Anda di halaman 1dari 3

Penggunaan Cooperative Learning

Ada beberapa cara menggunakan Cooperative Learning matematika bagi siswa di sekolah,
yaitu: pertama, memanfaatkan tugas pekerjaan rumah. Bentuklah beberapa kelompok siswa
dengan ukuran antara tiga sampai lima orang setiap kelompoknya. Untuk memulai siwa
belajar, mintalah mereka untuk membandingkan dan mendiskusikan hasil pekerjaan
rumahnya antara anggota yang satu dengan yang lainnya tetapi masih dalam satu kelompok.
Pada saat diskusi antara siswa dalam kelompok sedang berlangsung, guru dapat membimbing
memecahkan kesulitan- kesulitan yang siswa alami dengan memberikan pertanyaan
pertanyaan kunci atau saran- saran tertentu. Bila perlu dapat memberikan perhatian secara
individual untuk para siswa yang tidak aktif. Kedua, pembahasan materi baru. Di dalam
format pengerjaan tradisional (direct instruction), biasanya guru mengembangkan,
menerangkan, atau mendemonstrasikan suatu teknik baru yang dapat digunakan untuk
menghitung, memecahkan persamaan, menggambarkan grafik, membuktikan teorema dan
sebagainya; kemudian guru meminta sisa bekerja sendiri- sendiri menggunakan pengetahuan
yang baru didapatnya itu untuk menyelesaikan satu atau beberapa buah soal. Didalam format
ini biasanya guru mengharapkan para siswa mengajukan pertanyaan- pertanyaan tentang
materi baru itu atau soal- soal. Sayangnya para siswa segan mengajukan pertanyaan itu
kepada guru yang beridiri di depan teman- temannya sekelas. Mereka takut atau malu berbuat
kekeliruan atau mungkin takut di anggap bodoh. Didalam format Cooperative Learning,
setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para soswa bergabung dalam kelompok-
kelompok kecil untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal latihan, kemudian menyerahkan
hasil kerja kelompok kepada guru. Jika diperlukan, selanjutnya guru memimpin diskusi
tentang pekerjaan kelompok itu yang membutuhkan penjelasan atau klarifikasi.

Untuk mengoptimalkan manfaat Cooperative Learning, kenaggotaan sebaiknya heteregon,


baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Jika para siswa yang mempunyai
kemampuan berbeda dimasukkan dalam satu kelompok yang sama maka akan dapat
memberikan keuntungan bagi para siswa yang berkemampuan rendan dan sedang. Sebaliknya
apa yang diperoleh siswa yang berkemampuan tinggi? Kemampuan berkomunikasi verbal
dalam matematika bagi siswa tersebut anak semakin meningkat. Untuk memberikan
penjelasan tentang suatu materi matematika, seorang siswa harus memahami materi itu lebih
dalam dari pada sekedar kemampuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah jawaban
pada lembar kerja.
Untuk menjamin heterogenitas keanggotaan kelompok, maka gurulah yang membentu
kelompok- kelompok tersebut. Jika siwa dibebaskan membuat kelompok sendiri maka siswa
anak memilih teman- teman yang sangat disukainya, misalnya sama jenisnya, sama
etniknya, atau sama dalam kemampuannya. Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-
kelompok homogen dan sering kali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok manapun.
Karena itu cara membebaskan siswa membuat kelompok sendiri bukan merupakan cara yang
baik, kecuali guru membuat batasan- batasan tertentu sehingga dapat menghasilkan
kelompok- kelompok yang heterogen. Pengelompokan secara acak juga dapat dilakukan,
khususnya jika pengelompokan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru
sedikit mempunyai informasi tentang siswa- siswanya.

Ukuran (besar- kecilnya) kelompo akan mempengaruhi pada kemampuan produktivitas


kelompoknya. Ukuran kelompok yang ideal untuk Cooperative Learning adalah tiga sampai
lima orang. Jika satu kelompok terdiri atas hanya dua orang maka intraksi antar anggota
kelompok akan sangat terbatas dan kelompok itu akan mati jika satu anggotanya absen.
Sebaliknya, jika ukuran kelompok itu terlalu besar maka akan menjadi sangat sulit bagi
kelompok itu berfungsi secara efektif. Siswa- siswa yang sangat vokal akan cenderung
menguasai dan siswa- siswa yang pendiem akan cenderung mengamini saja. Dalam
kelompok yang sangat besar, sukar bagi setiap individu untuk mengutarakan pendapat-
pendapatnya disamping lebih sukar di dalam koordinasinya.

Didalam Cooperative Learning, para siswa terlibat konflik verbal yang berkenaan dengan
perbedaan anggota- anggota kelompoknya. Para siswa akan terbiasa merasa enak meskipun
ada knflik- konflik verbal itu, karena mereka akan menyadari konflik semacam itu akan dapat
meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dihadapi atau didiskusikan.

Guru memainkan peranan yang menentukan dalam menerapkan Cooperative Learning yang
efektif. Materi dan pengajarannya harus disusun sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat
bekerja untuk memberikan sumbangan pemikirannya pada kelompoknya. Masalah yang
disiapka oleh guru dibuat sedemikian rupa sehingga menimbulkansaling membutuhkan antara
anggota yang satu dan anggota yang lain dalam menyelesaikan masalah itu. Guru sebaiknya
mengatur ulang ruang kelas sehingga setiap anggota dalam satu kelompok dapat duduk saling
berdekatan, sehingga dapat bekerja dengan cukup nyaman dan tidak perlu berbicara keras-
keras. Sedangkan jarak antara kelompok yang satu dan yang lain diusahakan sedemikan rupa
sehingga mereka merasa tidak saling terganggu satu dengan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai