit air dingin.
Kristal diletakkan pada gelas arloji. Kristal dikeringkan pada suhu 100o C sekitar 5-10 menit.
Kristal asetanilida murni ditimbang menggunakan neraca analitik. Lakukan pengukuran titik
lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.
= 0.22 mol
Asetat anhidrida
= 0,052 mol
Asetanilida
Massa Asetanilda = 0,104 mol X 135,17 gram/mol
= 14.058 gram
Massa hasil percobaan = 0,7 gram
massa hasil
Rendemen = 100 0 0
massa teori
0,7
= 100 0 0 4,98 0 0
14,058
Hasil
Pembahasan
Praktikum kali ini mengenai sintesis asetanilida yang bertujuan untuk mempelajari
reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurniannya menggunakan teknik rekristalisasi.
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, ada satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Amina
aromatis yang digunakan dalam percobaan ini adalah anilin. Langkah pertama yang dilakukan
dalam percobaan ini merekasikan sebanyak 5 ml anilin dengan 5 ml asetat anhidrida. Anilin
dan asetat anhidrat berfungsi sebagai reaktan. Reaksi antara anilin dengan asetat anhidrida
merupakan reaksi eksoterm, karena reaksi ini menghasilkan panas yang dilepaskan ke
lingkungan. Hal ini dapat dilihat saat pencampuran kedua larutan tersebut terjadi
panas dan terdapat asap putih tebal. Oleh karena itu dalam melakukan
pencampuran kedua larutan tersebut harus dilkukan dengan hati -hati. Campuran
antar reaktan diatas berwarna k e c o k l a t a n k e m u d i a n c a m p u r a n t e r s e b u t
ditambah dengan 0,025 gram abu zink. Penggunaan abu zink dalam percobaan ini berfungsi
sebagai katalis positif yang dapat menurunkan energi aktivasi, sehingga dapat
mempercepat reaksi, namun abu zink ini tidak mempengaruhi reaksi secara langsung
karena merupakan suatu katalis. Abu zink juga berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi
dan untuk mengikat kotoran yang ada dalam larutan ketika reaksi berlangsung. Setelah itu,
campuran di atas ditambah dengan 5 ml asam asetat glasial ke dalam labu alas bulat. Asam
asetat glasial berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+ / H3O+) dan sangat
mempengaruhi reaksi untuk membentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat berfungsi
sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dari asetat anhidrida sehingga
asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali, karena adanya pengaruh air.
Reaksi yang terjadi pada pencampuran di atas berjalan lambat, oleh sebab itu perlu
dilkukan pemanasan. Permanasan yang digunakan dalam percobaan ini adalah dengan cara
refluks. Refluks merupakan suatu proses pencampuran senyawa-senyawa yang dilakukan
dengan pemanasan dalam suatu labu alas bulat pada tabung refluks yang dilengkapi dengan
pendingin. Pendinginan tersebut menyebabkan uap yang terbentuk akan mengembun kembali
sehingga akan mengalir ke labu alas bulat sehingga mengurangi konsentrasi senyawa yang
menghilang akibat pemanasan. Pemanasan berfungsi agar terjadi percampuran senyawa yang
sempurna sehingga mempercepat reaksi melalui penguapan. Proses pemanasan tersebut akan
meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antar molekul akan lebih banyak dan
cepat, sehingga akan mempercepat reaksi. Proses refluks dilakukan selama 30 menit dan
setelah refluks campuran tidak mengalami perubahan. Setelah itu, campuran dituangkan ke
dalam gelas piala yang berisi air es sehingga terbentuk endapan dan larutanpun berubah dari
warna pekat menjadi coklat pudar mendekati warna kuning. Larutan tersebut kemudian diaduk
sampai larutan dingin kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan menggunakan
penyaring Buchner dan dicuci dengan air dingin. Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam
oven. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna kekuning-kuningan yang berarti
masih ada pengotor di dalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi (abu zink,
sisa garam anilin asetat, dan lain-lain). Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian kembali.
Kristal yang dihasilkan pada tahap ini dihasilkan sebanyak 34,73 gram.
Tahap selanjutnya yaitu proses rekristalisasi dari asetanilida yang diperoleh pada tahap
sebelumnya. Fungsi dari rekristalisasi adalah untuk memperoleh kristal asetanilida yang lebih
murni. Proses rekristalisasi dilakukan dengan cara melarutkan sebanyak 1 gram asetanilida
yang diperoleh sebelumnya dalam air panas. Dilarutkan secara sempurna, setelah itu, larutan
disaring kembali menggunakan penyaring Buchner dalam keadaan panas dicuci dengan 5 ml
air panas. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan pipet tetes dan dengan hati-hati.
Penyaringan ini dilakukan sewaktu panas karena bila larutan dingin maka larutan sudah
mengkristal (asetanilida) dan akan tertinggal di kertas saring dengan karbon aktif dan
penggotor lainnya sehingga hasil akhir asetanilida yang diperoleh akan semakin sedikit. Filtrat
hasil penyaringan ditampung dalam erlenmeyer dan didinginkan selama 25 menit dalam
penangas air es yang berfungsi untuk mempercepat pendinginan dan rekristalisai. Kristal yang
terbentuk kemudian disaring kembali dengan penyaring Buchner dan kristal dicuci dengan
sedikit air dingin. Kristal yang didapat, selanjutnya dikeringkan dalam oven untuk
menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam kristal. Kristal asetanilida murni yang
diperoleh berwarna putih dan massanya sebesar 1,68 gram dan rendemennya sebesar 22,61%.
Titik leleh asetanilida dalam percobaan ini yaitu 100oC. Namun menurut literatur seharusnya
titik leleh asetanilida sebesar 114,16oC. Kesalahan kemungkinan disebabkan oleh asetanilida
yang diperoleh masih b e l u m m u r n i , k a r e n a m a s i h adanya pengotor atau karena
pada saat rekristalisasi, proses penyaringan tidak sempurna karena larutan lebih tinggi
daripada kertas saring sehingga larutan merembes di samping kertas saring dan pengotor ikut
masuk ke dalam erlenmeyer.
Kesimpulan
1. Asetanilida dapat diperoleh melalui reaksi asetilasi senyawa amina aromatis anilin
dengan asetat anhidrida
2. Proses rekristalisasi bertujuan untuk memperoleh kristal asetanilida yang murni
3. Kristal asetanilida yang diperoleh pada pecobaan ini setelah rekristalisasi sebesar 1,68
gram dan rendemennya 22,61% dengan titik leleh sebesar 100oC.
Saran
1.
Daftar Pustaka
Ahmad. 2013. Asetanilida.http://ardian-ahmad.blogspot.com. diakses pada 25 November
2013.
Nama Praktikan
Maulidfia Rahmi (111810301037)