Anda di halaman 1dari 45

PEMODELAN PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE

PENDUGAAN 2SLS DAN 3SLS UNTUK KESEJAHTERAAN


NELAYAN DI INDONESIA

WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Persamaan
Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan
Nelayan di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Widyawan Candra Yunianto


G152130504

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN
WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO. Pemodelan Persamaan Simultan dengan
Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia.
Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan SASMITO HADI WIBOWO.

Nilai tukar nelayan (NTN) telah ditetapkan sebagai salah satu sasaran
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, sehingga menjadi indikator
kesejahteraan nelayan yang sangat penting. Selama ini, NTN dihitung berdasarkan
harga barang dan jasa baik dari segi produksi, biaya, dan konsumsi rumah tangga
yang dikumpulkan setiap bulan, sedangkan volume produksi mengacu pada
volume tahun dasar. Sebagai akibatnya, NTN kurang akurat untuk
menggambarkan kondisi aktual.
Di sisi lain, sehubungan dengan perencanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), pemerintah perlu mengetahui bagaimana asumsi-asumsi
ekonomi makro mempengaruhi kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menyusun sebuah model komprehensif yang mampu
menghubungkan sisi produksi dan indikator-indikator ekonomi makro secara
simultan untuk meramalkan NTN. Fokus perhatian lainnya adalah untuk meneliti
metode pendugaan parameter yang lebih baik antara Two Stage Least Squares
(2SLS), sebagai pendekatan persamaan tunggal, dan Three Stage Least Squares
(3SLS), sebagai pendekatan sistem. Pada bagian akhir studi ini, model terbaik
yang diperoleh digunakan untuk menyusun simulasi kebijakan.
Penelaahan terhadap data Indonesia sejak Januari 2008 Juni 2014
menunjukkan adanya hubungan simultan yang nyata antara produksi, indikator
ekonomi makro, dan NTN. Metode 3SLS menghasilkan dugaan parameter yang
lebih baik karena memiliki Mean Square Error (MSE) yang lebih kecil dengan R-
sq = 99.13%. Meskipun demikian, metode 2SLS dan 3SLS memiliki keakuratan
yang relatif sama untuk meramalkan NTN.
Simulasi kebijakan memperlihatkan bahwa kondisi asumsi makro ekonomi
ideal yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan adalah:
menguatnya nilai rupiah terhadap USD, terjaganya stablitas harga barang
konsumsi, dan turunnya harga minyak dunia.

Kata Kunci: nilai tukar nelayan, model persamaan simultan, 2SLS, 3SLS
SUMMARY
WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO. Simultaneous Equations Modelling
Using 2SLS and 3SLS Methods for Fishermens Term of Trade of Indonesia.
Supervised by I MADE SUMERTAJAYA and SASMITO HADI WIBOWO.

After being set as one of national targets, Fishermens Term of Trade


(NTN) has become a vital indicator for fishermen's welfare. For years, NTN is
calculated based on the price of goods and services both in terms of production,
costs, and household consumption. While cost of consumption is based on actual
data which was collected every month, the production refers to the volume of the
base year, so it is less accurate in describing the actual condition.
On the other side, dealing with State Budget planning, the government
needs to know how macroeconomic assumptions affect fishermens welfare.
Therefore, the purpose of this study is to find a comprehensive model that
simultaneously links the production side and economic indicator to predict NTN.
Another focus is to investigate which estimation method is better, between Two
Stage Least Squares (2SLS), as a single equation approach, and Three Stage Least
Squares (3SLS), as a system approach. At the end of the study, policy simulation
is arranged to implement the best model.
Studying the Indonesian data from January 2008 June 2014 shows that
there are significant simultaneous relationships among production, macro
assumption and NTN. The 3SLS gives better parameter estimates since it has less
Mean Square Error (MSE) with R-sq=99.13%. But, in order to fit the NTN, the
2SLS and 3SLS have the same accuracy.
Policy simulation shows that in order to achieve an increase in the welfare
of fishermen that are reflected in NTN, the ideal conditions of macroeconomic
assumptions that are expected: strengthen the rupiah against the USD, maintain
price stability of consumer goods, and decline world oil price.

Keywords: fishermen terms of trade, simultaneous model, 2SLS, 3SLS


Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PEMODELAN PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE
PENDUGAAN 2SLS DAN 3SLS UNTUK KESEJAHTERAAN
NELAYAN DI INDONESIA

WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Erfiani, MSi
Judul Tesis : Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan
2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia
Nama : Widyawan Candra Yunianto
NIM : G152130504

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Dr Ir Sasmito Hadi Wibowo, MSc


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Statistika Terapan

Dr Ir Indahwati, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 18 September 2015 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan


karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS
untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
dan Bapak Dr Ir Sasmito Hadi Wibowo, MSc selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, dan saran. Di samping itu, penulis
menyampaikan penghargaan kepada rekan-rekan di Subdirektorat Harga
Perdesaan Badan Pusat Statistik (BPS) atas bantuan penyediaan data, dan
tentunya terima kasih kepada Pimpinan BPS atas kesempatan yang diberikan
untuk menempuh pendidikan jenjang Magister Statistika Terapan. Ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada istri tercinta Larasati, kepada orang tua,
dan teman-teman seperjuangan di Statistika IPB atas kasih sayang, pengertian,
bantuan, dan kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu saran dan masukan sangat penulis harapkan. Semoga penelitian selanjutnya
dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Besar harapan penulis agar penelitian
ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Bogor, September 2015

Widyawan Candra Yunianto


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Identifikasi Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Persamaan Simultan, Masalah Bias dan Ketidakkonsistenan Penduga OLS 3
Masalah Identifikasi 5
Metode Pendugaan Parameter 5
Metode Two-Stage Least Squares (2SLS) 6
Metode Three-Stage Least Squares (3SLS) 7
Nilai Tukar Nelayan (NTN) 8
3 METODE PENELITIAN 9
Data 9
Metode Analisis 9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Perkembangan Kesejahteraan Nelayan Indonesia 13
Eksplorasi Peubah Penelitian 13
Model Persamaan Simultan 15
Keterkaitan Sisi Produksi, Indikator Ekonomi Makro,
dan Nilai Tukar Nelayan 18
Keakuratan Peramalan 19
Simulasi Kebijakan Ekonomi Makro untuk Kesejahteraan Nelayan
Indonesia Tahun 2015 21
5 SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 26
DAFTAR TABEL
1 Daftar peubah penelitian 10
2 Identifikasi persamaan struktural 16
3 Nilai dugaan parameter dengan metode 2SLS dan 3SLS 16
4 Ukuran kebaikan model (goodness of fit) 2SLS dan 3SLS 16
5 Nilai statistik Durbin Watson pada ketujuh persamaan struktural 17
6 Ukuran keakuratan peramalan dengan metode 2SLS dan 3 SLS 20
7 Koefisien-koefisien persamaan reduced form dengan metode 3SLS 21
8 NTN hasil simulasi menurut berbagai alternatif nilai kurs rupiah dan
harga barang konsumsi 23

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur model simultan 9
2 Alur penelitian 12
3 Perkembangan NTN, IT, dan IB Indonesia
Januari 2008 Desember 2014 13
4 Plot ACF untuk produksi penangkapan ikan 14
5 Plot PACF untuk produksi penangkapan ikan 14
6 Plot CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari 15
7 Produksi perikanan tangkap, nilai aktual NTN dan ramalannya dengan
metode 2SLS dan 3SLS 20
8 Nilai ramalan dan aktual NTN 2015 22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Eksplorasi peubah berdasarkan ACF, PACF, dan CCF 26
2 Analisis ragam (ANOVA) untuk metode pendugaan 2SLS 31
3 Simulasi kebijakan menurut pergerakan harga minyak dunia 32
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan dua pertiga


wilayahnya berupa lautan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia No. KEP. 18/MEN/2011, luas wilayah laut Indonesia adalah
5,8 juta km2, dengan panjang pantai 95.181 km. Kondisi alam ini menjadikan
Indonesia memiliki potensi perikanan dan berbagai sumber daya laut yang sangat
besar. Sebagai amanah konstitusi, potensi-potensi tersebut harus diupayakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan sumber daya perikanan dan
kelautan yang optimal tercermin pada peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai
pelaku kegiatan ekonomi yang langsung berhubungan dengan sumber daya
tersebut. Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah salah satu proxy indicator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan nelayan.
Kesejahteraan nelayan kini mendapat perhatian pemerintah secara lebih nyata.
Mulai tahun 2014, dalam Pasal 38 UU No. 23 Tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014 dan Pasal 32 UU
No. 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015, secara eksplisit
disebutkan bahwa peningkatan NTN merupakan salah satu tujuan pembangunan
nasional dan pertumbuhan ekonomi. Ini berarti bahwa seberapa besar peningkatan
NTN yang diinginkan menentukan nilai-nilai asumsi ekonomi makro, yang pada
gilirannya mempengaruhi postur anggaran pemerintah.
NTN, yang merupakan komponen dari Nilai Tukar Petani (NTP), diperoleh
dari perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan (IT) dan indeks
harga yang dibayar oleh nelayan (IB) dikali dengan seratus. Jika NTN suatu
daerah di atas seratus, itu berarti bahwa nelayan mengalami surplus. Harga
produksi meningkat lebih cepat dari kenaikan harga konsumsi. Pendapatan
nelayan meningkat lebih cepat daripada pengeluaran. Semakin tinggi NTN yang
diraih suatu wilayah, maka semakin sejahtera tingkat kehidupan nelayan di
wilayah tersebut dan sebaliknya. NTN dihitung berdasarkan harga barang dan jasa
baik dari segi produksi, biaya, dan konsumsi rumah tangga yang dikumpulkan
setiap bulan, sedangkan volume produksi mengacu pada volume tahun dasar,
sehingga kurang akurat untuk menggambarkan kondisi aktual. Oleh karena itu
perlu melibatkan volume produksi secara berkala (bulanan) untuk melihat
kesejahteraan yang sebenarnya.
Penyusunan indeks baru NTN dengan memasukkan indeks unsur kuantitas
dalam bentuk indeks produksi dan indeks konsumsi bulanan masih terkendala
masalah kesepakatan bersama, ketersediaan data dan analisis (Bappenas 2013).
Hal ini mendorong peneliti untuk menghubungkan NTN dengan berbagai faktor
yang mempengaruhi, terutama dari sisi produksi, dan mengaitkannya dengan
indikator-indikator penyusun asumsi ekonomi makro yang mengarah pada
simulasi kebijakan untuk perencanaan pembangunan.
NTN baru mulai disusun sejak tahun 2008. Ketersediaan runtun data bulanan
ini dirasa masih belum cukup panjang apabila dikaji menggunakan analisis deret
waktu (time series). Sebagai alternatif solusi, penyusunan model NTN secara
2

