Presented by:
Ditha Eka SArtika
0515153
Counselor:
dr. Christianus W.H Msi.Med.SpA
DEPARTMENT OF PEDIATRIC
MEDICAL FACULTY
MARANATHA CHRISTIAN UNIVERSITY
BANDUNG
2013
1
I. IDENTITAS PENDERITA
2
II. ANAMNESIS
3
Usaha berobat: Pasien dibawa ke Klinik Astana Anyar dan dirujuk untuk rawat
inap di Rumah Sakit Immanuel.
Susunan Keluarga
Riwayat Immunisasi
4
4. Hep B 0 bln - - - - - 9. Cacar air -
5. Campak - - - -
Makanan
Penyakit Dahulu
Penyakit Keluarga
5
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan sakit penderita : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Posisi serta aktivitas : tidak ada letak paksa
Penampilan umum : Mental: normal
Fisik : normal
3. Pengukuran
Umur : 18 hari
Berat badan : 3,6 kg
Panjang/tinggi badan : 51 cm
(91,01 % standar BB/U)
(96,10 % standar TB/U)
(101,23 % standar BB/TB)
Status gizi : Baik (standard BB/TB menurut NCHS)
Lingkar kepala : 37 cm
Lingkar dada : 36 cm
Lingkar perut : 38 cm
Lingkar lengan atas : 11 cm
Tes Rumple Leede : Tidak dilakukan
6
4. Pemeriksaan sistematik
4.4 Dada
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris kanan = kiri
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan = kiri
Perkusi : sonor, dullness -, efusi pleura
Auskultasi : VBS + / + normal, ronchi - / -, wheezing - / -
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V kiri, 1 jari medial linea
midclavicularis kiri, thrill
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : BJM, reguler, murmur -
7
4.5. Perut
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus + normal
Palpasi : datar, soepel, nyeri tekan - , H/L dalam batas normal
Perkusi : timpani, dullness - , asites - , ruang Traube kosong
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
MCV 87 fl 80-100
MCH 29 pg/ml 20-34
MCHC 33 g /dl 32-36
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1
Eosinofil 2 2-5
Netrofil Stab 0 0-8
Neutrofil segmen 47 17-60
Limfosit 44 20-70
Monosit 7 1-10
Kimia
Natrium 137 135-147
Kalium 5 135-147
Calcium 8.3 8-11
GDS 77 50-80
9
Urine : tidak dilakukan
Tinja : tidak dilakukan
Rontgen : tidak dilakukan
Hb 14.4 g / dl 15.2-23.6
Ht 43.5 % 44-82
Leukosit 14200 / mm3 6000-22000
Trombosit 5000 / mm3 200.000-550.000
Eritrosit 4,9 juta 4- 6.8 juta
MCV 88 fl 80-100
MCH 29 pg/ml 20-34
MCHC 33 g /dl 32-36
Hitung Jenis
Basofil 0.8 0-1
Eosinofil 0.8 1-5
Netrofil Stab 0 0-8
Neutrofil segmen 40.7 17-60
Limfosit 39.9 20-70
Monosit 17.8 1-10
ITP 9.2-33.1
TTP 11.2-30.9
10
Darah (3 Juli 2013 pk. 09.00)
Hb 12.8 g / dl 12.7-18,7
Ht 35.1 % 44-82
Leukosit 7400 / mm3 6000-22000
Trombosit 1200 / mm3 200.000-550.000
Eritrosit 4.1 juta 4- 6.8 juta
MCV 86 fl 80-100
MCH 29 pg/ml 20-34
MCHC 34 g /dl 32-36
11
Pemeriksaan CT SCAN tanggal 1 Juli 2013
Dilakukan CT scan kepala tanpa kontras potongan axial dengan ketebalan 4-8 dari
basis ke vertex
- Bayangan hipodens di parenkim otak serta lesi hipodens irreguler di fronto
tempolateral kanan dan kiri HU = 18.2
- Fissura sylvii dalam batas normal, cysterna ambivens dan basalis normal.
Ventrikel lateral kanan dan kiri serta III ukuran tidak melebar
- Tidak tampak midline shift . Cerebellum dan pons batang otak tidak tampak
kelainan. Jaringan ekstra kalvarium tampak pembengkakan jaringan lunak di
daerah parieto occipital kanan dan tulang kalvarium tidak tampak kelainan.
Kesan : CT scan kepala terlihat suspect gambaran oedem pada parenkhimal otak.
Curiga hipoksi e.c ?
