Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Robekan perineum adalah robekan yang terjadi pada jalan lahir maupun karena
episiotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi pada hampir semua
primipara.

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus diperhatikan yaitu
sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal
dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma dan robekan jalan lahir yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah vena.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah suatu proses terdiri dari kontraksi uterus yang efektif dan teratur
sehingga menyebabkan pendataran dan pembukaan serviks. Dari proses ini akan
menyebabkan pengeluaran hasil konsepsi berupa janin dan plasenta dari uterus secara
pervaginam.

2.2 Jenis Persalinan

Jenis persalinan dibagi menjadi :

a. Persalinan normal adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan
dengan janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yan di susul dengan
pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu
kurang dari 24 jam tanpa tindakan atau pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.
b. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat
maupun melalui dinding perut dengan operasi caesarea.

2.3 Faktor Penting Persalinan

Faktor penting dalam persalinan :

1. Power adalah faktor kekuatan ibu yang mempengaruhi dalam persalinan


i. His (kontraksi uterus)
ii. Kontraksi otot dinding perut
iii. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengedan
iv. Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum
v. Efektivitas kekuatan mendorong dan lama persalinan
2. Passanger adalah janin
i. Letak janin
ii. Posisi janin
iii. Presentasi janin dan letak plasenta
3. Passage adalah jalan lahir
i. Ukuran panggul
ii. Kemampuan serviks untuk membuka
iii. Kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk memanjang
2.4 Fisiologi Persalinan

Tanda-tanda masuknya persalinan (inpartu) adalah timbulnya rasa sakit oleh


adanya his yang datang lebih kuat, sering, teratur, dan keluar lendir bercampur darah
karena robekan pada serviks, ketuban pecah dengan sendirinya dan pada pemeriksaan
dalam serviks telah ada dan sudah terdapat pembukaan.

Terdapat 4 kala dalam persalinan :

1. Kala 1 dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) hingga pembukaan serviks lengkap 10 cm, pada kala
1 terdapat dua fase :
Fase laten dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap, berlangsung hingga serviks membuka
< 4cm, dan berlangsung hampir 8 jam
Fase aktif dimulai ketika frekuensi dan lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap, kontraksi dianggap adekuat jika terjadi > 3x
dalam waktu 10 menit dengan durasi 40 detik, kemudian dari pembukaan
4 cm hingga 10 cm akan terjadi dengan kecepatan rata-rata : primigravida
(1cm/jam) dan multigravida (>1 hingga 2 cm/jam), dan terjadinya
penurunan bagian terbawah janin
2. Kala 2 dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin
sudah lahir. Pada proses ini his terkoodinir, kuat, cepat dan lebih lama, 2-3 menit
sekali, kemudian kepala janin telah turun masuk ke ruang panggul sehingga
terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa
ingin mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu merasa ingin buang air besar
dengan tanda anus terbuka. Pada saat his kepala janin mulai terlihat, vulva
membuka dan perineum meregang. Dengan his dan mengedan yang terpimpin
akan lahir kepala dan diikuti seluruh badan janin.
3. Kala 3 dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan
selaput ketuban. Setelah bayi lahir, miometrium berkontraksi mengikuti
penyusutan volume rongga uterus setelah bayi lahir, penyusutan ukuran ini
menyebabkan berkurangnya ukuran pelekatan plasenta karena tempat pelekatan
menjadi semakin kecil sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta
akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
4. Kala 4 dimulai dengan observasi saat plasenta lahir 2 jam pertama post partum.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada kala 4 ini adalah : kontraksi
uterus harus baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genital lainnya,
plasenta dan selaput ketuban harus lahir lengkap, kandung kemih harus kosong,
luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik, bayi dan ibu dalam keadaan
baik.
2.5 Mekanisme Persalinan

Seven cardinal movement

1. Engagement
Mekanisme ketika biperietal-diameter trasversal terbesar pada presentasi oksiput-
melewati apertuna pelvis superior disebut engagement. Kepala janin dapat
mengalami engage selama berapa minggu terakhir kehamilan atau tidak
mengalami engage hungga setelah permulaan persalinan. Pada banyak perempuan
multipara dan beberapa perempuan nultipa, kepala janin bergerak bebas di atas
apertuna pelvis superior saat awitan persalinan. Pada keadaan ini, kepala kadang-
kadang di sebut mengembang (floating). Kepala berukuran normal biasanya tidak
mengalami engage dengan sutura sagitalis yang mengarah anteroposterior.
Namun, kepala janin biasanya memasuki apertura pelvis superior baik secara
transversal atau oblik.
2. Desensus
Gerakan ini merupakan persyaratan pertama melahirkan neonates. Pada nulipara,
engagement dapat berlangsung sebelum awitan persalinan, dan pada prosess
desensus selanjutnya dapat tidak terjadi hingga awitan kala dua. Pada perempuan
multipara, desensus biasanya dimulai dengan proses engagement. Desensus
ditimbulkan oleh satu atau beberapa dari empat kekuatan : 1. Tekanan cairan
amnion, 2. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi, 3. Tekanan ke
bawah otot-otot abdomen maternal, 4. Ekstensi dan pelurusan tubuh janin.
3. Fleksi
Segera setelah kepala yang desensus mengalami hambatan, baik dari serviks,
dinding pelvis, atau dasar pelvis, normalnya kemudian terjadi fleksi kepala. Pada
gerakan ini, dagu mengalami kontak lebih dekat dengan dada janin, dan diameter
suboksipitobregmatikum yang lebih pendek menggantikan diameter
oksipitofrontalis yang lebih panjang.
4. Rotasi Internal
Gerakan ini terdiri dari perputaran kepala sedemikian rupa sehingga oksiput
secara bertahap bergerak ke arah simfisis pubis di bagian anterior dari posisi awal
atau yang lebih jarang, kearah posterior menuju lengkung sakrum. Rotasi internal
penting untuk penuntasan persalinan, kecuali bila ukuran janin abnormal kecil.
5. Ekstensi
Setelah rotasi internal, kepala yang berada pada posisi fleksi maksimal mencapai
vulva dan mengalami ekstensi. Jika kepala yang mengalami fleksi maksimal, saat
mencapai dasar pelvis, tidak mengalami ekstensi tetapi melanjutkan berjalan
turun, dapat merusak bagian posterior perineum dan akhirnya tertahan oleh
jaringan perineum. Namun, ketika kepala menekan dasar pelvis, terdapat dua
kekuatan. Kekuatan pertama, ditimbulkan oleh uterus, bekerja lebih kea rah
posterior, dan kekuatan kedua ditimbulkan oleh daya resistensi dasar pelvis dan
simfisis, bekerja lebih kea rah anterior. Vektor resultan terarah pada pembukaan
vulva, sehingga menimbulkan ekstensi kepala. Keadaan ini menyebabkan dasar
oksiput berkontak langsung dengan batas inferior simfisis pubis.
Dengan distensi progresif perineum dan pembukaan vagina, bagian oksiput
perlahan-lahan akan semakin terlihat. Kepala lahir dengan urutan oksiput,
bregma, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu melewati tepi anterior perineum.
Segera setelah lahir, kepala menghadap ke arah bawah sehingga dagu terletak di
atas anus maternal.
6. Rotasi eksternal
Setelah kepala lahir, dilakukan resusitasi. Jika pada awalnya terarah ke kiri,
oksiput berotasi menuju tuber iskiadium kiri. Jika awalnya terarah ke kanan,
oksiput berotasi ke kanan. Resusitasi kepala ke oblik di ikuti dengan penyelesaian
rotasi eksternal ke posisi transversal. Gerakan ini sesuai dengan rotasi tubuh janin
dan membuat diameter bisakrominal berkolerasi dengan diameter anteroposterior
aperture pelvis inferior. Sehingga, salah satu bahu terletak anterior di belakang
simfisis pubis, sehingga bahu lainnya terletak di posterior. Gerakan ini tampaknya
ditimbulkan oleh faktor pelvis yang sama dengan terjadinya rotasi internal kepala.
7. Ekspulsi
Hampir segera setelah rotasi eksternal, bahu anterior terlihat dibawah simfisis
pubis, dan peritoneum segera setelah terdistensi oleh bahu posterior. Setelah
pelahiran bahu, bagian tubuh lainnya dengan cepat.