simultan berdasarkan faktor-faktor sisi produksi yang mempengaruhi dan juga


dengan berbagai indikator ekonomi dapat digunakan untuk meramalkan NTN.
Model persamaan simultan memungkinkan terjadinya hubungan dua arah
antara peubah dependen dan idependen. Selain itu. peubah dependen pada suatu
persamaan dapat juga bertindak sebagai peubah independen dalam persamaan
lain. Dengan demikian terjadi keraguan mana yang benar-benar merupakan
peubah dependen atau peubah independen. Penggunaan metode Ordinary Least
Square (OLS) untuk menduga parameter dalam konteks persamaan simultan
menjadi tidak tepat, karena terdapat asumsi yang dilanggar yaitu tak ada korelasi
antara peubah penjelas dengan galat stokastiknya. Jika dipaksakan terus
menggunakan metode OLS, maka hasil penaksiran akan memberikan penduga
yang bias dan tak konsisten.
Untuk mengatasi masalah dari OLS ini, pendugaan dapat dilakukan dengan
metode persamaan tunggal maupun pendekatan sistem. Dalam model sistem
persamaan simultan, setiap persamaan secara individu mungkin sangat baik tetapi
model sebagai suatu keseluruhan dapat sangat buruk dalam meniru data historik.
Sebaliknya mungkin terjadi suatu persamaan secara individu dari model adalah
sangat buruk, tetapi ketika model digunakan sebagai suatu keseluruhan dapat
meniru data time series dengan sangat baik. Sebagaimana ditekankan oleh
Pindyck dan Rubinfeld (dalam Nadapdap 1990), bahkan jika semua persamaan
secara individu cocok dengan data dengan baik secara statistika, tidak ada jaminan
bahwa model sebagai suatu keseluruhan akan dapat meniru rangkaian data yang
sesungguhnya secara baik. Untuk itu, agar diperoleh model simultan yang paling
baik perlu dibandingkan berbagai metode pendugaan. Dalam penelitian ini
dibatasi pada Two Stage Least Squares (2SLS) untuk metode persamaan tunggal
dan Three Stage Least Squares (3SLS) untuk metode sistem.

Identifikasi Masalah

1. Bagaimana model ekonomi yang mampu menjelaskan hubungan produksi dan


indikator-indikator asumsi ekonomi makro terhadap nilai tukar nelayan?
2. Bagaimana pendugaan parameter model dengan pendekatan persamaan
tunggal (2SLS) dan dengan pendekatan sistem (3SLS)? Metode manakah yang
menghasilkan ramalan yang lebih baik?
3. Bagaimana simulasi kebijakan perencanaan pembangunan yang mampu
dirumuskan oleh model tersebut?

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh model ekonomi yang mampu menjelaskan pengaruh dan


keterkaitan secara menyeluruh antara faktor-faktor pada sisi produksi dan
indikator-indikator asumsi ekonomi makro terhadap kesejahteraan nelayan.
2. Menduga parameter model dan membandingkan hasil ramalan kesejahteraan
nelayan antara pendekatan 2SLS dan 3SLS pada model simultan.
3. Membuat simulasi kebijakan asumsi makro untuk kesejahteraan nelayan tahun
2015.
3

Manfaat Penelitian

1. Penyusunan model NTN secara simultan yang melibatkan produksi perikanan


dari waktu ke waktu dan berbagai indikator asumsi makro dapat menjadi
pendekatan alternatif untuk meramalkan nilai NTN yang lebih mencerminkan
kesejahteraan nelayan yang sebenarnya.
2. Model yang dihasilkan dan simulasi kebijakan yang dilakukan dapat
digunakan oleh stock holder dalam hal ini Badan Pusat Statistik (BPS) dan
stake holder (Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, dan Komisi XI DPR) dalam penetapan asumsi makro ekonomi
untuk penyusunan APBN terkait dengan target kesejahteraan nelayan yang
ingin dicapai.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Persamaan Simultan, Masalah Bias dan Ketidakkonsistenan Penduga OLS

Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu
persamaan yang saling terkait. Dalam model ini, peubah respon pada suatu
persamaan dapat juga bertindak sebagai peubah penjelas pada persamaan lainnya
(Gujarati 2004).
Model sistem persamaan simultan dalam bentuk struktural dengan G peubah
endogen dan K peubah eksogen (predetermined), secara umum dapat dituliskan
sebagai berikut (Seddighi et al. 2000):

(1)

apabila ditulis dalam matriks menjadi:

[ ][ ] [ ][ ] [ ] (2)

atau , t = 1,2, , n (3)


dengan: adalah matriks GxG dari koefisien peubah endogen
adalah vektor Gx1 dari peubah endogen untuk waktu t
adalah matriks GxK dari koefisien peubah eksogen
adalah vektor Kx1 dari peubah eksogen (predetermined)
pada waktu t
4

adalah vektor Gx1 dari galat struktural pada waktu t

Model ini dibangun dengan didasari asumsi galat yang sama dengan asumsi pada
regresi klasik, yaitu:

, untuk semua t, dan i=1,2, , G dimana


, untuk ts, dan i=1,2, , G (4)
( ) , untuk semua t dan i,j =1,2, , G dimana

yang dalam bentuk matriks menjadi:

, dengan , dan [ ] (5)

Karena model (1) lengkap, maka umumnya persamaan dapat diselesaikan untuk
peubah-peubah endogennya. Penyelesaian ini disebut model bentuk sederhana
(reduced form), dan ditulis sebagai:

(6)

apabila ditulis dalam matriks menjadi:

[ ] [ ][ ] [ ] (7)

atau , t = 1,2, , n (8)

dengan adalah matrik GxK dari koefisien-koefisien reduced form ( ), dan


adalah vektor Gx1 dari galat reduced form pada waktu t.
Jika kembali ke persamaan (3) yang kemudian dapat ditulis menjadi:

(9)

dan dengan asumsi matriks ada, maka dari (8) dan (9) dapat diperoleh

dan (10)

Persamaan (10) memperlihatkan bahwa koefisien-koefisien dari reduced form


adalah fungsi dari koefisien persamaan struktural, dan setiap galat dari reduced
form merupakan fungsi linier dari seluruh galat persamaan struktural. Dengan
demikian, sifat-sifat stokastik dari galat reduced form bergantung pada sifat-sifat
stokastik dari galat persamaan struktural.
5

Terkait dengan pendugaan parameter, konsekuensi dari adanya


simultanitas adalah suatu peubah endogen biasanya berkorelasi dengan galat dari
persamaan yang memasukkan peubah endogen tersebut sebagai peubah penjelas.
Dalam hal ini metode OLS tidak dapat diterapkan karena penduga yang dihasilkan
bias dan tidak konsisten. Gujarati (2004) menunjukkan dengan ilustrasi model
Keynes untuk penentuan pendapatan, bahwa penduga OLS yang dihasilkan
berbias dan tidak konsisten, dan biasnya tidak akan hilang dengan seberapa pun
besarnya ukuran sampel.

Masalah Identifikasi

Masalah identifikasi adalah masalah apakah parameter persamaan struktural


dapat diduga dari persamaan bentuk sederhana (reduced form) yang diketahui.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk suatu persamaan yang dapat
diidentifikasi, yaitu syarat order dan rank. Syarat order, dalam Seddighi et al.
(2000), dinyatakan bahwa dalam suatu model yang terdiri dari G persamaan
simultan dengan G peubah endogen dan K peubah predetermined, sebuah
persamaan yang melibatkan g peubah endogen dan k peubah predetermined dapat
teridentifikasi jika jumlah dari peubah predetermined yang dikeluarkan dari
persamaan (K-k) tidak kurang dari jumlah peubah endogen yang dimasukkan
dalam persamaan dikurangi satu (g-1), atau dinyatakan dengan K-k g-1.
Syarat order hanya merupakan syarat perlu (necessary condition) tetapi belum
merupakan syarat cukup (sufficient condition) jika tidak menyertakan syarat rank.
Syarat rank menghendaki bahwa dalam suatu model dengan G persamaan
simultan, sebuah persamaan dapat teridentifikasi jika dan hanya jika ada matriks
yang memiliki rank sama dengan jumlah persamaan dikurangi satu. Matriks ini
dibentuk dari koefisien dari semua peubah yang dikeluarkan dari persamaan
tersebut tetapi dimasukkan pada persamaan lain dalam model.
Secara singkat, kemungkinan identifikasi dari sebuah persamaan adalah:
1. Overidentified : jika K-k > g-1 dan rank () = G-1
2. Exactly identified : jika K-k = g-1 dan rank () = G-1
3. Underidentified : jika K-k g-1 dan rank () < G-1, atau jika K-k < g-1

Metode Pendugaan Parameter

Untuk mengantisipasi bias dan ketidakkonsistenan pendugaan parameter


dengan metode OLS secara langsung, Seddighi et al. (2000) dan Greene (2003)
mengelompokkan metode pendugaan parameter persamaan struktural menjadi
dua, yaitu:
1. Metode persamaan tunggal, yaitu metode yang menduga setiap persamaan
dalam model sendiri-sendiri tanpa memperhatikan informasi dari persamaan
lain dalam sistem (limited information methods). Metode yang termasuk di
dalamnya adalah:
- OLS, khusus hanya untuk model rekursif
- Indirect Least Square (ILS), khusus untuk model yang exactly identified
- Instrumental Variable (IV)
6

- Two Stage Least Square (2SLS)


- Limited Information Maximum Likelihood (LIML)
2. Metode sistem, yaitu metode yang menduga semua persamaan dalam model
secara simultan dengan memanfaatkan seluruh informasi yang terkandung
dalam semua persamaan (full information methods). Metode yang termasuk di
dalamnya adalah:
- Three Stage Least Square (3SLS)
- Full Information Maximum Likelihood (FIML)
Dengan demikian, sebagai solusi untuk persamaan-persamaan yang overidentified
dapat digunakan antara lain 2SLS sebagai metode persamaan tunggal dan 3SLS
sebagai metode sistem.