Tidak tampak perdarahan intra parenkhimal otak
Tampak subgaleal hematom di parieto occipital kanan
12
V. RESUME
Seorang anak laki-laki, berusia 18 hari, BB 3.6 kg, TB : 51 cm, status gizi baik (
% menurut standar BB/TB NCHS WHO), datang dengan keluhan bercak
kemerahan pada kulit. Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :
Riwayat Immunisasi
Immunisasi Hepatitis B
Makanan
Kualitas dan kuantitas cukup
13
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
Keadaan sakit penderita : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Posisi serta aktivitas : tidak ada letak paksa
Penampilan umum : Mental : normal
Fisik : normal
Pemeriksaan sistematik:
Kepala : B/Uasimetris, cephal hematom
Kulit : pucat -, sianosis -, ikterik -, petechie + (perut, tungkai, kaki),
hematom di kaki
Mata : Konjungtiva anemis - / -, konjungtiva hiperemis - / -, sclera
Ikterik - / -
THT : Sekret -, PCH -, epistaksis
Mulut : Bibir lembab, mukosa basah
Leher : Kaku kuduk -, tortikolis -, KGB tidak teraba
Thorax : B/P Simetris, retraksi
Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
Cor : BJM, reguler, murmur -
Abdomen : datar, soepel, BU + normal, H/L dalam batas normal
Genital : laki-laki, tidak ada kelainan
Anus dan rektum: tidak ada kelainan
Extremitas : akral hangat, CRT <2, petechiae pada kedua tungkai dan kaki
Neurologis : RF +/+, RP -/-
14
Pemeriksaan penunjang :
Darah (1 Juli 2013 pk. 10.00)
APTT ( STAGO ) 30.9 23.6-34.8
Hb 14.6 g / dl 15.2-23.6
Ht 43.7 % 44-82
Leukosit 10800 / mm3 6000-22000
Trombosit 5000 / mm3 200.000-550.000
Eritrosit 5 juta 4- 6.8 juta
Hb 14.4 g / dl 15.2-23.6
Ht 43.5 % 44-82
Leukosit 14200 / mm3 6000-22000
Trombosit 5000 / mm3 200.000-550.000
Eritrosit 4,9 juta 4- 6.8 juta
Hb 12.8 g / dl 12.7-18,7
Ht 35.1 % 44-82
Leukosit 7400 / mm3 6000-22000
Trombosit 1200 / mm3 200.000-550.000
Eritrosit 4.1 juta 4- 6.8 juta
15
Darah ( 5 Juli 2013 )
Ht 34
Trombosit 26000
Bilirubin
Bilirubin Total 5,54 0,10-12
Bilirubin direk 4,02 < 0,4
Bilirbuni indirek 1,52 < 1,6
Pemeriksaan CT SCAN
Kesan : CT scan kepala terlihat suspect gambaran oedem pada parenkhial otak.
Curiga hipoksi e.c ?
Tidak tampak perdarahan intra parenkhial otak
Tampak subgaleal hematom di parieto occipital kanan
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis banding :
- Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP)
- DHF grade II
Diagnosis kerja : Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP)
Diagnosis tambahan : -
Status Gizi : Baik
16
VII. USUL PEMERIKSAAN
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Monitoring keadaan umum
Nutrisi melalui per oral, bila tidak bisa maka perlu pemasangan
nasogastric tube dengan kebutuhan kalori 100kkal/kgBB/hari 360
kkal/hari (BB = 3,6 kg)
Medikamentosa
Prednison (dosis 1-4 mg/kgBB/hari) 3 x 5 mg IV, selama 2 minggu
IgIV dosis 1 g/kg/hari 8 g IV, selama 2-3 hari
IX. PROGNOSIS
17
X. PENCEGAHAN
Umum :
Menjaga keseimbangan gizi dan nutrisi
Khusus :
- Hindari terjadinya trauma dengan istirahat dan pembatasan aktivitas
- Hindari penggunaan preparat yang dapat mengganggu fungsi trombosit
(aspirin dan sejenisnya)
18
Pk. 08.30 mencret (-) warna
coklat Prednison 3x5 mg IV
kemerahan, petekie (+),hematom
N: 112x/mnt
di kaki Renasitin
S: 37,1oC O: os tenang Thrombophob
Kesan sakit: sedang
R: 30x/mnt
Pemeriksaan sistematik:
Kulit: pucat (-), petekie (+) perut, Besok cek: Hb, Ht, L,
tungkai, kaki hematom
Kepala: B/U asimetris, cephal Tc
hematom
Mata: konj anemis-/-, sklera
ikterik-/-
THT: PCH (-), sekret (-)
Mulut: bibir lembab, mukosa
basah
Leher: KGB t.t.m
Thorax: B/P simetris, retraksi (-)
Pulmo: VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
Cor: BJM, reguler, murmur -
Abd: Cembung, soepel, H: t.t.m,
L: t.t.m, NT (-), BU (+) normal
Ext: Akral hangat, CRT<2
19
Idiopathic Trombositopenia Purpura
Definisi
Suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang
menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/L) akibat
autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur
trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.
Insidensi
ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi pada
anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang
menjadi kronik 15-20%. ITP pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik
pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis
pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.