2.6 Definisi Rupture Perineum

Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir secara secara spontan
maupun menggunakan alat atau tindakan

2.7 Faktor Penyebab Rupture Perineum

1. Posisi persalinan
a. Posisi setengah duduk
Posisi setengah duduk dapat dilakukan selama kala I dan kala II, yaitu
dengan cara wanita duduk dengan tubuh membentuk sudut lebih dari 45o
terhadap tempat tidur
Keuntungan : lebih mudah dilakukan oleh ibu, lebih mudah bagi penolong
persalinan untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan mengamati atau
menyangga perineum
Kerugian : tekanan terhadap tulang sakrum dan koksigis dapat
mengganggu gerakan sendi panggul.
Indikasi : kemajuan persalinan baik dan wanita ingin beristirahat, ketika
anestesia telah diberikan sebelum dilakukan episiotomi.
Kontra indikasi : pada janin posisi oksiput posterior dan
dalam keadaan gawat.
b. Posisi berbaring miring
Posisi berbaring miring ini bisa dilakukan sepanjang kala I dan kala II
dengan cara berbaring miring, kedua pinggul dan lutut dalam keadaan
fleksi, diantara kaki ditempatkan sebuah bantal atau kaki atasnya diangkat
atau disokong
Keuntungan: memungkinkan wanita yang lelah untuk beristirahat, dapat
mengurangi hemoroid, dapat mengatasi masalah detak jantung janin,
menghindarkan dari tekanan terhadap tulang sakrum, mencegah laserasi
perineum
Indikasi: selama persalinan terus mengalami kemajuan dengan baik dan
wanita menginginkan posisi tersebut, ketika wanita lelah, pada kala II,
ketika hemoroid terasa nyeri pada posisi lain
Kontra indikasi: mengurangi rasa nyeri, namun jika posisi ini
meningkatkan kemajuan persalinan wanita mungkin bersedia mencoba
posisi tersebut, membantu penurunan terutama jika kala II menjadi lambat,
saat wanita telah berbaring miring selama lebih dari 1 jam tanpa ada
kemajuan
c. Posisi litotomi berlebih
Bisa dilakukan selama kala II yaitu dengan cara wanita berbaring datar
dengan punggung atau bantal di bawah kepala, kaki abduksi dan lutut
ditarik ke arah bahu oleh wanita sendiri atau orang lain dengan masing-
masing menarik satu kaki ke arah bahu wanita.
Kerugian: dapat menyebabkan hipotensi supine yang mengakibatkan
pengurangan masukan oksigen ke janin, posisi ini menyebabkan derajat
ruptur perineum semakin besar.
Indikasi: ketika posisi berbaring miring untuk memperluas
diameter panggul tetapi janin masih terperangkap di panggul, sebelum
dilakukan ekstrasi vakum atau forsep.
Kontra indikasi posisi litotomi berlebih ini adalah jika posisi lain belum
pernah dicoba.
2. Cara meneran
a. Cara meneran yang dilakukan ibu bersalin
1) Ibu bersalin berbaring dengan merangkul kedua paha sampai batas
siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagu mendekati dada dan ibu
dapat melihat perutnya.
2) Ibu bersalin berbaring miring ke kiri atau ke kanan tergantung pada
letak punggung anak. Satu kaki dirangkul ke atas, kaki lain tetap lurus.
Posisi inidilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna.
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memimpin meneran
1) Apabila pembukaan lengkap, pimpin ibu meneran dan apabila timbul
dorongan spontan untuk melakukannya.
2) Beristirahat diantara kontraksi
3) Berikan posisi yang nyaman bagi ibu
4) Pantau kondisi janin
5) Bila ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, anjurkan bernafas
cepat atau biasa, atur posisi agar nyaman, upayakan tidak meneran
hingga pembukaan lengkap.
6) Bila pembukaan sudah lengkap tetapi ibu tidak ingin meneran,
anjurkan untuk mobilisasi
7) Bila kontraksi kuat tetapi ibu tidak ingin meneran,setelah 60 menit dari
pembukaan lengkap, pimpin untuk meneran saat puncak kontraksi
c. Batas waktu untuk meneran primipara dan multipara
Batas waktu meneran untuk primipara adalah 120 menit sedangkan untuk
multipara adalah 60 menit. Jika bayi belum lahir dalam waktu tersebut
segera lakukan rujukan.
3. Pimpinan persalinan
Pada kala II bila pembukaan servik sudah lengkap dengan kepala janin sudah
masuk dalam ruang panggul. His lebih sering dan merupakan tenaga pendorong
janin, ibu dipimpin meneran pada waktu ada his. Bila kepala janin sudah sampai
di dasar panggul, vulva mulai membuka, rambut kepala janin mulai tampak.
Perineum dan anus mulai meregang. Pada saat ini perineum bila tidak ditahan
akan robek terutama pada ibu primipara. Perineum ditahan dengan jari tangan
kanan menggunakan kasa steril. Ketika kepala janin akan melakukan defleksi
dengan suboksiput di bawah simpisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri
menahan bagian belakang kepala agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat
sehingga rupture perineum dapat dihindarkan.
4. Berat Badan Bayi Baru Lahir
a. Pengertian
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama
kelahiran. Semakin besar bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko
terjadinya rupture perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir
memiliki bobot lebih dari 4000 gram. Robekan perineum terjadi pada
kelahiran dengan berat badan bayi baru lahir yang besar. Hal ini terjadi
karena semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum karena perineum tidak
cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat badan bayi yang
besar sehingga pada proses kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir
yang besar sering terjadi ruptur perinuem. Kelebihan berat badan dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ibu menderita Diabetes Melitus,
ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi besar. Faktor genetik,
pengaruh kecukupan gizi dan bukan kehamilan pertama. Berat bayi baru
lahir normal adalah sekitar 2.500 sampai 4000 gram.
b. Klasifikasi berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran sebagai berikut:
1) Bayi besar adalah bayi lebih 4000 gram
2) Bayi cukup adalah bayi berat badan lebih 2500 sampai 4000 gram
3) Bayi berat lahir rendah adalah bayi berat badan 1500 sampai 2500
gram
4) Bayi berat sangat rendah sekali adalah bayi dengan
2.8 Klasifikasi Rupture Perineum
a. Robekan derajat pertama
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit perineum
tepat dibawahnya.
Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat dilakukan
sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus
dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu
palasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan
pembersihan luka dengan cairan anti septik dan luas robekan ditentukan dengan
seksama.
b. Robekan derajat dua
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali
musculus perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak
mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas disepanjang mukosa
vaginadan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkanluka laserasi yang
berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apexpada
vagina dan apex lainnya didekat rectum
Pada robekan perineumderajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot difragma
urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan kemudian luka pada vagina
dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan
dibawahnya
c. Robekan derajat tiga
Robekanderajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus transverses
perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga yang robek
hanyalah spinter recti; pada robekan yang total, spinter recti terpotong dan laserasi
meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak yang bervariasi. Sebagaian
penulis lebih senang menyebutkan keadaan ini sebagai robekan derajat keempat.
Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula
dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan
muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan
penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua. Untuk
mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu diadakan
penanganan pasca pembedahan yang sempurna.
d. Robekan derajat empat
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior.
Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah dengan
anastesi regional atau umum secara adekuat untuk mencapai relaksasi sfingter dan
robekan derajat ketiga dan keempat, khususnya jika rumit, hanya boleh
diperbaikioleh profesional berpengalaman seperti ahli bedah kolorektum, dan
harus ditindak-lanjuti hingga 12 bulan setelah kelahiran.
2.9 Etiologi Rupture Perineum
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:
a. Kepala janin terlalu cepat
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Sebelumya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d. Pada persalianan dengan distosia bahu
e. Presentasi dahi,muka
f. Primipara
g. Letak sungsang
h. Pada obstetri dan embriotomi: ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan
embriotomi
Robekan perineum berkaitan dengan kelahiran primipara, kala dua persalinan yang
lama, arcus pubis yang sempit, posisi kepala yang kurang fleksi dan oksipital posterior,
presipitasi persalinan,bayi besar (lebih dari 4000 g), distosia bahu, kelahiran pervaginam
dengan bantuan misalnya forcep.
3.0 Tanda-tanda Robekan Perineum
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan
jalan lahir.
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar yang
mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal. Gejala
yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan menggigil.
Ciri khas nya adalah :
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus
setelah massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan
tidak berkurang. Dalam hal apapun, robekan jalan lahir harus dapat
diminimalkan karena tak jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini
menimbulkan akibat ynag fatal seperti terjadinya syok.
c. Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi
perlukaan jalan lahir.
3.1

Anda mungkin juga menyukai