Metode Two-Stage Least Squares (2SLS)


Sebagai ilustrasi, persamaan berikut dengan g peubah endogen dan k
peubah predetermined, adalah persamaan yang overidentified dalam model
struktural dengan G peubah endogen dan K peubah predetermined.
(11)

[ ] dan [ ]
dengan
[ ],
[ ], [ ]
Jika adalah penduga bagi ,maka langkah-langkah 2SLS adalah sebagai
berikut:
Langkah 1. Menerapkan metode OLS pada persamaan bentuk sederhana berikut
ini
, untuk i = 1,2, , g (12)
untuk memperoleh penduga koefisien bentuk sederhana ,
dengan adalah dugaan bagi , dan menggunakan dugaan ini untuk
memperoleh nilai dugaan , yaitu .
Langkah 2. Menggunakan nilai dugaan untuk membentuk matriks
[ ] dengan [ ] dan kemudian menerapkan metode
OLS pada persamaan
(13)
dengan = komponen galat, untuk mendapatkan penduga 2SLS
(14)
Dengan demikian, penduga 2SLS yang dinyatakan dalam nilai peubah asal untuk
persamaan ke-i dapat ditulis sebagai:
[ ] (15)
dan var-cov ( )=
dengan (16)

Untuk persamaan yang exactly identified dapat ditunjukkan bahwa penduga 2SLS
sama dengan penduga Indirect Least Square (ILS), dan dapat diintepretasikan
sebagai sebuah penduga Instrumental Variable (IV) (Johnston 1984 dalam
Seddighi et al. 2000).
7

Metode Three-Stage Least Squares (3SLS)


Dengan mengulang persamaan (11), sebuah model struktural dapat ditulis
sebagai:

(17)

[ ] dan [ ]
Sistem ini juga dapat ditulis sebagai

dengan [ ], [ ], [ ], [ ] (18)

Untuk menghindari masalah korelasi antara peubah penjelas endogen dengan


, untuk i= 1, 2, ,G, dapat digunakan nilai dugaan , dari regresi dengan
semua peubah predetermined dalam model, pada peubah penjelas endogen yang
bersesuaian. Sehingga dapat dituliskan sebagai:


(19)

[ ] dan [ ].
Sistem (19), yang tidak menyertakan berbagai fungsi identitas yang mungkin,
dapat ditulis sebagai (20)


dengan [ ], , [ ], [ ]
[ ]

Sistem di atas menghasilkan penduga 2SLS yang konsisten, yaitu


(21)
Jika diketahui sebuah penduga yang konsisten dari matriks , yang
merupakan penduga matriks ragam peragam dari galat pada (20), maka kemudian
kita dapat menggunakan penduga generalized least square (GLS) Aitken, yaitu:
(22)
Dengan mengetahui penduga 2SLS yang konsisten pada (21), maka dapat dihitung
penduga yang konsisten dari , yaitu W yang mengikuti:

[ ] (23)

untuk i,j=1,2, , G dan


8

Dengan mensubstitusikan (23) ke (22) diperoleh penduga 3SLS sebagai berikut:


(24)
dengan var-cov (25)

Nilai Tukar Nelayan (NTN)

NTN merupakan komponen penyusun dari NTP, sehingga formula dan


intepretasinya pun sama. Pengukuran NTN dinyatakan dalam bentuk indeks
sebagai berikut:
(26)
dengan IT dan IB masing-masing adalah indeks harga yang diterima nelayan dan
indeks harga yang dibayar nelayan. IT dan IB diukur oleh BPS dengan
memodifikasi indeks Laspeyres sebagai berikut:


(27)

dengan: =harga bulan ke n untuk jenis barang ke i, =harga bulan ke (n-


1) untuk jenis barang ke i, = relatif harga bulan ke n untuk jenis barang ke
i, =harga tahun dasar untuk jenis barang ke i, = kuantitas pada tahun dasar
untuk jenis barang ke i, dan m=Banyaknya jenis barang yang tercakup dalam
paket komoditas.
Modifikasi indeks Laspeyres dilakukan dengan pertimbangan untuk
kemudahan operasional pengumpulan data di lapangan. Dengan mengasumsikan
bahwa kuantitas komoditas (Q) baik untuk yang dihasilkan maupun yang
dikonsumsi adalah tetap (sama dengan tahun dasar ( )), maka formula indeks
pada pembilang adalah jumlah dari relatif harga dikalikan dengan nilai konsumsi
periode sebelumnya. Formula ini mempermudah pengumpulan data karena cukup
dengan mencatat perkembangan harga komoditas dari bulan ke bulan. Kemudahan
lainnya adalah bahwa penggunaan asumsi nilai konsumsi yang tetap dapat
memungkinkan untuk melakukan penggantian komoditas tertentu yang sejenis
apabila komoditas tersebut tidak dihasilkan/dikonsumsi pada bulan tertentu.
Penelitian tentang NTN ini menggunakan pendekatan model persamaan
simultan yang strukturnya dibangun dengan memberikan penekanan pada sisi
produksi penangkapan ikan dan pengaruh dari indikator ekonomi makro. Sofia
(2010) menyebutkan dalam studinya bahwa produksi penangkapan ikan di
antaranya dipengaruhi oleh harga BBM, harga jual ikan, pegeseran musim, dan
kondisi cuaca. Elyerviana (2011) dan Ispahdianto (2012) menekankan faktor
eksternal yang mempengaruhi hasil tangkapan nelayan adalah kecepatan angin,
gelombang, kecerahan, dan suhu. Bappenas (2013) dalam skemanya menyebutkan
bahwa harga jual produk dan tingkat upah berpengaruh pada pendapatan usaha
dan pergerakan harga barang berpengaruh pada pola konsumsi petani/nelayan.
Pergerakan harga secara umum biasa ditunjukkan oleh laju inflasi. Simulasi
OECD-FAO tahun 2008 juga menunjukkan pengaruh signifikan harga BBM
terhadap harga produk pertanian (Colman 2009).
9

Berdasar hal-hal di atas, maka kerangka model simultan yang dibangun


adalah sebagai berikut:

Kecepatan
Angin (X1)
Suhu (X4) : Endogenous

Curah Hujan : Eksogenous/predetermined


(X2) Produksi
(Y1)
: Indikator ekonomi makro
Sunshine
(X3)
Asumsi Makro Harga Hasil
Produksi Indeks yg
Produksi (Y4) diterima
Minyak (Y6)
Bumi (X5)

Harga BBM
DN (Y2)

Kesejahteraan
Harga NTN (Y8)
Upah Buruh Nelayan
Minyak (Y5)
Dunia (X6)

Inflasi (Y3) Indeks yg


dibayar
(Y7)
Kurs Rupiah
(X7) Harga Barang
Konsumsi (X8)

Gambar 1 Struktur model simultan

3 METODE PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
bersumber dari BPS, BMKG, Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian ESDM,
Bank Indonesia, dan US Energy Information Administration (USEIA). Series data
untuk pemodelan adalah mulai Januari 2008 sampai dengan Juni 2014. Data
harga yang digunakan untuk BBM dalam negeri (diwakili oleh bensin) dan harga
barang konsumsi adalah harga yang diukur di tingkat perdesaan. Sementara itu,
data inflasi yang digunakan adalah laju inflasi dari bulan ke bulan (month to
month). Tahun dasar yang digunakan dalam perhitungan NTN adalah tahun 2012.

