Anda di halaman 1dari 10

BRONKOPNEUMONIA

Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus /


bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang
lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat.
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing.

Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di
Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar
180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti
menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :


Faktor Infeksi
Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,Cytomegalovirus.
Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Pada anak besar dewasa muda :
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon
seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
latoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan
seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi
bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .

Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi
energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik

Patogenesis

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
:Inhalasi langsung dari udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya
tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri
dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang
meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel
epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret
yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim
enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non
spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :

A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada


respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.

Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu


alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium
ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

D. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu


respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gejala klinik

Dikenal 3 tanda khas pneumonia (trias pneumonia) yaitu : dyspnea, pernapasan


cuping hidung dan adanya retraksi .

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+),


sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat
pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan
mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah


yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang
meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi
ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
antara 2-3 minggu.
Pemeriksaan penunjang

a Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan


pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
b. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun
c. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat
ditemukan pada 1 atau beberapa lobus, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
d. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis metabolik.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk menentukan/
mencari etiologi. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati.
f. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus,
kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
g. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
h. LED : meningkat
i. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar);
tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
j. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
k. Bilirubin : mungkin meningkat
l. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik.

Gambaran bronkopneumonia pada foto Rontgen thorax (tegak)


Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang


sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang.
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena


pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :

Bronkopneumonia sangat berat :


Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah
sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

Bukan termasuk bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri

Diagnosis banding

- Bronkopneumonia yang disebabkan bakteri, virus, jamur, virus dan bakteri


- Bronkiolitis
Pada bronkiolitis tidak ada kenaikan suhu yang berarti/ subfebril, disertai wheezing,
pada pemeriksaan laboratorium darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan
asidosis metabolik atau respiratoar dan pada usapan nasofaring menunjukkan flora normal.

Penatalaksanaan

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini
tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:

a. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari atau


diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini
diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan
Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
c. Pemberian analgetik, antipiretik bila perlu ( parasetamol 3x 0,6 ml )
d. Pengencer dahak dapat diberikan untuk mengurangi sesak ( glyceryl guaiyacolate 25 mg
3x/hari 1 cth )
c. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang makan dapat
diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.
d. Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit

Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan


penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia.

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga,
dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus (vaksin IPD)
2. Vaksinasi H. Influenza (vaksin Hib)
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

IPD adalah sekelompok penyakit seperti radang paru (pneumonia), radang selaput
otak (meningitis) dan infeksi darah (bakteremia) yang penyebab utamanya adalah
Streptococcus pneumoniae.
Dosis 1 saat berusia 2 bulan, dosis 2 saat berusia 4 bulan, dosis 3 saat berusia 6 bulan
dan yang terakhir saat berusia 12 sampai 15 bulan. Bagi yang terlambat tetap bisa
divaksinasi, jika berusia 7 sampai 11 bulan diberikan 3 dosis, 12 sampai 23 bulan diberikan 2
dosis dan lebih dari 24 bulan hingga 9 tahun diberikan 1 dosis.

Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3, Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1997

Behrman R.E, Vaughan V.C, Nelson, Ilmu Kesehatan Anak , jilid 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1992

Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, jilid 2, Penerbit Media
Aesculapsius FK UI, Jakarta, 2000

Said Mardjanis, Pneumonia dan Bronkiolitis pada Anak, Penerbit FKUI Jakarta, 1995
CASE

BRONKOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH :
Miekael Saptadinata ( 0115082)

PEMBIMBING :
Dr. Bambang H, Sp. A., M.kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UKM
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2013

Anda mungkin juga menyukai