Definisi
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.(1)
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di
Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar
180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti
menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
Etiologi
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak, malnutrisi
energy protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi
- Pneumonia hipostatik
Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
:Inhalasi langsung dari udaraAspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen Mekanisme daya
tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri
dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang
meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel
epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret
yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim
enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non
spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan
gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium
ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Gejala klinik
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosis banding
Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini
tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek
diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:
Pencegahan
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga,
dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
1. Vaksinasi Pneumokokus (vaksin IPD)
2. Vaksinasi H. Influenza (vaksin Hib)
3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
IPD adalah sekelompok penyakit seperti radang paru (pneumonia), radang selaput
otak (meningitis) dan infeksi darah (bakteremia) yang penyebab utamanya adalah
Streptococcus pneumoniae.
Dosis 1 saat berusia 2 bulan, dosis 2 saat berusia 4 bulan, dosis 3 saat berusia 6 bulan
dan yang terakhir saat berusia 12 sampai 15 bulan. Bagi yang terlambat tetap bisa
divaksinasi, jika berusia 7 sampai 11 bulan diberikan 3 dosis, 12 sampai 23 bulan diberikan 2
dosis dan lebih dari 24 bulan hingga 9 tahun diberikan 1 dosis.
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid 3, Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1997
Behrman R.E, Vaughan V.C, Nelson, Ilmu Kesehatan Anak , jilid 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1992
Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, jilid 2, Penerbit Media
Aesculapsius FK UI, Jakarta, 2000
Said Mardjanis, Pneumonia dan Bronkiolitis pada Anak, Penerbit FKUI Jakarta, 1995
CASE
BRONKOPNEUMONIA
DISUSUN OLEH :
Miekael Saptadinata ( 0115082)
PEMBIMBING :
Dr. Bambang H, Sp. A., M.kes