Metode Analisis

Peubah-peubah yang digunakan dalam kajian model simultan ini adalah:


10

Tabel 1. Daftar peubah penelitian


Tipe
Peubah Nama Peubah Satuan Sumber Data
Endogen 1. Produksi perikanan ton Numerik Ditjen Perikanan
tangkap (Y1) Tangkap,
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan.
2. Harga BBM DN (Y2) rupiah/liter Numerik BPS
3. Inflasi (Y3) persen Numerik BPS
4. Rata-rata harga hasil rupiah Numerik BPS
produksi
penangkapan ikan
(Y4)
5. Indeks upah buruh - Numerik BPS
penangkapan ikan
(Y5)
6. Indeks yg diterima - Numerik BPS
Nelayan (Y6)
7. Indeks yg dibayar - Numerik BPS
Nelayan (Y7)
8. Nilai Tukar Nelayan - Numerik BPS
(Y8)
Eksogen 1. Kecepatan Angin (X1) knot Numerik BMKG
2. Curah hujan (X2) mm Numerik BMKG
3. Lama penyinaran jam Numerik BMKG
matahari/Sunshine
(X3)
4. Suhu (X4) Celsius Numerik BMKG
5. Produksi minyak barel Numerik Kementerian
bumi dan kondensat ESDM
(X5)
6. Harga minyak dunia USD/barel Numerik USEIA
(X6)
7. Kurs tengah (X7) rupiah per Numerik BI
USD
8. Harga barang rupiah Numerik BPS
konsumsi (X8)

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:


1. Eksplorasi Data
Eksplorasi dilakukan dengan mengamati perkembangan setiap series data dan
mengitung korelasi antar peubah untuk memperoleh gambaran hubungan yang
mungkin terjadi. Pada tahap ini, peneliti menelaah plot dari Autocorrelation
Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) dari peubah-
peubah endogen untuk mengetahui kemungkinan adanya regresi diri
(autoregression). Pola Cross Correlation Function (CCF) juga dilihat untuk
mengetahui keterlambatan pengaruh peubah eksogen terhadap endogennya.
11

2. Formulasi/Spesifikasi model
Berdasarkan skema pada Gambar 1, dibentuk tujuh persamaan struktural awal
dalam bentuk linier di luar NTN, dengan tujuh peubah endogen (G), dan
delapan peubah predetermined (K), yaitu:
i. Produksi penangkapan ikan:
ii. Harga BBM dalam negeri (bensin):
iii. Laju Inflasi:
iv. Harga jual produk perikanan:
v. Upah buruh penangkapan ikan:
vi. Nilai tukar komponen penerimaan nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
harga yang diterima nelayan:
vii. Nilai tukar komponen pembayaran nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
yang dibayar nelayan:
NTN (Y8) dalam hal ini berlaku sebagai identitas, namun tidak linier. Formula
persamaan struktural di atas kemudian dilengkapi dengan komponen lag dari
peubah endogen maupun eksogen berdasarkan hasil penelaahan ACF, PACF,
dan CCF pada tahap eksplorasi data.
3. Identifikasi Persamaan
Persamaan teridentifikasi jika jumlah peubah predetermined yang dikeluarkan
dari persamaan tidak kurang dari jumlah peubah endogen yang dimasukkan
dalam persamaan dikurangi satu, dan rank matriks yang dibentuk dari
koefisien dari semua peubah yang dikeluarkan dari persamaan tersebut tetapi
dimasukkan pada persamaan lain dalam model sama dengan jumlah
persamaan dikurangi satu (rank () = G-1) (Seddighi et al. 2000).
4. Pendugaan parameter
Parameter-parameter dari model lalu diduga dengan metode persamaan
tunggal 2SLS dan metode sistem 3SLS.
5. Pemeriksaan asumsi kenormalan, kehomogenan ragam, dan non-autokorelasi.
6. Pemilihan model terbaik
Untuk mendapatkan model terbaik, dilakukan dengan dua cara:
i. Penelaahan terhadap goodness of fit: Mean Square Error (MSE) dan R-sq
dari kedua metode. Mengingat metode 2SLS merupakan pendugaan
persamaan tunggal maka penghitungan MSE didekati dengan mencari
gabungan jumlah kuadrat galat (Sum square error (SSE)) yang diboboti
oleh kuadrat tengah total dan membaginya dengan total derajat bebas galat.
Sementara untuk menghitung R-sq, jumlah kuadrat total (Sum square total
(SST)) yang digunakan adalah gabungan SST dari seluruh persamaan.
ii. Ketepatan untuk meramalkan NTN (Y8), yang diukur dengan:
a. Root Mean Square Percentage Error:


( ) (28)

b. Mean Absolute Percentage Error:



| | (29)
12

Model yang lebih baik adalah model yang memiliki MSE lebih kecil, R-sq
lebih besar, RMSPE dan MAPE yang lebih kecil.
7. Simulasi kebijakan asumsi makro ekonomi
Simulasi dilakukan untuk meramalkan NTN dengan menggunakan berbagai
kemungkinan nilai dari peubah-peubah eksogen yang mempengaruhi, terutama
terkait asumsi-asumsi makro ekonomi.
Analisis pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SAS melalui
prosedur SYSLIN.

Mulai

Eksplorasi data NTN, peubah terkait produksi/penerimaan,


peubah terkait pengeluaran, indikator makro ekonomi

Formulasi/Spesifikasii Model Metode Persamaan Tunggal


(Limited information methods):
Metode Sistem
1. OLS
(Full information methods):
2. ILS
Identifikasi Sistem Persamaan 1. 3SLS
3. IV
2. FIML
4. 2SLS
5. LIML

Order Conditions Rank Conditions

Model Terbaik

Simulasi Kebijakan
Unidentified Exactly Identified Overidentified
Asumsi Makro

Pendugaan Parameter Model Selesai

Gambar 2 Alur penelitian


13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Kesejahteraan Nelayan Indonesia

Secara umum, kesejahteraan nelayan di Indonesia dari Januari 2008


Desember 2014 terus meningkat. Ini tercermin dari NTN yang cenderung naik
dari bulan ke bulan. NTN Indonesia telah naik sebesar 13.5 poin pada akhir tahun
2014 dibandingkan awal tahun 2008. Kesejahteraan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober 2014 dengan NTN sebesar 106.66.
Pada bulan November setiap tahunnya, nelayan selalu mengalami
penurunan kesejahteraan dibanding bulan Oktober. Ini terjadi karena penerimaan
nelayan menurun yang tercermin dari penurunan IT. Salah satu penyebabnya
adalah penurunan produksi penangkapan ikan. Akan tetapi berbeda dengan tahun-
tahun sebelumnya, penurunan kesejahteraan pada November 2014 tidak
disebabkan oleh penurunan IT. Turunnya kesejahteraan pada bulan tersebut
disebabkan oleh peningkatan yang tajam pada komponen biaya yang harus
dikeluarkan nelayan (IB). Hal ini tentu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah
yang menaikkan harga premium dan solar pada pertengahan bulan November
2014 lalu.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah


Gambar 3 Perkembangan NTN, IT, dan IB Indonesia
Januari 2008 Desember 2014

Eksplorasi Peubah Penelitian

Sebagai tahap awal dalam pemodelan, eksplorasi dapat menentukan


apakah suatu peubah layak dimasukkan ke dalam persamaan struktural. Secara
umum, eksplorasi yang telah dilakukan pada peubah-peubah penelitian melalui
ACF dan PACF menunjukkan indikasi pola autoregresi pada semua peubah
endogen. Sementara itu berdasar CCF, semua peubah penjelas berpengaruh
langsung tanpa keterlambatan waktu terhadap responnya, kecuali pada persamaan
laju inflasi.
14

Untuk produksi penangkapan ikan, plot ACF pada Gambar 4 menunjukkan


adanya pola berulang setiap 12 lag yang cenderung menurun (dies down) dan ada
pola sinus di antara 12 lag tersebut. Sementara itu, plot PACF pada Gambar 5
memperlihatkan adanya pola cut off pada lag ke 12. Hal ini menunjukkan bahwa
data produksi memiliki pola autoregresi musiman dengan lag 12 bulan.

Gambar 4 Plot ACF untuk produksi penangkapan ikan

Gambar 5 Plot PACF untuk produksi penangkapan ikan


15

Cross Correlation Function for Y1, X3

1.0
0.8
0.6
0.4

Cross Correlation
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15
Lag

Gambar 6 Plot CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari

Keterlambatan pengaruh dari peubah-peubah penjelas tidak ditemukan


pada persamaan produksi penangkapan ikan. Ini terlihat dari pola CCF antara
produksi dengan peubah penjelasnya yang memiliki korelasi paling besar pada lag
0. Salah satunya ditunjukkan oleh Gambar 6 yang memperlihatkan pola CCF
antara produksi dengan lama penyinaran matahari.
Untuk persamaan harga BBM sampai persamaan indeks harga yang
dibayar nelayan, hasil eksplorasi berdasarkan plot ACF, PACF, dan CCF dapat
dilihat secara rinci pada lampiran. Beberapa temuan penting pada eksplorasi ini di
antaranya adalah bahwa harga BBM dalam negeri dan laju inflasi mengalami pola
autoregresi sampai ordo kedua (AR2). Keterlambatan pengaruh peubah penjelas
ditemukan pada persamaan inflasi, yaitu lag 1 bulan dari harga BBM berkorelasi
dengan laju inflasi.

Model Persamaan Simultan

Berdasar eksplorasi di atas, tersusun model persamaan simultan dengan tujuh


peubah endogen (G), dan 12 peubah predetermined (K), yaitu:
i. Produksi penangkapan ikan: ( )
ii. Harga BBM dalam negeri (bensin): ( )
iii. Laju Inflasi: ( )
iv. Harga jual produk perikanan: ( )
v. Upah buruh penangkapan ikan: ( )
vi. Nilai tukar komponen penerimaan nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
harga yang diterima nelayan:
vii. Nilai tukar komponen pembayaran nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
yang dibayar nelayan:
16

Tabel 2 Identifikasi persamaan struktural


Persamaan k g K -k g - 1 Rank Kesimpulan
Y1 3 1 9 > 0 6 Overidentified
Y2 4 1 8 > 0 6 Overidentified
Y3 4 1 8 > 0 6 Overidentified
Y4 1 3 11 > 2 6 Overidentified
Y5 1 3 11 > 2 6 Overidentified
Y6 0 2 12 > 1 6 Overidentified
Y7 1 3 11 > 2 6 Overidentified