Patofisiologi
Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang
berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari
sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun
1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi membrane trombosit glikoprotein
IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan mendemonstrasikan bahwa
elusi autoantibodi dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal.
20
Dari gambar diperjelas bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi
tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein
pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada
awalnya glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang
mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1). Trombosit yang
diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen (makrofag atau
sel dendritik) melalui reseptro Fcg kemudian mengalami proses internalisasi dan
degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi
juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit yang lain (3). Sel
penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan peptide baru pada
permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang ditunjukkan oleh interaksi
antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi
inisiasi CD4-positifT cell clone (T-cell clone-1) dan spesifisitas tambahan (T-cell
clone-2) (5). Reseptor sel immunoglobulin sel B yang mengenali antigen
trombosit (B-cell clone-2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan
21
sintesis antiglikoprotein 1b/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi anti-
glikoprotein IIb/IIIa antibodi oleh B-cell clone 1.
Manifestasi klinis
Presentasi klasik ITP yaitu anak usia 1-4 tahun yang sebelumnya sehat tiba-
tiba muncul petechiae dan purpura yang generalisata. Sering terjadi perdarahan
dari gusi dan membran mukosa, perdarahan konjungtiva (platelet type bleeding)
khususnya pada trombositopenia sangat berat (jumlah platelet < dari 10000/mm3.
Ada riwayat infeksi viral 1-4 minggu sebelum onset terjadinya trombositopenia.
Pemeriksaan fisik biasanya normal. Splenomegali jarang terjadi.
ITP Akut
Awitan penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali
terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak
(rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus
merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Virus yang
paling banyak diidentifikasi adalah varisella zooster dan Ebstein barr. Manifestasi
perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intracranial terjadi
kurang dari 1 % pasien. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan
terjadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90%
sembuh dalam 3-6 bulan.
ITP Kronik
Awitan ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari
ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki
perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus.
Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap.
Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie, purpura, pada
umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit.
Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien
dengan trombosit > 50.000/L maka biasanya asimptomatik, trombosit 30.000-
22
50.000/L terdapat luka memar/hematom, trombosit 10.000-30.000/L terdapat
perdarahan spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka,
trombosit <10.000/L terjadi perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan
gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf pusat.
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi
petekie pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut.
Traktus genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering,
menoragia dapat merupakan gejala satu-satunya dari ITP dan mungkin tampak
pertama kali pada pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering.
Perdarahan gastrointestinal biasanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi
dengan hematemesis. Perdarahan intracranial merupakan komplikasi yang paling
serius pada ITP. Hal ini mengenai hampir 1% pasien dengan trombositopenia
berat. Perdarahan biasanya di subarachnoid, sering multiple dan ukuran bervariasi
dari petekie sampai ekstravasasi darah yang luas.
10-20 % pasien ITP akut yang mempunyai trombositopenia menetap lebih
dari 6 bulan disebut ITP kronik. Perlu evaluasi kelainan lain yang berhubungan,
terutama penyakit autoimmune seperti SLE dan infeksi kronik seperti HIV,
penyebab trombositopenia kronik non immune seperti penyakit von Willebrand
tipe 2B, X-linked trombositopenia, sindrom Wiskott-Aldrich. Terapi ditujukan
untuk mengontrol gejala dan mencegah perdarahan yang serius. Pada ITP, limpa
merupakan organ utama dalam sintesis antibodi antiplatelet dan penghancuran
platelet. Splenectomy berhasil pada 64-88% anak-anak dengan ITP kronik. Hal ini
harus diimbangi dengan resiko infeksi postsplenectomy. Sebelum splenectomy
anak-anak perlu mendapat vaksin pneumococcal dan setelah splenectomy perlu
mendapat profilaksis penicillin.
Diagnosis
Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dan
kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk
menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosis lain. Splenomegali ringan (hanya
ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain trombositopenia hitung
23
darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan
pseudotrombositopenia dan kelainan hematologi lain. Megatrombosit sering
terlihat pada pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow
sitometri berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada
ITP tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit
yang serupa. Salah satu diagnosis penting adalah pungsi sumsum tulang. Pada
sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak
mengandung trombosit.
Pengukuran trombosit dihubungkan dengan antibodi secara uji langsung
untuk mengukur trombosit yang berikatan dengan antibodi yakni dengan
Monoclonal-Antigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45-66%, spesifisitasnya 78-
92% dan diperkirakan bernilai positif 80-83%. Uji negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deteksi yang tanpa ikatan antibodi plasma tidak digunakan. Uji ini tidak
membedakan bentuk primer maupun sekunder ITP.
Laboratorium
Umumnya terdapat trombositopenia (< 20.000/L), ukuran platelet normal
atau membesar. Pada ITP akut, Hemoglobin, Leukosit, dan differential count
dalam batas normal. Hemoglobin akan menurun bila ada perdarahan masif atau
menorrhagia.