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ketujuh persamaan struktural


adalah overidentified, oleh karenanya metode pendugaan 2SLS dan 3SLS sudah
sesuai untuk digunakan.
Table 3 Nilai dugaan parameter dengan metode 2SLS dan 3SLS
Persamaan Koefisien Galat Baku Persamaan Koefisien Galat Baku
Struktural 2SLS 3SLS 2SLS 3SLS Struktural 2SLS 3SLS 2SLS 3SLS
PRODUKSI (Y1) HPROD (Y4)
Intercept -822650 * -832923 * 332388.4 326154.4 Intercept 74.8613 27.48428 149.0063 148.3969
Y1LAG12 0.511288 * 0.485501 * 0.100234 0.098721 Y4LAG1 1.02072 * 1.018228 * 0.011255 0.011152
X3 32286.73 * 34554.42 * 7343.502 7210.502 Y1 -0.00081 * -0.00063 * 0.000321 0.000314
X4 33807.65 * 34216.89 * 12832.84 12590.16 Y3 116.846 * 119.1337 * 36.51181 35.84448
BBM DN (Y2) UPAH (Y5)
Intercept 63.14846 209.814 216.2797 206.2503 Intercept -2.55134 ** -2.11982 1.365966 1.355269
Y2LAG1 1.093822 * 0.968414 * 0.124811 0.096691 Y5LAG1 1.03271 * 1.027317 * 0.015206 0.015052
Y2LAG2 -0.34402 * -0.30795 * 0.127858 0.097328 Y1 -1.1E-06 * -8.5E-07 ** 4.858E-07 4.749E-07
X6 4.367446 * 6.703584 * 1.353438 1.103358 Y3 -0.0888 -0.11278 ** 0.058284 0.057451
X7 0.118327 * 0.140012 * 0.04875 0.034263
INFLASI (Y3) INDEKS DITERIMA (Y6)
Intercept 0.513785 0.874063 0.630869 0.617672 Intercept 24.5013 * 23.72462 * 1.429605 1.399287
Y3LAG1 0.535613 * 0.440865 * 0.110117 0.089036 Y4 0.0046 * 0.004642 * 0.000087 0.000085
Y3LAG2 -0.48025 * -0.41162 * 0.110477 0.081784 INDEKS DIBAYAR (Y7)
Y2LAG1 -0.00016 -0.00027 * 0.00011 0.000105 Intercept -140.049 * -133.054 * 10.5569 9.671609
X8 0.000045 * 0.000062 * 0.000022 0.00002 Y2 0.00111 * 0.001555 * 0.000301 0.000275
Y5 2.20125 * 2.103367 * 0.131988 0.120617
X8 0.00073 * 0.000714 * 0.000043 0.000039
Keterangan: Lag1 = t-1 Lag2 = t-2 Lag12 = t-12
* Signifikan pada taraf nyata 5%
** Signifikan pada taraf nyata 10%

Tabel 3 menunjukkan bahwa metode 3SLS menghasilkan dugaan peubah-


peubah yang signifikan lebih banyak daripada metode 2SLS. Nilai-nilai galat baku
dugaan koefisien yang dihasilkan oleh metode 3SLS semuanya lebih kecil
daripada 2SLS. Ini berarti bahwa penggunaan metode sistem 3SLS telah
meningkatkan efisiensi pendugaan, sehingga metode ini lebih baik daripada 2SLS.

Tabel 4 Ukuran kebaikan model (goodness of fit) 2SLS dan 3SLS


Metode Pendugaan MSE R-sq
2SLS 1.1026 66.25%
3SLS 1.0641 99.13%

Output SAS pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan,


dengan metode 3SLS, peubah-peubah mampu menjelaskan sistem secara
17

bersama-sama sebesar R-sq= 99.13% dengan MSE sebesar 1.0641. Untuk metode
2SLS, dihasilkan gabungan MSE=1.1026 dan R-sq=66.25%. Dari nilai MSE dan
R-sq ini, kita dapat mengatakan bahwa metode 3SLS lebih baik secara statistika
daripada metode 2SLS untuk menjelaskan hubungan antar peubah di dalam
sistem.
Yang kemudian perlu mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah
masih ditemukannya indikasi autokorelasi pada beberapa persamaan yaitu untuk
persamaan produksi (Y1), indeks yang diterima (Y6), dan indeks yang dibayar
(Y7). Ini ditunjukkan dengan nilai statistik Durbin Watson yang masih lebih kecil
dari batas bawah (dL), berturut-turut sebesar 1.07, 0.24, dan 0.61. Penambahan
peubah lag endogen terbukti efektif untuk menghilangkan autokorelasi pada
persamaan lainnya. Sementara untuk persamaan Y6 dan Y7, lag endogenous tidak
ditambahkan untuk mempertahankan keberadaan peubah-peubah penjelas lainnya
dalam persamaan tersebut.

Tabel 5 Nilai statistik Durbin Watson (d) pada ketujuh persamaan struktural
Persamaan dL dU d Keputusan
Y1 1.51 1.70 1.071865 Autokorelasi positif
Y2 1.48 1.73 1.623976 Tidak dapat disimpulkan
Y3 1.48 1.73 1.797568 Tidak ada autokorelasi
Y4 1.51 1.70 2.191195 Tidak ada autokorelasi
Y5 1.51 1.70 1.876009 Tidak ada autokorelasi
Y6 1.57 1.63 0.238552 Autokorelasi positif
Y7 1.51 1.70 0.612175 Autokorelasi positif
Keterangan: dL = batas bawah dU = batas atas

Upaya-upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi pelanggaran asumsi di


atas adalah dengan: (1) memasukkan komponen lag 1 dari Y1 untuk menangkap
efek autoregresi reguler, dan (2) melakukan diferensiasi pada Y6 dan Y7. Pengaruh
upaya (1) terhadap sistem persamaan yaitu:
- R-sq masih tetap sebesar 99.13%
- MSE meningkat dari 1.0641 menjadi 1.0643
- Nilai d untuk Y1 membaik dari 1.07 menjadi 1.26, akan tetapi masih terdapat
indikasi autokorelasi positif
- Nilai d untuk Y6 dan Y7 justru menurun.
Sementara itu, upaya (2) justru memperparah pelanggaran asumsi. Enam dari
tujuh persamaan struktural mengalami autokorelasi positif. Persamaan Y6 adalah
satu-satunya persamaan yang mengalami peningkatan nilai d.
Upaya-upaya penanganan yang telah dilakukan secara umum tidak
menyelesaikan masalah autokorelasi. Dengan sedikit mengorbankan efisiensi
karena indikasi autokorelasi, model dengan pendugaan 3SLS dan 2SLS ini masih
dipertahankan atas pertimbangan untuk melihat pengaruh dan hubungan dari
peubah-peubah yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping itu, dugaan
parameter yang dihasilkan masih bersifat tak bias dan konsisten meskipun kurang
efisien.
18

Keterkaitan Sisi Produksi, Indikator Ekonomi Makro,


dan Nilai Tukar Nelayan

Persamaan-persamaan yang dihasilkan dengan metode pendugaan 3SLS,


yang dinyatakan lebih baik, dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan
sisi produksi, indikator ekonomi makro, dan pembentukan nilai tukar nelayan.
Untuk sisi produksi perikanan tangkap, dugaan persamaannya adalah:
(30)
Lamanya penyinaran matahari/sunshine dan suhu berpengaruh positif pada
produksi penangkapan ikan. Semakin lama cuaca cerah dan semakin hangat suhu
laut, memberikan kesempatan lebih banyak kepada nelayan untuk melaut,
sehingga kecenderungan produksi penangkapan ikan akan bertambah. Sementara
itu, kondisi curah hujan dan kecepatan angin belum cukup bukti memberikan
pengaruh yang signifikan pada produksi, sehingga tidak masuk dalam persamaan.
Produksi perikanan tangkap ternyata mengikuti pola musiman yang ditunjukkan
dengan munculnya peubah lag produksi ( ). Produksi pada bulan
sekarang dapat dijelaskan oleh produksi 12 bulan (1 tahun) yang lalu. Produksi
bulan sekarang akan cenderung meningkat ketika produksi satu tahun lalu juga
meningkat.
Sementara itu, harga bahan bakar dalam negeri, yang dalam hal ini
diwakili oleh harga bensin dipengaruhi secara positif oleh indikator ekonomi
makro harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap USD. Harga BBM
juga dijelaskan oleh harga BBM satu dan dua bulan yang lalu, sebagaimana
ditunjukkan oleh persamaan:
(31)
Dalam kasus ini, produksi minyak dalam negeri (X5) belum cukup bukti
mempengaruhi harga BBM. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sampai saat ini
Indonesia masih menjadi negara net-importer minyak. Produksi minyak sendiri
belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri sehingga
lebih banyak dipenuhi dari impor. Semakin tinggi harga minyak dunia tentunya
harga BBM di dalam negeri juga meningkat. Setiap kenaikan harga minyak dunia
1 USD per barel akan berdampak pada naiknya harga BBM dalam negeri sebesar
6.70 rupiah per liter ketika faktor lain tetap.
Harga BBM dalam negeri bersama-sama dengan harga barang konsumsi
lainnya mempengaruhi nilai inflasi. Hanya saja ada keterlambatan pengaruh dari
harga BBM. Harga BBM bulan sebelumnya berpengaruh nyata pada nilai inflasi
bulan sekarang.

(32)
Dalam penelitian ini harga barang konsumsi diwakili oleh rata-rata geometrik
harga sembilan bahan pokok yang meliputi: beras, daging sapi, daging ayam,
telur, susu, minyak goreng, cabe merah, cabe rawit, dan gula pasir. Penggunaan
rata-rata geometrik dimaksudkan untuk mengantisipasi rentang harga yang jauh
berbeda.
19

Laju inflasi dan produksi penangkapan ikan kemudian bersama-sama


mempengaruhi harga produksi hasil perikanan. Semakin tinggi inflasi maka harga
produsen perikanan juga meningkat, sedangkan semakin tinggi produksi
penangkapan ikan maka harga jualnya semakin murah. Dengan persediaan hasil
penangkapan ikan yang melimpah, tentunya harga menjadi turun. Sebagaimana
digambarkan oleh persamaan (33) berikut:
(33)
Harga produsen perikanan dalam hal ini diwakili oleh rata-rata geometrik dari
harga-harga lima produk perikanan tangkap yang utama yaitu: ikan kembung, ikan
selar, ikan tengiri, ikan teri, dan ikan tongkol.
Produksi penangkapan ikan dan inflasi juga mempengaruhi upah buruh
penangkapan yang diwakili oleh indeks upah.
(34)
Besaran upah sangat dipengaruhi oleh besaran pada periode sebelumnya. Ini
ditunjukkan oleh sangat signifikannya peubah Y5Lag1.
Komponen penerimaan nelayan yang digambarkan oleh indeks yang
diterima (Y6) sangat dipengaruhi oleh besarnya harga produsen perikanan.
(35)
Persamaan (35) menunjukkan bahwa kenaikan harga produsen perikanan akan
meningkatkan penerimaan nelayan. Jika faktor lain dianggap tetap, setiap
kenaikan seribu rupiah rata-rata harga produsen hasil perikanan tangkap akan
menaikkan indeks yang diterima nelayan sebesar 4.642 poin.
Untuk komponen pengeluaran nelayan, indeks yang dibayar nelayan (Y7)
dapat dijelaskan secara sangat baik oleh harga BBM dalam negeri, indeks upah
buruh penangkapan ikan, dan harga barang konsumsi.
(36)
Koefisien bernilai positif untuk ketiga penjelas berarti bahwa semakin tinggi harga
BBM dalam negeri, upah buruh, dan harga barang konsumsi, secara bersama-
sama akan meningkatkan indeks yang dibayar nelayan.
Harga BBM dalam negeri, laju inflasi, harga minyak dunia, dan nilai tukar
(kurs) rupiah terhadap USD adalah asumsi-asumsi ekonomi makro dalam
penyusunan APBN. Melalui persamaan-persamaan simultan yang tersebut di atas
dapat diramalkan bagaimana pergerakan indeks yang diterima dan indeks yang
dibayar nelayan apabila asumsi-asumsi makro ekonomi itu diubah-ubah.
Pergerakan Y6 dan Y7 ini kemudian akan menentukan NTN (Y8) sebagai indikator
kesejahteraan nelayan yang menjadi perhatian kita.

Keakuratan Peramalan

Perhatian berikutnya dalam penelitian ini adalah; belum tentu model yang
baik secara statistika mampu mengikuti data historik dengan baik pula. Dalam hal
ini, metode 3SLS yang sudah ditunjukkan lebih baik belum tentu akan
menghasilkan ramalan yang lebih baik daripada 2SLS.
20

Tabel 6 Ukuran keakuratan peramalan dengan metode 2SLS dan 3 SLS


Metode Pendugaan RMSPE MAPE
2SLS 1.35% 1.13%
3SLS 1.42% 1.19%

Tabel 6 menunjukkan bahwa model persamaan simultan yang diduga baik dengan
metode 2SLS maupun 3SLS menghasilkan nilai RMSPE dan MAPE yang sangat
kecil dengan nilai yang hampir sama. Nilai MAPE yang jauh di bawah 10%
menunjukkan bahwa kedua metode sangat akurat untuk memprediksi nilai NTN.
Ini berarti keakuratan peramalan kedua metode pendugaan dapat dikatakan sama.
Kesamaan akurasi ini secara jelas ditunjukkan oleh berhimpitnya nilai prediksi
NTN dengan kedua metode pada gambar di bawah ini:

Gambar 7 Produksi perikanan tangkap, nilai aktual NTN dan


ramalannya dengan metode 2SLS dan 3SLS

Apabila dipasangkan dengan nilai produksi perikanan tangkap, nilai-nilai


prediksi NTN cenderung bergerak mengikuti pola produksi. Ini berbeda dengan
nilai aktual NTN yang relatif kurang sensitif dengan perubahan nilai produksi.
Ketika produksi ikan meningkat, idealnya kesejahteraan nelayan pada saat itu juga
meningkat, yang digambarkan dengan naiknya NTN, demikian juga sebaliknya
ketika produksi turun.
Meskipun terlihat akurat, penggunaan model persamaan simultan ini masih
perlu sangat hati-hati mengingat masih adanya indikasi autokorelasi pada
beberapa persamaan. Autokorelasi bisa terjadi karena spesifikasi model yang
kurang tepat atau ada peubah penting yang tidak diikutsertakan. Kesalahan
spesifikasi yang serius dalam satu persamaan dapat mempengaruhi pendugaan
parameter semua persamaan dalam model. Sehingga keputusan menggunakan
sistem pendugaan membutuhkan suatu trade-off antara keuntungan dalam efisiensi
dan beban potensial galat spesifikasi. Secara umum, dalam penelitian ini, model
yang diduga dengan 3SLS cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara sisi
produksi, asumsi makro dan indeks harga yang diterima dan yang dibayar
nelayan.
21

Simulasi Kebijakan Ekonomi Makro untuk Kesejahteraan Nelayan


Indonesia Tahun 2015

Model terbaik digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan, dalam hal


ini adalah persamaan-persamaan reduced form yang dihasilkan oleh pendugaan
3SLS. Penggunaan persamaan bentuk sederhana dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana perubahan nilai-nilai peubah endogen apabila terjadi shock atau
perubahan pada peubah eksogen yang menjadi perhatian. Persamaan-persamaan
reduced form yang dimaksud sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut ini:

Tabel 7 Koefisien-koefisien persamaan reduced form dengan metode 3SLS


Persa KOEFISIEN
maan Intercept Y1LAG12 X3 X4 Y2LAG1 Y2LAG2 X6 X7 Y3LAG1 Y3LAG2 X8 Y4LAG1 Y5LAG1
Y1 -832923.00 0.485501 34554.42 34216.89 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Y2 209.81 0 0 0 0.968414 -0.30795 6.703584 0.140012 0 0 0 0 0
Y3 0.87 0 0 0 -0.00027 0 0 0 0.440865 -0.41162 0.000062 0 0
Y4 654.75 -0.0003 -21.7026 -21.4906 -0.03211 0 0 0 52.5219 -49.0382 0.007385 1.018228 0
Y5 -1.51 -4.12E-07 -0.0293 -0.02901 0.00003 0 0 0 -0.04972 0.046421 -6.99E-06 0 1.027317
Y6 26.76 -1.42E-06 -0.10074 -0.09976 -0.00015 0 0 0 0.243808 -0.22764 0.000034 0.004727 0
Y7 -135.91 -8.66E-07 -0.06163 -0.06103 0.00157 -0.00048 0.010424 0.000218 -0.10458 0.097641 0.000699 0 2.160825

Tabel 7 menunjukkan terdapat lima peubah eksogen yang signifikan dalam


simulasi ini, yaitu: lama penyinaran matahari (X3), suhu (X4), harga minyak dunia
(X6), kurs rupiah (X7), dan harga barang konsumsi (X8). Lama penyinaran
matahari dan suhu merupakan faktor alam yang tidak dapat dikendalikan manusia,
sehingga dalam simulasi nilai-nilainya akan diasumsikan sama dengan kondisi
sebelumnya. Sementara itu, harga minyak dunia, kurs rupiah, dan harga barang
konsumsi adalah peubah-peubah yang terkait langsung dengan asumsi ekonomi
makro dalam APBN. Harga minyak dunia sangat ditentukan oleh perkembangan
yang terjadi pada pasar minyak dunia, dan pemerintah Indonesia tidak punya
cukup kewenangan untuk mempengaruhinya. Oleh karena itu, simulasi kebijakan
yang dilakukan dalam penilitian ini berfokus pada perubahan yang terjadi pada
kurs rupiah dan harga barang konsumsi.
Sesuai risalah rapat Komisi XI DPR RI tanggal 26 Januari 2015, nilai
asumsi makro yang telah ditetapkan bersama oleh pemerintah dan DPR RI untuk
APBN 2015 adalah: inflasi (year on year) sebesar 5 persen, dan kurs rupiah Rp
12.500,- per USD. Sampai dengan Agustus 2015, inflasi (tahun kalender) sudah
mencapai 2.29 dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 121.73. Dengan
demikian kenaikan IHK pada empat bulan tersisa agar target inflasi dapat tercapai
adalah 0.805 poin tiap bulannya atau inflasi (month to month) sebesar 0.66 persen.
Nilai inflasi ini mencerminkan kenaikan harga-harga barang konsumsi secara
umum. Berbeda dengan nilai inflasi yang masih on track, nilai kurs rupiah terus
melemah, bahkan sejak Januari 2015 nilainya lebih dari Rp 12.500,- per USD.
Ramalan NTN tahun 2015 berdasarkan data aktual lama penyinaran
matahari, suhu, kurs rupiah, harga barang konsumsi dan harga minyak dunia
ditunjukkan oleh Gambar 8 di bawah ini:
22