Pada pemeriksaan bone marrow, terdapat normal granulocytic, seri
eritrosit dan meningkatnya jumlah megakariosit, beberapa di antaranya immature.
Indikasi dari pemeriksaan bone marrow adalah abnormal WBC count, differential
count, anemia yang tidak diketahui penyebabnya. Pemeriksaan laboratorium lain
dilakukan bila diperlukan dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisiknya.
Antinuclear antibody (ANA) test lebih positif pada remaja yang ITP. Coomb test
perlu dilakukan bila ada anemia yang tidak diketahui penyebabnya untuk
menyingkirkan sindrom Evans (autoimmune hemolytic anemia dan
trombositopenia)
24
Terapi
Terapi ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya perdarah mayor. Terapi umum meliputi
menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma
kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit.
Terapi khusus yakni terapi farmakologis.
Terapi awal ITP (Standar)
Prednison
Terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison dosis 1-4 mg/kgBB/hari
selama 2-3 minggu. Prednison menginduksi peningkatan jumlah platelet yang
lebih cepat daripada pasien yang tidak diterapi. Masih kontroversial apakah
pemeriksaan sumsum harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
trombositopenia, khususnya leukemia limfoblastik akut, sebelum pemberian
prednison pada ITP akut. Bila respon baik dan kenaikan trombosit di atas 20.000,
kemudian tapering secara cepat, untuk menghindari efek samping terapi
kortikosteroid, terutama gagal tumbuh, diabetes mellitus, dan osteoporosis.
Imunoglobulin intravena
IVIG dengan dosis 0.8-1 g/kg/hari selama 1-2 hari, menginduksi peningkatan
cepat jumlah platelet (biasanya > 20000/mm2) pada 95% pasien dalam 48 jam.
Terapi IVIG merupakan terapi yang mahal dan membutuhkan waktu. Tambahan
pula ada sering terjadi sakit kepala dan muntah-muntah sugestif untuk meningitis
aseptic setelah diinfus IVIG.
Terapi Anti-D IV
Terapi awal ITP akut dengan anti-D IV masih dalam penelitian. Saat diberikan
pada individu Rh +, anti-D IV menyebabkan anemia hemolitik. Kompleks RBC-
25
antibody mengikat ke reseptor Fc makrofag dan mengganggu penghancuran
platelet, hal ini menyebabkan peningkatan jumlah platelet. Kenaikan ini lebih
lambat daripada terapi IgIV. 80-85% pasien yang menerima terapi anti-D dengan
dosis 50g/kg, mengalami peningkatan trombosit di atas 20 x 109/L dalam dua
hari.
Splenektomi
Efek splenektomi adalah menghilangkan tempat-tempat antibodi yang
tertempel trombosit yang bersifat merusak dan menghilangkan produksi antibodi
anti trombin.
Indikasi splenektomi:
a. Bila trombosit < 50.000/L setelah 4 minggu
b. Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu
c. Angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis diturunkan (tapering
off)
26
Dari gambar 2, dijelaskan bahwa pada umumnya obat yang digunakan sebagai
terapi awal ITP menghambat terjadinya klirens antibodi yang menyelimuti
trombosit oleh ekspresi reseptor Fcg pada makrofag jaringan (1). Splenektomi
sedikitnya bekerja pada sebagian mekanisme ini namun mungkin pula
mengganggu interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat dalam sintesis antibody pada
beberapa pasien. Kortikosteroid dapat pula meningkatkan trombosit dengan cara
menghalangi kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan
trombosit, sedangkan trombopoetin berperan merangsang progenitor megakariosit
(2). Beberapa imunosupresan non spesifik seperti azathioprin dan siklosforin,
bekerja pada tingkat sel-T. (3). Antibodi monoclonal terhadap CD 154 yang saat
ini menjadi target uji klinik, merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan
untuk mengoptimalkan sel-T makrofag dan interaksi sel-T dan sel-B yang terlibat
dalam produksi antibodi dan pertukaran klas (4). Imunoglobulin iv mengandung
antiidiotypic antibody yang dapat menghambat produksi antibodi. Antibodi
27
monoclonal yang mengenali ekspresi CD20 pada sel-sel B juga masih dalam
penelitian (5). Plasmaferesis dapat mengeluarkan antibody sementara dari plasma
(6). Transfusi trombosit diperlukan pada kondisi darurat untuk terapi perdarahan.
Efek dari stafilokokkus protein A pada susunan antibodi masih dalam penelitian
(7).
28
Daftar Pustaka
Roosevelt, Genie E. 2003. Chapter 476: Platelet and Blood Vessels Disorder.
Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. Editor : W B Saunders .
Elsevier.
Sudoyono, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Halaman 659-664
29