Gambar 8 Nilai ramalan dan aktual NTN 2015

Berdasarkan model, kesejahteraan nelayan pada tahun 2015 diramalkan


terus meningkat sampai dengan bulan Juni dan setelahnya cenderung mengalami
penurunan. Kemudian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kurs rupiah
dan harga barang konsumsi terhadap NTN pada bulan-bulan berikutnya, simulasi
dilakukan dengan mengubah-ubah nilai keduanya dengan mengasumsikan faktor-
faktor lain tetap. Perubahan dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan nilai
kedua peubah terhadap nilai pada periode acuan. Periode acuan yang digunakan
dalam simulasi ini adalah Juli 2015. Kurs rupiah dan harga barang konsumsi pada
periode acuan ini berturut-turut adalah Rp 13.374,79/USD dan Rp 25.964,47
Tabel 8 di bawah ini menunjukkan nilai-nilai NTN hasil simulasi dengan
berbagai kemungkinan nilai kurs rupiah dan harga barang konsumsi. Perubahan
harga barang konsumsi terhadap bulan Juli 2015 secara tidak langsung
menunjukkan laju inflasi. Area yang berwarna gelap memperlihatkan NTN-NTN
yang lebih besar daripada NTN pada periode acuan. Kombinasi kurs rupiah dan
harga barang konsumsi pada area ini berarti nilai-nilai asumsi ekonomi makro
yang memberikan efek peningkatan kesejahteraan nelayan.
Hasil simulasi memperlihatkan bahwa kesejahteraan nelayan dipastikan
turun apabila terjadi kenaikan harga barang konsumsi (inflasi) lebih dari atau
sama dengan dua persen. Sementara itu, peningkatan kesejahteraan akan selalu
dicapai apabila terjadi penurunan harga lebih dari atau sama dengan dua persen.
Ketika kenaikan harga mencapai satu persen, kesejahteraan masih dapat
meningkat apabila pemerintah mampu memperkuat nilai rupiah sebesar 6 persen
atau senilai Rp 12.572.30 (mendekati nilai asumsi makro untuk kurs). Nilai rupiah
yang terus melemah dan diperkirakan menembus Rp 14.000,00/USD pada
September 2015 dapat diantisipasi dengan menurunkan harga barang konsumsi
sebesar satu persen. Semakin besar penurunan harga barang konsumsi dan
semakin kuat nilai rupiah akan semakin meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Tabel 8 NTN hasil simulasi menurut berbagai alternatif nilai kurs rupiah dan harga barang konsumsi
HARGA BARANG KONSUMSI (X8) (Nilai dalam Rp)
Perubahan Thd
-10% -9% -8% -7% -6% -5% -4% -3% -2% -1% Tetap (0%) 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
Juli 2015
Nilai 23368.02 23627.66 23887.31 24146.95 24406.60 24666.24 24925.89 25185.53 25445.18 25704.82 25964.47 26224.11 26483.75 26743.40 27003.04 27262.69 27522.33 27781.98 28041.62 28301.27 28560.91
-10% 12037.31 106.72 106.56 106.40 106.24 106.08 105.92 105.76 105.61 105.45 105.29 105.13 104.98 104.82 104.67 104.51 104.36 104.21 104.05 103.90 103.75 103.60
-9% 12171.06 106.69 106.53 106.37 106.21 106.05 105.90 105.74 105.58 105.42 105.26 105.11 104.95 104.80 104.64 104.49 104.33 104.18 104.03 103.87 103.72 103.57
-8% 12304.81 106.67 106.51 106.35 106.19 106.03 105.87 105.71 105.55 105.40 105.24 105.08 104.93 104.77 104.62 104.46 104.31 104.15 104.00 103.85 103.70 103.54
-7% 12438.55 106.64 106.48 106.32 106.16 106.00 105.84 105.68 105.53 105.37 105.21 105.06 104.90 104.74 104.59 104.44 104.28 104.13 103.98 103.82 103.67 103.52
-6% 12572.30 106.61 106.45 106.29 106.13 105.97 105.82 105.66 105.50 105.34 105.19 105.03 104.87 104.72 104.56 104.41 104.26 104.10 103.95 103.80 103.65 103.49
-5% 12706.05 106.59 106.43 106.27 106.11 105.95 105.79 105.63 105.47 105.32 105.16 105.00 104.85 104.69 104.54 104.38 104.23 104.08 103.92 103.77 103.62 103.47
-4% 12839.80 106.56 106.40 106.24 106.08 105.92 105.76 105.60 105.45 105.29 105.13 104.98 104.82 104.67 104.51 104.36 104.20 104.05 103.90 103.75 103.59 103.44
-3% 12973.55 106.53 106.37 106.21 106.05 105.89 105.74 105.58 105.42 105.26 105.11 104.95 104.80 104.64 104.49 104.33 104.18 104.03 103.87 103.72 103.57 103.42
-2% 13107.29 106.51 106.34 106.19 106.03 105.87 105.71 105.55 105.39 105.24 105.08 104.92 104.77 104.61 104.46 104.31 104.15 104.00 103.85 103.69 103.54 103.39
-1% 13241.04 106.48 106.32 106.16 106.00 105.84 105.68 105.52 105.37 105.21 105.05 104.90 104.74 104.59 104.43 104.28 104.13 103.97 103.82 103.67 103.52 103.37
Tetap (0%) 13374.79 106.45 106.29 106.13 105.97 105.81 105.66 105.50 105.34 105.18 105.03 104.87 104.72 104.56 104.41 104.25 104.10 103.95 103.80 103.64 103.49 103.34
1% 13508.54 106.42 106.26 106.10 105.95 105.79 105.63 105.47 105.31 105.16 105.00 104.85 104.69 104.54 104.38 104.23 104.07 103.92 103.77 103.62 103.47 103.32
2% 13642.29 106.40 106.24 106.08 105.92 105.76 105.60 105.44 105.29 105.13 104.98 104.82 104.66 104.51 104.36 104.20 104.05 103.90 103.74 103.59 103.44 103.29
3% 13776.03 106.37 106.21 106.05 105.89 105.73 105.58 105.42 105.26 105.10 104.95 104.79 104.64 104.48 104.33 104.18 104.02 103.87 103.72 103.57 103.42 103.27
4% 13909.78 106.34 106.18 106.02 105.87 105.71 105.55 105.39 105.24 105.08 104.92 104.77 104.61 104.46 104.30 104.15 104.00 103.85 103.69 103.54 103.39 103.24

KURS RUPIAH (X7) (Nilai dalam Rp/USD)


5% 14043.53 106.32 106.16 106.00 105.84 105.68 105.52 105.37 105.21 105.05 104.90 104.74 104.59 104.43 104.28 104.12 103.97 103.82 103.67 103.52 103.36 103.21
6% 14177.28 106.29 106.13 105.97 105.81 105.65 105.50 105.34 105.18 105.03 104.87 104.72 104.56 104.41 104.25 104.10 103.95 103.79 103.64 103.49 103.34 103.19
7% 14311.02 106.26 106.10 105.94 105.79 105.63 105.47 105.31 105.16 105.00 104.84 104.69 104.53 104.38 104.23 104.07 103.92 103.77 103.62 103.47 103.31 103.16
8% 14444.77 106.24 106.08 105.92 105.76 105.60 105.44 105.29 105.13 104.97 104.82 104.66 104.51 104.35 104.20 104.05 103.89 103.74 103.59 103.44 103.29 103.14
9% 14578.52 106.21 106.05 105.89 105.73 105.57 105.42 105.26 105.10 104.95 104.79 104.64 104.48 104.33 104.17 104.02 103.87 103.72 103.57 103.41 103.26 103.11
10% 14712.27 106.18 106.02 105.86 105.71 105.55 105.39 105.23 105.08 104.92 104.77 104.61 104.46 104.30 104.15 104.00 103.84 103.69 103.54 103.39 103.24 103.09

Keterangan: Periode acuan untuk simulasi adalah Bulan Juli 2015 dengan nilai kurs rupiah = Rp 13.374,79/USD, rata-rata geometrik harga barang konsumsi =
Rp 25.964,47 , dan NTN = 104.87
23
24

Simulasi dengan mengubah-ubah harga minyak dunia memang tidak


dilakukan secara khusus menjadi suatu skenario dalam penelitian ini. Akan tetapi
apabila terjadi penurunan harga minyak dunia, sementara faktor lain dianggap
tetap maka akan berpengaruh pada naiknya kesejahteraan nelayan, sebagaimana
ditunjukkan oleh hasil pada Lampiran 3. Dengan demikian, hasil simulasi
memperlihatkan bahwa kondisi asumsi ekonomi makro yang dapat meningkatkan
kesejahteraan nelayan di antaranya adalah menguatnya nilai rupiah, stabilnya
harga barang-barang konsumsi, dan menurunnya harga minyak dunia.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa model ekonomi yang mampu menghubungkan sisi produksi dan indikator-
indikator ekonomi makro dengan NTN adalah sebagaimana ditunjukkan oleh
persamaan-persamaan simultan yang diduga dengan metode 3SLS.
Metode pendugaan 3SLS memiliki keberartian model yang lebih baik
daripada metode 2SLS sehingga lebih cocok untuk menjelaskan pengaruh dan
hubungan antar peubah. Pendugaan dengan 2SLS dan 3SLS menghasilkan
persamaan simultan yang dapat memprediksi NTN dengan akurasi yang sama.
Prediksi NTN dengan kedua metode ini lebih sensitif terhadap pergerakan
produksi hasil penangkapan ikan daripada NTN aktual yang ada.
Indikator ekonomi makro yang mempengaruhi NTN secara nyata adalah
harga minyak dunia, kurs rupiah, dan harga barang konsumsi. Kondisi asumsi
makro ekonomi ideal yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan
adalah: turunnya harga minyak dunia, menguatnya nilai rupiah terhadap USD, dan
terjaganya stablitas harga barang konsumsi.

Saran

Penelitian selanjutmya perlu menyempurnakan spesifikasi model agar


diperoleh hubungan yang lebih komprehensif dan terbebas dari pelanggaran
asumsi. Pemodelan berbasis differencing/pertumbuhan dari peubah-peubah yang
ada perlu dilakukan. Kemudian, meskipun model yang diperoleh mampu
menghasilkan prediksi NTN yang lebih sensitif terhadap pergerakan produksi,
model ini masih dibangun berdasar data NTN yang volume produksi/konsumsi
nelayannya mengacu pada tahun dasar. Untuk itu, sangat diharapkan kepada para
pemangku kepentingan seperti BPS, Bappenas, dan Kementerian Kelautan dan
Perikanan untuk dapat terus mengembangkan metodologi penghitungan NTN
yang lebih mampu menggambarkan kesejahteraan nelayan sesungguhnya.
Aplikasi kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk membantu
memperbaiki NTN adalah dengan strategi pengendalian valuta asing dan harga
barang konsumsi yang tepat. Penguatan nilai rupiah dan penurunan harga barang
25

konsumsi dapat menaikkan NTN yang berujung pada perbaikan kesejahteraan


nelayan.

DAFTAR PUSTAKA
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Analisis Nilai
Tukar Petani (NTP) Sebagai Bahan Penyusunan RJMN Tahun 2015-2019.
Jakarta (ID): Bappenas.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Nilai Tukar Petani 2013. Jakarta (ID):
BPS.
Colman D. 2009. Agricultures Terms of Trade: Issues and implications.
Presidential Address prepared for the27th Conference of the International
Association of Agricultural Economists, Beijing, China. [diunduh 2015 Mar
25]. Tersedia pada: http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/53200/2/Colman
%20FINAL.pdf.
Elyerviana A. 2011. Variabilitas spasial dan temporal kecepatan arus dan angin
serta kaitannya dengan hasil tangkapan di perairan Laut Flores
menggunakan data tahun 2009 [Skripsi]. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin.
Greene WH. 2003. Econometrics Analysis (5th Ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics (4th Ed.). New York: McGrawHill
Companies.
Ispahdianto D. 2012. Pengaruh angin dan gelombang terhadap hasil tangkapan
laut di Selat Jawa. [diunduh 2015 Mar 25]. Tersedia pada: http://dwi
perikanan.blogspot.com/2012/11/pengaruh-angin-dan-gelombang-
terhadap.html.
Nadapdap B. 1990. Studi simulasi model persamaan simultan untuk
makroekonomi dengan beberapa metode pendugaan [Tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Seddighi HR, Lawler KA, Katos AV. 2000. Econometrics A Practical Approach.
London (GB): Routledge.
Sofia LA. 2010. Analisis faktor produksi usaha perikanan jaring insang di
Kabupaten Tanah Laut. Ziraaah, 28(2): 99-108.
Undang-undang No. 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2014 (ID).
Undang-undang No. 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2015 (ID).
26

Lampiran 1 Eksplorasi peubah berdasarkan ACF, PACF, dan CCF

FUNGSI PRODUKSI

Cross Correlation Function for Y1, X1 Cross Correlation Function for Y1, X2

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
Cross Correlation

Cross Correlation
0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15 -15 -10 -5 0 5 10 15


Lag Lag

a. Plot CCF antara produksi dan b. Plot CCF antara produksi dan
kecepatan angin curah hujan

Cross Correlation Function for Y1, X3 Cross Correlation Function for Y1, X4

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
Cross Correlation

Cross Correlation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15 -15 -10 -5 0 5 10 15


Lag Lag

c. Plot CCF antara produksi dan lama d. Plot CCF antara produksi dan
penyinaran matahari suhu

FUNGSI BBM

Autocorrelation Function for Y2 Partial Autocorrelation Function for Y2


(with 5% significance limits for the autocorrelations) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
Partial Autocorrelation

0.4 0.4
Autocorrelation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 40 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Lag Lag

e. Plot ACF untuk harga BBM dalam f. Plot PACF untuk harga BBM
negeri (DN) dalam negeri (DN)
27

Cross Correlation Function for Y2, X5 Cross Correlation Function for Y2, X6

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
Cross Correlation

Cross Correlation
0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15 -15 -10 -5 0 5 10 15


Lag Lag

g. Plot CCF antara harga BBM DN h. Plot CCF antara harga BBM DN
dan produksi minyak bumi dan harga minyak dunia

Cross Correlation Function for Y2, X7

1.0
0.8
0.6
0.4
Cross Correlation

0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15
Lag

i. Plot CCF antara harga BBM DN


dan kurs rupiah

FUNGSI INFLASI

Autocorrelation Function for Y3 Partial Autocorrelation Function for Y3


(with 5% significance limits for the autocorrelations) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
Partial Autocorrelation

0.4 0.4
Autocorrelation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 40 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Lag Lag

j. Plot ACF untuk inflasi k. Plot PACF untuk inflasi

Cross Correlation Function for Y3, X5 Cross Correlation Function for Y3, X6

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
Cross Correlation

Cross Correlation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15 -15 -10 -5 0 5 10 15


Lag Lag

l. Plot CCF antara inflasi dan m. Plot CCF antara inflasi dan harga
28

produksi minyak bumi minyak dunia

Cross Correlation Function for Y3, X7 Cross Correlation Function for Y3, X8

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
Cross Correlation

Cross Correlation
0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15 -15 -10 -5 0 5 10 15


Lag Lag

n. Plot CCF antara inflasi dan kurs o. Plot CCF antara inflasi dan harga
rupiah barang konsumsi

Cross Correlation Function for Y3, Y2

1.0
0.8
0.6
0.4
Cross Correlation

0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15
Lag

p. Plot CCF antara inflasi dan harga


BBM DN

FUNGSI HARGA PRODUKSI

Autocorrelation Function for Y4 Partial Autocorrelation Function for Y4


(with 5% significance limits for the autocorrelations) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
Partial Autocorrelation

0.4 0.4
Autocorrelation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 40 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Lag Lag

q. Plot ACF untuk harga produksi r. Plot ACF untuk harga produksi
hasil perikanan hasil perikanan
29

FUNGSI INDEKS UPAH

Autocorrelation Function for Y5 Partial Autocorrelation Function for Y5


(with 5% significance limits for the autocorrelations) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6

Partial Autocorrelation
0.4 0.4
Autocorrelation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 40 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Lag Lag

s. Plot ACF untuk indeks upah buruh t. Plot PACF untuk indeks upah
buruh

Cross Correlation Function for Y5, Y1 Cross Correlation Function for Y5, Y2

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
0.4 0.4
Cross Correlation

Cross Correlation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15 -15 -10 -5 0 5 10 15


Lag Lag

u. Plot CCF antara indeks upah buruh v. Plot CCF antara indeks upah
dan produksi buruh dan harga BBM DN

Cross Correlation Function for Y5, Y3

1.0
0.8
0.6
0.4
Cross Correlation

0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0

-15 -10 -5 0 5 10 15
Lag

w. Plot CCF antara indeks upah buruh


dan inflasi
30

FUNGSI IT

Autocorrelation Function for Y6 Partial Autocorrelation Function for Y6


(with 5% significance limits for the autocorrelations) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6

Partial Autocorrelation
0.4 0.4
Autocorrelation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 40 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Lag Lag

x. Plot ACF untuk indeks yang y. Plot PACF untuk indeks yang
diterima nelayan diterima nelayan

FUNGSI IB

Autocorrelation Function for Y7 Partial Autocorrelation Function for Y7


(with 5% significance limits for the autocorrelations) (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

1.0 1.0
0.8 0.8
0.6 0.6
Partial Autocorrelation

0.4 0.4
Autocorrelation

0.2 0.2
0.0 0.0
-0.2 -0.2
-0.4 -0.4
-0.6 -0.6
-0.8 -0.8
-1.0 -1.0

1 5 10 15 20 25 30 35 40 1 5 10 15 20 25 30 35 40
Lag Lag

z. Plot ACF untuk indeks yang aa. Plot PACF untuk indeks yang
dibayar nelayan dibayar nelayan
31

Lampiran 2 Analisis ragam (ANOVA) untuk metode pendugaan 2SLS

Model/ Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah


Sumber Keragaman F Pr > F
Persamaan bebas (Sum of Squares) (Mean Square)
Produksi (Y1) Model 3 1.80E+11 5.99E+10 43.48 <.0001
Galat 62 8.54E+10 1.38E+09
Total terkoreksi 65 2.65E+11
Harga BBM Model 4 22402094 5600524 250.7 <.0001
DN (Y2)
Galat 61 1362717 22339.62
Total terkoreksi 65 23764811
Inflasi (Y3) Model 4 7.514843 1.878711 9.38 <.0001
Galat 61 12.21262 0.200207
Total terkoreksi 65 19.72746
Harga produksi Model 3 1.65E+08 55063940 489.78 <.0001
hasil perikanan
Galat 62 760386.2 12264.29
(Y4)
Total terkoreksi 65 1.66E+08
Indeks Upah Model 3 210.4815 70.1605 208.49 <.0001
Buruh (Y5)
Galat 62 1.96965 0.031769
Total terkoreksi 65 212.3806
Indeks yang Model 1 3492.4 3492.4 819.03 <.0001
diterima nelayan
Galat 64 79.2874 1.238866
(Y6)
Total terkoreksi 65 3569.416
Indeks yang Model 3 2666.967 888.9891 52.42 <.0001
dibayar nelayan
Galat 62 18.05691 0.29124
(Y7)
Total terkoreksi 65 2688.772
32

Lampiran 3 Simulasi kebijakan menurut pergerakan harga minyak dunia

Bulan X6 X7 X8 Y8
2015 Jan 47.76 12579.1 25416.87 102.3207
Feb 58.1 12749.84 25325.37 103.0294
Mar 55.89 13066.82 25368.43 103.6265
Apr 59.52 12947.76 25459.75 104.3996
Mei 64.08 13140.53 25587.05 104.8787
Jun 61.48 13313.24 25725.22 105.0076
Jul 56.56 13374.79 25964.47 104.8721
Ags 53* 12500* 26065.73 105.0396
Sep 50* 12500* 26237.76 105.2742
Keterangan: * = diasumsikan
33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 13 Juni 1982


sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Hertanto dan Ibu Yekti
Ambarkahi. Pada tahun 2000 penulis menempuh pendidikan di
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, pada Jurusan Statistika
Ekonomi, dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan pada
tahun 2004. Saat ini penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil
pada kantor pusat Badan Pusat Statistik di Jakarta.
Kesempatan untuk melanjutkan program magister (S2) pada Program
Studi Statistika Terapan, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2013
melalui program Beasiswa APBN Badan Pusat Statistik.

Anda mungkin juga menyukai